Kenzie telah kembali ke pelukan Riana.Tentu saja Riana yang merasa nyaris kehilangan harapan dan semangat hidup, kini merasa hatinya kembali utuh saat dirinya bisa memeluk putranya.Aram tersenyum melihat Riana dan Kenzie yang saling melepas rindu.“Apa saja yang penculik itu lakukan padamu? Mereka menyakitimu?” tanya Riana, melepas pelukannya dan memeriksa tubuh Kenzie.Kenzie menggeleng. “Tidak Ma. Tapi mereka hampir saja mau membawaku ke suatu tempat, untungnya polisi datang bersama Papa.”Riana tersenyum sambil berderai air mata. Kembali dipeluknya tubuh mungil Kenzie dengan erat.“Terima kasih sudah mengembalikannya, Mahesa.”“Tidak perlu berterima kasih padaku. Aku pasti akan melakukannya tanpa diminta karena aku juga tidak bisa membiarkan putraku dalam bahaya,” jawab Mahesa.Riana setuju dengan ucapan lelaki itu. Sementara Aram hanya menatap dengan wajah datar. Namun tangannya mengusap kepala Kenzie yang kini sudah lepas dari pelukan ibunya.“Jadi, polisi sudah menangkap pelak
Sebuah mobil baru saja berhenti di depan kantor polisi. Kemudian seorang gadis turun dari mobil dan melangkah dengan tubuh semampainya.Dia adalah Nessie. Datang menemui Gustav karena baru saja mendengar kabar soal Gustav yang tertangkap.Kini, kedua orang itu sudah duduk saling berhadapan di ruang tunggu.“Kenapa Om bisa seceroboh itu? Harusnya Om tidak perlu bertindak apa-apa. Om hanya tinggal memerintah orang suruhan Om untuk melakukan semuanya. Sekarang, Om jadi tertangkap, ‘kan? Dan aku bingung bagaimana cara mengeluarkan Om dari sini.” Nessie memijit keningnya yang berdenyut pening.“Tapi bagaimana pun kau juga terlibat dalam kasus ini, Nessie. Ide penculikan ini memang aku yang membuatnya, tapi markasnya kau yang menyedikannya, juga kau sendiri yang menyarankan Om untuk menyuruh Si Baron yang katamu adalah seorang penculik professional. Tapi apa? Akhirnya dia dan Om malah tertangkap polisi.” Gustav mendengus sebal. Kedua tangannya terborgol di depan.Karena ada polisi yang berj
“Putus? Tapi kenapa tiba-tiba kau ingin mengakhiri hubungan kita? Apa yang sudah aku lakukan sampai kau ingin kita putus.” Nessie menggeleng, menolak permintaan Mahesa untuk mengakhiri hubungan.“Maaf, Nessie. Tapi aku pikir, kita tidak akan cocok. Kalau pun kita menikah, pernikahan kita tidak akan berjalan mulus ke depannya. Jujur, sampai detik ini aku sama sekali tidak merasakan ada sedikit saja perasaan saat dekat denganmu. Aku tidak bisa memaksa diriku untuk mencintaimu,” jelas Mahesa.Wajah Nessie telah memerah. Jelas saja Nessie tak terima diputuskan begitu saja.Selama ini Nessie telah dengan sabar menunggu Mahesa menikahinya. Lalu saat rencana pernikahan sudah ada di depan mata, tiba-tiba lelaki itu mengatakan ingin hubungan mereka berakhir saja.“Padahal aku sudah menyerahkan seluruh hatiku. Aku sangat mencintaimu melebihi apa pun. Bahkan melebihi diriku sendiri. Tapi kenapa kau sampai tega ingin hubungan kita
