Share

86. Berkenalan

Penulis: Yetti S
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-10 13:22:18

Setelah sarapan, Andi dan rombongan bersiap menuju mobil yang akan membawa mereka menuju ke tempat wisata Candi Borobudur.

“Num, kamu tetap sama Ibu di mobil kamu. Jangan bareng Andi lagi. Cukup semalam kalian bersama-sama ke toko kue. Pokoknya kamu harus selalu bareng sama Ibu. Jangan sampai kamu kasih celah Andi, untuk dekati kamu dengan mudah. Enak saja dia kalau dikasih kemudahan. Nanti dia berulah lagi. Biar dia merasakan perjuangan yang berat kalau ingin mendapatkan kamu kembali,” bisik Sawitri ketika mereka sedang berjalan menuju ke mobil, yang sudah menunggu di depan lobi hotel.

“Iya, Bu,” sahut Hanum dengan senyuman.

Sedangkan Andi yang berjalan tepat di belakang kedua wanita itu, merasa penasaran. Dia mendekatkan dirinya hingga berjarak tak jauh dari Sawitri, dan akhirnya bisa mendengar bisikan mantan mertuanya itu. Dia mengulum senyuman ketika mendengar bisikan wanita lanjut usia itu.

‘Tenang saja, Bu. Aku akan gigih berjuang kok untuk mendapatkan anak Ibu kembali. Ke ujung
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Puber Kedua Pak Suami   87. Naluri Seorang Kakak

    Rafi yang merasa sebagai anak tertua, dan memiliki kewajiban menjaga adik-adiknya lantas melangkah mendekati Amelia.“Kak, mau ke mana?” tanya Gilang, yang juga melangkah mengikuti Rafi.“Menemui Amel, Lang. Aku mau pastikan siapa lelaki yang ngobrol sama dia. Aku mau menilai apakah dia lelaki baik-baik atau bukan,” sahut Rafi tanpa menghentikan langkahnya.“Ok, aku ikut!” tegas Gilang, yang diangguki oleh Rafi. Kedua pemuda yang memiliki paras tampan itu lantas berjalan dengan langkah lebar, mendekati Amelia yang sedang asyik berbincang dengan Roy.“Kamu masih SMA atau sudah kuliah, Mel?” tanya Roy dengan tatapan lekat pada wajah cantik Amelia.“Aku masih SMA, sekarang naik kelas dua. Kamu sendiri, Roy? Sudah kuliah, ya?” sahut Amelia balas bertanya untuk memastikan.“Iya, aku kuliah semester tiga. Nanti kalau sudah di Jakarta, boleh ketemuan lagi nggak, Mel?”Amelia tak langsung menjawab. Dia hanya tersenyum malu-malu, karena ditatap sedemikian rupa oleh pria tampan seperti Roy.Di

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-11
  • Puber Kedua Pak Suami   88. Naluri Seorang Ibu

    Setelah urusan Gilang selesai, Andi dan rombongan lantas melangkah menuju mobil. Mereka akan segera kembali ke Jakarta.“Mel, kamu ikut mobil siapa? Mobil Mama atau mobil papa?” tanya Hanum ketika sudah berada di area parkir.“Aku ikut mobil papa saja ya, Ma. Nggak apa kan?” sahut Amelia dengan senyum canggung di bibirnya, khawatir kalau sang mama marah karena kecewa.“Ya nggak apa dong. Kamu kan ikut di mobil papa kamu, bukan orang lain.” Hanum berkata sambil mengulas senyum, dan mencolek pipi mulus anak gadisnya.Amelia lalu membalas mengecup kedua pipi Hanum secara bergantian, sebelum dia melangkah menuju mobil Andi. Dia juga melakukan hal yang sama terhadap sang nenek.Di saat yang sama, Andi muncul dan melangkah mendekati Hanum.“Num, nanti mobil kamu jalan di depan, ya. Biar mobilku mengikuti mobil kamu dari belakang. Istilahnya mengawal kamu,” ucap Andi dengan senyuman.“Ok. Ini si Amel juga mau ikut mobil kamu, Mas. Nggak tahu si Rafi, ikut mobil kamu juga atau nggak?” sahut H

