Share

Suka Jajan

last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-09 22:32:16

“Iya, kita bisa berteman. Aku janji, aku nggak akan membawa perasaan dalam pertemanan kita.” Ibra mengulurkan satu jari kelingkingnya. Seperti anak kecil saja.

Aku mengerutkan dahi. Pasalnya tidak ada pertemanan yang abadi antara lelaki dan perempuan dewasa. Apalagi aku sudah mengetahui jika dia menyimpan perasaan kepadaku. Bagaimana ini?

Belum sempat aku menjawab, dia sudah memegang tanganku dan menautkan jari kelingking kami.

“Sekarang kita berteman.”

Aku bingung harus menjawab apa. Aku bahkan belum menyetujuinya. Dia mengambil kesimpulan sendiri.

“Nanti sore aku anterin pulang, ya, Fa. Kita ‘kan berteman.”

“Maaf, aku nggak bisa. Aku udah pesan ojol.”

“Kamu lucu. Pulangnya masih nanti sore dan sudah pesan ojol?” Dia tersenyum hambar.

“Kamu tahu sendiri, kan, gimana galaknya Ayah. Aku gak berani diantar teman lelaki. Bisa digorok kalau sampai ketahuan.”

“Aku jadi penasaran dengan Ayah kamu.”

“Gak usah penasaran, nanti bisa kebawa mimpi. Gak lucu dong laki mimpiin laki juga, ha ha ha.”

Sebenarnya Ibra pria yang baik. Aku sering melihatnya salat ketika jam istirahat siang. Begitu juga ketika sore hari, dia salat Asar dulu sebelum pulang. Bacaan ngajinya juga fasih. Aku sempat terpesona olehnya, tetapi kehadiran Thalita membuatku mundur.

Jika jodoh adalah cerminan diri, aku yakin 100% kami bukan jodoh. Dia terlalu baik untukku. Bertolak belakang denganku yang selengekan.

“Balik ke kelas, yuk! Bentar lagi jam terakhir dimulai,

Setelah mata kuliah terakhir, aku harus menemui Pak Arfan. Masih ada satu masalah yang harus kuselesaikan. Aku bisa dikeluarkan dari KK jika terlambat pulang.

Suasana di luar cukup ramai, bisa dipastikan aku tidak akan berduaan dengan dosen itu. Aku merasa sedikit lega.

Pintu ruangan dosen terbuka, aku masuk setelah mengucapkan salam dan meminta izin bertemu Pak Arfan. Aku segera menuju ke meja tempat kami bertemu tadi siang. Sepertinya dia bukan dosen baru, nyatanya dosen di sini sudah mengenalinya.

Astaga ...! Aku memekik melihat adegan di depanku.

Aku segera memalingkan wajah, mataku bisa ternodai. Tidak sepantasnya aku melihatnya. Dua anak manusia dalam satu ruangan, dan dosen itu tidak memakai baju. Baru kali ini aku melihat aurat lelaki selain Ayah dan adik lelakiku. Ada yang menggelitik di hati, bulu kudukku meremang.

Meja yang tadinya rapi menjadi berantakan. Buku berjatuhan di lantai, botol air mineral berceceran. Sungguh kotor dan penuh sampah.

Aku hendak keluar, tetapi tanpa sengaja menabrak seseorang saat aku berbalik.

Grompyang!

Barang bawaan Bu Tika jatuh semua di lantai. Sebuah plastik warna putih bergambar minimarket sobek. Isinya keluar dan berceceran di lantai. Aku membantu membersihkannya.

Ada beberapa obat masuk angin, minuman kaleng untuk mengobati sakit tenggorokan, snack dan camilan. Ternyata Bu Tika suka jajan.

“Maaf, Bu Tika, saya tidak sengaja.” Dua orang lelaki yang sedari tadi mengacuhkanku langsung terperanjat. Pak Arfan langsung mengambil bajunya yang tergeletak di meja.

