"Mana Aram? Katanya dia akan menjemputku, tapi aku sudah menunggu setengah jam di sini, dan mobil Aram belum juga datang." Riana bergumam gelisah. Berdiri di sisi jalan sembari matanya mencari-cari mobil Aram yang tak kunjung tiba.Di saat yang sama, mobil Mahesa keluar melewati gerbang restoran.Matanya menyipit melihat Riana yang masih berdiri di sekitar restoran itu. "Kupikir dia sudah pulang. Ternyata Riana masih ada di sini. Apa dia sedang menunggu angkutan umum?" Mahesa pun turun dari mobil dan menghampiri Riana."Ekhem!"Dehaman Mahesa mengejutkan Riana. Membuat wanita itu menoleh dengan wajah panik.Pasalnya, Riana takut Mahesa menegurnya akibat kopi yang dicampur garam tadi. "Apa kau sedang menunggu angkutan umum?""Tidak. Aku sedang menunggu Aram.""Oh, jadi calon suamimu yang akan menjemputmu?"Riana mengangguk. Melipat kedua tangannya di depan dada. "Tapi, mengapa dia belum datang? Padahal ini sudah lebih dari setengah jam." Mahesa mengetuk arloji yang melingkar di per
Mahesa benar-benar mengubah konsep restoran miliknya. Bahkan, iapun mengganti nama restoran itu dengan nama 'Kenson Restaurant'.Kening Riana berkerut melihat papan nama di gedung setinggi tiga lantai itu. "Kenson restaurant?" "Bagaimana menurutmu? Kenson restoran terdengar lebih menarik, bukan?" Riana terkejut saat tiba-tiba Mahesa muncul di belakangnya dan bertanya sambil berpangku tangan. "Ya, itu nama yang bagus.""Kau tidak mau bertanya mengapa aku memberikan nama Kenson untuk restoran ini?" Riana menggelengkan kepala. "Tidak. Ini restoranmu, kau bebas memberi nama apapun dan aku tak peduli dengan itu." Baru saja Riana akan melangkah masuk, namun Mahesa menahan tangannya. Membuat Riana menghembuskan napas kasar dan menoleh kembali pada sang boss tampan itu. "Sungguh, kau tidak mau tahu artinya? Sayang sekali, padahal aku sudah susah-susah memikirkan nama paling bagus untuk restoran ini.""Memangnya apa artinya?""Kenson artinya adalah Kenzie Anderson," jawab Mahesa, yang s
Di pemakaman, Aram duduk di samping makam ibunya. Sambil mengusap permukaan nisan, aiir mata Aram terus berderai."Kenapa Ibu harus pergi secepat ini? Bukankah Ibu mau melihatku menikah dengan Riana? Pernikahan kami hanya tinggal beberapa hari lagi, Bu. Tapi Ibu malah meninggalkanku."Riana dan Kenzie juga datang ke sana menghadiri pemakaman ibunya Aram. Bahkan, Riana memilih cuti mendadak hari itu."Ikhlaskan kepergian ibumu. Kau harus kuat, Aram." tangan Riana menyentuh pundak Aram. "Aku tidak menyangka dia akan pergi secepat ini, Riana. Hanya Ibu satu-satunya yang kupunya. Ini terasa sangat berat bagiku.""Aku mengerti. Tapi kematian adalah hal yang tak bisa dihindari. Ibumu sudah tenang di sana."Aram mengangkat pandangannya, menatap pada Riana dengan mata yang basah."Aku sudah tidak punya siapapun lagi sekarang. Hanya ada kau dan Kenzie. Riana, tolong jangan pernah tinggalkan aku. Tetaplah bersamaku! Aku sudah sangat terluka dengan kehilangan ibuku, mungkin aku tidak akan sang
