Beberapa hari setelahnya David kembali bertemu dengan Erik dan Sandra. Pria itu tentu saja diundang oleh Erik yang ingin melakukan negosiasi."Saya hanya ingin membuat perjanjian dengan Anda, Pak Davidson." Erik mengeluarkan sebuah amplop besar. David hanya menatapnya sekilas."Saya tidak memerlukan perjanjian apa pun," jawab David dengan tegas.Erik menarik amplop tersebut kembali. "Tapi, Pak David. Masalah soal gosip istri Anda sudah selesai. Kami meminta maaf dan juga sudah membersihkan nama Anda berdua," paparnya."I-itu benar. Saya juga sudah menyesalinya. Dan kami sudah membayar kompensasi atas hal ini, Pak," cicit Sandra.David memilih diam. Padahal dia datang bukan untuk membahas soal gosip yang sempat tersebar mengenai istrinya. Namun melihat reaksi kedua orang di hadapannya membuatnya menahan diri dan memutuskan agar Lila saja yang membuat laporan tentang perebutan aset Mentari. Sebaiknya dia berpura-pura tidak tahu."Kami benar-benar meminta maaf, Pak Davidson." Erik menund
Tiara melihat keberadaan Lila. Sementara Lila berpura-pura tak melihatnya. Tiara tersenyum sinis menandakan ketidak sukaannya pada Lila. Tapi dia juga mengkhawatirkan jika Lila akan memberi tahu soal hubungannya dengan seorang pria tua.'Apa Mamah sengaja mengajakku makan siang supaya aku bertemu dengan Tiara? Mamah hanya ingin mengusirku,' pikir Lila."Gaes, aku mau ke kamar mandi dulu, ya?" ucap Tiara meminta izin pada teman-temannya."Oke," sahut tiga teman Tiara.Wanita cantik dan seksi itu segera berjalan mendekati Lila. Bukannya tak sengaja, namun Tiara berjalan mendekat bersamaan dengan seorang pelayan yang sedang membawa makanan dan minuman pesanan untuk pelanggan.Tiara berjalan semakin mendekat. Lalu saat dia sudah begitu dekat dengan Lila, dengan sengaja dirinya menyenggol sang pelayan dan pura-pura hampir jatuh."Awww!" pekik Tiara bersamaan dengan nampan yang terlempar menjatuhkan isinya.Dalam sekejap tubuh Lila tersiram dengan kuah panas. Gadis itu tentu saja terkejut.
Lila berjalan menuju ke kamar mandi. Sesuai dengan dugaan, Tiara juga mengekorinya. Lila berjalan lebih dulu memasuki kamar mandi yang terlihat sepi. Entah ke mana ibu mertuanya pergi."Heh, kamu!" sentak Tiara menarik bahu Lila dengan kasar.Lila kini menghadap Tiara. Model cantik itu menatap tajam ke arahnya."Denger, ya! Meski kamu istri David, akulah yang paling disayang oleh Tante Helena," ucapnya dengan angkuh."Tapi aku istri sahnya," jawab Lila dengan tenang. Gadis itu memilih berjalan menuju wastafel untuk membasahi lehernya yang masih terasa panas dan kini lengket karena terkena kuah."Dasar perempuan nggak tahu diri! Kamu itu cuma pembantu!" cela Tiara."Memang aku pembantu, tapi setidaknya aku tidak menjual diriku pada pria tua," jawab Lila yang masih mengusap pelan lehernya dengan air mengalir."Kau ... Ck!" Tiara berdecak kemudian menarik kerah kemeja Lila."Dengar, ya! Jangan berani-berani kamu bilang soal itu! Kamu cuma pembantu yang nggak tahu apa-apa. Lagi pula pria