“Kamu ngapain ke sini, Fa?” tanya Pak Lucky sambil menutup botol berwarna hijau

“Eh, anu ... itu, Pak. Saya dipanggil sama Pak Arfan.”

“Oh, iya. Silakan masuk! Maaf saya lupa,” ucap Pak Arfan sambil mengancingkan baju.

Ya Allah, aku datang di saat yang tidak tepat. Hampir saja aku khilaf melihat roti sobek Pak Arfan. Sepertinya aku harus ganti kacamata hitam.

“Aku balik dulu sama Tika, ya, Fan. Ini aku kembalikan milikmu.” Pak Lucky menyerahkan sebuah koin emas dan botol minyak telon berwarna hijau.

“Makasih udah dikerokin, lumayan udah lega.”

“Ini obat tolak anginnya jangan lupa diminum. Segera pulang sebelum hujan. Mendadak mendung, nih!” ucap Bu Tika sambil menggandeng mesra tangan Pak Lucky.

“Makasih, ya! Kalian juga buruan nikah. Gak baik kelamaan pacaran.”

Uwuw ... Ada gosip baru, nih. Ternyata mereka pacaran. Bakal seru kalau sampai anak-anak tahu. Mereka selama ini tidak pernah terlihat bersama, tetapi di ruang dosen sudah terang-terangan pegangan tangan. Mataku melihatnya tanpa berkedip hingga mereka lenyap di balik pintu.

“Udah selesai lihatnya?”

“Ya Allah! Bapak ngagetin aja.” Sangking kagetnya, aku menabok punggung Pak Arfan. Entah sejak kapan dia berdiri di sampingku.

“Aduh, duh, duh! Sakit, nih, punggungku habis kerokan. Kamu mau hukumanmu kutambah?”

“Ampun, Pak. Maaf! Saya tidak sengaja!”

“Mau hujan, buruan bantu saya beresin ruangan Pak Bumi. Saya bisa dipecat nanti.”

“What?”

“Yah, hukuman kamu bantuin saya beresin ruangan ini. Habis itu kamu boleh pulang.”

Ternyata Pak Bumi adalah seorang Rektor di kampus ini. Namun beliau jarang sekali berangkat. Ruangannya full AC dan nyaman, tetapi sayang ruangan ini bak kapal pecah karena ulah dosen yang tidak bertanggung jawab.

“Kenapa Bapak bisa berada di ruangan rektor? Saya curiga sama Bapak.”

“Curiga apa? Nih saya dapat pesan disuruh ambil dokumen Pak Bumi. Makanya berantakan.”

Dia menyodorkan ponselnya di depanku. Sebuah pesan dari ‘Pak Rektor'.

Alhamdulillah, aku bernapas lega. Ternyata hukumannya cukup ringan. Aku akan melakukannya dengan cepat karena sudah terbiasa membantu Ibu membersihkan rumah.

Aku mulai membereskan buku-buku di meja, kemudian menyapu dan membuang sampah pada tempatnya.

“Saya sudah selesai, Pak. Boleh saya pulang?”

“Silakan. Makasih, ya, ingat jangan ulangi kesalahan yang sama!”

Waktu menunjukkan pukul 4 sore. Aku mulai kesulitan mencari angkutan. Kampus sudah sepi, tinggal beberapa dosen dan mahasiswa semester akhir yang masih di kampus. Aku tidak mengenal mereka sama sekali. Nindi sudah pulang, biasanya dia yang selalu mengantarkanku.

Aku mulai resah karena gerimis mulai turun, tidak ada payung ataupun jas hujan. Aku segera berteduh di halte agar bajuku tidak basah. Ribet sekali memakai gamis, bahaya jika terkena angin bisa terbang. Aku menyesal karena harus berbohong kepada Ibra dan menolak tawaran pulang bareng.

Sepertinya aku harus membeli motor sendiri. Gajiku sebagai penjaga toko tidak cukup untuk membeli motor, aku harus cari sampingan supaya bisa mendapatkan uang tambahan. Namun bagaimana caranya?