Kabar diundurnya pernikahan Riana dan Aram telah sampai ke telinga Mahesa. Tiga hari setelah kepergian ibu kandungnya, Aram pun sudah mulai kembali menjalankan pekerjaannya. Begitupun dengan Riana. "Apa Riana tidak masuk lagi hari ini?" tanya Mahesa pada manajer di restoran itu. "Hari ini dia masuk, Tuan.""Tapi aku tidak melihatnya.""Itu Riana. Dia sedang dipanggil oleh pelanggan di meja nomor 37." telunjuk sang manajer mengarah ke salah satu sudut. Membuat mata Mahesa pun tertoleh ke sana. Senyum tipis tersungging di bibir kala matanya menemukan Riana yang sudah kembali bekerja di restorannya. Terlebih, wanita cantik itu terlihat baik-baik saja, meskipun kemarin sempat berduka atas meninggalnya ibu kandung Aram. Namun, senyum Mahesa memudar ketika menyadari ada yang tidak beres di antara Riana dan pelanggan di meja 37 itu. BYUR! Pelanggan wanita yang duduk bersama suaminya itu berdiri dan menyiramkan oranye jus miliknya ke wajah Riana. Mengakibatkan wajah dan seragam Ria
Ketika hari ini Mahesa datang ke rumah Riana, Aram tak lagi melayangkan sorot tajamnya. Seperti kesepakatan yang telah mereka buat, tidak akan ada lagi permusuhan di antara keduanya.Kedatangan Mahesa tentu saja untuk menemui Kenzie. Hari ini anak itu mendapat nilai seratus untuk menggambarnya.“Wah, bagus sekali, Kenzie. Papa bangga padamu.”“Terima kasih, Pa.” Kenzie tersenyum lebar dan memasukan Kembali buku gambar yang sempat diperiksa oleh Mahesa.“Om Aram juga sangat bangga padamu. Kau anak yang berbakat.” Aram menimpali, sambal melebarkan senyumnya pada Kenzie.“Terima kasih, Om.”Saat ini, mereka sedang berkumpul di ruang tamu. Riana dating dan menghidangkan pisang goreng di atas meja.“Maaf, hanya ada pisang goreng.” Aram tersenyum. “Tidak apa-apa, sayang. Pisang goreng pun, jika dibuat oleh tanganmu, pasti akan terasa sangat nikmat.” Pujian Aram menumbuhkan selarik senyum tipis di wajah Riana. Lalu Riana menghempaskan pantatnya di kursi, tepat di sebelah Aram.“Oh iya, min
Nessie datang ke kantor Mahesa. Dilihatnya lelaki itu sedang berdiri di dekat kaca pembatas kantor. Dimana di sana Mahesa bisa melihat gedung-gedung pencakar langit.“Sayang, kau sedang apa? Melamunkan aku?” Sedikit terkejut Mahesa ketika Nessie tiba-tiba memeluknya dari belakang.“Tidak melamunkan apa pun.”Nessie memanyunkan bibir. Mahesa melepaskan tangan Nessie yang melingkar di perutnya, kemudian berbalik hingga menghadap wanita itu.“Kudengar Riana dan kekasihnya batal menikah. Apa itu benar?”“Kau tahu darimana?” mata Mahesa memicing.“Tidak penting aku tahu informasi itu darimana. Tapi aku yakin kau tahu sesuatu tentang hubungan mereka. Kenapa mereka sampai batal menikah?”“Aram baru saja berkabung karena kehilangan ibunya. Jadi, pernikahannya diundur, bukan dibatalkan.” Jawaban Mahesa tersebut membuat senyum lebar tersungging di bibir Nessie.Jujur, Nessie takut hubungannya dengan Mahesa akan terancam jika Riana batal menikah.“Lalu, bagaimana dengan kita, sayang?” tanya N
Selesai bermain bola, ketiga lelaki itu menghampiri Riana dan Nessie kemudian kembali duduk di atas alas.“Hhh … haus sekali.” Aram mengibaskan kerah bajunya sambil mengatur napas.Riana tersenyum kecil, lalu hendak mengambil botol air mineral yang belum dibuka. Namun di saat yang sama Mahesa juga hendak mengambil botol itu hingga membuat tangannya bersentuhan dengan jemari Riana.Mata mereka pun saling bertemu pandang satu sama lain. Membuat Aram dan Nessie memasang wajah tak suka.“Sayang, kau juga haus ya?” pertanyaan Nessie membuyarkan mereka dari lamunan. Mahesa segera menjauhkan tangannya dari tangan Riana dan menoleh pada kekasihnya.Sementara Riana langsung memberikan botol minum itu pada Aram.“Terima kasih, Ri,” ucap Aram, lalu meneguknya untuk mendinginkan panas di dadanya.“Minum yang ini saja.” Nessie menyodorkan botol air mineral yang lain pada Mahesa.“Terima kasih.” “Sama-sama,” balas Nessie sambil tersenyum, lalu senyumnya berubah menjadi raut sinis saat matanya meno
