Share

21

Penulis: Meisya Jasmine
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-16 17:34:12

Bagian 21

            Mobil Papa laju melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi. Membelah jalanan yang mulai sepi, sebab malam sudah semakin beranjak larut. Aku mencoba untuk tenang dan berpikiran positif. Mengenyahkan rasa was-was yang sempat hinggap. Ah, Papa pasti memiliki maksud yang baik. Begitu pikirku sepanjang jalan.

            Jika aku terus mencurigai orang lain, lantas siapa lagi yang patut dipercaya? Selamanya aku bakalan tak bertemu dengan orang yang baik kalau prasangkaku selalu buruk. Memang, hidup di dunia ini penuh dengan misteri dan teka teki. Menikah dengan seorang yang awalnya kuduga berbaik hati, mana pernah kuduga bakal akhirnya serumit ini. Namun, aku yakin pasti masih ada orang baik di sekitarku dan Papa adalah salah satunya.

            Kami akhirnya tiba di depan sebuah hot

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Petaka Lingerie Merah   22

    Bagian 22 “P-pa-pa!” Aku berteriak sekencang mungkin. “Huah!” Napasku tersengal-sengal. Mataku membuka selebar-lebarnya. Keringat bercucuran deras. Si*lan! Ternyata aku bermimpi buruk. Kulihat tubuhku. Masih berpakaian lengkap dengan kardigan dan kupluk yang Papa berikan tadi di parkiran. Kulihat ke arah jam di dinding. Pukul satu malam. Namun, semua mimpiku tadi terasa begitu sangat nyata. Bahkan, kini bulu kudukku merinding. Segera aku membongkar kresek yang Papa berikan dan menaburkan seluruh isinya di atas kasur. Mataku membeliak besar. Benar, ternyata tak ada satu pun buku maupun kartu yang kulihat. Mimpiku bagai nyata. Tungkaiku jadi lemas dan gemetar. Segera kus

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-16
  • Petaka Lingerie Merah   23

    Bagian 23 Aku langsung bergegas angkat kaki untuk kembali ke kamar 1202. Setibanya di dalam, bedcover dan sprei tadi kucampakkan ke atas kasur dengan sekenanya. Masih agak merinding, aku memaksakan diri untuk buru-buru melepas seluruh pakaian dan menyambar handuk yang berada di dalam lemari dekat pintu toilet. Dingin, pikirku. Masih terlalu pagi buat mandi. Namun, bagaimana lagi. Ucapan Papa seperti masih terngiang-ngiang di kepala. Bahaya. Bahaya apa? Aku masih meraba-raba. Sesungguhnya apakah ada yang sedang disembunyikan oleh Papa dariku? Buru-buru aku mandi dengan shower air hangat, padahal aku ingin sekali mencicipi berendam di dalam bathtub. Tidak waktu untuk itu, Gita. Aku harus segera menyelesaikan ritual bersih-bersih tubuh ini. Papa bilang waktuku cuma se

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-16
  • Petaka Lingerie Merah   24

    Bagian 24 “Pa, kita mau ke mana? Katanya mau pulang ke rumah orangtuaku?” Aku mencengkeram lengan Papa dengan erat. Kulepaskan kacamata dan topi kupluk yang sedari tadi terpasang di kepala serta wajah. Kupandangi Papa lekat-lekat dengan hati yang gamang. Mau dibawa ke mana diriku? “Kita butuh liburan beberapa hari sebelum menghadapi pemeriksaan polisi. Kamu tenanglah, Gita. Aku tidak membawamu ke mana-mana, kecuali ke tempat yang baik.” Namun, kali ini hatiku menolak. Ada perasaan tak enak yang tiba-tiba meliputi. Pasti ada yang tak beres dengan semua ini. Masalah foto dan buku tadi malam, apakah itu adalah … paspor dan KTP-el palsu? “Papa! Papa sudah mema

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-16
  • Petaka Lingerie Merah   25

    Bagian 25 Aku terus dirangkul Papa dengan cengkeraman tangan yang erat menunju pintu keluar nomor tiga lantai dua yang terhubung ke garbarata. Seorang penjaga wanita berhijab meminta tiket kami dan dia mengambil bagian yang harus disobek. “Jalan lebih cepat ya, Pak. Pesawat sudah menunggu,” katanya dengan terburu-buru. Papa pun semakin cepat melangkah dengan cengkeraman yang kuat ke lenganku. Tak ada orang lagi yang menuju pesawat, sebab kami adalah penumpang terakhir. “Papa! Lepaskan aku!” Aku masih berusaha untuk meringsek keluar dari cengkeramannya. Namun, tangan Papa begitu kuat untuk menahanku. Tubuhku terkesan diseret olehnya, sampai-sampai alas kaki yang kukenak