Sebuah angkutan berhenti di depan halte. Beberapa mahasiswa langsung berebut masuk. Aku kalah cepat karena terlalu banyak melamun.

“Maaf, udah penuh, Neng.” Kulihat memang penumpangnya sudah penuh dan berdesakan. Akhirnya aju kembali duduk di halte.

Berkali kulihat jam di ponsel, tetapi sepertinya tidak ada tanda-tanda angkutan datang. Seorang wanita di sebelahku akhirnya memesan ojol. Kulihat uang di dalam dompetku, isinya tinggal 5 lembar uang gambar orang membawa piring. Mana cukup buat ngojek?

Tidak lama kemudian datang dua lelaki yang turun dari truk. Sepertinya mereka bukan orang baik. Bagaimana ini? Oh Tuhan, selamatkan aku ....

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Isabella
pak ojol yg bantu
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Semoga ada orang yg bisa bantu Syifa......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pesona Babang Ojol    Sekarat

    Cuaca semakin buruk, angin berembus kencang dan hujan semakin deras. Tinggal aku sendiri di tempat ini hingga sebuah truk besar berhenti di dekat halte. Tidak lama kemudian datang dua lelaki yang turun dari truk. Mereka memakai baju hitam dan penutup muka. Hanya terlihat matanya saja. Sepertinya mereka bukan orang baik. Bagaimana ini? Oh Tuhan, selamatkan aku.Mereka berjalan mendekat hingga membuatku sangat panik. Bagaimana kalau aku diculik, diperkosa lalu dibuang ke waduk Logung? Ya Allah, ampunilah segala dosaku. Salah satu di antara mereka membawa senjata tajam. Jantungku berdebar, tetapi bukan jatuh cinta.“Berteduh, Neng? Mau Abang anterin, nggak?” tanya lelaki yang membawa senjata. Dia berjalan pelan menuju ke arahku.“I–iya, Bang. Eh, nggak usah. Makasih tawarannya.” Cuacanya sangat dingin, tetapi tubuhku terasa panas. Keringat bercucuran di keningku. Aku menggeser tubuhku kala lelaki yang satunya mulai mendekat. “Jangan jauh-jauh, Neng! Nanti jatuh. Di sana licin.” Tatapa

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-09
  • Pesona Babang Ojol    Pesugihan

    Sebuah motor berhenti di depan gerobak bakso. Motor itu tidak asing bagiku. Apalagi suara itu, aku sangat hafal.“Eh, Mas Arfan. Ini Mas ada cewek udah makan nggak mau bayar.”Dia lagi, bukankah masih banyak manusia di bumi ini? Kenapa hanya dia yang selalu Engkau pertemukan denganku? Seharusnya Mas Aldebaran saja yang datang, biar dicari Andin.“Aku udah bayar, ya. Kurang dua ribu doang.”“Tetep aja kurang, Neng.”“Biar saya yang bayar, Bang. Sekalian bungkusin 2 bakso kayak biasanya, ya!”“Siap, Mas Arfan. Tunggu sebentar, ya.”Dia turun dari motor dan duduk di kursi plastik berhadapan denganku. Aku segera menggeser kursi, tidak enak rasanya berhadapan dengan lelaki yang sudah beristri, apalagi dia dosenku. “Kenapa mundur?” tanyanya dengan senyum manis. “Jangan dekat-dekat, Pak.” Aku bisa diabetes jika dia selalu tersenyum seperti itu. Besok aku harus pergi ke dokter untuk memeriksa kadar gula darah.“Kita sedang tidak di kampus, jangan panggil ‘Pak’ nanti aku dikira Bapakmu. Gak

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-16
  • Pesona Babang Ojol    Jodoh Kali

