"Mama tidak tahu harus bagaimana lagi untuk menghadapimu!"Risa terus menerus mendengkus saat membawa Nathan pergi dari kantor guru, merasa marah dan malu atas kelakuan Nathan yang seperti berandalan. Padahal selama ini dia sudah mewanti-wanti agar anak itu bisa menahan diri untuk tidak terpancing dan memulai perkelahian, tetapi sekarang wajahnya penuh telur busuk lantaran sang anak kelepasan hanya karena merasa tersinggung ketika David menuduh orangtuanya sudah berpisah.Bagi Risa mungkin menahan diri dan mengabaikan tuduhan seperti itu adalah hal yang mudah, tetapi dia tidak tahu bagaimana perasaan Nathan, anak usia enam tahun itu ketika salah satu temannya mengejek dengan cara menyinggung masalah orangtua."Lagian memangnya kalau Mama jadi Nathan, Mama terima diledek begitu?" Nathan membalas ucapan Risa dengan ekspresi merengut.Kedua alisnya masih bertautan, dengkusan napas pun sesekali terdengar saat anak itu mengingat bagaimana David menghina keluarganya, juga melihat bagaimana s
Ini memang hari minggu, tetapi biasanya Nathan bangun pagi seperti biasa dan membantunya di dapur meski hanya duduk dan mencicipi gorengan yang telah matang. Namun, kali ini anak itu masih mendengkur di kamarnya bersama Danu yang juga keenakan.Pria itu masih terlihat sangat pulas saat Risa membuka pintu sekitar pukul enam tadi dan melihat Nathan tidur dalam posisi yang sangat tidak bagus. Kaki kirinya berada di dekat wajah Danu dan posisinya miring memeluk kaki pria yang masih dianggapnya sebagai ayah.Risa bahkan sempat termenung di ambang pintu melihat mereka berdua terlihat begitu akrab seolah seorang ayah dan anak betulan. Lalu, tiba-tiba saja dia teringat pesan dari Margareth yang mengatakan bahwa Danu adalah pria yang baik untuk Nathan. Namun, dengan segera dia tepis pikiran itu dan berbalik ke dapur untuk memasak sarapan.Sekitar pukul tujuh lebih, menu sarapan sudah tertata rapi di atas meja. Ada ayam goreng kesukaan Nathan, ada juga telur mata sapi yang tidak disukai Nathan,
Laras cukup kecewa kepada Bima padahal dia sudah banyak berharap jika pria itu berani melangkah maju untuk merebut Risa dari Danu. Namun, setelah berhari-hari lamanya, tidak ada perkembangan apa pun dan bahkan keluarga palsu itu terlihat menjadi lebih sulit dihancurkan.Wanita itu berdiri di dekat jendela kamar sebuah hotel, menatap ke arah luar sambil memelintir kalung di lehernya. “Orang-orang bertingkah pengecut bahkan untuk mempertahankan apa yang mereka inginkan,” ujarnya sinis, “aku heran kenapa mereka bisa hidup di dunia yang keras ini tanpa punya keberanian.”Berpikir jika dirinya tidak bisa hanya duduk diam mengandalkan Bima, Laras memutuskan untuk melakukan sesuatu dengan caranya sendiri. Dia mulai beranjak dari tempatnya berdiri, berganti baju dengan pakaian modis yang selalu melekat dengan identitasnya sebagai model.Crop top warna putih dirangkap blazer warna mocca yang sepadan dengan celana panjangnya, juga sepatu hak tinggi warna hitam yang membuat Laras tampak lebih k
Nathan baru saja tidur setelah mendengar cerita bohongan Danu yang mengaku bekerja di tengah hutan. Pria itu meninggalkan kamar setelah menyelimuti tubuh Nathan dan mematikan lampu meja dan menyalakan lampu temaram yang berasal dari tangan robot Naruto.Pintu kamar ditutup pelan-pelan, Danu melangkah menghampiri Risa yang duduk di ruang makan sebab mereka harus membicarakan sesuatu untuk kedepannya, termasuk rencana pria itu menjadikan Risa dan Nathan sebagai keluarganya.Tarikan napas Risa ambil saat Danu datang dan duduk di depannya. Dia menatap pria itu sebentar dan kembali beralih pada ruang tamu yang gelap, hanya mendapat sedikit sinar dari lampu di luar rumah melalui celah jendela.“Jadi apa rencanamu sekarang?” tanya Risa tanpa menatap Danu.“Kau jelas tahu apa rencanaku,” jawab pria itu dengan suara pelan. Matanya tertuju pada Risa yang tampak lelah. “Sekarang aku hanya perlu jawaban darimu. Apa kau masih mementingkan dirimu sendiri, atau memikirkan Nathan yang membutuhkan kit
