“Apa yang sedang kamu lakukan?” Melvin murka dan langsung mendekat begitu saja. Dia terlihat tidak terima.Lucyana juga langsung berjalan mengekori Melvin, hingga menyadari siapa pria yang kini bersama Rihana.Adnan menoleh ketika mendengar suara Melvin, tapi pria itu terlihat sangat santai dan tidak tampak takut sama sekali.Rihana sendiri terkejut, tapi dirinya bersikap biasa saja, sebab tidak merasa melakukan sesuatu yang salah.“Sedang apa kamu di sini? Dan kenapa kamu menyentuh tangannya?” Melvin melontarkan pertanyaan ke Adnan dan Rihana sekaligus.“Siapa yang megang tangan? Aku hanya sedang membantunya merekatkan kembali perban tangan yang sedikit terbuka. Dia kan terluka, kalau terkena air nanti semakin parah,” ujar Rihana menjelaskan.Adnan sendiri berdiri dengan tegap dan sedikit membungkuk memberi hormat ke Melvin maupun Lucyana, hingga kemudian menjawab, “Aku bertugas membersihkan ruangan yang ada di lantai ini, dan kebetulan ternyata pasien di sini Ana.”Melvin membulatka
Melvin pergi ke kantor polisi untuk melihat pelaku yang sudah berani melempar batu ke mobil Lucyana. Dia sendiri masih kesal karena kemunculan Adnan di rumah sakit, hingga memperketat dan meminta bodyguard untuk tidak mengizinkan Adnan masuk ke ruang inap Rihana. Kini Melvin sudah duduk berhadapan dengan dua pelaku yang melakukan penyerangan, keduanya sama-sama tidak ada yang menatap ke Melvin. Melvin sendiri menatap satu persatu kedua tersangka itu, hingga menyandarkan punggung dengan satu kaki disilangkan. “Apa sebenarnya motif kalian menyerang mobilku?” tanya Melvin dengan tatapan tajam. “Kami berhak untuk tidak bicara apa pun, kecuali ke polisi,” jawab salah satu pelaku. Melvin mendecih mendengar ucapan pelaku yang tidak tahu siapa Melvin. Dia pun menurunkan satu kaki yang tadi disilangkan, meletakkan kedua tangan di atas meja, kemudian memberikan tatapan tajam ke pelaku. “Kalian tahu, meski polisi melindungi kalian, aku bisa membuat hidup kalian tidak tenang. Aku bisa menero
“Bagaimana tadi?” tanya Rihana saat Melvin kembali menunggu dirinya di rumah sakit.“Pelaku sudah jujur kalau mereka ternyata memang dibayar oleh seseorang,” jawab Melvin yang kini sudah duduk di kursi yang terdapat di samping ranjang Rihana.“Dibayar?” Rihana mengerutkan alis mendengar jawaban Melvin.Melvin menatap Rihana yang terlihat serius dan sangat penasaran, membuatnya berkata, “Urusan para pelaku itu, biar aku yang urus. Yang perlu kamu lakukan sekarang hanya istirahat dan fokus akan kesehatanmu.”Rihana terkejut mendengar ucapan Melvin, padahal dia sudah sangat antusias ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.“Tapi aku ingin tahu, apakah semua yang terjadi kepadaku juga Mama, pelakunya sama?” tanya Rihana penasaran.“Jika kamu ikut memikirkan hal itu, takutnya akan mengganggu kesehatanmu. Jadi, lebih baik kamu tidak usah bertanya dan tidak usah banyak pikiran,” jawab Melvin tidak mau mengambil kesimpulan.“Aku ‘kan hanya ingin tahu, biar tidak penasaran,” balas Rihana sediki