    Aku memang pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Namun, karena kesibukan, aku menguburnya dalam-dalam. Aku mulai menulis dengan hal-hal receh di buku diary. Menulis nota pembayaran, status galau habis putus sama pacar di pesbuk dan di aplikasi berlogo gambar burung warna biru. Namun, semua berubah setelah negara api menyerang. Aku harus bekerja membantu Ayah menghidupi adik-adikku. Ibu meninggal 12 tahun yang lalu setelah melahirkan Faiha. “Ditanya bukannya jawab malah melamun.” Pak Arfan mebcibir. Aku tersadar dari lamunan. Mengapa dia kepo sekali? Aku jadi penasaran siapa penulis favoritnya. “Eh, maaf, Pak. Aku suka banget sama author Fan'z, dia itu kalau nulis bisa bikin pembaca ketawa-ketawa sendiri.” “Oh, ya? Kok sama, jangan-jangan kita jodoh,” ucapnya dengan mata berbinar. Heh, apa hubungannya dengan jodoh? Dia terlau mengada-ada. “Nggak ada hubungannya kali, Pak. Kalaupun aku disuruh memilih, mending milih author Fan'z daripada Bapak.” Dia tertawa tertawa hingga dere

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17
  • Pesona Babang Ojol    Makam

    Matahari mungkin sudah terbenam, tetapi tidak ada bedanya sama sekali karena sedari tadi mendung setelah hujan. Tidak ada pelangi di matamu, apalagi di langit. Di parkiran makam ini hanya ada tiga kendaraan terparkir. Dua sepeda motor dan sebuah sepeda onthel. Aku duduk di atas motor butut milik Pak Arfan. Unik juga dia. Di saat anak-anak muda bergaya dengan motor gede seperti di tipi-tipi, dia cukup dengan motor astrea hijau. Namun motor ini begitu terawat, masih kinclong warnanya.Bunga kamboja warna putih menghiasi kuburan, harum semerbak menyeruak ke dalam hidung. Membuatku bersin-bersin karena alergi, ditambah dengan dinginnya udara sore ini . Untung saja aku memakai khimar sehingga tidak membuatku menggigil, ternyata ada gunanya juga pakaian ini.Kulihat sosok lelaki dari arah makam menghampiri. Dia membawa cangkul dan karung. Mungkinkah dia penjaga kuburan? Namun, apa yang dia bawa di dalam karung? Oh tidak! Jangan-jangan kepala Pak Arfan di dalamnya. “Astaghfirullah .... Bis

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17
  • Pesona Babang Ojol    Kunci

    Emang dasar Pak Arfan. Bisa-bisanya dia lupa naruh kunci motor. Ini ‘kan kuburan. Malam minggu bukannya kencan di kafe malah di makam. Aku jadi merinding. “Duh, kuncinya di mana, ya? Jangan-jangan jatuh di kuburan. Aku balik sebentar, ya!” Belum sempat dia berbalik, seorang gadis cantik memakai hijab putih datang bersama lelaki paruh baya. Mereka berjalan ke arah kami, sepertinya motor di sebelah kami ini milik mereka.“Makasih, ya, Mas, sudah mau direpotkan sama saya. Ini tadi kunci motornya jatuh,” ucap bapak-bapak tersebut sambil menyerahkan sebuah kunci dengan gantungan daun sirih.Norak sekali Pak Arfan. Gantungan kuncinya daun sirih. Penampilannya kece badai ala anak muda zaman now, sayang seleranya begitu. Aku ingin tertawa, tetapi takut dosa. “Alhamdulillah, ternyata masih rezeki saya. Makasih, ya, Pak.”“Sama-sama, ini siapa, Mas? Adiknya, ya?” tanya lelaki yang rambutnya sudah ditumbuhi uban itu. Pak Arfan melirikku sebentar. Rasanya aku ingin menyanyi jika bukan di maka

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17
  • Pesona Babang Ojol    Nyangkut