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-12
  • Puber Kedua Pak Suami   89. Niatan Roy

    Amelia mengerutkan keningnya ketika mendapati mobil Roy meluncur ke arah pinggiran kota. Dia bingung karena Roy tak memberitahunya sebelum ini. Memang Roy mengatakan, kalau akan membawanya makan di tempat yang romantis. Tapi, tak harus ke luar kota. Di dalam kota masih banyak tempat makan yang romantis. Begitu menurut pemikiran Amelia.“Roy, kita mau ke mana ini?” tanya Amelia mulai agak panik. Dia seketika menyesali diri karena menuruti ajakan Roy, dan lupa akan pesan ibu dan kakaknya.“Ke tempat romantis, Mel. Pokoknya seru deh nanti. Sudah kamu tenang saja. Nggak usah panik begitu,” sahut Roy kalem.“Tapi, apa harus di luar kota, Roy?” tanya Amelia lagi dengan gelisah. Dia kini memutar posisinya, sehingga bisa menatap wajah Roy dari arah samping.“Ya memang nggak harus sih. Tapi, aku memang tahu tempat yang indah dan makanannya enak. Sebentar lagi kita akan sampai kok. Sabar dulu, ya. Kamu pasti nanti akan terkesima setelah tahu tempatnya,” sahut Roy dengan tatapan sekilas ke arah

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-13
  • Puber Kedua Pak Suami   90. Pertolongan

    Beruntung tadi Roy belum sempat menutup pintu pagar, sehingga Amelia dapat leluasa keluar dari rumah itu. Dia berlari kencang ke arah mana saja, asal dapat bertemu dengan seseorang dan memohon pertolongan. Masih terdengar teriakan Roy yang memanggilnya, dan suara ibunya Roy terdengar sangat kesal karena Amelia melarikan diri.“Kejar dia, Nicko! Jangan sampai lolos!”Amelia berlari sambil mengerutkan keningnya, karena heran wanita itu memanggil Roy dengan nama yang berbeda. Namun, dia tak ambil pusing karena kini fokusnya adalah terus berlari menuju jalan utama, dan minta pertolongan.“Amel! Berhenti! Kenapa kamu lari, hah?!” teriak Roy sambil terus mengejar Amelia. Dia berlari cukup kencang agar dapat menyusul Amelia, dan membawanya kembali ke rumah.Amelia yang panik, terus berlari sambil mulai berteriak agar dapat terdengar oleh seseorang. Rumah Roy memang berada di ujung, dan di kanan kirinya masih terdapat lahan kosong yang ditumbuhi rumput ilalang. Jarak dengan rumah dengan rumah

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-14
  • Puber Kedua Pak Suami   91. Pria Itu Bernama Fariz

    Pria itu terus berjalan pelan, tapi pasti ke arah Roy dengan tatapan lekat pada pemuda itu. Tatapannya setajam elang yang seolah tak ingin kehilangan buruannya.“Aku bilang supaya diam di tempat!” hardik Roy terdengar panik. Lengannya yang sudah melingkar di leher jenjang Amelia, kini dia tekan hingga sang gadis menjerit karena rasa sakit di lehernya.“Argh!” jerit Amelia. Napasnya memburu antara rasa takut dan sakit yang melanda secara bersamaan.Rupanya hentakan lengan Roy di leher Amelia mampu menahan langkah pria itu.“Kamu ini masih muda, Bung. Jangan sia-sia kan masa muda kamu dengan perbuatan yang bisa merugikan diri sendiri. Kalau kamu menyakiti gadis itu, pintu penjara terbuka lebar untukmu. Apa kamu mau menghabiskan masa mudamu mendekam di penjara?” ucap pria itu datar.Roy yang terlihat gusar lalu bergerak mundur, dan tak menyadari kalau di belakangnya terdapat batu besar. Dan...“Argh!” pekik Roy ketika dirinya terjungkal ke belakang setelah kakinya terantuk batu besar itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-15
  • Puber Kedua Pak Suami   92. Musibah Membawa Berkah