Ini memang bukan pertama kali bagi Risa menyiapkan sarapan pagi untuk pria bernama Danu Atmawijaya, tetapi ini adalah kali pertama dirinya menerima keberadaan pria itu untuk hidup serumah dengannya.Kini setiap pagi ada tiga piring nasi di atas meja. Di kamar mandi pun terdapat tiga sikat gigi dan tiga pasang handuk yang mereka gunakan setiap harinya. Bahkan yang tadinya hanya ada dua jenis sabun dan sampo pun, kini lemari di kamar mandi bertambah beberapa produk milik pria dewasa.Jika pemilik barang-barang itu adalah pria yang Risa cintai, pasti ini adalah yang dinamakan kebahagiaan hidup. Kenyataannya, Danu hanyalah tamu yang sedang membohongi Nathan dengan bantuannya.Suara langkah kaki yang terdengar cepat dan terburu-buru mengalihkan perhatian Risa saat wanita itu baru saja menyiapkan jus apel. Dia mengikuti Nathan yang sedang berlari mencari sesuatu di ruang tamu, melihat-lihat di antara kolong meja dan sofa yang terbilang rendah.“Apa yang kamu cari, Nathan?” tanya Risa tanpa
Laras tertawa getir sambil mencengkram erat-erat stir mobil. Matanya melotot dan terus tertuju pada Risa yang mulai berjalan ke pinggir jalan untuk menyetop taksi.Di saat itulah kecemburuan dan kemarahan Laras menjadi dorongan yang membuatnya nekat untuk menginjak pedal gas dalam-dalam, membawa mobilnya berjalan lurus dengan kecepatan tinggi dan membidik target satu-satunya. Ada rasa takut, tapi rasa bencinya lebih besar hingga pikiran dan hati Laras tertutup.Risa tidak merasa curiga sedikitpun pada mobil yang melaju dengan cepat itu. Apalagi benda tersebut dikendalikan oleh seseorang, pikirnya itu bukan masalah besar dan dia tetap berdiri di batas trotoar dan jalan aspal yang hanya diberi garis kuning.Baru setelah mobil itu seperti bergerak ke arahnya dan deru mesin semakin keras, Risa mulai takut dan berusaha menghindar. Namun, sayangnya kecepatan yang dia miliki tidak sebanding dengan laju mobil yang seperti kilat hingga belum sepenuhnya dirinya menghindar, bemper mobil itu memu
Setibanya di rumah sakit Risa dilarikan ke UGD dan ditangani dengan segera. Lukanya memang cukup serius, tetapi tidak diharuskan menjalani operasi. Hanya ditutup dengan dua puluh jahitan setelah luka dibersihkan menggunakan cairan medis.Meski demikian, dokter meminta agar wanita itu istirahat total dan tidak melakukan pekerjaan berat yang mengharuskannya tetap berdiri dalam waktu yang cukup lama. Bahkan Danu pun mengatakan hal sama dan menegarkan jika Risa harus cuti selama beberapa minggu sampai lukanya sembuh.Sekarang Danu bertanya-tanya siapa orang tak bertanggung jawab yang menabrak seseorang hingga tak berdaya seperti itu. “Kau melihat siapa yang mengemudi?” tanyanya.Risa menggeleng pelan sambil memandangi kaki kanannya yang dibungkus perban. “Aku tidak sempat melihatnya. Mungkin dia benar-benar terburu-buru.”Danu melempar tatapannya yang tajam ke arah Risa sambil berkacak pinggang. “Kau tidak masalah ditabrak karena orang itu terburu-buru? Baik sekali.”Risa menoleh dan mena
Laras pikir setelah melampiaskan kecemburuannya dengan cara mencelakai Risa akan membuatnya puas dan lega. Namun, kenyataannya sekarang perempuan itu merasa ketakutan dan juga bersalah seorang diri di salah satu kamar hotel bintang lima yang ada di Jakarta Pusat. Hari-harinya tidak tenang, dia pun selalu terjaga sampai pagi. Bahkan setiap kali ponselnya berdering, Laras takut jika itu adalah panggilan dari pihak berwajib, atau bahkan Danu yang siap membencinya sampai mati. Daripada hal itu terjadi, Laras lebih memilih untuk dipanggil untuk mempertanggungjawabkan tindakannya ketimbang harus menerima kebencian dari pria yang teramat dicintainya. Namun, sekalipun dia ditahan, Danu juga tetap akan membencinya. “Aku hanya tidak ingin kau begitu peduli dengan wanita itu, Dan ….” Laras terduduk sambil memeluk kedua kakinya di pinggir ranjang. Kedua mata yang berkaca-kaca menatap kosong ke arah lantai, sementara pikirannya terbang jauh memikirkan Danu yang sepertinya tidak bisa dimiliki ol