    Sayup terdengar suara azan Maghrib, tetapi kami masih di jalan. Tidak biasanya aku pulang petang karena takut ayah marah. Motor melaju dengan kecepatan sedang. Mungkin dia takut kupeluk jika ngebut. Padahal aku sudah ingin segera sampai rumah.“Kita ke masjid dulu, ya!” ajak Pak Arfan.“Mau ngapain?”“Salat dulu. Lebih baik berhenti dulu saat azan Maghrib berkumandang.” Wih, ternyata dia bisa ceramah. Multi talenta sepertinya.“Rumahku sudah dekat, Pak. Pertigaan depan belok ke kiri.”“Memangnya ayahmu memperbolehkan lelaki datang ke rumah?”“Boleh, Pak. Apalagi kalau borong jualan ayah saya.”“Katanya tadi gratis buat saya?” Dih, ternyata dia suka pamrih. “Iya deh, nanti saya kasih bubur gratis buat Bapak. Azannya sudah selesai, jalan lagi, yuk, Pak.”Setelah hari ini aku usahakan tidak akan terlambat kuliah. Bertemu dengannya membuatku sial. Entah sudah berapa kali aku mengalaminya hari ini.“Udah gak sabar, ya, pingin segera kulamar?” Dia terkekeh geli.Plak! Aku memukul pungungny

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17
  • Pesona Babang Ojol    Ayah

    Langit sudah gelap, sudah tidak terdengar lagi suara azan. Gamisku sudah terlepas dari rantai berkat cutter Pak Arfan. Sekarang aku sudah mirip wewe gembel. Bajuku compang-camping tidak karuan. Bolong-bolong sampai lutut seperti style trio macan. “Gamis trend masa kini,” ucap Pak Arfan setelah gamisku terlepas. Dia tertawa hingga memegangi perut.Bukannya merasa bersalah malah diketawain. Untung aku bukan ukhty hijabers ala pondok pesantren. Aku sudah terbiasa memakai baju terbuka. (Baca bab 4.)“Aku mau jalan kaki aja, sudah dekat. Aku gak mau bayar! Ojolnya sedang oleng.” Aku berjalan kaki meninggalkannya sendiri. Kenapa dia gak ngejar, sih? Kan masih jauh. Sudah lemas lututku, seharian ini terasa begitu melelahkan. Rasanya aku ingin segera sampai rumah dan memeluk guling. Aku berhenti sejenak dan menengok ke belakang. Kulihat dia mengacak-acak rambutnya. Ada apa dengannya? Ah, masa bodoh. Aku berbalik mengabaikannya.“Syifa, tunggu!” ucapnya berteriak. Yes, sepertinya dia mau a

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-18
  • Pesona Babang Ojol    Adegan Romantis

    Mampus aku. Aku berhenti di tengah pintu kemudian berbalik menghadapnya. “Saya ambilkan bubur lagi, ya, Pak.” Aku tersenyum manis, sangat manis hingga bisa membuat readers diabetes. “Saya sudah kenyang! Ambilkan baju ganti. Kemeja saya jadi kotor semua.” Dia membersihkan sisa bubur di bajunya. Aku segera pergi ke kamar Ilham untuk mengambil baju. Oh iya, lupa. Aku menepuk jidatku. Ilham ‘kan baru kelas 1 SMA, pasti tidak muat. Akhirnya aku mengambil kaos oblong milikku. Aku memiliki banyak kaos berukuran besar karena tidak suka memakai baju ketat. Saat aku keluar, Pak Arfan sudah melepas kemejanya. Oh tidak! Mataku ternodai lagi. Ingin berpaling tapi sayang.“Maaf, Pak, bajunya biar nanti saya yang nyuci.” Aku menyerahkan kaos berwarna ungu kepadanya. Dia tidak lekas menerima kaosku. “Tidak ada warna lain? Terlalu girly.” “Warna pink, mau?”“Baiklah, yang ini saja.” Dia menerima kaos yang kuberikan. Namun nahas, aku terpeleset bubur yang tercecer di lantai. Pak Arfan menerima