    Amelia dan Fariz diperbolehkan pulang setelah selesai memberikan keterangan pada penyidik. Sedangkan Roy dan Sarah masih diperiksa secara intensif. Ibu dan anak itu masih harus menjawab beberapa pertanyaan lagi.Andi tiba di kantor polisi itu setelah Rafi meneleponnya. Sebelumnya, pria paruh baya itu masih dalam perjalanan menuju ke lokasi, sesuai dengan petunjuk dari lokasi yang dikirim Amelia.“Mel, kamu nggak apa-apa?” tanya Andi ketika sudah menemukan anak gadisnya.“Iya, Pa. Aku nggak apa-apa. Cuma kaki ini kayaknya nanti mesti diurut karena tadi terkilir,” sahut Amelia lirih.“Dia juga ditampar tadi oleh Roy, Pa,” timpal Rafi.“Roy? Siapa dia?” tanya Andi dengan kening yang berkerut.“Dia keponakannya Larasati,” sahut Rafi dengan wajah masam kala menyebut nama wanita penghancur rumah tangga orang tuanya.“Keponakan Larasati? Kayaknya keponakan Larasati nggak ada yang namanya Roy.” Andi berkata sambil matanya menerawang. Mencoba mengingat siapa saja saudara mantan istri sirinya y

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-16
  • Puber Kedua Pak Suami   93. Rayuan Andi

    Andi dan kedua anaknya tiba di rumah ketika waktu menunjukkan pukul delapan malam.Hanum yang sudah diberitahu Rafi perihal kejadian yang menimpa pada diri Amelia, lantas berlari ke teras dan merengkuh anak bungsunya ke dalam pelukan.“Sayang, kamu nggak apa-apa kan? Kata kakak kamu, kakimu terkilir. Mama sudah panggil tukang urut. Sekarang sudah menunggu di ruang keluarga. Jadi kamu cepat mandi sekarang, supaya bisa langsung diurut. Kalau nggak diurut, pasti akan semakin sakit kaki kamu nantinya,” ucap Hanum dengan mata yang sudah basah. Dari semenjak dia tahu kejadian yang menimpa anak bungsunya, kedua matanya tak berhenti untuk menangis walau sekejap.“Iya, Ma, aku mandi sekarang. Maafkan aku yang nggak dengarkan nasihat Mama supaya hati-hati,” sahut Amelia lirih.“Sudah, nggak apa. Kamu jadikan saja ini sebuah pelajaran berharga, agar nggak terjadi lagi ke depannya nanti, ya,” ucap Hanum lembut.Amelia menganggukkan kepalanya, lalu melangkah masuk ke dalam rumah dengan diikuti ole

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-17
  • Puber Kedua Pak Suami   94. Menemani Amelia

    Andi akhirnya mau tak mau menganggukkan kepala, meski ragu. Baginya satu tahun itu waktu yang cukup lama. Dirinya sudah dirundung kerinduan untuk bisa kembali bersama dengan keluarga kecilnya, yang mencintainya dengan tulus.“Ok deh, Num. Tapi, boleh aku ajukan syarat?”“Apa itu, Mas?” tanya Hanum merasa heran.“Selama satu tahun itu, kamu jangan dekat-dekat dengan Sadewa, ya. Biar fair, gitu. Kalau kamu dekat-dekat dengan Sadewa, jelas saja posisiku terancam dong,” sahut Andi lirih.Hanum seketika terkekeh. Dia tak menyangka kalau Andi sebegitunya merasa tersaingi oleh Sadewa.“Jangan ketawa saja kamu, Num. Jawab dong dan kalau bisa bilang iya, begitu,” imbuh Andi.Hanum berusaha keras menghentikan tawanya, agar bisa memberikan jawaban untuk Andi. Setelah beberapa detik, tawanya pun reda.“Ok deh, Mas. Aku nggak akan dekat-dekat dengan Mas Dewa. Tapi andaikan dekat, itu bukan karena adanya pendekatan. Melainkan karena aku dan dia sudah mengenal cukup lama, dan sedang menjaga tali sil

