Ika dan Iki sekarang sedang berada di kamar mereka. Setelah mendengar apa yang terjadi pada Diana dari Al, mereka ingin langsung bergegas untuk mengunjunginya, tapi mengurungkan niat karena mendengar Rai berada di sana.
"Al, apa yang terjadi?" tanya Ika.
"Kenapa Kak Diana bisa terbaring lemah seperti itu?" tanya Iki.
"Dia sakit karena mengurung dirinya selama tiga hari tanpa makan dan tanpa minum," jawab Al.
"Kalau begitu berikan saja dia darah," Ika memberikan usulnya dengan polos.
"Dia manusia, Ika!" seru Iki.
"Ahh iya... Kak Diana berbeda dengan kita.”
Iki menatap Al, "Apa Kak Diana akan baik-baik saja?"
"Mungkin," ucap Al ambigu.
“Mungkin...?” kata si kembar membeo.
Sementara itu, di kamarnya, Diana masih terbaring lemah namun dengan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Demamnya sudah turun dan napasnya sudah kembali teratur.
Duduk di kursi yang diletakkan di
Suasana canggung terjadi di antara Diana dan Rai. Rai mengelap cairan yang jatuh dari sudut bibir Diana, sedangkan wanita ini hanya terdiam bagaikan patung. Diana langsung membelalakkan mata saat Rai menjilat jarinya yang terkena cairan."Apa yang kau lakukan!?" tanya Diana"Memberimu makan, kau kira apa lagi?""Ta-tapi ini bukan cara normal!""Normal, huh?" balas Rai sarkastis. "Jadi aku harus menyendokkan mangga ini ke mulutmu dengan penuh kelembutan?""Aku bisa melakukannya sendiri!” tegas Diana mengambil alih sendok yang dipegang Rai.Namun, Rai dengan sigap menjauhkan sendok, "Tidak, sekarang aku mau bermain boneka, dan kau adalah bonekanya," ucapnya."Hah...?""Sekarang buka mulutmu," ucap Rai dan mulai melakukan hal yang sama, memberikan makanan lewat mulut secara langsung.Diana membeku, ia langsung memundurkan kepalanya. Ia memberontak, namun tenaganya tidak cukup menandingi kekua
Cletak!Kerangka yang sedang dibuat Ika hancur begitu saja. "Kenapa kau mengatakan hal seperti itu, Al?" tanya Ika dengan meremas kerangka bunga yang ada di tangannya."Aku mengatakan kebenaran. Itu saja. Dia manusia, dan sejak awal keberadaannya di sini hanya sebagai makanan Rai, tapi kenapa dia sekarang berubah menjadi hewan peliharaan favorit semua orang?" ungkap Al.Iki bangkit dan mendekat ke Al, "Jangan katakan apapun lagi tentang Kak Diana, atau aku tidak akan memaafkanmu," ujarnya lalu membuang kerangka bunga ke Al."Kami tidak main-main, Al. Baik kau atau Kak Rai, kami tidak akan segan-segan melawan," tambah Ika lalu menyusul kepergian saudara kembarnya."Hah...? Apa mereka sedang merencanakan pemberontakan dengan menjadikan manusia ini sebagai modelnya?" batin Al heran.***"Ini akan menjadi tabung ke sepuluh jika kau kembali menjatuhkannya," ujar seorang pria tu
Brak!Pine membuka pintu ruang kerja Kevin secara kasar, "Kevin, aku memutuskan—" Pine menarik napas dalam-dalam, “—untuk berdiri di sampingmu. Bersamamu.""Apa yang kamu katakan?" tanya Kevin tidak mengerti."Aku bersedia menjadi Ratu Raltz," jawab Pine."Apa dia terjatuh lalu kepalanya terbentur di suatu tempat?" batin Kevin."Kenapa mendadak?" tanyanya."Aku berubah pikiran setelah mendengar Kisah Raja," ungkap Pine.Kevin bangkit dari tempat duduknya, berjalan ke arah depan meja dan menyandarkan tubuhnya di sana, "Apa yang Julio katakan?" selidiknya."Tidak ada.""Jangan berbohong, dia pasti mengatakan hal yang seharusnya tidak dia katakan.""Apapun yang dia katakan, aku bersedia menjadi Ratu Raltz. Aku akan jatuh cinta denganmu dan mencintaimu selamanya," jelas Pine mendeklarasikan keputusannya.Kevin menghela napasnya, "Pada awalnya aku memang hanya