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-16
  • Petaka Lingerie Merah   26

    Bagian 26 Dalam hati aku terus berdoa pada Tuhan. Ya Tuhan, aku ingin bisa membuka mata. Tolong aku. Aku ingin melihat, di mana sekarang keberadaanku. Ajaib, seketika mataku mulai ringan untuk dibuka. Perlahan-lahan, kelopakku mulai terbuka sedikit demi sedikit. Silau cahaya lampu yang terang benderang, membuatku buru-buru menutup mata lagi. Terang sekali, pikirku. Sampai pening kala aku sesaat melihatnya. “Mas Irfan! Dia bangun! Anak ini tadi membuka matanya!” Suara perempuan itu berseru kencang. Nyaris membuat telingaku sakit sebab teriakannya yang sangat dekat tersebut. Suara langkah kaki yang seperti orang berlari, terdengar semakin mendekat ke sini. Terasa sensasi seperti ran

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-16
  • Petaka Lingerie Merah   27

    Bagian 27PoV Haris Masih sangat melekat di kepala bagaimana kenangan masa kecilku di sebuah panti asuhan yang merawat besalan hingga puluhan anak-anak tak berdosa yang telah ditinggalkan oleh orangtuanya. Ada yang tahu siapa nama kedua orangtuanya, ada pula yang tidak. Aku masuk ke golongan nomor dua. Sama sekali tidak tahu siapa kedua orangtua yang telah membuatku hadir ke dunia ini. Bu Salwa, penjaga panti yang masih kuingat namanya sampai sekarang. Dia yang paling baik. Ramah dan tidak pernah marah. Senakal apa pun kami, dia paling-paling hanya memasang wajah masam saja. Selebihnya diam. Dari beliau, aku tahu asal usulku. Aku masih sangat ingat. Waktu itu, di beranda panti yang dipenuhi anak-anak bermain, aku tengah di pangku olehnya. Usiaku masih empat

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-16
  • Petaka Lingerie Merah   28

    Bagian 28PoV Haris (Flashback masa lalu) Hari-hari kujalani di rumah besar itu dengan perasaan yang tak lagi segembira dan sebangga dulu. Menjadi anak tunggal dari orang kaya raya, tak lantas membuatku jadi anak yang bahagia. Sepulang sekolah, aku harus kucing-kucingan dengan Mama. Agar bisa segera masuk ke kamarku dan mengurung diri di sana. Namun, selalu saja ada cara bagi Mama untuk membuatku keluar kamar. Setelah keluar, apa yang akan dia lakukan? Semakin aku besar, semakin aneh juga tingkahnya. Banyak hal-hal tak senonoh yang belakangan dia lakukan dan tunjukkan kepadaku. Mulai dari menyuruhku berjaga di depan pintu kamarnya, sementara dia dan pasangan lesb**nnya bermain di dalam sana sekaligus mengeluarkan suara-suara yang semula sangat kubenci. Tak h

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-25
  • Petaka Lingerie Merah   29

    Bagian 29PoV HarisKedatangan Adik Baru Aku mulai terbiasa dengan hal-hal yang dulu kuanggap ganjil di rumah ini. Santai dan tak kujadikan beban pikiran. Masalah hal tabu itu, terus berlangsung sampai sekarang. Alih-alih stres dan depresi, aku jadi makin menikmati permainan yang disuguhkan secara cuma-cuma. Sudut pandangku pun makin berubah. Aku sama sekali tak menganggap penyimpangan yang dilakukan Mama dan Papa sebagai suatu masalah besar. Malah, kurasa kalau aku telah meniru mereka. Ternyata, menjadi keduanya itu sangat menyenangkan. Membuat pikiranku bahagia, ringan, dan tentu saja ketagihan. Papa pun semakin akrab denganku. Dia malah membelikan sebuah mobil saat aku naik kelas dua SMA. Sebuah mobil kijang berwarna silver yang sangat keren. Sampa