“A-apa yang sudah kita lakukan semalam?” Mahesa kembali menurunka selimutnya, kemudian bertanya pada Nessie yang masih menangis sesenggukan sambil meremas bagian depan bathrobe yang ia kenakan.“Nessie, jawab aku,” pinta Mahesa saat Nessie terus saja menangis.“Kita, semalam, seharusnya kita tidak melakukan itu.” Nessie menatap Mahesa, lalu kembali menangis menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.“Melakukan apa maksudmu? Jelaskan dengan benar! Tolong, jangan membuatku bingung.” Mahesa mendesak jawaban dari Nessie, meskipun sebenarnya hati kecilnya sudah menerka-nerka apa yang terjadi di antara mereka.“Kau tidak ingat sama sekali apa yang sudah kau lakukan padaku semalam?”Mahesa menggelengkan kepala. Bahkan sekeping ingatan pun tak ada di kepalanya.“Yang aku ingat, kita pulang dari restoran dan aku mengajakmu ke dalam mobilku karena aku akan mengantarmu pulang. Itu saj
Di sebuah rumah sakit, Riana berdiri di depan sebuah ruangan. Dokter telah memeriksa Aram dan memberitahukan hasil yang sangat menyedihkan pada Riana.Hingga Riana tak sanggup menahan air matanya. “Untuk saat ini, Dr. Aram butuh support dari orang-orang terdekatnya. Mungkin dia akan merasa hancur setelah mengetahui semuanya.” Begitulah ucapan dokter yang menangani Aram.Semua dokter di sana berjuang untuk kesembuhan Aram. Mereka menghormati Aram bukan hanya karena Aram juga seorang dokter di sana, tapi juga karena Aram lah pemilik dari rumah sakit itu.Kini, Riana duduk di samping ranjang Aram. Menggenggam hangat tangan kanan lelaki itu yang masih memejamkan matanya.“Kau harus kuat. Aku ada di sini bersamamu,” bisik Riana, membawa tangan itu ke bibirnya, kemudian mengecupnya dengan lembut.Pada saat yang bersamaan, mata Aram mengerjap perlahan, lalu terbuka. “Riana,” gumamnya sambil mengedarkan pandangan.Riana tersenyum melihat lelaki itu telah sadarkan diri.“Aku di sini.” Aram
Berhari-hari kemudian, Aram sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumahnya.Kenzie pun telah tahu soal apa yang menimpa Aram. Tentu saja bocah itu lagsung menangis setelah mengetahui bahwa Aram tak bisa berjalan lagi.“Tidak apa-apa, Om. Nanti kalau Om sudah terapi dan kaki Om sudah bisa jalan lagi, kita akan lomba lari.” Aram tersenyum mendengar Kenzie yang menghiburnya.Kini, mereka sedang berada di ruang keluarga yang ada di rumah Aram. Riana sibuk membantu memasak di rumah itu, kemudian menghidangkannya di atas meja makan.Setelahnya, Riana menghampiri Aram sambil memberikan secangkir teh hangat.“Hati-hati. Tehnya masih panas.”“Terima kasih, Riana.” Aram menerimanya sambil melempar senyum tipis.Riana mengangguk, tersenyum dan duduk di sofa yang ada di samping kursi roda yang Aram duduki.Perlahan Aram menyesap teh itu, kemudian ia tersenyum.“Apa pun yang dibuat oleh tanganmu selalu terasa enak,” komentar Aram. Riana tersenyum lagi. Sementara Kenzie berlari ke mobil Aram untuk
Kenzie tersenyum lebar saat mobil Mahesa berhenti di hadapannya.Mahesa menurunkan kaca mobilnya dan membalas senyum sang anak.“Sudah lama menunggu, Tuan kecil?” tanya Mahesa, bercanda.“Lumayan.”“Maaf. Tadi Papa bertemu klien dulu.”“Tidak apa-apa. Papa jadi mau ajak aku jalan-jalan ke taman kota, ‘kan?” tanya Kenzie, melebarkan senyumnya. Mahesa tertawa pelan saat bocah itu masih saja mengingat janji yang ia ucapkan.Ya! Kemarin saat Kenzi mengeluh bosan dan ingin jalan-jalan ke suatu tempat berdua saja dengan Mahesa, Mahesa pun menyanggupi dan berjanji akan mengajak bocah itu jalan-jalan sambil makan es krim di dekat air mancur.“Of course. Tidak mungkin Papa akan lupa pada janji Papa. Ayo cepat masuk ke mobil!” “Yeay! Oke Pa!” Kenzie berseru senang mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. Membuat Mahesa terkekeh sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya.Mobil itu pun meluncur di jalan raya, terus melaju menuju tujuan mereka. Yaitu taman.Sesuai janjinya, Mahesa mem