Rai kembali ke kamar Diana dengan membawa buah kesukaannya yang sudah dia kupas dan dimasukkan ke dalam gelas. Namun, Rai tidak melakukan hal seperti sebelumnya, dia hanya memberikan sendok dan gelas berisi mangga ini ke Diana. Setelah itu Rai hanya memperhatikan wanita ini memakannya."Apa kau mau?" tanya Diana dan Rai hanya diam."Kau membuatku merasa tidak nyaman," lanjutnya karena terus diperhatikan.Dengan menopang dagunya, Rai berkata, "Kau banyak bicara juga rupanya.”"Aku akan berbicara kalau aku ingin. Apa itu masalah?"Namun, Rai tidak menjawab, ia malah bertanya sesuatu yang membuat nafsu makan wanita ini langsung hilang seketika, dan Rai memperhatikan responsnya. Respon yang mengatakan bahwa ia baru saja menanyakan hal yang seharusnya tidak dia tanyakan."Kau tidak ingin kembali ke dunia manusia?" tanya Rai tiba-tiba.Diana menaruh kembali sendoknya ke dalam gelas, "Apa kita harus membahasnya?"
Pate memandang selembar kertas dengan stempel lilin berwarna emas dengan motif elang yang terletak di mejanya. Warna dan lambang stempel lilin ini adalah milik Raltz, dan tentu saja surat ini berarti berasal dari Raltz.Masing-masing klan memang memiliki warna dan lambang tersendiri. Lambang tersebut dipresentasikan menggunakan hewan yaitu golongan burung dan warna yang juga mempresentasikan hewan tersebut.Klan Haltz memiliki burung Phoenix sebagai lambang mereka dan warna merah sebagai warna resmi klan mereka. Sedangkan Raltz memiliki burung elang dengan warna emas. Sementara Waltz, mereka miliki burung gagak dengan warna hitam."Apa informasi ini akurat?" tanya Pate."Ya. Aku tidak pernah salah dalam memberikan informasi," jawab Kori yakin dengan informasi yang diberikannya."Kau yakin?" Pate meragukannya, "Di sini tertulis Pine bukan Diana Charlotte. Hanya Pine,” ucapnya menegaskan nama yang ada di selembar kerta
Tak. Tak. Tak.Suara langkah kaki terdengar, kemudian muncul seorang pria berbadan tegap berjalan memasuki ruangan. Di dalam ruangan sudah ada Ben yang sengaja menunggunya dari tadi."Duduklah," kata Ben dan pria ini kemudian menduduki salah satu sofa yang ada di sana."Untuk apa kau memanggilku ke sini?" tanyanya, langsung pada intinya."Kau masih tidak berubah, Dominic. Tidak sabar dan tidak suka berbasa-basi.”"Jika mau menyuruhku datang hanya untuk membersihkan remah-remah, maka aku tidak punya waktu," ucap Dominic, ia segera bangkit namun langsung terhenti karena perkataan Ben."Pangeran yang memiliki takdir yang sama dengan Raja. Bagaimana jika kita membuat Kisah Raja yang kedua?"BAM!Dominic langsung membalikkan meja yang ada di depannya begitu saja, "Jangan main-main denganku, Ben! Aku bisa menghabisimu kapan pun!" ancamnya.Ben tetap tenang dan menatap Dominic. Vampir in