“Papa tidak mau menengok Mama?”Monika menatap sang papa yang sekarang sedang makan malam bersamanya.Candra terdiam mendengar pertanyaan dari putrinya itu. Kedua tangan masih memegang sendok dan garpu tapi tidak digerakkan.“Mama layak mendapatkannya karena dia sudah benar-benar bertindak di luar batas, Mon. Seharusnya kalau dia mau berubah, semua kejadian ini tidak akan menimapnya. Ini semua ulahnya, keputusannya. Papa tidak bisa berbuat apa-apa,” ujar Candra kemudian memilih kembali menyantap makanannya.“Meski Mama layak mendapatkan, serta salah atas tindakannya. Apa Papa benar-benar tidak mau melihatnya? Mama tidak di kantor polisi, Pa. Tapi di rumah sakit jiwa. Mama terkena gangguan mental, sehingga tidak mendapat hukuman tapi harus dirawat di sana,” ujar Monika menjelaskan, bahkan bola matanya terlihat berkaca.Seburuk apa pun kelakuan Meghan, tapi tetap saja bagi Monika, wanita itu adalah ibu yang sudah melahirkan dan membesarkannya.Candra terdiam sejenak mendengar ucapan Mon
Rihana menangis karena syok dan takut, membuat Melvin terbangun dan langsung menghampiri Rihana. Ini masih jam 2 malam, tapi Rihana harus melihat sesuatu yang sangat mengerikan baginya.“Ada apa, Ana?” tanya Melvin yang masih mencoba mengumpulkan seluruh kesadarannya setelah terkejut karena teriakan Rihana.Rihana menunjukkan jari yang berlumuran darah, hingga menunjuk ke bagian bawah. Melvin pun sangat terkejut dan memang melihat darah merembes di selimut.“Apa aku keguguran? Vin, apa aku keguguran?” tanya Rihana histeris.Melvin tidak bisa berkata-kata, hingga memilih menekan tombol darurat agar dokter atau perawat jaga datang ke kamar.Rihana menangis bingung, kenapa tiba-tiba dia bisa berlumuran darah. Melvin pun masih tidak tahu apa yang terjadi, hingga memilih memeluk dan menenangkan Rihana, sampai petugas rumah sakit datang.Tidak butuh lama, dokter jaga dan perawat datang. Melvin langsung menjelaskan dan dokter pun mengecek kondisi Rihana untuk memastikan. Setelah dokter menge
Rihana cemas menunggu Melvin di kamar. Ranjang dan pakaiannya sudah diganti dengan yang bersih, tapi tidak bisa membuat Rihana tenang dan bisa kembali tidur. Hingga Melvin kembali ke ruangan dan membuat Rihana tersenyum lega. Melvin pun berjalan mendekat dan langsung duduk di samping ranjang. “Rumah sakit tidak aman untukmu, Ana. Meski ada penjagaan, tetap saja tidak bisa memastikan keselamatanmu,” ucap Melvin mengajak bicara Rihana. “Apa memang ada yang sengaja?” tanya Rihana memastikan. “Ya, sepertinya pelaku memang ingin meneror kita. Semua kejadian beruntun dari jatuhmu, penyerangan mobil Mama, juga sekarang darah palsu itu. Jelas semua ini disengaja dan sudah direncanakan sejak awal,” jawab Melvin berdasarkan bukti yang ada. “Lalu bagaimana?” tanya Rihana. “Jika memang kamu diminta bedrest, maka tempat teraman hanya di rumah. Aku akan mengoptimalkan penjagaan,” jawab Melvin. Rihana terlihat berpikir sejenak, hingga kemudian mengangguk dan menyetujui apa pun keputusan suamin
“Bagaimana?” tanya Melvin saat Mark datang ke rumah sakit.Melvin menunggu informasi Mark, sekalian menunggu pengurusan admininstrasi kepulangan Rihana selesai.Begitu datang, Mark langsung membuka laptop di atas ranjang Rihana, membuat Rihana dan Melvin langsung mengamati.“Aku tadi langsung menganalisa kedua rekaman ini, juga rekaman lain dari restoran. Dilihat dari postur tubuh dan tingginya, kedua orang ini berbeda,” ujar Mark menjelaskan.Rihana terkejut, hingga menatap Melvin yang masih fokus ke layar laptop.“Apa kamu sudah memastikan?” tanya Melvin kemudian menoleh ke Mark.“Ya, postur tubuh perawat ini lebih kurus, sedangkan yang di restoran tampak lebih berisi dan berotot,” ujar Mark sambil menunjuk ke layar untuk menunjukkan perbedaan.“Bukan karena jaketnya?” tanya Melvin memastikan.“Bukan,” jawab Mark, “lihat postur kaki mereka, terlihat beda bukan?” Mark kembali membuat gerakan melingkar di layar tepat di kaki pelaku pertama dan kedua.Melvin mengamati dan berpikir, Rih