"Tapi, Tante ... Dia hanya pembantu. Saya ... Saya akan memperbaiki sikap saya, Tante ...." pinta Tiara sembari menggenggam lengan Helena.Helena mengabaikannya dan beralih menatap sang menantu. Tatapan Helena tertuju pada pakaian Lila yang basah kuyup dan ada beberapa potongan sayur yang masih menempel."Kenapa kau bisa sampai sekotor ini?" tanya wanita itu.Lila mencoba membersihkan pakaiannya sendiri. "Ini kecelakaan, Mah," jawabnya sembari melirik ke arah Tiara."Ya sudah. Kita kembali saja dan lanjut makan sebelum David datang." Helena berjalan mendahului sang menantu.Lila pun memilih mengikutinya dari pada harus berhadapan dengan Tiara dan meladeni omongan wanita seksi itu."Huh! Sialan! Berengsek! Awas aja kalian!" umpat Tiara dengan menghentakkan kakinya.Lila dan Helena kembali duduk saling berhadapan. Tempat tersebut sudah kembali bersih dan tas mereka berdua aman pada tempatnya. Helena memilih kembali menyantap makanannya dan dia menatap sang menantu."Kamu mau makan apa l
Sebelum kembali ke kantor, David menepati ucapannya dengan membeli salep untuk luka bakar Lila. Pria itu segera kembali masuk ke dalam mobilnya menemui sang istri yang sudah menunggu."Pakai ini," ujar David dengan dingin."Makasih," sahut Lila sembari menerima salep tersebut.Pandangan mata David tertuju pada leher jenjang Lila yang memerah. Pria itu mendekat dan menyentuhnya perlahan."Kenapa kau pergi dengan Mamah sebelum aku memberikan izin padamu?" tanya pria itu dengan tatapan tajamnya.Tubuh Lila menegang. "Maaf ... Tapi Mamah bilang ....""Ya. Mamah sudah mengatakannya padaku kalau Mamah membawamu."Lila memilih diam. David mengusap lembut leher jenjangnya dengan ujung jari telunjuknya. "Setidaknya ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi!"David kembali duduk di depan kemudi lalu melajukan mobilnya pergi dari apotek. Sementara Lila membuka kembali kemeja yang dia kenakan untuk mengoleskan salep pada leher dan dadanya.Lila mulai menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. T
Malam itu Lila duduk bersantai di kamarnya sebelum tidur. Wanita muda itu sedang membaca artikel di internet mengenai kehamilan dan beberapa hal tentang ilmu parenting sebagai bekalnya nanti. Hingga tiba-tiba pintu kamarnya terbuka perlahan dan David muncul dengan menggenggam segelas susu di tangan kanannya.Lila menatap ke arah suaminya yang berjalan mendekat. Diletakkannya susu tersebut di atas meja kecil di sebelah ranjang Lila."Minum ini sampai habis!" titahnya dengan ekspresi dingin.Lila merasa keheranan. Mengapa suaminya malam-malam membuatkannya susu?"Cepat minum! Itu susu untuk ibu hamil. Kau harus meminumnya dan jangan membuat anakku kurang gizi!" tegas David lagi dengan tatapan mengancam.Lila menghela napas kemudian meletakkan ponselnya. Dia raih gelas berukuran kecil tersebut dan tanpa kata segera meminumnya.Perlahan-lahan susu putih itu diteguknya hingga tandas. David pun mengambil gelas tersebut dan menatap tajam wajah Lila."Terima kasih, Mas," ucap Lila dengan seny
Hari berikutnya Lila kembali merasakan mual. Terlebih jika dia menghirup aroma masakan yang terlalu kuat. Wajahnya pucat pasi dan tak mungkin baginya untuk pergi berangkat ke kantor."Aku izinkan kau cuti sampai rasa mualmu hilang," ucap David sebelum pria itu pergi meninggalkan sang istri di apartemen."Terima kasih," ucap Lila yang kini memilih duduk di ruang tengah sembari menikmati cokelat hangat buatan suaminya.Perhatian demi perhatian David berikan meski pria itu tetap saja bersikap kasar. Namun Lila menyadari ada sedikit kepedulian dari suaminya itu meski hanya pada bayi di dalam kandungannya."Pak David, ada kiriman makanan dari Nyonya Helena," ucap Farhan sembari membawakan dua kotak bekal untuk sang bos.David yang sedang sibuk berkutat dengan dokumen perkerjaan yang seharusnya dibantu oleh Lila menatap pada dua kotak bekal tersebut."Dari Mamah?" tanya David.Farhan mengangguk. "Iya, Pak. Saya permisi kalau begitu."Sang asisten segera keluar dari ruangan sang bos. Saat it