"Aku mendengar apa yang kau dan Al katakan kemarin. Maaf sudah membuatmu berada di posisi yang sulit. Jika kau mau, kau bisa membunuhku kapan pun," ucap Diana serius namun dengan pandangan mata yang datar, melanjutkan pembicaraan mereka yang belum usai.Rai terkejut, "Kau... mendengarnya?" dan Diana mengangguk."Bagaimana bisa? Kapan? Aku sama sekali tidak merasakan kehadirannya. Bahkan baunya... Aku tidak menciumnya sama sekali!" batin Rai."Aku mendengar pembicaraan antara kau dan Al saat aku berniat mencari si kembar," jelas Diana. “Banyak yang bilang aku ini aneh, jadi aku tidak terkejut jika kau atau Al mengatakan hal yang sama tentangku. Aku hanya tidak peduli dengan itu semua."Diana menghela napasnya dalam, "Mereka bilang aku seharusnya mati. Mereka bilang aku tidak berguna. Tapi aku benar-benar... tidak peduli.”"Apa yang kau maksud?" tanya Rai tidak mengerti arah pembicaraan Diana.Wan
Di Kastel Raltz, Pine sedang duduk di sofa sambil memperhatikan Kevin yang sibuk dengan setumpuk dokumen di hadapannya. Membuatnya bahkan tidak perhatikan Pine."Vampir juga bekerja?" tanya Pine.Masih dengan kesibukan memeriksa dokumennya, Kevin menjawab, "Karena aku si Pangeran," jawabnya."Pangeran selalu berdampingan dengan Raja bukan? Di mana Raja kalau begitu?"Kevin meletakkan alat tulisnya dan menatap Pine, "Di dunia manusia.”"Dia tidak ada di sini? Bukankah dia ayahmu?""Dia adalah Rajamu, Pine," kata Kevin menopang dagunya"Rajaku?" tanya Pine tidak mengerti."Ayahku adalah Raja di Kerajaan Antro. Kerajaan yang memerintah dunia manusia. Oleh karena itu, dia tidak berada di sini."Pine mengerutkan keningnya, "Maksudmu... dia adalah Raja Antro?" tanyanya tidak percaya. "Ta-tapi Ayahmu adalah vampir, aku tahu ayahmu adalah Raja, kau mengatakannya sebelumnya. Tapi bagaimana mungkin... dia ad
Halo semuanya! Saya Selist Emerald Valley, penulis dari novel Pure Blood. -Terima kasih untuk kalian para pembaca yang sudah mencintai dan membaca Pure Blood sampai akhir! Ini adalah akhir dari Pure Blood! Saya harap kalian menyukai Pure Blood dan para tokoh di dalamnya! - Tanpa adanya dukungan dari para sahabat dekat saya, tentu saja Pure Blood tidak akan pernah ada! Terima kasih untuk HAKUJI dan Affifah, kalian memang yang terbaik!!! -Senang rasanya mempublikasikan Pure Blood di Goodnovel, selain bisa menjangkau lebih banyak pembaca, Pure Blood juga bisa diakses dengan mudah, baik menggunakan aplikasi maupun website Goodnovel.-Pure Blood merupakan novel pertama saya, sekaligus debut karya pertama saya di dunia penulis dan novelis. Dari dulu hingga sekarang, Pure Blood selalu menjadi bagian utama dan penting dari kehidupan saya dan karir saya sebagai penulis dan juga novelis.-Rencananya, Pure Blood akan menjadi novel s
Lub. Dub. Lub. Dub. Lub. Dub.Suara detak jantung terdengar saling berirama. “Apa kamu mendengarnya?” dan sosok yang sedang ditanya ini menganggukkan kepalanya.Terlihat Diana yang masih berada di tempat tidur. Ia tidak bergerak dan juga tidak bernapas. Tubuhnya sedingin es, dan wajahnya sepucat salju.Ika menatap Iki, “Jadi, apa seorang vampir yang merupakan anggota keluarga utama dapat mendengarkan bunyi detak jantung seorang vampir?”“Aku rasa begitu, Ika,” jawab Iki menjawab pertanyaan kembarannya.“Apa sejak pertama, Kak Diana juga dapat mendengarnya?”“Shhh... Ika!” seru Iki.“Ada apa?” tanya Ika tidak mengerti.“Kita tidak bisa memanggilnya dengan Kak Diana. Itu sangat tidak sopan, Ika.”“Ah... ya... Aku lupa, maaf.”Ika lalu duduk di atas tempat tidur dan menyentuh tangan Diana, “