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-18

Bab terbaru

  • Puber Kedua Pak Suami   106. Kejutan Untuk Hanum

    Amelia sontak tersipu mendengar penuturan sang kakak. Wajahnya pun merona. “Cie, merah lho wajahnya si Amel. Nggak sangka kalau dia naksir sama si dosen itu. Nggak apa itu, Mel. Paling selisih usianya maksimal sepuluh tahun. Masih wajar itu menurut aku. Masih banyak yang selisihnya di atas sepuluh tahun. Ayo, Mel, aku dukung deh! Kayaknya orangnya baik,” ucap Gilang antusias. “Dia itu yang tolongin Amel saat mau dikerjai sama keponakannya Larasati, Lang,” celetuk Rafi. “Nah, keren itu. Sudah kelihatan tipe melindunginya. Nanti nggak apa deh kalau kamu duluan, Mel. Kakak sih belakangan nggak apa-apa. Lagi pula aku belum punya calonnya,” ucap Gilang dengan senyum menggoda pada sang adik. Wajah Amelia semakin memerah dan dia jadi salah tingkah. “Kita pulang saja sekarang, yuk! Ngobrol soal begini di tempat umum. Nanti kalau kedengaran orang, bagaimana? Malu tahu, Kak,” sahut Amelia. Dia lantas berjalan mendahului kedua kakaknya, karena merasa malu ketahuan isi hatinya oleh dua kakakn

  • Puber Kedua Pak Suami   105. Bulan Madu Kedua

    Hanum mengulum senyuman. Dia lalu menarik leher Andi dan mendekatkan telinga pria itu ke bibirnya. Dia lalu berbisik di sana.Kedua kelopak mata Andi membuka sempurna karena terkejut dengan apa yang Hanum bisikkan.“Kamu serius, Num? Nggak sedang bercanda?” tanya Andi dengan wajah memelas.“Iya, aku serius. Masak aku bohong sih, Mas. Aku ini kan belum menopause. Jadi masih kedatangan tamu bulanan lah. Aku tadi di kamar mandi baru tahu, kalau malam ini mendadak kedatangan tamu bulanan. Untung tadi sudah salat isya.” Hanum berkata sambil mengulum senyuman karena melihat wajah frustrasi Andi.“Sabar ya, Mas. Minggu depan deh baru bisa. Sekarang puasa dulu, ya. Sekalian menguji hati kamu, apa masih kuat menunggu satu minggu lagi?” imbuh Hanum yang masih mengulum senyumannya.Andi menghela napas. Dia berguling ke samping tubuh Hanum, dan memosisikan tubuhnya miring. Menghadap sang istri yang juga dalam posisi yang sama seperti dirinya. Tatapan mata mereka bertemu, dan saling mentransfer ra

  • Puber Kedua Pak Suami   104. Kembali Bersama

    Maya terdiam sambil mengaduk-aduk makanannya. Dia tiba-tiba saja menjadi tak berselera makan.Nadya yang melihat ekspresi sang mama, merasa bersalah karena terkesan dirinya memaksakan kehendak. Dia lalu memegang jemari tangan Maya dan mengusap lembut punggung tangan sang mama.“Aku minta maaf kalau perkataan tadi membuat Mama merasa nggak nyaman. Abaikan saja omongan aku tadi, Ma. Aku nggak memaksa Mama agar bisa memaafkan papa,” ucap Nadya lirih dan dengan nada yang tercekat, menahan tangis.Maya menoleh pada anak gadisnya. Dia melihat wajah cantik Nadya yang kini muram.‘Apa aku yang selama ini egois, mementingkan perasaanku sendiri tanpa memikirkan perasaan Nadya? Apa aku terlalu keras hati, sehingga sulit untuk memaafkan Mas Bima? Apakah sebenarnya Nadya merindukan papanya?’ ucap Maya dalam hati.“Nad, jawab pertanyaan Mama dengan jujur ya, Sayang,” ucap Maya dengan nada suara pelan.“Iya, Ma. Mama mau tanya apa?”“Apa kamu...merindukan papa kamu?”Nadya tak langsung menjawab. Dia