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-26

Bab terbaru

  • Petaka Lingerie Merah   56

    Bagian 56ENDINGSetahun Kemudian …. Atas saran dari Arman, akhirnya aku memang betul-betul mendapatkan advokat yang profesional. Bantuan dari tim pengacara Alfian dan rekan sangat membantuku selama proses persidangan kasus pembunuhan serta penculikan yang telah melibatkan Irfan CS. Sejak awal proses persidangan bahkan sampai ketuk palu, aku merasa begitu sangat beruntung sebab telah mengenal Alfian dan rekan. Bukan apa-apa, berkat merekalah, Irfan dan Amalia dapat dijerat hukuman penjara seumur hidup. Begitu pun dengan ketiga antek-antek mereka yang bernama Hasan, Bandi, dan Herlan. Ketiganya juga mendapat kado yang setali tiga uang. Kuharap kelimanya tak bakal mendapatkan remisi sedikit pun dan memang mati membusuk di atas lantai sel yang dingin. Dalam persidangan tuntutan harta milik mendiang Mas Haris, aku pun

  • Petaka Lingerie Merah   55

    Bagian 55PoV GitaKejelasan Semua Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat adegan demi adegan mengerikan yang dilakukan oleh tiga pembunuh bayaran tersebut. Luar biasa tak kuduga bahwa dua buah rumah di samping kiri dan kanan dari rumah milik orangtua angkat Mas Haris ternyata telah disewa selama beberapa bulan oleh Irfan. Kedua rumah itu secara diam-diam ditempati oleh sang pembunuh bayaran untuk mengintai kedatangan kami bertiga selama berbulan-bulan. Dan naasnya adalah siang Minggu itulah kami bertiga sekaligus datang ke rumah Irfan dan ketiga orang penjahat tersebut benar-benar telah menggunakan momentumnya untuk membunuh dua orang yang ternyata sudah sangat lama ingin dilenyapkan. Aku makin tercengan tatkala reka ulang adegan dilakukan di rumah yang pernah kudiami bersama Mas Haris dan Fitri. Dengan teganya, penjahat

  • Petaka Lingerie Merah   54

    Bagian 54PoV Author Hasan, Bandi, dan Herlan akhirnya berangkat juga ke rumah Haris dengan mengendarai mobil milik lelaki yang mereka bantai tersebut. Hasan yang mengendara. Sementara Herlan duduk di samping kemudi dan Bandi bertugas menjaga Haris yang masih bernapas di kursi penumpang. Dalam kondisi babak belur dan hampir meninggal, Haris nyatanya masih bertahan hingga mereka berempat tiba di depan kediamannya bersama sang adik sekaligus istri. Siang itu kondisi perumahan sepi. Tak tampak tetangga yang hilir mudik atau sekadar keluar rumah. Padahal, saat ini adalah hari Minggu. Mungkin orang-orang tengah menikmati liburan atau memilih berdiam diri di rumah sebab cuaca sedang panas-panasnya. “Cari kunci rumah ini!” perintah Hasan kepada Bandi.

  • Petaka Lingerie Merah   53

    Bagian 53PoV Author Usai memukuli Haris sampai sekarat, Hasan si tukang jagal berambut gondrong yang telah dibayar puluhan juta oleh Irfan tersebut segera merogoh saku celana milik anak angkat sang majikan. “Mau ngapain kamu?” Bandi, sang rekan sesama penjagal yang telah tinggal di rumah ini selama tiga bulan lamanya, bertanya dengan wajah yang sangat penasaran. “Berisik!” bentak Hasan dengan perasaan yang kurang senang. Tiga sekawan yang memutuskan untuk berkomplotan menjadi pembunuh bayaran itu memang baru dua kali mendapatkan orderan. Jadi, wajarlah sikapnya memang agak-agak kurang profesional begini. Modal nekat dan pengalaman menjambret serta membegal, tiga orang yang sama-sama pernah keluar masuk penjara itu sebenarnya bukan pe

  • Petaka Lingerie Merah   52

    Bagian 52PoV HarisHari Kematianku Gita tolol! Kesal benar aku dengannya sejak tadi malam. Penuh drama sekali perempuan itu. Membuat kepalaku berdenyut sebab pertengkarannya dengan Fitri. Ya, sejak kami menikah, Fitri memang pernah mengatakan bahwa dirinya sangat tak terima. Aku masih ingat benar ketika adik angkatku itu marah besar saat diberi tahu bahwa aku telah memilih Gita untuk menjadikannya istri. “Mas, kamu bohong! Bukankah kamu bilang kalau kamu akan menikahiku saat aku berusia 25 tahun? Kenapa kamu malah akan menikah dengan perawan tua seperti dia?” Sore saat aku meminta izin kepada Fitri untuk menikah pada tiga hari sebelum hari H, adikku tersebut langsung marah besar. Mukanya kecewa dan tampak begitu murka. Aku yang sebenarnya sangat sayang kepada Fitri, tapi tak pernah bisa bernafsu apalagi punya n