“Apa semuanya sudah siap?” tanya Melvin ke Mark.“Sudah, mobil pun sudah stand by dan akan langsung menunggu di lobi begitu kita sudah sampai sana,” jawab Mark.Melvin pun mengangguk kemudian mendorong kursi roda yang diduduki Rihana. Mereka pun keluar dari kamar inap menuju lift. Rihana dikawal Melvin dan Mark, juga ada dua bodyguard yang mengawal. Bukannya terlalu berlebihan, tapi hanya untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diduga, seperti penyerangan.Walau mereka masih berada di rumah sakit, serta kemungkinan penyerangan itu sangat keci, tapi Melvin tidak mau ambil resiko. Jika di kamar dengan pengawalan saja bisa ada teror, apalagi saat mereka berjalan menuju mobil, dengan banyaknya pengunjung rumah sakit yang berlalu lalang.Mereka berada di lift, sejauh ini memang tidak terjadi sesuatu atau ada hal-hal yang mencurigakan. Melvin sendiri yang mendorong kursi roda, sedangkan Mark dan Cantika berjalan di belakang Melvin, satu bodyguard berjalan di depan dan satunya di samping kurs
Melvin menunggu di depan ruang operasi dengan perasaan yang sangat cemas. Kandungan Rihana sangat baik saat pemeriksaan sebelumnya, hingga membuat Melvin tidak menyangka jika akan ada masalah seperti sekarang. “Dia pasti baik-baik saja. Mungkin Rihana hanya kelelahan sehingga bayinya sungsang dan ada pendarahan,” kata Mario mencoba menenangkan Melvin. Melvin mengusap kasar wajah. Apa pun alasannya, dia tetap saja mencemaskan kondisi Rihana, terlebih sebelumnya Rihana selalu berkata jika perasaannya sangat damai. “Berdoa agar semua berjalan lancar,” ucap Mario kemudian. Mario masih di sana menemani Melvin. Simbok juga masih di sana untuk berjaga-jaga siapa tahu Melvin membutuhkan bantuannya. Setelah menunggu lama, akhirnya seorang perawat keluar dari ruang operasi. Melvin langsung berdiri dan mendekat bersama Mario juga simbok. “Bagaimana operasinya, Sus?” tanya Melvin dengan ekspresi wajah panik. “Operasinya berjalan lancar. Ibu dan bayinya selamat. Mereka akan dipindah ke ruang
“Tolong bawa masuk dan taruh di sini.”Rihana mengintruksi kurir yang mengantar foto keluarga dari studio. Setelah satu minggu menunggu, akhirnya foto mereka datang. Ada beberapa yang dipasang di bingkai, tapi ada pula yang dibuat album.Setelah memastikan jumlah bingakai foto yang dipesan sesuai, Rihana berterima kasih ke kurir. Dia meminta orang di rumah untuk membantu mamasang bingkai foto di kamarnya, anak-anak, juga di ruang keluarga.“Yang tiga itu nanti di kamar anak-anak,” perintah Rihana untuk memasang foto Bas, Nana, dan Nanda di kamar ketiganya.Rihana terlihat senang karena bisa memandang foto keluarga terpasang di dinding rumah.“Apa sudah pas, Nyonya? Ada yang mau disesuaikan?” tanya tukang kebun yang membantu memasang foto di ruang keluarga.“Sudah, itu sangat bagus.” Rihana tersenyum lebar, menatap bingkai foto itu. Ditatapnya foto dirinya, Melvin, Bastian, Nana, dan Nanda. Senyum mereka menunjukkan kebahagiaan.Rihana pergi ke kamar anak-anak, memastikan foto anak-ana