  • Puber Kedua Pak Suami   103. Restu Ibu

    ‘Jadi Hanum berencana akan rujuk dengan Andi. Sepertinya aku sia-sia saja selama ini mendekatinya. Lebih baik aku pulang saja sekarang. Mumpung belum ada yang tahu kehadiranku di sini. Mungkin Hanum memang bukan jodohku,’ ucap Sadewa dalam hati.Sadewa lalu dengan perlahan mundur teratur dari teras rumah Sawitri. Dia memutuskan pergi dari rumah itu karena tak ingin mendengar percakapan mereka. Dia memilih untuk lapang dada membuang jauh angannya terhadap Hanum, wanita yang dia suka sejak lama.“Mas Dewa, mau ke mana?” tanya seorang wanita, yang membuat Sadewa menghentikan langkah.Sadewa lalu menoleh dan melihat Lestari yang kini berdiri di jarak beberapa langkah di belakangnya.“Eh, Tari. Aku mau pulang. Nggak enak kalau mengganggu acara keluarga. Di ruang tamu sedang serius kayaknya,” sahut Sadewa terus terang, setelah dia membalikkan tubuhnya hingga posisinya kini berhadapan dengan Lestari.“Nggak mau mampir sekedar menyapa ibuku, Mas?” tanya Lestari lagi. Dia memandang Sadewa deng

  • Puber Kedua Pak Suami   102. Kunjungan Sore Hari

    Andi menangkap tubuh Hanum yang terhuyung ke depan, agar tak tersungkur di lantai.“Hati-hati dong, kalau sampai jatuh di lantai kan sakit nanti,” ucap Andi lembut ketika tubuh Hanum sudah berada dalam dekapannya.“Ish, kamu ini cari alasan saja, Mas. Sudah lepasin tangan kamu!” ujar Hanum dengan mata yang melotot pada Andi.“Kenapa memangnya?” tanya Andi dengan tatapan lugu.“Berlagak nggak paham, pura-pura tanya pula,” sungut Hanum kesal. Dia lalu berusaha untuk melepaskan diri dari dekapan Andi. Namun, Andi sepertinya menahan lengannya agar bisa lebih lama memeluk sang mantan.Di saat yang sama, Amelia muncul di tempat itu. Gadis itu terkesiap hingga mulutnya terbuka sempurna, kala melihat kedua orang tuanya tengah berpelukan. Itu menurut penilaiannya, karena dia tak tahu awal mula kejadian sang mama berada dalam dekapan papanya.“Cieee...rujuk ini ceritanya. Kapan peresmiannya? Terus kalau rujuk, aku bakalan dapat adik nggak?” goda Amelia dengan tawanya.“Adik? Memangnya kamu masi

  • Puber Kedua Pak Suami   101. Bertemu Lagi

    “Iya, Bu Hanum. Tante Nita yang merekomendasikan katering Ibu. Katanya, katering Ibu sudah terjamin kualitasnya. Saya mencari jasa katering, untuk acara ulang tahun pernikahan orang tua saya. Ini saya lakukan sebagai hadiah di pernikahan mereka yang ketiga puluh. Oh iya, nama saya Fariz,” sahut Fariz dengan senyuman.“Fariz ini yang tempo hari menolong Amel lho, Num. Dia seorang dosen yang pintar ilmu bela diri, sehingga bisa mengalahkan si Roy,” timpal Andi, yang membuat Hanum terkesiap.“Oh ya? Wah, saya ucapkan banyak terima kasih deh sama kamu ya, Fariz. Lalu mengenai kateringnya, kapan acara ulang tahun pernikahan orang tua kamu? Apa kamu mau test food dulu, supaya yakin dengan makanannya?” sahut Hanum kalem.“Saya percaya kok dengan kualitas kateringnya Bu Hanum. Kalau Tante Nita sudah merekomendasikan sesuatu, itu artinya sudah ok. Jadi nggak perlu test food lagi, Bu. Lalu mengenai jadwal acaranya, itu dua minggu lagi. Sengaja saya jauh-jauh hari sudah cari kateringnya, supaya