Pagi ini Riana datang ke rumah Aram untuk mengantarkan masakan buatannya.Meskipun di rumah Aram ada beberapa pembantu yang bisa membuat hidangan apa pun, namun Riana tahu kalau Aram lebih menyukai masakannya.“Kau jadi berangkat ke Jerman, lusa?” tanya Riana pada Aram, sambil tangannya menuangkan makanan di piring.Aram sendiri duduk di kursi roda, namun posisinya menghadap meja makan.“Jerman?” ulang Aram. “Iya. Bukannya lusa adalah jadwalmu berangkat ke Jerman dengan asistenmu untuk melakukan terapi di sana?” Riana mengingatkan.Aram tersenyum hambar, kemudian mengangguk.“Benar. Aku akan berangkat lusa nanti.” Senyum di wajah Aram menyiratkan kepahitan.Sambil melahap makanannya, Aram melamun sendiri.“Bagaimana aku memberitahu Riana kalau sebenarnya kepergianku ke Jerman hanya akan membuahkan kesia-siaan. Semua terapi yang akan kulakukan nanti akan percuma karena kakiku lumpuh selamanya,” batin Aram bingung. “Kau harus semangat. Aku akan membantu membereskan barang-barangmu ke
“Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo masuk!” Mahesa mempersilakan Nessie masuk ke dalam mobilnya.Nessie tersenyum dan duduk di kursi belakang bersama pengasuh dan Andra.Tentu saja Nessie mendekap Andra di atas pangkuannya. Tak sedikit pun Nessie berniat memberikan Andra kepada pengasuh yang duduk di sampingnya.Mobil Mahesa lantas melaju meninggalkan lapas dan merambat di jalan raya.Seulas senyum tipis tersungging di bibir Riana. Sambil tangannya mendekap punggung Anna yang kini tertidur di atas pangkuan, Riana mendesah lega dalam hati.“Aku senang melihat Nessie dan Andra tersenyum sebahagia itu,” batin Riana.***“Ayo Pa! Lempar bolanya ke mari!” Kenzie berseru pada Mahesa yang berdiri cukup jauh di hadapannya.Sedangkan Kenzie sendiri duduk di atas pelampung bebek warna kuning dan mengangkat kedua tangannya ke atas, bersiap menyambut lemparan bola dari Mahesa.Saat ini ayah dan anak itu sedang bermain bola di dalam kolam renang. Sesekali tawa mereka akan terdengar sampai ke teling
Momen yang sangat Riana tunggu-tunggu selama ini adalah momen kebebasan Nessie dari dalam penjara.Dan hari ini Nessie akan bebas. Dengan segera Riana bersemangat mendandani Andra dan memakaikan baju terbaik untuk balita tersebut.Bahkan Riana mengemasi barang-barang Andra serta pakaiannya ke dalam koper.“Sayang, kau sudah siap?” tanya Mahesa yang masuk ke dalam kamar dengan penampilannya yang sudah rapi dengan stelan kemeja berwarna biru tua.Sementara Riana sendiri tampak manis dengan celana jeans pensil dan baju kaus biru muda yang dipadukan dengan cardigan putih.“Sudah. Sekarang aku hanya tinggal menyisir rambut Andra. Sebentar lagi dia akan siap,” kata Riana sambil menyisiri rambut Andra yang duduk di atas pangkuannya.Karena masih balita dan sedang aktif-aktifnya, terkadang Andra tak bisa diam hingga membuat Riana sedikit kesulitan saat menyisir rambut bocah itu.“Tahan ya, sayang. Biar Tante rapika dulu rambutnya.”Bibir Mahesa mengulum senyum memperhatikan istrinya yang tela