Setelah Lila berhasil melewati hari-hari pada awal usia kehamilan, wanita muda itu sudah kembali bekerja di perusahaan suaminya sebagai sekretaris. David pun sedikit mulai menjauh darinya dan bahkan tak menyentuhnya.Setiap malam David hanya melihat sejenak sang istri sebelum tidur. Lila sendiri merasa sedikit lebih tenang karena untuk sementara waktu David tidak akan memintanya sebagai pelayan ranjang."Itu pekerjaanmu yang sudah disusun oleh Farhan," papar David."Iya, Mas. Terima kasih, Mas Farhan," ucap Lila pada pria berkacamata persegi itu."Sama-sama, Nona." Farhan membalas dengan senyuman. Setidaknya dia senang karena sekretaris pribadi sang bos telah kembali dan pekerjaannya tidak akan terlalu banyak.Lila kini bekerja seperti biasa. Wanita muda itu tetap profesional dalam bekerja meski sedang hamil muda. Beruntung pekerjaannya tidaklah terlalu berat."Kau sudah membuat laporan untuk menuntut RH?" tanya David.Lila menghentikan kegiatannya. Wanita muda itu mendongak menatap w
Setelah mengetahui siapa yang membuat masalah dengannya, David tentu saja tak tinggal diam. Pria itu memanggil Tristan, orang yang pernah merebut mantan kekasihnya dulu dan berhasil menghancurkan rencana pernikahannya. Dia sendiri mengenal Tristan sebagai anak seorang pemilik perusahaan yang cukup terkenal.Setelah membuat jadwal dan undangan, akhirnya David bisa menemui Tristan. David segera pergi ke Singapura. Dua orang yang sudah lama tak berjumpa itu pun kembali saling berhadapan dengan atmosfer yang penuh dengan ketegangan."Jadi, apa maksud dari semua ini, Pak Tristan?" David langsung memberikan pertanyaan inti meski masih tetap mencoba bersikap sopan pada pria di hadapannya.Tristan melihat laporan yang ditunjukkan asisten kepercayaan David padanya. Kedua alisnya pun saling bertaut. "Saha memang tidak menyukai Anda, Pak David. Tapi saya tidak punya waktu untuk melakukan tindakan kotor seperti ini." Tristan mulai berkilah."Mohon jangan berkilah, Pak Tristan," tekan David menco
Lila menaikkan kedua alisnya. "Aku nggak bentak Mas David ....""Tapi terdengar begitu. Kenapa kamu menyuruhku mandi? Padahal aku capek, Sayang. Aku hanya ingin bermanja - manja denganmu dulu," ujar David dengan ekspresi sedihnya yang berubah menjadi kesal.Lila menatap heran suaminya yang salah sangka. Melihat pertengkaran kecil tersebut, Shiro memilih pergi. Sementara Lila masih menatap suaminya. Dia merasa takut jika David kembali bersikap kasar dan dingin seperti saat mereka masih menikah kontrak."Maaf ...." David menunduk. Pria itu merasa bersalah. Dia pun memeluk sang istri."Aku seharusnya tidak bersikap seperti ini. Maafkan aku, Sayang ...." sesalnya sembari mencium kening Lila dan memeluk lembut wanitanya itu.Lila menghela napas. Sepertinya memang David terlalu banyak pikiran. Wajar saja. Pria itu bekerja tanpa henti. Apa lagi David semakin sibuk selain ikut mengurus anak pertama mereka. Sebelumnya juga dia sering menghadapi masalah dan mungkin saja David sudah jengah."Aku