  • Puber Kedua Pak Suami   100. Come back

    Hanum mundur satu langkah. Andi pun bergerak maju mendekat. Begitu terus, hingga akhirnya punggung Hanum menempel pada dinding. Tak ada ruang untuk dirinya mundur lagi.“Mas! Sudah lah kamu pulang saja sana. Kamu pastinya capek kan, dan perlu istirahat juga. Jangan sampai penyakit jantung kamu kumat gara-gara kecapekan,” ucap Hanum dengan jantung yang bertalu-talu saat ini.“Aku sehat kok, Num. Aku juga nggak terlalu capek kok. Di rumah Nadya kan tadi hanya ngobrol saja. Lalu yang bawa mobil, si Rafi. Aku hanya duduk manis di sebelahnya. Kalau mengantuk sih, iya. Aku boleh kan istirahat di sini dulu, di kamar tamu,” sahut Andi dengan tatapan penuh harap.“Ya sudah, kalau mau istirahat di kamar tamu. Langsung saja ke sana. Kamu kan sudah tahu letaknya,” sahut Hanum. Dia lalu mendorong dada Andi agar menjauhinya. Dia merasa canggung juga berada di jarak yang begitu dekat dengan mantan suaminya.Namun di luar dugaan Hanum, tangan Andi menangkap tangan Hanum yang mendorong dadanya. Dia ba

  • Puber Kedua Pak Suami   99. Para Mantan

    Hanum yang terkesiap hanya bisa menghela napas panjang. Dia lalu memandang ke arah Bima yang masih menatap Maya, yang sedang memberi kode agar sikap Bima lebih ramah pada tamu mereka.Setelah beberapa detik, Maya kembali menatap Hanum dan Andi. Wanita yang diperkirakan usianya sebaya dengan Andi, lantas tersenyum pada kedua calon besannya itu.“Maaf ya, Pak, Bu. Papanya Nadya sedang kurang enak badan. Jadi reaksinya seperti tadi. Mari, silakan masuk!” ucap Maya ramah, dan dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Dia sengaja memberikan alasan itu agar bisa dimaklumi oleh tamunya. Maya tak tahu saja, kalau Andi dan Hanum telah mengetahui penyebab sikap Bima tadi.“Oh, lagi kurang enak badan. Iya, nggak apa-apa. Kami maklum kok, Bu. Saya juga kalau kurang enak badan, suka begitu sikapnya. Iya kan, Ma,” sahut Andi dengan senyuman. Dia menoleh pada Hanum yang mengulum senyumannya mendengar penuturan mantan suaminya, yang masih menyebut kata ‘Ma’ pada dirinya.‘Aih, Mas Andi ini serba me

  • Puber Kedua Pak Suami   98. Pertemuan

    “Baik, Om, sepulang dari sini nanti, saya akan beritahu orang tua saya. Insya Allah, mereka bersedia datang kemari dan kenalan dengan Om Bima,” ucap Rafi, yang membuat lamunan Nadya buyar.Bima tersenyum seraya berkata, “Pastinya mau dong kenalan sama Om. Kalau nggak mau, Om nggak akan restui hubungan kalian.”Bima memang bercanda mengucapkan kalimat itu. Dia juga mengucapkannya sambil tersenyum. Namun, tetap saja membuat hati Rafi ketar-ketir.“I-iya, Om. Tolong restui dong. Saya dan Nadya serius lho, Om,” sahut Rafi yang sontak membuat Bima tertawa.“Iya...makanya nanti kenalan dulu. Biar enak ngomong soal kelanjutan hubungan kalian, iya kan,” ucap Bima setelah tawanya reda.Sementara itu, Maya yang rupanya menguping pembicaraan Rafi dan Bima lantas menampakkan dirinya di ruang tamu.Rafi yang melihat kedatangan Maya, lalu berdiri dan menghampiri wanita itu. Dia lalu mencium punggung tangan Maya dengan takzim.“Ada apa ini, Rafi?” tanya Maya pura-pura tak tahu. Dia lalu duduk di sof

DMCA.com Protection Status