  • Petaka Lingerie Merah   51

    Bagian51PoV GitaReka Ulang Adegan Selesai melapor ke pihak kepolisian tanah air, aku akhirnya diperbolehkan untuk pulang dan beristirahat sejenak, sebelum besok diharuskan untuk menghadiri reka ulang adegan kembali. Hatiku yang semula sudah mulai tenang, kini gonjang ganjing lagi. Seharusnya, hari ini kami bisa pulang ke rumah orangtuaku bersama Jay. Namun, ternyata keadaan tak memungkinkan. Kami semua akhirnya memutuskan untuk menginap di sebuah homestay berupa sebuah rumah dengan pemandangan indah dan kolam renang bak vila-vila mahal. homestay tersebut memiliki total lima kamar. Yang mentraktir tentu saja Gity dan Arman. “Jay I’m so sorry. Sepertinya kita akan beberapa hari di sini. Kamu bisa bersabar, kan?” tanyaku pelan-pelan dengan berbahasa Indonesia, agar membiasakan pemuda tersebut.

  • Petaka Lingerie Merah   50

    Bagian 50PoV GitaMenuntaskan Semua “Tidak. Kami tidak pernah kenal orang dengan nama Wati,” kata Ibu sambil menatapku dalam. “Iya. Bapak juga tidak kenal.” Aku hampir down sendiri. Maka, akan semakin sulitlah pencarian ini. Kuperhatikan ke arah Jay. Lelaki itu sepertinya paham dengan ucapan kedua orangtuaku. Mukanya yang semula cerah, berubah jadi mendung. Kasihan dia. Lelaki itu pasti berpikir bahwa langkahnya akan sulit. “Be patient, Jay. Kita akan tetap cari sama-sama,” kataku sambil menepuk-nepuk pundaknya. Jay hanya bisa tersenyum lelaki berwajah oriental dengan matanya yang sipit tersebut menyunggingkan sebuah senyum tipis. Senyuman ya

  • Petaka Lingerie Merah   49

    Bagian 49PoV GitaPulang Bersama Jay Pagi-pagi sekali aku bangun bersama sosok Agni yang tak hentinya bersikap bak malaikat penjaga yang baik hati. Gadis itu benar-benar sangat welcome dan memberikan perhatian yang besar kepadaku, bagaikan kami ini adalah saudara yang sangat dekat. Dia bahkan memberikanku pakaian yang sangat bagus untuk penerbanganku hari ini bersama Jay dan pihak kepolisian RI yang menjemput kami. Dress selutut berwarna merah cerah dengan lengan panjang dan ikat pinggang kulit seukuran ibu jari itu sangat pas di tubuhku. Agni juga menata rambutku dengan cukup cantik. Dia memblownya dengan hair dryer dan roll rambut sehingga mempertegas ikal di rambut sebahuku. Wanita itu juga mempersilakan aku untuk berdandan menggunakan alat make up-nya. Aku benar-benar merasa begitu sangat tertolong dengan kehadiran sos

  • Petaka Lingerie Merah   48

    Bagian 48PoV HarisMenggertak Fadil Siang itu kafe Antariksa dihebohkan dengan kedatangan wanita yang kugadang-gadang sebagai calon istriku. Semua orang terlihat sangat antusias, kecuali Fadil. Lelaki itu sama sekali tidak bereaksi. Membuatku geram sekaligus penasaran. Apa mau dari pria tersebut? Perbincangan dengan Gita kunilai sangat membosankan. Pantas wanita itu lama sendiri. Dia adalah perempuan yang sangat membosankan. Tidak cukup asyik. Apalagi aku adalah tipikal pria yang sebenarnya dingin dan mudah kehabisan topik pembicaraan. Terlebih pikiranku masih saja dihantui bayang-bayang akan Fadil yang sedari tadi kuperhatikan terlihat sangat cuek bebek. “Mas Haris, masalah yang tadi … maksudnya apa, ya?” Gita tiba-tiba saja berta

DMCA.com Protection Status