"Pokoknya saya tidak mau pesan makanan online! Lebih baik sekarang kamu cepat ke dapur, siapkan makan malam untuk saya! Malam ini saya ingin makan ayam bakar dan plecing kangkung," ucapnya dengan nada tinggi.Wulan menarik nafas panjang, berusaha menetralkan perasaannya. Ia tidak boleh terlalu memikirkan ucapan menyakitkan dari mulut ibu mertuanya. Wulan akan buktikan jika ia tidak seperti apa yang diucapkan Bu Ratna. Menyiapkan makan malam itu hal yang mudah. Wulan sudah terbiasa melakukan itu untuk sang suami. Gegas Wulan berjalan menuju lemari es berukuran besar itu, ia masih memiliki banyak bahan makanan yang bisa di olahnya. Namun, Wulan begitu terkejut saat pintu lemari es dibuka, tidak ada satupun bahan makanan di dalamnya. Wulan bingung dan heran, kemana semua sayur, buah dan daging yang ia beli? Kenapa semua tidak ada di dalam kulkas? Padahal satu hari sebelum Wulan keguguran, ia sudah berbelanja kebutuhan dapur untuk dua minggu kedepan. Aneh!"Kenapa masih bengong, Wulan?
Dengan perasaan yang berkecamuk Wulan pergi ke dapur. Mengolah plecing kangkung dan ayam bakar yang dipesan ibu mertuanya. Api amarah bersarang dalam diri Wulan. Sudah cukup rasanya selama ini dia dihina dan diperlakukan tidak baik oleh ibu dari suaminya itu. 'Ibu pikir orang pendiam itu akan terus-menerus pasrah saat di intimidasi? Tidak, Bu. Jika ibu berpikir seperti itu, ibu salah. Aku rasa sekarang sudah saatnya aku membela diri dan membalas ulah jahat ibu selama ini' batin Wulan.***Satu jam sudah Wulan berjibaku dengan olahan makanannya di dapur, aroma ayam bakar yang menggoda membuat siapapun yang menciumnya pasti akan merasa lapar. Tak lupa dengan plecing kangkung dan tempe mendoan yang sudah siap ia tata di atas meja makan. Kini tinggal ayam bakar yang belum ia bawa ke meja makan. Wulan menoleh ke arah pojok pintu dapur, matanya tertuju pada bangkai hewan yang tergeletak di samping tempat sampah.Dengan senyum mengembang di bibirnya, Wulan bergegas mengambil bangkai keco
Wanita paruh baya itu mendorong tubuh Wulan, ia pun segera berjalan menuju meja makan untuk mengambil ponselnya."Kamu liat nih' Wulan! Saya akan adukan semua ini pada Fatih! Saya yakin, setelah ini Fatih pasti akan menceraikanmu," ucap Bu Ratna menekan tombol panggil di layar benda pilih miliknya. Tak lama kemudian sambungan pun terhubung."Halo, Bu. Ada apa?" suara Fatih terdengar jelas karena Bu Ratna sengaja mengaktifkan tombol loudspeaker di ponselnya."Halo Fatih, istrimu sudah keterlaluan Fatih. Dia mau membunuh ibu! Dia meracuni ibu dengan memasukan kecoa ke dalam masakannya," ucap Bu Ratna menggebu-gebu."Maksud ibu apa? Kenapa ibu bicara seperti itu?" tanya Fatih keheranan."Wulan mencampur kecoa ke dalam ayam bakar yang ia masak untuk ibu, Fatih! Dia sengaja ingin meracuni ibu!""Hm, ibu ini ada-ada saja, mana mungkin Wulan melakukan itu? Udah ah, Bu. Jangan aneh-aneh," sahut Fatih tidak percaya dengan ucapan ibunya."Ibu serius, Fatih. Kamu tidak percaya sama ibu? Nih, kam