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-18

Bab terbaru

  • Pesona Babang Ojol    TAMAT

    Kehidupan berumah tangga di awal pernikahan memang selalu manis. Apalagi bagi kami yang selama ini tidak pernah pacaran. Namun, semuanya berubah saat negara api menyerang. Tidak hanya orang tua, tetangga, bahkan mahasiswa di kampus menggunjing karena aku tidak hamil-hamil. Padahal kami sudah berusaha semaksimal mungkin sampai Ayah membelikan ramuan Jawa yang katanya sangat ampuh. Bukannya manjur, aku dan suamiku malah masuk rumah sakit. Kami mengalami diare sampai dehidrasi. Katanya suami dan istri harus sama-sama meminum jamu supaya subur. Kami sudah cek ke dokter dan tidak ada masalah serius padaku maupun suamiku. Kami sama-sama sehat, mungkin memang belum rezekinya. “Maafin Ayah, ya, Fa. Tidak ada niat sedikit pun untuk mencelakai kalian,” ujar Ayah sambil menciumi tanganku. “Tidak apa-apa, Pak. Namanya juga usaha,” jawab Mas Arfan dengan senyuman yang setengah dipaksakan. Sudah lima bulan kami menikah dan belum ada tanda-tanda hamil. Mungkin benar kata Mas Arfan jika aku harus

  • Pesona Babang Ojol    Bonus

    Satu minggu setelah menikah, aku menemukan fakta baru. Ternyata suamiku orang kaya raya. Ayah hampir jantungan mengetahui semua fakta yang Pak Arfan ungkapkan. “Kenapa kamu nggak jujur dari awal, Nak?” tanya Ayah setelah kami pulang dari hotel. Baru dua hari kami menikah, aku kedatangan tamu bulanan. Pak Arfan kecewa karena kami gagal bulan madu ke Yogyakarta. Akhirnya dia memintaku tinggal di hotel selama satu minggu sebelum pulang ke rumah Pak Shaka, orang tuanya. “Kalau saya jujur dari awal, Syifa pasti langsung mau nikah sama saya,” jawabnya penuh percaya diri. Dengan kesal kucubit pinggangnya. Semenjak kami menikah, aku semakin dekat dengannya, tetapi tetap saja tidak bisa berhenti memanggilnya “Pak”.Ternyata dia lelaki yang sangat baik. Dia mau menerimaku apa adanya meski aku bukanlah wanita yang sempurna. Dia mau membimbing dan mengajarkan banyak hal yang selama ini tidak aku ketahui. Namun, sampai sekarang aku belum tahu apa alasannya merahasiakan identitasnya dari

  • Pesona Babang Ojol    Malam Pertama

    Aku kembali ke kamar setelah tidak ada seorang pun tamu. Lelah sekali rasanya berdiri seharian. Pak Shaka dan Mama sudah pulang setelah Ayah pergi. Gedung untuk acara resepsi pun sudah dibersihkan. “Fa, aku mandi dulu. Kamu mau ikut?” tanya Pak Arfan sambil mengerlingkan mata.Pak Arfan benar-benar meresahkan. belum apa-apa saja sudah membuat jantungku ingin lepas dari tempatnya.“Enggak, nanti yang ada enggak jadi mandi.” “Nggak jadi mandi? Terus ngapain?” tanya suamiku sambil berjalan mendekat ke arahku. Aku harus jawab apa? Duh, nih mulut kenapa asal jawab. “Ngapain, ya? Aku enggak tahu. Masih polos.”“Sini aku ajarin!” Heh? Aku melotot dibuatnya. Sejak kapan Pak Arfan jadi sevulgar itu?“Aku bercanda. Kamu jangan omes!” Dia tertawa hingga tubuhnya terguncang. Dengan kesal aku melempar bantal ke arahnya. Namun dia kabur, menyebalkan sekali.Kulepaskan hijab dan aksesorisnya yang terasa berat di kepala. Aku membersihkan sisa make up dengan milk cleanser dan face tonic. Wajahku t

