Dean terdiam seperti patung. "Kau yakin, Nak? Dari mana kau bisa berpikir bahwa mereka punya hubungan spesial?""Bukan hanya berpikir lagi, Om, tapi aku sendiri yang melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Waktu terakhir kali aku bertemu dengan nyonya Soraya, saat itu aku hendak masuk ke ruangannya. Tapi karena aku melihat beliau sedang berciuman dengan pak rektor, aku tidak jadi masuk dan menjauh dari ruangannya. Sejak itulah beliau sudah tidak pernah kelihatan di kampus sampai sekarang.""Apa waktu itu dia tahu kalau kau melihat mereka?""Aku tidak tahu. Tapi aku rasa ketidakhadiran nyonya Soraya di kampus lagi pasti disebabkan oleh itu. Mungkin beliau sudah malu, karena aku sudah melihat apa yang mereka lakukan.""Tidak, Reagan. Ketidakhadirannya Soraya di kampus bukan karena malu, tapi karena rektor yang menyuruhnya. Saat itu aku meminta laporan nama-nama dosen. Begitu aku membaca nama Soraya di deretan atas, aku menghubungi rektor dan menanyakannya. Beliau tampak gugup saat menj
"Tempo hari aku sudah pernah bilang, bahwa aku ingin Clare bersamanya karena gadis itu adalah keponakanku. Tapi semalam dia nyaris tak percaya, karena aku sendiri tidak tahu kalau ternyata pemilik kampus itu adalah ayahnya Clare. Jadi tidak ada pilihan lain, mau tidak mau aku menceritakan masa lalu kita kepadanya."Mata Rebecca melotot. "Kau sudah gila, Soraya! Mana mungkin dia akan percaya padamu setelah kau menceritakan semua kepadanya.""Tidak, Ma. Aku tidak mengatakan semua itu.""Kalau begitu apa yang kau katakan padanya? Lalu apa responnya begitu dia tahu kau tidak mengenal pemilik kampus itu?""Begitu aku melihat ekspresinya berubah aku langsung berpura-pura menangis. Aku bilang sebenarnya Dean adalah calon suamiku, tapi Kensky merebutnya. Aku juga bilang kalau aku dan Dean awalnya saling mencintai, tapi semuanya berubah begitu Kensky hadir."Rebecca menggeleng kepala. "Mama rasa dia tidak akan percaya."Soraya menatap kosong. "Aku rasa juga begitu, karena begitu aku selesai be
Setelah mandi dan rapi Clare akhirnya turun dari kamar untuk sarapan pagi. Dengan balutan kaos putih oblong dan celana jins pendek gadis itu menuruni tangga rumahnya."Bi, mami dan papi di mana?" tanya Clare kepada salah satu pelayan rumah yang kebetulan lewat."Tuan dan nyonya ada di taman belakang, Non. Mereka sedang menunggu Nona Clare di sana untuk sarapan."Clare tersenyum. "Terima kasih, Bi."Setelah tubuh seksi dan mulus Clare berlalu meninggalkannya, saat itulah sang pelayan tersenyum lalu berkata, "Akhir-akhir ini nona Clare sering tersenyum. Ya, Tuhan, aku senang melihatnya."Di sisi lain."Selamat pagi, Mami," sapa Clare begitu menghampiri Kensky. Alisnya berkerut, "Papi mana? Kata bibi Mami dan papi sedang sarapan."Kensky berdeham. Tahu pertanyaan itu akan keluar dari mulut anak gadisnya ia sudah menyiapkan jawaban jauh sebelum Clare datang."Tadi ada klien papi yang menelepon tiba-tiba. Papi keluar sebentar untuk menemuinya. Ayo duduk, Sayang."Kensky menurut. Ditariknya