Wulan memilih tidak mendengarkan ocehan ibu mertuanya itu. Ia pun segera masuk ke kamarnya.Dering ponsel berbunyi saat Wulan tiba di kamar. Sebuah panggilan masuk dari Fatih. Segera Wulan menggeser tombol hijau di layar, terdengar suara Fatih memanggil namanya."Halo, Wulan. Kamu baik-baik saja' kan? Maafkan aku, tadi ponsel sengaja aku matiin. Jadi aku baru liat pesan yang kamu kirim," jelasnya panjang lebar."Iya, Mas, tidak apa' yang penting kamu baik-baik saja. Aku hanya khawatir karena tidak biasanya kamu mematikan ponselmu," "Apa yang telah ibu lakukan sama kamu, Wulan? Apa ibu menyakiti kamu? Terus--kenapa si Mbok mendadak pulang kampung tanpa meminta ijin padaku?" tanya Fatih khawatir."Wulan juga tidak tau kenapa si Mbok pulang mendadak, dia juga tidak pamitan sama Wulan, tapi sepertinya ini sengaja direncanakan oleh ibu,""Sengaja direncanakan? Maksud kamu?" tanya Fatih heran mendengar jawaban Wulan."Iya–sepertinya ibu sengaja menyuruh si mbok pulang agar semua tugas si m
"Ini tidak mungkin, Dokter. Saya tidak pernah minum obat penggugur kandungan, saya sangat menginginkan anak itu, Dok. Mana mungkin saya sengaja menggugurkan kandungan saya," ucap Wulan masih tak percaya. "Saya tau bagaimana perasaan Bu Wulan, ini memang sulit dimengerti. Namun, hanya itu penyebab yang paling memungkinkan untuk seseorang kehilangan janinnya dalam waktu yang tiba-tiba," "Apa mungkin--ada seseorang yang sengaja memberikan obat penggugur janin pada Bu Wulan? ucap Dokter Riska menerka-nerka. "Ma-maksud dokter?" "Ah … maafkan saya, Bu Wulan. Itu hanya dugaan saya saja. Bu wulan' tidak perlu memikirkan perkataan saya barusan," ucap Dokter Riska tak enak hati karena telah membuat Wulan curiga dan berpikir penuh tanya. Wulan terdiam, ia merasa apa yang diucapkan dokter Riska ada benarnya juga. Pasalnya ia mendadak keguguran setelah menyantap makanan yang diberikan oleh suaminya. Tapi, tidak mungkin jika Fatih sengaja meracun Wulan dengan memasukan obat penggugur kandungan
"Damar?? Kamu Damar' kan?" tanya Wulan mengarahkan jari telunjuknya. Dan si pria pun langsung mengangguk mengiyakan. Mereka berdua tersenyum, tidak menyangka jika akan bertemu di rumah sakit ini.Damar Vadim Diningrat, sahabat Wulan sejak duduk d bangku SMP. Pria blasteran Indonesia-Rusia ini nampak begitu senang bisa bertemu dengan gadis incarannya sejak SMP."Apa kabar, Wulan? Akhirnya kita bertemu lagi," ucap Damar mengulurkan tangannya."Alhamdulillah, kabarku baik. Kamu sendiri bagaimana?" sahut Wulan sambil menyerahkan berkas-berkas milik Damar yang tadi terjatuh karenanya."Seperti yang kamu liat, aku selalu baik," sahutnya. "Hmm tapi–sepertinya kamu sedang tidak baik-baik saja, kamu lagi sakit? Wajahmu pucat sekali. Kenapa pergi ke rumah sakit sendiri? Mana suamimu?" ucap Damar mencecar pertanyaan pada Wulan, ia pun mengedarkan pandangannya. Pria ini tidak percaya dengan jawaban Wulan."Itu ingusmu! Di lap dulu," ucap Damar mengejek Wulan. Seketika Wulan pun langsung meraba hi
"Lama-lama si benalu itu semakin ngelunjak! Aku tidak boleh tinggal diam, ia harus segera mendapatkan balasan yang setimpal atas sikap lancangnya padaku," ucap Bu Ratna menghempaskan bokongnya di atas ranjang.Ia mengambil paper bag warna hitam yang tergeletak di atas kasur. Lalu mengeluarkan satu botol kecil berukuran 50 Mili. Cairan berwarna bening itu ia genggam dengan erat."Lihat saja Wulan, cepat atau lambat kau akan pergi dari sini!" Ketusnya penuh percaya diri. Sedangkan di luar sana Wulan tengah sibuk menata barang belanjaan ke dalam kulkas. Setelah memastikan semuanya beres, Wulan pun bergegas naik ke lantai dua menuju kamarnya.Setelah keguguran itu ia mudah lelah. Tubuhnya seakan belum pulih sempurna. Wulan merebahkan diri di atas kasur, matanya terpejam setelah minum obat dan vitamin dari dokter Riska.Melihat kondisi rumah yang sepi Bu Ratna segera keluar dari kamarnya. Ia menyusuri seluruh sudut ruangan memastikan jika Wulan tengah berada di dalam kamarnya."Bagus! Gem