Hari ini, Gustav dan Nessie bertemu di sebuah café. Calon mertua dan menantu itu saling mengobrol mengenai Mahesa dan putra kandungnya yang tak mereka sukai.“Jika bukan karena untuk mencari perhatian dari Mahesa, mana mau aku beramah tamah pada anak sialan itu, Om. Aku sangat tidak menyukainya. Bahkan, aku tidak ingin anak itu ada di dalam rumah tanggaku dengan Mahesa nantinya,” ucap Nessie sambil menghembuskan napas sebal, mengingat Kenzie.Gustav mengangguk. “Om pun sama denganmu. Kehadiran anak itu hanya akan menyusahkan. Darah wanita murahan itu mengalir di tubuhnya. Dia sama sekali tidak pantas untuk menjadi keturunan di keluarga Anderson.”“Lalu, apa solusi yang tepat untuk membuat anak itu menjauh dari Mahesa? Aku muak sekali, setiap hari, Mahesa selalu saja membahas tentang anaknya.”“Tenang saja, Nessie. Om sudah pikirkan sebuah cara untuk membuat anak itu menyingkir dari kehidupanmu dan Mahesa. Dia tidak akan lagi menjadi pengganggu kehidupan kalian.”“Yang benar, Om? Apa
“Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo masuk!” Mahesa mempersilakan Nessie masuk ke dalam mobilnya.Nessie tersenyum dan duduk di kursi belakang bersama pengasuh dan Andra.Tentu saja Nessie mendekap Andra di atas pangkuannya. Tak sedikit pun Nessie berniat memberikan Andra kepada pengasuh yang duduk di sampingnya.Mobil Mahesa lantas melaju meninggalkan lapas dan merambat di jalan raya.Seulas senyum tipis tersungging di bibir Riana. Sambil tangannya mendekap punggung Anna yang kini tertidur di atas pangkuan, Riana mendesah lega dalam hati.“Aku senang melihat Nessie dan Andra tersenyum sebahagia itu,” batin Riana.***“Ayo Pa! Lempar bolanya ke mari!” Kenzie berseru pada Mahesa yang berdiri cukup jauh di hadapannya.Sedangkan Kenzie sendiri duduk di atas pelampung bebek warna kuning dan mengangkat kedua tangannya ke atas, bersiap menyambut lemparan bola dari Mahesa.Saat ini ayah dan anak itu sedang bermain bola di dalam kolam renang. Sesekali tawa mereka akan terdengar sampai ke teling
Momen yang sangat Riana tunggu-tunggu selama ini adalah momen kebebasan Nessie dari dalam penjara.Dan hari ini Nessie akan bebas. Dengan segera Riana bersemangat mendandani Andra dan memakaikan baju terbaik untuk balita tersebut.Bahkan Riana mengemasi barang-barang Andra serta pakaiannya ke dalam koper.“Sayang, kau sudah siap?” tanya Mahesa yang masuk ke dalam kamar dengan penampilannya yang sudah rapi dengan stelan kemeja berwarna biru tua.Sementara Riana sendiri tampak manis dengan celana jeans pensil dan baju kaus biru muda yang dipadukan dengan cardigan putih.“Sudah. Sekarang aku hanya tinggal menyisir rambut Andra. Sebentar lagi dia akan siap,” kata Riana sambil menyisiri rambut Andra yang duduk di atas pangkuannya.Karena masih balita dan sedang aktif-aktifnya, terkadang Andra tak bisa diam hingga membuat Riana sedikit kesulitan saat menyisir rambut bocah itu.“Tahan ya, sayang. Biar Tante rapika dulu rambutnya.”Bibir Mahesa mengulum senyum memperhatikan istrinya yang tela