Keheningan itu membuat Farhan merasa tidak nyaman. Sang bos belum memberikan respon apa pun atas pengakuannya kerena teledor. Perlahan pria itu mendongak, memberanikan diri untuk menatap dan menghadapi sang atasan.David ternyata diam sembari menatap lurus ke arahnya. Ketegangan semakin bertambah saat kedua mata Farhan bertemu dengan iris kecokelatan Davidson."Kalau kamu memang merasa bersalah dan bertanggung jawab soal masalah ini, maka cari dan tangkap karyawan itu! Kamu harus menyerahkannya padaku dan cari tahu alasannya serta pada siapa dia 'menjual' rahasia perusahaan!" David berujar tegas dan dingin saat memberikan perintah.Farhan menelan ludahnya. Sudah lama sekali dia tak diperlakukan sedingin ini oleh sang bos. Namun dia harus tetap patuh."Baik, Pak.""Aku tidak akan memecatmu. Karena bagaimana pun juga kamu telah membantuku agar aku bisa tiba di rumah sakit tepat waktu," imbuh David sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerja.Farhan lagi - lagi terkejut at
Penyelidikan segera dilaksanakan. David memerintahkan anak buahnya terlebih dahulu sebelum melibatkan pihak luar. Apa lagi ini merupakan masalah internal yang memang harus diatasi oleh perusahaan.Di dalam perusahaan yang terlihat baik - baik saja dari luar, para petingginya sedang mencoba membereskan masalah yang ada. David bersama Farhan kini sedang memeriksa beberapa data yang sudah terlanjur tersebar dan sedang mencoba menghentikannya.Farhan sendiri sudah mendapatkan rekaman CCTV yang dia butuhkan. Kini pria itu memeriksa rekaman yang ada. Beberapa video dari beberapa sudut telah dia periksa. Namun tak ada yang mencurigakan. Hingga dia menemukan video di mana saat dirinya sebelum mengantarkan sang bos menuju ke rumah sakit untuk mendampingi sang istri yang melahirkan."I-ini ...." Farhan bergumam sembari membetulkan kacamatanya.Kedua alis pria itu saling bertaut. Kini memorinya tertuju pada saat dia menyerahkan hasil rapat pada salah satu karyawan pria yang dia mintai tolong unt
Farhan menarik napas sebelum menjawab. "Maaf, Pak David. Tapi data itu telah bocor."David membulatkan kedua matanya. "Apa?! Bagaimana bisa?" tanya pria itu dengan ekspresi kaget dan tak percaya.Lila pun mendongak menatap heran ke arah suaminya. Terlihat jelas bahwa David sedang terkejut."Maaf, Pak David. Saya dan juga Cindy sedang menyelidikinya. Kami sedang mencari tahu bagaimana data itu sampai bocor," jawab Farhan terdengar ketakutan.David menghela napas kasar. Pria itu kemudian duduk di samping sang istri, tepatnya pada salah satu sisi tempat tidur. Tangan kanannya menggenggam ponsel, sementara tangan kirinya menyugar rambutnya."Kalau begitu teruslah selidiki. Aku akan segera ke kantor," ucap David kemudian sembari menutup panggilan telepon.Pria itu kini menunduk. Lila yang merasa khawatir segera mendekati suaminya dan meraih lengan kekar pria itu dengan lembut."Mas ... Ada apa?" tanya wanita itu khawatir. Melihat dari respon suaminya, dia menduga adanya masalah yang sedang
Malam itu suhu cukup panas. Bayi mungil David dan Lila mulai rewel karena kegerahan. Beruntung sang ayah dengan sigap menyetel suhu dalam ruangan tersebut agar putranya kembali nyaman."Ternyata dia merasa kegerahan juga," ucap David yang kini berjalan mendekati istri dan anaknya."Iya, Mas. Sekarang cukup sejuk," sahut Lila.Bayi mungilnya masih menangis. Lalu segera saja Lila memberikan ASI padanya. Dan ternyata tak hanya kegerahan saja, bayi kecil itu juga meredakan haus dan lapar."Ternyata lapar juga Adek, ya?" Lila bertanya dengan lembut seolah sedang bertanya langsung pada putranya.David duduk di samping Lila yang sedang menyusui putranya. Tatapan pria itu tertuju pada payudara Lila yang terlihat padat dan berisi. Kini dia menelan ludahnya seolah ikut merasakan kehausan."Kenapa lihatinnya kaya gitu, Mas?" tanya Lila menatap curiga pada suaminya.David tersenyum penuh arti. Pria itu kemudian beralih menatap wajah cantik istrinya."Aku hanya penasaran bagaimana rasanya," gumam