"Tidak, Mami. Kalaupun aku ingin mengetahuinya itu belum sekarang, ada waktunya nanti aku akan dan ingin tahu siapa pria yang telah kalian jodohkan denganku.""Baiklah. Jadi jam berapa Reagan akan menjemputmu?""Nanti sore," balas Clare. Entah kenapa tiba-tiba muncul ide dalam benaknya, "Mi, boleh aku bertanya?""Soal apa, Sayang?"'Kalau aku bertanya di mana calon suamiku berada saat ini, pasti mami akan curiga. Tapi kalau tidak bertanya, aku takut jika dia ada di kota ini lalu melihatku sering bersama Reagan dan berburuk sangka. Aku tidak ingin dia cemburu dan memukul Reagan,' batin Clare."Clare?" panggil Kensky, "Apa yang ingin kau tanyakan, Nak?"Tepat di saat itu Dean muncul."Halo, Wanita-wanitaku yang paling cantik."Kensky dan Clare sama-sama menoleh menatap lelaki matang yang masih terlihat tampan itu.Clare yang tadinya ingin bertanya kini harus menelan kembali pertanyaan itu.Kensky yang tadinya penasaran kini teralihkan dengan kedatangan suaminya. Bagi Kensky kabar dari D
Clare pun melepaskan pelukannya dan keluar kamar bersama Kensky. Sambil menuruni tangga matanya yang indah itu melirik ke arah Reagan yang sedang asik mengobrol dengan ayahnya. Dalam hati ia sangat bahagia melihat pria itu mengenakan kemeja hitam dan jins yang sama warna dengan yang ia kenakan.Reagan yang melihatnya pun terkejut tapi sekaligus senang karena ternyata Clare mengenakan pakaian yang warnanya sama padahal mereka tidak janjian. Ia berdiri lalu menatap Kensky dan Dean secara bergantian."Kami pergi dulu, Om, Tante. Maaf kalau aku mengajak Agatha terlalu sore, tapi aku melakukan itu agar kami pulang tidak terlalu malam."Dean berdiri di samping Kensky. "Asalkan bersamamu om yakin kalau putri kami akan baik-baik saja."Clare ikut berpamitan. Setelah kedua orang itu pergi meninggalkan mereka, saat itulah Kensky menatap Dean lalu berkata, "Sepertinya anak kita sedang jatuh cinta."Dean balas menatapnya. "Jangan banyak alasan. Ayo, sekarang giliran kita berdua yang berkencan."K
Reagan terbuai. Lembutnya bibir Clare membuatnya memejamkan mata dan membuat satu tautan yang begitu lembut dan dalam.Clare yang tadinya terdiam pun akhirnya terlena. Perlahan tangannya mengalung di leher Reagan kemudian membalas ciumannya.Mereka pun sama-sama terhanyut hingga gejolak dalam tubuh masing-masing akhirnya menyadarkan mereka.Reagan yang lebih dulu melepaskan ciumannya ketika bagian tegas di balik celananya sudah mengeras. Dilihatnya wajah Clare yang tampak merah dengan mata sayu. "Maafkan aku."Clare balas menatapnya. "Aku yang minta maaf."Reagan tersenyum. "Aku sangat mencintaimu, Agatha.""Aku juga."Bukannya keluar dari mobil mereka malah kembali berpelukan dan berciuman. Hasrat dalam diri mereka seakan memerintahkan bagaikan raja lalim sampai akhirnya gairah menguasai mereka berdua.Reagan melepaskan bibirnya. "Sebaiknya kita keluar sekarang sebelum kita berdua hilang kendali."Clare tersenyum samar, tapi ia merasa aneh karena dirinya bisa pintar berciuman bersama
Reagan mengajak Clare memasuki vila dan naik ke lantai dua. Sambil menaiki tangga mereka saling bergandengan tangan begitu erat seakan takut melepaskan."Kau akan membawaku ke mana?" tanya Clare penasaran. Matanya jelalatan melihat suasana sekitar yang sangat sepi, "Ke mana pelayan yang lain? Bukankah tempo hari di sini banyak sekali pelayan?"Saat itu juga mereka tiba di depan pintu sebuah ruangan yang ada di lantai dua. Reagan menghentikan langkahnya, menatap Clare lalu berkata, "Mereka ada di bawah, aku tidak ingin mereka mengganggu kebersamaan kita."Wajah Clare merah merona. Ia tak menjawab hanya menduduk dengan senyum tampak malu-malu.Reagan memegang dagu, mengangkat agar wajah mereka saling menatap. "Kita akan masuk ke dalam, tapi aku ingin menutup matamu sebelum kita masuk."Clare melihat ke arah pintu. "Memangnya ada apa di dalam, kenapa mataku harus ditutup?""Kalau aku tidak menutupnya itu berarti sudah bukan kejutan lagi buatmu."Senyum di wajah Clare semakin melebar. "Ba