Malam hari, Mahesa mencari keberadaan istrinya yang entah berada di mana. Mahesa terbangun dilarut malam dan keningnya berkerut saat tak menemukan Riana di sampingnya. "Riana? Sayang, kau di mana?" Mahesa memanggil, ragu-ragu saat mengeraskan suaranya karena takut anak-anak itu akan terbangun mendengar teriakannya. "Oekk ... Oekk ... " Suara tangisan balita terdengar dari arah kamar Anna. Hal itu membuat langkah Mahesa terhenti. "Anna bangun?" segera Mahesa memutar langkahnya menuju kamar putri keduanya. Begitu membuka pintu kamar, Mahesa langsung berseru memanggil nama anaknya. "Anna!" "Aaakhh!" kedatangan Mahesa yang tiba-tiba membuat Riana memekik terkejut sambil menutupi dadanya yang tadi sempat ia keluarkan karena akan menyusui Anna. Namun setelah tahu yang masuk ke kamar Anna adalah Mahesa, Riana pun tidak lagj menutupi dadanya dan kembali melanjutkan menyusui Anna. "Kau datang membuatku terkejut." Riana berkomentar. Mahesa menutup pintu kamar, lalu melangkah mengham
Masih berada di rumah Aram, Riana turun ke lantai bawah dan berkeliling sejenak seolah sedang bernostalgia melihat-lihat kembali isi di dalam rumah tersebut.Riana ingat dulu dirinya seringkali berkunjung ke rumah Ara, bersama Kenzie. Ternyata isi rumah tersebut sudah banyak berubah. Termasuk letak beberapa furniture yang diubah sedemikian rupa."Lukisan itu?" dari sekian banyak benda yang ada di penjuru rumah Aram, perhatian Riana justru terpaku pada sebuah lukisan kuno yang menampilkan gambar seorang nenek tua yang sedang duduk manis di kursinya. Nenek tua itu mengenakan selendang berwarna abu yang telah pudar, serta kain jarik sebagai penutup kakinya yang telah keriput. Sementara rambutnya yang telah berubah dibiarkan tersanggul ke belakang. "Ini adalah lukisan kesayangan Bu Risma," gumam Riana sedih sambil menyapukan jemarinya pada permukaan lukisan yang terpajang rendah di dinding ruang tengah."Aku tidak percaya kau masih mengingatnya, Riana. Kau masih ingat dengan lukisan kes
Setelah sarapan, Mahesa langsung mengabari Leo bahwa ia akan berangkat ke kantor sangat siang. Mahesa meminta Leo untuk menghandle sedikit pekerjaannya sampai Mahesa sendiri tiba di sana.Begitu Leo menyanggupi, Mahesa pun mengakhiri teleponnya dan masuk ke dalam mobil, dimana Riana yang menggendong Anna dan seorang pengasuh yang menggendong Andra sudah berada di dalam mobil tersebut.“Kita mau belanja di mall mana, sayang?” Mahesa bertanya pada Riana yang duduk di sampingnya.“Mall mana saja. Aku tidak masalah.”“Bagaimana kalau di mall yang dekat dengan kantorku” Mahesa bertanya lagi.Riana mengangguk setuju.Riana tahu kalau mall yang dekat dengan kantor Mahesa adalah mall terbesar yang ada di Jakarta. Namun Riana tidak menolak saat Mahesa menawarkan pergi ke mall tersebut.Sebab lelaki itu tidak akan keberatan meski Riana berbelanja sepuasnya di sana.Sejurus kemudian, mobil Mahesa pun tiba di baseman mall. Riana menggendong Anna turun dari mobil setelah Mahesa membukakan pintu mo
“Sayang! Sayang!” pagi ini Mahesa berseru memanggil-manggil istrinya.Lelaki itu baru keluar dari kamar mereka namun sudah heboh mencari Riana seperti ingin menyampaikan sebuah berita baik.Seruan Mahesa yang lantang tentu saja sampai di telinga Riana yang sedang menata sarapan di atas meja.“Aku di sini.” Riana balas berteriak.Segera Mahesa mempercepat langkahnya menghampiri sang istri.“Selamat pagi!” lelaki itu mendaratkan ciuman singkat di pipi kanan Riana.“Pagi,” balas Riana sambil tersenyum tipis. Tangannya sibuk menata makanan.“Pagi-pagi begini sudah heboh mencariku. Tidak biasanya. Aku yakin kau belum cuci mukamu, kan? Ada apa?” tanya Riana.Mahesa yang mendengar ucapan istrinya itu spontan menyentuh wajahnya yang memang belum sempat dicuci.Semua itu gara-gara Mahesa terbangun oleh sebuah pesan yang masuk ke ponselnya. Pesan yang membawa kabar bahagia untuknya, mungkin juga untuk Riana.Itulah mengapa Mahesa sangat bersemangat memberitahukan kabar ini pada istrinya.“I hav