Eva terdiam sesaat, ada rasa takut dan khawatir yang menyelimuti perasaannya.'Bagaimana jika aku tidak langsung hamil setelah menikah dengan Mas Fatih? Apakah ibu akan memperlakukan aku sama seperti dia memperlakukan Wulan? Apa ibu juga akan meracuni ku?' Batin Eva was-was.'Ah, tidak-tidak! Itu tidak mungkin terjadi! Aku pasti langsung hamil, aku ini' kan sehat. Tidak punya penyakit apapun, aku yakin aku subur dan kandunganku juga sehat!' Gumamnya berusaha meyakinkan hatinya. 'Aku punya banyak uang, aku bisa melakukan segala cara untuk segera mendapat momongan dan memberikan ibu cucu! Aku bisa lakukan itu semua, aku tidak perlu khawatir,'"Eva? Kamu masih disana' kan?" suara Bu Ratna membuyarkan lamunan Eva. Dengan cepat gadis itu menjawab calon mertua yang masih berada dalam sambungan telepon."I-iya, Bu. Iya! Eva masih disini," sahutnya berusaha tetap tenang."Kamu bersiap saja! Tidak akan lama lagi impian kita tercapai," "Tapi, Bu–ibu yakin' Wulan akan minum racun yang ibu siap
"Wulan, apa kabar?" tanya Gio menatap wajah Wulan dengan jantung yang berdegup kencang. Ini adalah pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu.Wulan masih berdiri mematung, rasa tak menyangka bisa bertemu lagi dengan Gio. Netra mereka saling bersitatap penuh makna. Entah, perasaan apa yang timbul. Yang jelas, saat ini Gio ingin sekali memeluk tubuh wanita yang sempat hilang itu, ingin rasanya Gio memeluk Wulan dan mengatakan jika ia sangat merindukannya dan tak ingin lagi jauh darinya. Namun, itu hanya angan-angan. Diantara mereka tidak ada ikatan apapun, tidak mungkin Gio lancang memeluk Wulan.Begitupun dengan Wulan, entah kenapa ia merasa kehilangan saat Gio memutuskan untuk pergi tanpa kabar. "Pak Gio kemana saja? Kenapa baru muncul?" tanya Wulan dengan suara serak. Rasa haru itu membuat netra mereka berdua berembun."Saya sibuk, banyak urusan. Tidak sempat mengunjungimu, pertanyan saya belum kamu jawab? Bagaimana kabarmu?""Seperti yang Bapak liat," sahut Wulan tersenyum.
"Baiklah, Wulan … jika itu permintaanmu agar kau mau memaafkan kejahatan keluargaku padamu, aku akan menceraikanmu," ucap Fatih pasrah."Tapi–bagaimana dengan kandunganmu?""Kau tidak usah khawatir, Mas. Sejujurnya aku tidak hamil. Aku hanya pura-pura hamil," jawab Wulan membuat Fatih bingung."Pura-pura hamil? Maksud kamu apa? Aku tidak mengerti Wulan," "Awalnya aku memang berniat untuk balas dendam dengan pura-pura hamil, aku ingin menjebloskan ibu dan Kakakmu ke penjara. Namun, hatiku tak tega jika ibu dan mbak Sarah yang sakit itu harus mendekam di jeruji besi, aku masih punya hati untuk tidak membalaskan dendamku. Tuhan tidak akan tidur, biar ia yang balas semuanya," ucap Wulan membuat Fatih tak berkutik. Ia tidak mungkin marah dan kesal kepada istri pertamanya itu. Karena Wulan sudah jauh lebih menderita dari pada rasa kecewanya karena ternyata Wulan tidak hamil.***Setelah kejadian itu Fatih pun mau mengabulkan permintaan Wulan. Setelah menandatangani surat gugatan perceraian