Malam hari, Mahesa mencari keberadaan istrinya yang entah berada di mana. Mahesa terbangun dilarut malam dan keningnya berkerut saat tak menemukan Riana di sampingnya. "Riana? Sayang, kau di mana?" Mahesa memanggil, ragu-ragu saat mengeraskan suaranya karena takut anak-anak itu akan terbangun mendengar teriakannya. "Oekk ... Oekk ... " Suara tangisan balita terdengar dari arah kamar Anna. Hal itu membuat langkah Mahesa terhenti. "Anna bangun?" segera Mahesa memutar langkahnya menuju kamar putri keduanya. Begitu membuka pintu kamar, Mahesa langsung berseru memanggil nama anaknya. "Anna!" "Aaakhh!" kedatangan Mahesa yang tiba-tiba membuat Riana memekik terkejut sambil menutupi dadanya yang tadi sempat ia keluarkan karena akan menyusui Anna. Namun setelah tahu yang masuk ke kamar Anna adalah Mahesa, Riana pun tidak lagj menutupi dadanya dan kembali melanjutkan menyusui Anna. "Kau datang membuatku terkejut." Riana berkomentar. Mahesa menutup pintu kamar, lalu melangkah mengham
Masih berada di rumah Aram, Riana turun ke lantai bawah dan berkeliling sejenak seolah sedang bernostalgia melihat-lihat kembali isi di dalam rumah tersebut.Riana ingat dulu dirinya seringkali berkunjung ke rumah Ara, bersama Kenzie. Ternyata isi rumah tersebut sudah banyak berubah. Termasuk letak beberapa furniture yang diubah sedemikian rupa."Lukisan itu?" dari sekian banyak benda yang ada di penjuru rumah Aram, perhatian Riana justru terpaku pada sebuah lukisan kuno yang menampilkan gambar seorang nenek tua yang sedang duduk manis di kursinya. Nenek tua itu mengenakan selendang berwarna abu yang telah pudar, serta kain jarik sebagai penutup kakinya yang telah keriput. Sementara rambutnya yang telah berubah dibiarkan tersanggul ke belakang. "Ini adalah lukisan kesayangan Bu Risma," gumam Riana sedih sambil menyapukan jemarinya pada permukaan lukisan yang terpajang rendah di dinding ruang tengah."Aku tidak percaya kau masih mengingatnya, Riana. Kau masih ingat dengan lukisan kes
Setelah sarapan, Mahesa langsung mengabari Leo bahwa ia akan berangkat ke kantor sangat siang. Mahesa meminta Leo untuk menghandle sedikit pekerjaannya sampai Mahesa sendiri tiba di sana.Begitu Leo menyanggupi, Mahesa pun mengakhiri teleponnya dan masuk ke dalam mobil, dimana Riana yang menggendong Anna dan seorang pengasuh yang menggendong Andra sudah berada di dalam mobil tersebut.“Kita mau belanja di mall mana, sayang?” Mahesa bertanya pada Riana yang duduk di sampingnya.“Mall mana saja. Aku tidak masalah.”“Bagaimana kalau di mall yang dekat dengan kantorku” Mahesa bertanya lagi.Riana mengangguk setuju.Riana tahu kalau mall yang dekat dengan kantor Mahesa adalah mall terbesar yang ada di Jakarta. Namun Riana tidak menolak saat Mahesa menawarkan pergi ke mall tersebut.Sebab lelaki itu tidak akan keberatan meski Riana berbelanja sepuasnya di sana.Sejurus kemudian, mobil Mahesa pun tiba di baseman mall. Riana menggendong Anna turun dari mobil setelah Mahesa membukakan pintu mo
“Sayang! Sayang!” pagi ini Mahesa berseru memanggil-manggil istrinya.Lelaki itu baru keluar dari kamar mereka namun sudah heboh mencari Riana seperti ingin menyampaikan sebuah berita baik.Seruan Mahesa yang lantang tentu saja sampai di telinga Riana yang sedang menata sarapan di atas meja.“Aku di sini.” Riana balas berteriak.Segera Mahesa mempercepat langkahnya menghampiri sang istri.“Selamat pagi!” lelaki itu mendaratkan ciuman singkat di pipi kanan Riana.“Pagi,” balas Riana sambil tersenyum tipis. Tangannya sibuk menata makanan.“Pagi-pagi begini sudah heboh mencariku. Tidak biasanya. Aku yakin kau belum cuci mukamu, kan? Ada apa?” tanya Riana.Mahesa yang mendengar ucapan istrinya itu spontan menyentuh wajahnya yang memang belum sempat dicuci.Semua itu gara-gara Mahesa terbangun oleh sebuah pesan yang masuk ke ponselnya. Pesan yang membawa kabar bahagia untuknya, mungkin juga untuk Riana.Itulah mengapa Mahesa sangat bersemangat memberitahukan kabar ini pada istrinya.“I hav