  • Pesona Babang Ojol    Malam Pengantin

    Kami berjalan bergandengan menuju kamar, rasanya lututku lemas. Kuremas kuat tangan suamiku untuk mengurangi rasa gugup. “Mau kugendong?”Aku membelalakkan mata. Tidak menyangka dia tahu isi hatiku. Aku mengangguk pasrah, daripada pingsan. Dia membopongku ala bridal style. Bukan seperti mengangkat karung beras. Aku menenggelamkan muka ke dadanya. Pipiku pasti sudah sangat merah. “Ternyata kamu tambah berat.”What?Setelah sampai di kamar, Pak Arfan merebahkanku di kasur. Dia menatapku cukup lama hingga membuatku berpaling. Ya Allah, kami sudah halal, beginikah rasanya berduaan dengan laki-laki di dalam kamar? Jantungku berdebar tidak karuan, ada rasa yang menggelitik di hati. Ingin rasanya aku—“Kamu mikirin apa sampai senyum-senyum begitu?” Aku tersadar dari lamunan. “Enggak, aku cuma—“Suamiku masih dengan posisi yang sama, masih menatapku dalam. Kemudian semakin mengikis jarak di antara kami. “Bolehkan aku melakukannya lagi?”“Melakukan apa?” Pertanyaannya sangat ambigu. “Kiss,”

  • Pesona Babang Ojol    Alhamdulillah, Sah!

    Terdengar berisik suara gedoran pintu kamarku. Siapa, sih, pagi buta begini gangguin orang saja. Aku menarik selimut hingga menutup kepala. Kulihat Faiha masih tertidur pulas. Namun, beberapa saat kemudian suara Bulik terdengar melengking dari luar jendela. “Syifa! Kamu jadi nikah apa enggak, sih? Periasnya sudah datang,” teriak bulik sambil menggedor-gedor jendela kamar. Astaga, aku terperanjat dan segera mengecek ponsel. Tanggal 10 Oktober 2021. Ya Allah, hari ini aku akan melepas masa remaja. Waktu menunjukkan pukul setengah lima pagi. Gasik sekali datangnya. Aku harus segera mandi dan salat Subuh. “Iya Bulek, aku keluar.” Aku segera bangun dan turun dari tempat tidur. Namun nahas, kakiku semutan sehingga membuatku jatuh terjungkal. Aku tergeletak di lantai. Kakiku mati rasa, aku harus menunggunya hingga kembali pulih. Ya Allah, gini amat punya adik syemok. Kaki Faiha menindih kakiku hingga membuatnya kesemutan.Aku segera membangunkan Faiha dan mengajaknya salat, tetapi dia tid

  • Pesona Babang Ojol    Nggak jadi, deh!

    Setelah kepergian kedua adikku, aku pergi ke dapur untuk membuat kopi. Biasanya aku menyiapkan kopi untuk ayah. Namun, langkahku terhenti kala melihat pakde dan paklik menghadangku di depan pintu dapur.Mau apa mereka? Ayah tidak ada di rumah, bude dan bulik belum juga datang. Ya Allah, selamatkanlah aku. “Kamu mau ke mana, Fa?” tanya Paklik sambil tersenyum. Sedangkan pakde berbisik di samping telinga paklik. Sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu. Aku harus waspada. Jangan sampai kejadian di novel online itu terjadi padaku. Mengerikan sekali ketika ada seorang gadis yang dinodai 30 pria, dan orang yang menjebaknya adalah pamannya sendiri. “Aku mau bikin kopi buat ayah,” jawabku gugup. Mereka tersenyum menyeringai. Ayah, cepatlah pulang, anakmu sedang ketakutan. “Kebetulan sekali, Fa. Kami mau bikin kopi, tapi enggak tahu gulanya di mana,” jawab pakde sambil menggaruk kepala. Aku menepuk jidatku, separah inikah pengaruh novel online terhadapku? Aku menjadi orang yang sela