"Ayo, duduklah, filmnya akan segera dimulai."Clare terus menatap Reagan dengan pandangan bahagia. Ia tak menyangka jika pria seperti Reagan bisa melakukan hal itu hanya untuk membuatnya senang.Reagan menoleh. "Ada apa? Kau tidak suka?"Clare menggeleng. "Aku suka. Sangat suka.""Lalu kenapa? Apa yang kau pikirkan, hah?""Aku tak menyangka kau melakukan ini demi aku.""Sejak kau menjadi pacarku, apapun akan kulakukan demi kebahagiaanmu."Di sisi lain.Setelah percintaan tiga ronde yang panas berlalu, Dean dan Kensky saat ini sedang terkulai lemas di atas ranjang kamar mereka dengan napas tak karuan."Aku tak menyangka, ternyata kau masih sekuat dulu."Perkataan Kensky membuat Dean tersinggung. "Jadi kau pikir usia telah mengalahkanku, begitu?"Drtt... Drtt...Getaran ponsel dari arah nakas membuat mereka terkejut.Kensky yang kebetulan berada di atas tubuh Dean segera bergerak untuk meraih benda milik suaminya. "Biar kuambilkan."Dean menyetujui. Tapi bukannya membiarkan wanita berla
Begitu sapu tangan yang sama ditemukannya ia segera mendekati kembali dan mendekati ranjang.Sejenak ia terdiam sambil menatap Clare yang tersaji di atas ranjang. Ia sangat bahagia karena wanita yang sangat ia dampakan itu sebentar lagi akan menjadi istrinya."Apa yang kau lakukan, Reagan?" tanya Clare saat tangan pria itu menyentuh kaki kanannya."Aku akan mengikatnya. Kenapa?""Kau tidak perlu melakukannya.""Selama tidak ada dalam aturan game aku rasa tidak masalah."Clare tak menjawab. Dalam hati ia mengutuk dirinya karena tak sempat membuat aturan sebelum game dimulai.Reagan kembali tersenyum. Sambil mengikat kaki Clare ia menatap bagian kewanitaan yang mulus dan berwarna pink itu.'Brengsek,' katanya dalam hati, 'Kalau bukan karena game ini aku sudah menidurimu sejak tadi, Clare. Kau membuatku bergairah.'"Selesai?" tanya Clare setelah Reagan selesai mengikat ke dua kakinya. Ia bisa membayangkan dengan posisi terkangkang dan terikat seperti itu pasti Reagan akan leluasa membala
Clare tak menjawab. Perlahan ia merayap di tubuh Reagan hingga kepalanya sejajar dengan bagian keras dan besar milik Reagan.Reagan mulai gelisah. Dilihatnya pandangan Clare begitu licik saat menatap bagian itu. "Apa yang kau lakukan?"Lagi-lagi Clare tak menjawab. Ia hanya tersenyum sambil menyentuh pucuk bagian itu dengan lidahnya."Oh," desah Reagan. Matanya terpejam saat rasa dingin mulai merambat ke batangnya yang keras, "Clare, kau curang. Kau melanggar aturan, Sayang."Clare menghentikan permainan lidahnya. Sambil menatap Reagan ia berkata, "Curang bagaimana, hah? Kan aku sedang memijat.""Memijat?" Reagan terkekeh, "Itu bukan memijat, Sayang. Tindakanmu seperti itu seakan-akan sengaja membuatku kalah.""Itu salahmu. Kau kan tinggal menahannya saja biar tidak kalah."Baru hendak menjawab Reagan langsung terdiam saat Clare memasukan semua bagian itu ke mulutnya.Clare tak peduli. Sambil menggerakan mulut dan kepalanya ia terus menatap Reagan dengan pandangan penuh kemenangan."H