Banyak yang berubah setelah satu tahun. Beberapa juga pergi dari kehidupan Mahesa dan Riana.Termasuk Gustav, yang meninggal empat bulan setelah kelahiran Annastasya Anderson, cucu keduanya.Sekarang Riana dan Mahesa yang sedang merindukan Gustav pun mengunjungi makamnya.Riana memegang keranjang kecil berisi kelopak bunga. Sementara Mahesa memegangi payung hitam.“Sekarang Kenzie sudah semakin pintar, Pa. Nilainya selalu bagus dalam mata pelajaran. Jika Papa masih hidup, Papa pasti akan sangat bangga pada Kenzie,” ucap Mahesa sambil menceritakan soal Kenzie pada makam ayah kandungnya.Riana yang berjongkok di samping Mahesa pun tersenyum tipis. Tangan kanannya mengusap punggung Mahesa.Riana tahu bagaimana perasaan Mahesa saat ini.Meskipun lelaki itu mencoba untuk menampilkan senyum di wajahnya, tetap saja Mahesa tak bisa menutupi matanya yang berkaca-kaca.“Kau pasti sangat merindukan Papa, ya?” tanya Riana sambil berbisik di telinga Mahesa.Mahesa menangkap tangan Riana yang menye
Satu tahun kemudian…Mobil mewah Mahesa berhenti di pekarangan depan sebuah panti asuhan yang bernama ‘Muara Kasih Bunda’.Begitu turun dari mobil, mereka langsung disapa oleh pemilik panti yang bernama Bu Yani.Sambil menggendong Anna yang sudah berusia satu tahun, Riana berjalan beriringan dengan Mahesa memasuki panti asuhan tersebut yang tampak ramai oleh suara anak-anak balita yang sedang bermain dan berlalu Lalang.“Silakan Tuan, Nyonya.” Bu Yani mempersilakan mereka untuk masuk ke sebuah kamar dimana terdapat seorang anak laki-laki berusia satu tahun lebih yang tertidur di atas ranjang.Riana menghela napas melihat betapa pulasnya balita lucu tersebut. Di tangannya tergenggam sebuah kalung berbandul dinosaurus.Riana tersenyum. Ia tahu siapa yang memberikan kalung dinosaurus itu pada anak laki-laki tersebut.“Andra sedang tidur. Tapi dia sudah tidur dari setengah jam yang lalu. Jika Tuan Mahesa dan Nyonya Riana mau bicara dengannya, saya akan bangunkan dia,” kata Bu Yani yang be
“Aku akan memberikan nama Anna,” jawab Riana yang kemudian membuat kening Mahesa mengernyit.“Anna? Hanya Anna saja?”Riana menggelengkan kepala. “Nama panjangnya bisa kau yang berikan. Aku hanya ingin dia diberi nama Anna.”Mahesa tersenyum. Kemudian mengangguk-anggukan kepala, lalu lelaki tampan itu pun berpikir sejenak.“Anna? Baiklah. Aku harus mencari nama panjang yang sesuai dengan nama depannya. Tapi apa ya?” gumam Mahesa sambil mengurut dagunya dengan ibu jari dan telunjuk.“Ah, aku tahu. Bagaimana kalau Annastasya Anderson?” tanya Mahesa sambil memberikan usul nama yang menurutnya paling bagus.“Annastasya?” ulang Riana.Mahesa mengangguk. “Ya. Yang penting nama panggilannya tetap Anna, kan?”Mendengar itu, Riana kemudian mengangguk setuju. “Itu nama yang cantik. Aku sangat menyukainya.”“Ya. Nama yang cantik. Secantik orangnya,” balas Mahesa sambil tersenyum lebar.“Tuan, Nyonya, bayinya sudah dimandikan. Sekarang dia sudah siap untuk menyusu pada ibunya,” kata seorang pera