Banyak yang berubah setelah satu tahun. Beberapa juga pergi dari kehidupan Mahesa dan Riana.Termasuk Gustav, yang meninggal empat bulan setelah kelahiran Annastasya Anderson, cucu keduanya.Sekarang Riana dan Mahesa yang sedang merindukan Gustav pun mengunjungi makamnya.Riana memegang keranjang kecil berisi kelopak bunga. Sementara Mahesa memegangi payung hitam.“Sekarang Kenzie sudah semakin pintar, Pa. Nilainya selalu bagus dalam mata pelajaran. Jika Papa masih hidup, Papa pasti akan sangat bangga pada Kenzie,” ucap Mahesa sambil menceritakan soal Kenzie pada makam ayah kandungnya.Riana yang berjongkok di samping Mahesa pun tersenyum tipis. Tangan kanannya mengusap punggung Mahesa.Riana tahu bagaimana perasaan Mahesa saat ini.Meskipun lelaki itu mencoba untuk menampilkan senyum di wajahnya, tetap saja Mahesa tak bisa menutupi matanya yang berkaca-kaca.“Kau pasti sangat merindukan Papa, ya?” tanya Riana sambil berbisik di telinga Mahesa.Mahesa menangkap tangan Riana yang menye
Satu tahun kemudian…Mobil mewah Mahesa berhenti di pekarangan depan sebuah panti asuhan yang bernama ‘Muara Kasih Bunda’.Begitu turun dari mobil, mereka langsung disapa oleh pemilik panti yang bernama Bu Yani.Sambil menggendong Anna yang sudah berusia satu tahun, Riana berjalan beriringan dengan Mahesa memasuki panti asuhan tersebut yang tampak ramai oleh suara anak-anak balita yang sedang bermain dan berlalu Lalang.“Silakan Tuan, Nyonya.” Bu Yani mempersilakan mereka untuk masuk ke sebuah kamar dimana terdapat seorang anak laki-laki berusia satu tahun lebih yang tertidur di atas ranjang.Riana menghela napas melihat betapa pulasnya balita lucu tersebut. Di tangannya tergenggam sebuah kalung berbandul dinosaurus.Riana tersenyum. Ia tahu siapa yang memberikan kalung dinosaurus itu pada anak laki-laki tersebut.“Andra sedang tidur. Tapi dia sudah tidur dari setengah jam yang lalu. Jika Tuan Mahesa dan Nyonya Riana mau bicara dengannya, saya akan bangunkan dia,” kata Bu Yani yang be
“Aku akan memberikan nama Anna,” jawab Riana yang kemudian membuat kening Mahesa mengernyit.“Anna? Hanya Anna saja?”Riana menggelengkan kepala. “Nama panjangnya bisa kau yang berikan. Aku hanya ingin dia diberi nama Anna.”Mahesa tersenyum. Kemudian mengangguk-anggukan kepala, lalu lelaki tampan itu pun berpikir sejenak.“Anna? Baiklah. Aku harus mencari nama panjang yang sesuai dengan nama depannya. Tapi apa ya?” gumam Mahesa sambil mengurut dagunya dengan ibu jari dan telunjuk.“Ah, aku tahu. Bagaimana kalau Annastasya Anderson?” tanya Mahesa sambil memberikan usul nama yang menurutnya paling bagus.“Annastasya?” ulang Riana.Mahesa mengangguk. “Ya. Yang penting nama panggilannya tetap Anna, kan?”Mendengar itu, Riana kemudian mengangguk setuju. “Itu nama yang cantik. Aku sangat menyukainya.”“Ya. Nama yang cantik. Secantik orangnya,” balas Mahesa sambil tersenyum lebar.“Tuan, Nyonya, bayinya sudah dimandikan. Sekarang dia sudah siap untuk menyusu pada ibunya,” kata seorang pera