Kevin mencari keberadaan Pine dan menemukannya. “Pine, apa yang kamu lakukan di sana?” tanya Kevin.Pine berbalik dan tersenyum, “Hanya berpikir.”Kevin menghela napasnya, “Jangan terus menyalahkan dirimu, ini bukan salahmu,” dan Pine hanya menganggukkan kepalanya.Hap!Dua tangan kecil memeluk erat kaki Kevin dari belakang, “Ayah!”Kevin langsung menggendong anak ini, “Ada apa pangeran? Bukankah pangeran seharusnya bersama Julio?”Dan yang disebut namanya datang dengan tergesa-gesa, “Maafkan saya Yang Mulia, tapi pangeran berlari terlalu cepat!” ujar Julio.Pine mendekat dan menjentikkan jarinya pelan ke kening anak ini, “Regis...”Regis pun mengerutkan bibirnya, “Aku hanya bermain, Ibu. Tapi Julio sudah terlalu tua untuk mengejarku.”Julio memandang Regis dengan wajah tidak percaya, “Apa..
Dalam tidurnya, tangan dan kaki pria ini dirantai ke tempat tidur. Ia bagaikan seorang tawanan. Wajahnya terlihat pucat dan ia memiliki luka yang berada di sekujur tubuhnya.Walaupun begitu, sang kupu-kupu tetap mendekatinya, karena ia dapat mencium harum bunga Lily dari tubuhnya. Bau ini sangat kuat, membuat kupu-kupu mengira bahwa ia baru saja mendarat ke atas bunga.---“Kita harus menghentikan perjanjian ini, Christ. Kembalikan pria itu, aku tidak mau berhubungan dengan Harawaltz, apalagi dengan si pemimpin gila,” jelas Bianca.“Kau takut dengannya?”“Dengan Rai?”Christ menggeleng, “Dengan pria itu?”“Tidak.”“Lalu?”“Aku hanya tidak suka melihat pria itu ada di paviliun, apalagi Ben dan Dominic memperlakukannya bagaikan seorang tawanan.”Christ tersenyum, “Kau terlalu bermurah hati, Bianca. Mereka bisa saja men
Sebuah kastel megah yang berdiri di wilayah timur. Kastel yang terlihat sangat sepi dan hanya ada dijaga oleh beberapa vampir ini merupakan tempat tinggal bagi keluarga utama Klan Waltz serta para pengikutnya.Pada bagian belakang kastel terdapat sebuah paviliun sederhana, namun sangat tertutup. Bangunannya tampak masih kokoh, namun terlihat tidak terawat dengan tumbuhan yang menjalar di tembok, dedaunan di sekeliling bangunannya, dan tidak adanya penghuni kastel yang berkeliaran di sana.Klan Waltz sendiri terkenal sebagai klan yang kejam, memiliki persentase darah murni sebanyak sepuluh persen, dan juga mereka jarang berkomunikasi dengan vampir lainnya tanpa jalur formal dan tanpa adanya kepentingan.Christ Wilson de Waltz adalah nama vampir yang memimpin Klan Waltz. Tidak ada banyak informasi mengenai dirinya, ataupun bagaimana rupanya. Sama seperti klannya, Christ adalah vampir yang tertutup.Sama seperti pemimpinnya, mereka—par
Tiga bulan sudah berlalu. Saat ini, hujan turun dengan lebatnya. Petir menyambar hebat dan menghanguskan pohon mangga kesukaan Diana. Namun, di tengah derasnya hujan, semua orang masih berkumpul di ruang singgasana. Mereka berada di sana karena merasakan sesuatu akan terjadi, termasuk Allan dan Gail.“Kau ada di sini juga?” tanya Gail.“Kastel mendadak kosong, dan aku liat semuanya berkumpul di sini, jadi aku datang. Bagaimana denganmu?” jawab Allan.“Sama sepertimu.”Perlahan, dua vampir yang menempati tempat tidur yang ada di sana membuka matanya. Dengan manik mata yang berwarna merah darah, mereka melihat ke arah langit-langit, mencoba mengumpulkan kesadaran mereka."Pine!!!" seru Kevin langsung memeluk tubuhnya.Pine hanya terdiam, ia lalu terduduk, begitu pun dengan Rai. Mereka masih berusaha beradaptasi dengan hal yang terjadi. Sementara itu, Al berdiri di sebelah Rai dan melihatnya