  • Pesona Babang Ojol    Dipingit

    Aku penasaran, sedang apa mereka di kamarku? Kuputar knop pintu dan mereka langsung duduk terdiam. “Syifa, kamu sudah pulang?” tanya ayah gugup. “Kalian sedang apa?” Mereka menyembunyikan tangan ke belakang. Sangat mencurigakan. “Kami lagi buka oleh-oleh dari Mas Arfan. Bagus enggak, Kak?” tanya Faiha. Dia membawa tunik panjang dengan motif batik. Sangat cocok untuk anak muda sepertinya. “Sepertinya Nak Arfan sudah mempersiapkan semuanya, Fa. Dia membelikan baju batik untuk kita. Lihatlah, semuanya seragam. Sangat cocok untuk resepsi nanti,” ujar ayah.Akad nikah akan dilangsungkan secara sederhana dan resepsi di gedung yang sudah disewakan Pak Shaka. Tadinya ayah tidak mau karena ingin menggelar resepsi di rumah, tetapi Pak Shaka menolak karena rumah kami terlalu sempit. “Keluarga kami sangat banyak, Pak. Pernikahan Arfan sangat dinanti-nantikan karena dia adalah cucu pertama di keluarga kami.”Akhirnya ayah menyetujuinya. Ayah sudah menyebar undangan ke semua sanak saudara. Aku

  • Pesona Babang Ojol    Oleh-oleh

    Kulihat penampilanku di cermin sudah oke. Namun saat aku menggeser tombol warna hijau, panggilan sudah berakhir. Hah? Ambyar sudah.Aku mencoba menghubunginya kembali, tetapi sedang sibuk. Dia sedang menghubungi siapa? Ah menyebalkan sekali. Lebih baik aku menunggunya. Mungkin saja dia sedang menghubungi orang tuanya, atu jangan-jangan dia sedang menghubungi mantan? Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya dia menelepon lagi. Aku segera mengangkatnya sebelum dimatikan lagi. “Assalamu’alaikum, Syifa.”“Wa’alaikum salam, Mas.” Duh keceplosan. Aku menutup mulutku. Aku segera mengganti video dengan kamera belakang. “Barusan kamu bilang apa?”“Aku cuma menjawab salam.”Kulihat dia terkekeh menatap ke kamera. “Mengapa kameranya diganti? Aku enggak bisa lihat wajah kamu, nih.”“Biarin! Bapak nyebelin.” “Kok Bapak lagi? Enakan dipanggil ‘Mas’ loh.” Benar ‘kan dia itu menyebalkan. “Maaf, tadi khilaf. Sekarang aku udah sadar.” Aku sedang menahan tawa. Rasanya aku ingin bilang jika aku mer

  • Pesona Babang Ojol    Rindu

    “Sebut namaku jika kau rindukan aku ...” Lagu terakhir yang masih kuingat hingga sekarang. Baru sehari dia pergi, mengapa aku sudah kelimpungan seperti ini?Dari tadi pagi aku tidak konsen bekerja. Berkali-kali kulihat ponsel, namun tidak ada satupun pesan darinya. Aku bisa gila jika tidak mendapat kabar darinya. Pak Arfan berangkat ke Yogyakarta tadi pagi sehabis Subuh. Dia hanya mengirimkan pesan jika dia sudah otewe. Aku sudah membalasnya, tetapi hingga sekarang tidak ada balasan. Padahal sudah centang dua warna abu. "Ehem, jangan main hape terus, Fa! Dilihatin Pak Herman tuh." Udin melirik ke arah kasir. Aku segera menyimpan ponselku kembali. "Lagi sepi, Din. Gapapa kali.""Kamu 'kan disuruh cek barang, buruan, gih!" Udin baik sekali kepadaku, dia selalu mengingatkan jika aku melakukan kesalahan. Aku segera berdiri mengambil buku serta bolpoin. Setiap hari, aku harus mengecek barang-barang yang sudah habis. Setelah itu, aku akan memberikan catatan kepada Pak Herman. Dia yang

DMCA.com Protection Status