Dengan senyum menggoda Claren mengambil botol minyak tubuh yang ada di atas nakas.Reagan yang merasa permainan akan segera dimulai segera memadamkan lampu utama kemudian menyalahkan lampu tidur berwarna kuning.Aroma pewangi ruangan dan cahaya lampu membuat suasana kamar begitu intim.Setelah Reagan mengatur posisi tubuhnya dengan tengkurap, Clare melepaskan jubah mandi hingga tubuh tanpa sehelai benangnya pun terlihat di bawah redum cahaya lampu.Clare mendekati Reagan. Ia menaiki ranjang lalu menuangkan minyak ke telapak tangan. "Aku mulai dari kaki saja, ya?"Reagan memejamkan mata. "Terserah kamu."Claren pun mulai mengoles minyak itu di bagian betis dan pergelangan Reagan dengan tangannya yang lembut."Kau mendapatkan ide ini dari mana?" tanya Reagan sambil menikmati setiap elusan tangan Clare.Clare tersenyum. "Aku terobsesi saat kita pacaran dulu. Kita berdua harus menahan gairah karena kau takut aku masih kuliah. Aku rasa saling menyentuh dan menahan gairah akan sangat menyen
Clare menoleh.Zet!Wajahnya membeku dan tubuhnya terpaku saat melihat Reagan masuk dengan senyum yang sangat lebar."Ini dia calon prianya. Ayo, duduklah," kata Dean.Kensky dan lainnya tersenyum sambil menatap Clare yang masih berdiri seperti patung.Clare masih tak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat. 'Reagan? Reagan adalah calon suamiku?' batinnya, 'Pria yang dijodohkan denganku adalah pacarku?'"Clare? Apakah kau akan terus berdiri?" Suara Dean mengejutkannya, "Calon suamimu sudah datang. Kenapa kau tidak duduk?"Air mata bahagia lolos di matanya. "Kalian ... apa kalian semua mengerjaiku?"Suara tawa memenuhi ruangan."Maafkan kami, Sayang."Reagan yang merasa bersalah langsung berdiri mendekati Clare. "Kita sama-sama dikerjai, Sayang. Wanita yang selama ini telah dijodohkan mommy dan daddy denganku adalah kamu."Clare menangis. "Benarkah?"Reagan mengangguk. "Iya. Aku ingin minta maaf, kata-kataku kemarin pasti sudah membuatmu sakit."Clare menangis lagi. "Aku pikir kau
Kensky tak menjawab. Ia melepaskan pelukan lalu menghapus air kata Clare. "Jangan sedih lagi, ya. Siapa tahu pria pilihan mami dan papi mengobati luka di hatimu saat ini. Mungkin Reagan telah mengecewakanmu, tapi sebagai orang tua mami berharap pria ini tidak akan pernah mengecewakanmu."Clare tak menjawab."Bersiaplah, sebentar lagi mereka akan datang. Mami sudah menghubungi Ansley, dia akan membantumu berdandan malam ini."Tok! Tok!Bunyi ketukan pintu yang terbuka membuat mereka berdua menoleh."Halo, apa aku mengganggu?"Suara Ansley membuat Kensky tersenyum. "Masuklah, Sayang," Kensky menatap Clare, "Mami tinggal dulu. Ans, tolong buat Clare membuang semua kesedihan di wajahnya dan gantikan dengan senyuman terbaik, ya.""Siap, Tante."Jika Ansley begitu bersemangat, Clare justru sebaliknya. Ia tak menjawab bahkan tak menyapa Ansley meski wanita itu sudah tersenyum lebar kepadaya.Seandainya pria yang akan datang melamar itu adalah Reagan Harvest pasti saat ini ia sudah kegirangan
Perkataan ibunya membuat Reagan terkejut.Tuan Harvest berkomentar. "Sebenarnya ini belum waktunya kami membicarakan masalah pernikahan kalian, tapi calon mertuamu ingin mempercepat pernikahan putrinya. Mereka takut kau atau putrinya akan terlibat cinta dengan orang lain. Jadi besok malam kita akan menemui mereka dan langsung melakukan lamaran."Lagi-lagi Reagan terpaku. Setelah syoknya kembali ia berkata, "Boleh aku mengungkapkan sesuatu?"Tuan dan nyonya Harvest menyimak. Mereka menatap Reagan dengan pandangan penasaran.Reagan menarik napas panjang. "Aku mencintai anak pemilik universitas. Namanya Clare Agatha Stewart. Daddy pasti tahu dia dan Daddy sangat menenalnya. Aku sangat mencintainya Daddy dan aku tidak akan mau menikah jika wanita itu bukan dia."Ekspresi tuan dan nyonya Harvest berubah.Reagan berkata lagi, "Aku tahu ini salah, tapi aku sangat mencintanya. Aku sangat mencintai Agatha dan kami saling mencintai."***Di dalam kamar yang besar dan sejuk sambil berbaring Clar