Weekend itu, Rihana sudah sibuk di dapur mengemas makanan yang akan mereka bawa. Simbok meminta agar dia dan pembantu lain yang menyiapkan.“Nyonya kalau capek berdiri, duduk saja,” kata simbok.“Ga papa, aku mau mastiin makanan kesukaan anak-anak tidak ada yang lupa dibawa. Simbok siap-siap sana, kita berangkat bersama,” balas Rihana.Rihana berinisiatif mengajak semua pekerja ikut, termasuk satpam dan juga pembantu. Mereka tidak pernah diajak liburan, meski dekat tapi setidaknya mereka merasakan libur kerja.“Mama, Nana boleh bawa topi ini?” tanya Nana memperlihatkan topi bulat besar, dengan pita yang melingkar di bagian atasnya.“Boleh, bawa saja,” jawab Rihana.Nana terlihat senang, dia kembali berlari untuk bersiap-siap karena akan pergi piknik.Semua orang sudah siap. Mobil yang akan membawa mereka juga siap. Makanan dan minuman untuk disantap saat piknik pun sudah masuk mobil.Setelah memastikan semua orang berkumpul dan masuk mobil, mereka pun pergi berlibur bersama.“Aku piki
“Kita mau ke mana?” tanya Nana.Rihana duduk di belakang Nana, meminta gadis kecil itu berdiri, sedangkan dia sibuk menyisir rambut panjang Nana karena akan diikat.“Kita akan pergi foto bersama. Mama, papa, kamu, Bas, dan Nanda,” jawab Rihana sambil tersenyum.“Benarkah?” Nana terlihat sangat senang. “Kita akan punya foto keluarga?” tanya Nana kemudian.“Tentu saja, Nana dan Nanda adalah keluarga, jadi harus ada foto keluarga,” jawab Rihana ikut bersemangat karena Nana.Nana terlihat sangat bahagia. Dia memakai gaun berwarna merah muda dengan renda di tepian rok. Kini Rihana sedang mengikat rambut Nana, lantas memakaikan pita berwarna merah muda yang sedikit terang dari warna gaun gadis kecil itu.“Sudah selesai, coba hadap sini. Mama mau lihat secantik apa Nana.” Rihana meminta Nana berputar menghadap ke arahnya.Nana berputar, kemudian tersenyum manis ke Rihana.Rihana menatap Nana, gadis kecil cantik itu benar-benar sudah masuk ke dalam hatinya.“Nana sudah sangat cantik,” kata Ri
“Aku memiliki beberapa daftar keinginan.”Melvin menoleh Rihana, melihat sang istri yang duduk sambil mengulas senyum.“Daftar apa saja?” tanya Melvin penasaran.“Ada beberapa. Di antaranya, piknik keluarga dan foto bersama. Bagaimana menurutmu?” tanya Rihana sambil menatap Melvin.“Jika kamu ingin seperti itu, mari kita lakukan,” jawab Melvin.“Setelah Monika menikah, bagaimana?” tanya Rihana lagi.“Baiklah, nanti aku siapkan segala hal yang kamu inginkan.”“Aku ingin foto keluarga dua kali. Satu saat bayi kita dikandungan lalu kedua setelah bayi kita lahir,” ucap Rihana sambil mengusap perutnya.Melvin ikut mengusap perut Rihana, bahkan ikut membungkuk lantas mencium perut istrinya itu.“Setuju, aku akan menyiapkan studio agar kita bisa foto keluarga bersama,” ucap Melvin mengiakan apa pun permintaan Rihana.Setelah masalah Mark dan Cantika selesai, Rihana terlihat bernapas lega karena bisa melihat orang-orang baik yang menolongnya, kini bisa hidup senang dan bahagia.Asri diajak Ga
Setelah 3 hari menunggu, akhirnya hasil tes lab DNA keluar. Gabriella memang meminta agar hasil tes bisa dipercepat karena mereka mencoba meminimkan hal-hal yang mungkin akan terjadi.Hari itu di rumah sakit. Mark, Cantika, dan keluarga termasuk Rihana juga Melvin, ada di sana untuk mendengar hasil tes DNA. Margaretha duduk tenang di sana, seolah begitu yakin jika dia akan menang dari Cantika untuk mendapatkan Mark.Hingga perawat meminta agar Mark dan Margaretha masuk untuk mendengar dokter membacakan hasil lab, tentu saja semua orang yang masuk, bukan hanya dua orang itu saja.Margaretha masuk terlebih dahulu, memandang dokter yang sudah menunggu, lantas dia duduk di kursi yang terdapat di depan meja dokter.Mark masuk bersama Cantika dan yang lain. Dia pun duduk di samping Margaretha, siap mendengarkan hasil lab karena sangat yakin jika bukan dia ayah dari bayi itu.“Bisa saya bacakan sekarang?” tanya dokter itu.Semua orang mengangguk setuju. Dokter itu membuka amplop yang tertutu