Sehari setelahnya, Lila diperbolehkan pulang. Wanita cantik itu pun berjalan dengan menggendong putranya yang tampan dan menggemaskan."Biarkan Mamah yang gendong. Kamu jalan aja duluan sama David," ujar Helena sembari mengulurkan kedua tangannya."Nggak papa, Mah?" tanya Lila merasa tak enak hati karena membiarkan ibu mertuanya yang menggendong bayinya."Nggak papa. Kamu jalan duluan aja. Mamah juga pengen gendong cucu Mamah," jawab Helena dengan senyuman senang dan terlihat jelas bahwa wanita itu tidak sabar ingin menggendong cucunya untuk pertama kali."Baiklah, Mah. Makasih, ya," ucap Lila sembari menyerahkan putranya pada sang ibu mertua.Lila pun berjalan dengan dituntun oleh suaminya. David begitu protektif pada sang istri yang baru saja melahirkan. Sementara di belakangnya ada ibu beserta salah satu asisten rumah tangga yang membantu membawakan barang - barang mereka.Selama dalam perjalanan pulang, putra kecil David tertidur lelap di pangkuan Lila. Terlihat jelas bahwa bayi m
Semua orang yang datang ikut menatap ke arah bayi yang baru saja lahir itu. Mereka ikut penasaran karena David dan Lila tak juga memberi tahu mereka soal jenis kelamin bayinya.Lila pun melirik sang suami. Terlihat David yang sedang tersenyum karena rasa penasaran dari ibunya. Mungkin menurutnya seru merahasiakan jenis kelamin anaknya pada keluarganya sendiri, bahkan sejak kehamilan Lila yang semakin besar."Coba Mamah perhatikan dia laki - laki atau perempuan?" tanya David sengaja ingin menbuat ibunya menebak."Kok gitu? Mamah penasaran, loh. Lila juga nggak mau kasih tahu Mamah pas hamil," protes Helena."Sudahlah, Mah. Nanti kita juga akan tahu sendiri," ucap Norman sembari mengusap lembut bahu istrinya."Tapi Mamah penasaran, Pah. Mamah kan pengen manggil ganteng apa cantik gitu," protes Helena lagi. Terlihat jelas bahwa wanita itu akan sangat menyayangi cucunya."Mas David, kita kasih tahu Mamah saja kenapa, sih? Yang lainnya juga penasaran, tuh," ucap Lila ikut membujuk suaminya
Peluh mulai membasahi dahi Lilara. Dengan sigap dan sabar David mengelapnya dengan sapu tangannya. Tak lupa pria itu terus berdoa di dalam hati agar persalinan sang istri berjalan dengan lancar.Saat ini dia semakin menyadari bahwa wanita hebatnya juga sedang berjuang untuk melahirkan anak pertama mereka. Wajah Lila yang terlihat pucat, menunjukkan bahwa wanita itu merasakan kesakitan. Jujur saja sebagai suami, David tentu merasa tak tega saat melihat kesakitan istrinya."Ughhhh." Lila kembali mengejan sesuai dengan instruksi Dokter Nimas. Tangan kanannya menggenggam erat tangan David yang duduk di sampingnya.'Kamu pasti bisa, Sayang,' bisiknya dalam hati.Lila kembali mengejan lagi. Karena pembukaan sudah lengkap, maka wanita itu siap untuk melahirkan anaknya. Suasana di dalam ruangan begitu menegangkan. Apa lagi David terus saja merasakan desiran tak mengenakkan sehingga dia terus saja berdoa untuk keselamatan anak dan istrinya. Sebagai pria yang sudah sangat mencintai mantan pemb