"Sayang, bisa kau jelaskan untuk siapa mobil yang kau minta dari papi?""Untuk bibi Soraya, Pi. Katanya hari ini dia berulang tahun. Jadi dia memintaku hadiah mobil."Zet!Soraya dan Rebecca terpaku.Dean menatap tajam ke arah mereka. "Aku tak menyangka mereka begitu berani membohongimu, Nak. Hari ini bukan ulang tahun Soraya, Clare, dia telah membohongimu.""Benarkah?""Untuk apa papi bohong? Papi tidak seperti mereka, Nak. Mereka itu tukang bohong."Aku minta maaf, Papi. Aku hanya menuruti apa yang bibi Soraya minta.""Apalagi yang dia minta padamu selain mobil?""Berapa hari lalu kata nenek Rebecca bibi Soraya diculik. Untuk membebaskannya mereka harus meminta uang jutaan dolar. Karena kasihan, aku memberikan uang itu kepada mereka. Aku sendiri yang mengantar uang itu ke rumah mereka."Zet!Keringat membasahi tubuh Rebecca dan Soraya."Maafkan aku, Pi, aku salah.""Tidak, Sayang. Papi tidak marah padamu, kau hanya korban. Mereka yang salah dan mereka harus dihukum."Tut! Tut!Dean
Ting! Tong!"Kalau begitu biar aku yang buka, itu pasti Clare."Soraya mengekor di belakang Rebecca sambil membawa gelasnya.Ting! Tong!"Sabar, Sayang. Bibi dan nenekmu akan tiba," kata Rebecca lalu memegang handle pintu untuk membukanya.Clek!"Selamat malam."Senyum di wajah Rebecca dan Soraya lenyap melihat dua sosok tinggi berpakaian polisi berdiri di depan pintu."Malam," balas Rebecca, "Ada yang bisa dibantu?""Apa benar di sini sedang merayakan pesta ulang tahun?" tanya salah satu polisi sambil menatap Rebecca dan Soraya secara bergantian.Soraya melirik ibunya dan lalu berkata dalam hati, 'Untuk apa kedua polisi ini datang ke sini? Lagi pula siapa yang memberitahu kepada mereka soal acara ulang tahun?'"Eh, mungkin Anda salah tempat, Pak. Di sini tidak ada pesta ulang tahun," jawab Rebecca cepat.Salah satu polisi mengambil catatan dari saku celana kemudian membacanya. "Tapi catatan ini menunjukan bahwa alamatnya di sini. Apa benar di sini rumah Soraya Oxley?"Drtt... Drtt...
Dean mendekati Reagan. "Benar, bahkan Rebecca dan Soraya tidak pernah tahu soal ini. Yang tahu hal ini sekarang hanya kalian berdua dan pak rektor."Menyebutkan rektor membuat Clare terkejut. Jika sebelumnya ia tidak akan berani membuka suara soal hubungan Soraya dan lelaki itu, saat ini tanpa berpikir panjang Clare mengutarakan apa yang ia rasakan saking kesalnya kepada Soraya.Dean tersenyum. "Aku dan ibumu sudah tahu soal itu, Sayang, kau tidak perlu khawatir.""Benarkah? Papi tahu dari siapa?" tanya Clare penasaran.Dean tak ingin melibatkan Reagan. Meski ia tahu kabar itu sejak awal dari Reagan, ia telah menyiapkan jawaban yang pas atas pertanyaan yang dilontarkan Clare."John sendiri yang menceritakan semuanya kepada kami. Tapi kami tidak akan menyalahkannya, dia juga hanya korban Soraya dan Rebecca.""Jahat sekali mereka," kata Clare marah, "Seandainya aku tahu siapa mereka sejak awal aku tidak akan pernah mau membantu mereka."Kensky menatap Clare. "Jauh sebelum ini sebenarnya