“Tika!” Asri mencari keberadaan Cantika. Pagi itu Asri mendatangi kamar Cantika, tapi tidak mendapati putrinya di kamar.“Tika!” Asri keluar dari kamar, mencari keberadaan Cantika di tempat lain tapi tidak melihat putrinya.Rihana baru saja menuruni anak tangga, hingga melihat Asri yang terlihat cemas.“Ada apa, Bi?” tanya Rihana sambil melangkah menuruni anak tangga untuk menghampiri Asri.Asri menatap Rihana dengan wajah panik dan langsung mendekat.“Ri, Tika ga di kamar. Di mana dia? Bagaimana kalau dia pergi dari rumah dan melakukan hal-hal yang tidak terduga karena stres?” Asri bicara dengan ekspresi wajah panik.Rihana terkejut mendengar ucapan Asri, hingga dia ingin mencoba menenangkan, tapi terhenti saat mendengar suara Cantika.“Ada apa, Bu?” tanya Cantika menatap Asri yang cemas.Cantika pulang tepat waktu, atau Asri akan pergi ke kantor polisi karena mengira Cantika hilang. Dia bangun terlambat karena kelelahan akibat pergulatan dengan Mark, saat dibangunkan Mark pun susah,
Cantika dan Mark saling tatap, keduanya masih bergeming di tempatnya masing-masing. Di saat Mark berharap bisa memiliki gadis itu sepenuhnya, Cantika sedang menyiapkan diri untuk memberikan dirinya ke pria yang sudah sah menjadi suaminya.“Aku tidak memaksamu, hanya saja apa tidak bisa untuk tak menjaga jarak. Aku hanya ingin--” Belum juga Mark melanjutkan ucapannya, Mark dibuat terkejut saat Cantika berjalan cepat ke arahnya.Cantika berjalan cepat ke Mark, lantas merangkup kedua pipi Mark, kemudian menautkan bibir mereka. Mark sangat terkejut dengan tindakan Cantika, tapi tentu saja dia senang karena Cantika berinisiatif untuk memulai.Mereka saling melumat, hingga Mark mengangkat tubuh Cantika dalam gendongan ala koala, membawa ke ranjang dan duduk dengan posisi memangku, bibir mereka masih saling bertautan dan melumat bergantian.Mark mulai terpancing gairah, tapi kali ini dia tidak akan menahannya karena Cantika sudah sah menjadi miliknya secara agama dan hukum.Jari Mark mulai m
Cantika keluar dari kamar setelah mendapat panggilan. Hingga melihat mobil berhenti di depan gerbang rumah Melvin. Dia pun berlari ke arah gerbang, saat pintu mobil itu terbuka dan seseorang keluar dari sana.Security di sana bingung melihat Cantika keluar dari rumah di malam hari.“Mbak, mau ke mana?” tanya security.“Bukain, Pak.” Cantika meminat security membuka gerbang.Security pun menuruti permintaan Cantika, membuka gerbang kecil agar Cantika bisa lewat.Ternyata Mark menghubungi dan berkata ada di depan gerbang. Pria itu tidak bisa menahan rindu meski hanya beberapa hari, apalagi mereka berpisah setelah menikah, dikarenakan tuduhan yang dilayangkan Margaretha, sampai membuat Asri melarang Mark bersama Cantika, sampai hasil DNA keluar. Asri hanya tidak mau anaknya jadi janda setelah menikah beberapa hari, belum lagi jadi janda setelah dibobol, tentu saja Asri tidak akan rela.“Mark!” Cantika berlari dan langsung melompat ke pelukan Mark.Tentu saja Mark terkejut dan menangkap C