"Sepertinya ini sudah saatnya aku mengakhiri semuanya, aku harus segera lepas dari belenggu ini. Aku tidak ingin terus berada di bawah bayang-bayang Mas Fatih, aku harus selesaikan semua masalah ini sekarang juga," ucap Wulan. Ia berjalan menuruni anak tangga menuju ruang keluarga untuk menemui Fatih."Mas …" panggil Wulan pelan. "Bisa kita bicara sebentar, ada yang ingin aku sampaikan," ucap Wulan."Ada apa Wulan? Kenapa wajahmu serius sekali?" tanya Fatih penasaran."Ikut aku, Mas kita bicara di kamar Mbak Sarah." Wanita itu pun berjalan menuju kamar Sarah dan di ikuti oleh Fatih di belakangnya. "Ada apa Wulan? Kenapa kita harus berbicara disini?" Kali ini Fatih terlihat heran. Tak biasanya Wulan mengajak ia berbicara di kamar Sarah."Mas, aku ingin kamu lihat dan dengar semuanya, kau tau apa yang membuat Mbak Sarah lumpuh?" tanya Wulan dan langsung dijawab gelengan kepala oleh Fatih."Racun! Racun yang Mbak Sarah dan Ibu siapkan untuk aku, racun yang mereka pakai untuk membunuhku,
Belum juga bu Ratna selesai mencuci baju Eva, wanita itu sudah kembali berteriak."Ibu!""Ibuuuu! Denger nggak sih di panggil gak nyaut-nyaut! Cepet sini! Lelet banget sih jadi orang!""Ada apa lagi sih' Eva? Ibu kan lagi nyuci," jawab bu Ratna terpogoh-pogoh menghampiri wanita yang berkacak pinggang di hadapannya itu."Tuh liat! Mbak Sarah kencing di lantai! Gara-gara dia, semua ruangan ini jadi bau. Pusing tau nggak buk, pengen muntah nyium bau pesingnya," celoteh Eva menutup hidungnya."Astaga Sarah, ko bisa kamu kencingnya tumpah-tumpah kayak gini, pampers kamu penuh ya?" ucap Bu Ratna menghampiri Sarah yang duduk di kursi roda. "Makanya kalau udah tau pampersnya penuh tuh diganti, jangan dibiarkan gitu saja! Bau kan jadinya rumah ini. Cepet pel lagi, aku nggak mau rumah ini bau kayak comberan, pesing nggak karuan! Pokoknya sebelum Mas Fatih pulang rumah ini sudah harus wangi! Ngerti' bu?!" bentak Eva geram.Wulan hanya melihat pemandangan itu dari kejauhan. Miris! Itu yang ada d
'Apa?? Si rahim karatan itu hamil?? Gawat!! Jika si Wulan hamil, itu artinya pekerjaanku semakin banyak, Bagaimana ini?'"Ibu! Ibu kenapa tiba jatuh kayak gini? Ya ampun ibu, ayo bangun!" ucap Fatih menggandeng tubuh ibunya ke atas sofa.Nafas bu Ratna tersengal tak beraturan, wanita paruh baya itu terus saja memegangi dadanya. 'Mulai deh drama lagi, dasar nenek lampir!' Batin Wulan kesal."Dada ibu' Fatih, dada ibu sesak," ucap Bu Ratna menepuk-nepuk dadanya."Ko bisa sesak si Bu? Kan ibu nggak punya riwayat asma?" tanya Wulan penatap mertuanya itu dengan malas."Diam kamu, Wulan! Jangan banyak ngomong, saya tidak bicara sama kamu, saya bicara sama anak saya!" "Ibu jangan ngomong kayak gitu sama Wulan, dia itu lagi hamil. Dia nggak boleh stres, mulai sekarang kalau ngomong sama Wulan pelan-pelan aja, jangan bentak-bentak," "Kamu ini kenapa si Fatih? Ko malah jadi belain si Wulan? Aduh sakitt, bawa ibu ke rumah sakit Fatih, bawa ibu ke dokter," "Ada apa sih ini ribut-ribut? Ganggu
***Pagi hari"Wulan! Kamu lagi apa sih? Cepet sini, lama banget!" teriak Bu Ratna memanggil Wulan."Wulan kamu budek apa gimana sih? Cepet turun!" lagi Bu Ratna berteriak tapi Wulan tidak peduli."Ada apa sih bu, teriak-teriak terus dari tadi?" Fatih turun dan menghampiri ibunya."Ini lo, Fatih, si Wulan dipanggil dari tadi gak turun-turun, sampe capek ibu teriak," ucap Bu Ratna kesal."Memangnya ibu mau ngapain nyari Wulan?" "Ini lho, pampers nya Kakakmu belum di ganti, ibu mau nyuruh si Wulan untuk gantiin,""Kenapa gak ibu aja si' Bu yang ganti, kenapa harus nyuruh Wulan?""Biar si benalu