Sebulan sudah berlalu sejak kejadian yang mengguncang Kastel Haltz terjadi. Rai dan Pine masih berada di tempat tidur yang ada di tengah-tengah ruang singgasana. Semua vampir baik Haltz dan Raltz berkumpul tanpa tahu harus melakukan apa.Walaupun Diana telah memberikan seluruh darahnya untuk mereka, mereka tidak langsung pulih. Butuh waktu untuk mengadaptasi semuanya, terlebih darah yang mereka terima adalah darah vampir yang memiliki kemurnian seratus persen.Tidak ada satu pun vampir yang pernah mengalami kejadian ini. Mereke menunggu tanpa batas waktu dan hanya bisa berharap keadaan bisa lebih baik.Sementara itu, Kevin dan Al setia berada di samping orang yang paling berharga untuk mereka. Kevin berdiri di sebelah tempat tidur Pine, dan Al berdiri di sebelah tempat tidur Rai.Sedangkan Julio berada tidak jauh di sana untuk melindungi tuannya. Allan dan Gail pun masih ada di kastel, meski mereka manusia, tidak ada satu pun vampir
Kevin dan Al langsung terdorong mundur karena atmosfer kuat tiba-tiba menerjang mereka. Sementara itu, para vampir di sana tidak dapat berbuat apapun. Mereka tertahan dan hanya bisa terdiam merunduk.Bersama dengan air mata yang terus mengalir, Diana melukai kedua telapak tangannya secara bergantian. Kemudian ia mengarahkan tetesan darah dari tangannya ke luka di dada Pine dan Rai yang baru saja ia buat.Diana terus saja mengepalkan tangannya dengan sangat erat. Membuat darah miliknya dengan deras keluar dan jatuh ke luka tersebut. "Jika harus ada yang mati. Maka itu adalah aku," batin Diana berbicara.Vero melihatnya dengan cemas, "Dia akan mati! Yang Mulia akan mati jika terus mengeluarkan darahnya!!!" paniknya.Vero mencoba menghentikannya. Namun sia-sia karena kekuatan Diana tidak membiarkan siapa pun untuk mengganggunya. Diana terus mengepalkan tangannya, membuat setiap darah dalam tubuhnya keluar."Kau melakukann
Dengan rambut yang berantakan, wajah kusam, dan tanpa alas kaki. Diana berjalan mendekati Pine dan Rai berada. Ekspresinya terlihat kosong. Pikirannya terus memutar kejadian-kejadian yang ia lewati bersama mereka. Perlahan air mata membasahi pipinya. Semakin lama semakin deras."Namaku Diana Charlotte, sekarang namamu adalah Dion Charlotte."Kenangan ketika Pine memberikannya nama untuk pertama kali kembali terputar di pikiran Diana, membuatnya langsung jatuh ke lantai. Kenangan ketika Rai mengajaknya untuk menjadi bagian dari hidupnya juga terputar."Hiduplah sekarang dalam duniaku. Jadikan hidupmu menjadi bagian dari hidupku.”Diana sama sekali tidak bisa membendung tangisannya. Ia tertunduk dan menangis dalam diam. Kesedihannya sangat terasa, membuat semua orang yang ada di sana ikut merasakannya.Diana memegangi dadanya. Rasa sesak langsung menyerangnya. "Kenapa ini selalu terjadi? Ini seharusnya tidak terjadi!" serunya d