itu ada gunanya! Nggak cuma numpang makan dan tidur doang! Dia itu harus tau diri, udah numpang hidup' masa iya nggak mau bantu," celoteh Bu Ratna panjang lebar."Udah ah, ibu mau sarapan dulu! Ntar kamu suruh tuh istrimu yang parasit itu urus Kakakmu!" titahnya. Ia pun bergegas ke meja makan untuk sarapan bubur ayam yang dibelikan oleh Fatih.Tak lama kemudian Wulan pun turun, dengan sempoyongan
Setelah Dokter mengumumkan kehamilan Eva, Bu Ratna terus saja mencemooh Wulan. Tiap hari Wulan akan dibanding-bandingkan dengan menantu kesayangannya itu. Bu Ratna memperlakukan Eva seperti ratu, apapun yang Eva suruh Bu Ratna akan senang hati melakukannya. "Mas, aku mau mangga muda dong, tolong suruh si Wulan atau ibu yang beliin," rengek Eva manja."Tapi ini kan sudah malam Eva, mana ada toko yang buka jam segini," sahut Fatih yang sedang memijat kaki istri mudanya itu. Pria itu melihat jam yang menempel di tembok sudah menunjukan pukul dua belas malam."Tapi Mas, aku maunya sekarang! Cepet bagunin Wulan suruh beli,""Ya sudah, biar Mas aja yang beli,""Gak mau! Aku maunya Wulan yang beli!" "Aduh Eva, kamu jangan aneh-aneh deh, ini kan sudah malam, lagian Wulan nggak bisa bawa mobil. Mana mungkin aku suruh dia keluar nyari mangga," "Dia kan bisa naik ojol, Mas, pokoknya aku nggak mau tau. Aku pingin makan mangga yang di belikan Wulan, titik!" ucap Eva tak mau di bantah.Dengan be
"Maksud ibu apa? Kenapa ibu bilang ini semua karena Wulan?" tanya Fatih. "Ibu! Kenapa ibu diam saja? Ayo jawab, Bu? Apa maksud ibu bilang seperti itu?" "I-ibu salah ngomong, Fatih. Ma-maksud ibu bukan k-karena Wulan, maksud ibu … " ucap Bu Ratna terjeda."Apa maksud ibu?" Fatih menatap ibunya penuh curiga."Ah, sudahlah Fatih, tidak usah dibahas lagi, lebih baik sekarang kita fokus saja pada Kakakmu, kita cari solusi biar dia cepet siuman," sahut Bu Ratna mengalihkan percakapan. Fatih terdiam, ia yakin ada yang tidak beres dengan ibunya. 'Ibu pasti merahasiakan sesuatu dariku, aku yakin' ini pasti ada hubungannya dengan Wulan,' batin Fatih menduga-duga.***Satu minggu sudah Sarah di rawat di rumah sakit, Dokter sudah menyampaikan bahwa Sarah akan lumpuh, terutama pada bagian wajah, kaki dan tangan, untuk saat ini ia harus menggunakan kursi roda karena Sarah dipastikan tidak akan bisa jalan. Tangan dan wajah pun mengalami kelumpuhan yang menyebabkan ia tidak akan bisa bicara karena
Fatih menggendong Sarah dan memindahkannya ke sofa. Bu Ratna bergegas mencari minyak angin dan mengolesi hidung Sarah. Namun, Sarah tak juga sadar."Aduh Fatih bagaimana ini? Sudah satu jam gak sadar juga kakakmu ini, ibu jadi cemas, kira-kira kenapa yah?""Ya udah Buk, kita bawa aja ke dokter. Siapa tau mbak Sarah bukan pingsan biasa. Soalnya tumben banget pingsan lama begini," usul Fatih. Akhirnya mereka pun memutuskan untuk membawa Sarah ke rumah sakit. Selama di rumah sakit Sarah di periksa oleh beberapa Dokter. Namun, sampai saat ini Sarah belum juga sadar. Bu Ratna begitu cemas, ia benar-benar khawatir dengan Sarah. Ia takut Sarah kenapa-kenapa. Apa lagi tempo hari Sarah pernah bilang kepada ibunya jika dia meminum sisa racun yang diberikan kepada Wulan. 'Apa mungkin ini efek racun itu? Apa mungkin racun itu sudah bekerja?' Batin Bu Ratna cemas."Ibu kenapa si? Gelisah terus dari tadi?" tanya Fatih pada ibunya yang terlihat sangat cemas tak seperti biasanya."Ibu takut, Fatih.