Ratna menatap tajam Subianto yang seolah membela Arsyila yang terang-terangan kurang ajar. Sikap Arsyila tidak mencerminkan sosok anak yang menghormati orang tuanya. Ia sudah seperti orang lain ketika bersama Ratna. Subianto tidak peduli dengan tatapan tajam sang istri."Kamu membenarkan sikap anak kesayangan kamu yang tidak tahu sopan santun itu?!" Ratna membentak Subianto karena amarahnya sudah tidak bisa dibendung lagi."Bukan membela. Sila tetap sopan dan santun pada orang yang memang dihormatinya. Cek dirimu, masih pantaskah dihormati." Subianto lantas mengambil kunci mobil setelah mengatakan hal itu pada Ratna.Astaga! Tidak ada satu pun orang yang berpihak pada Ratna. Dia dianggap musuh saat ini. Subianto saja pergi tidak berpamitan sama sekali. Ratna merasa frustasi dan butuh teman untuk mengeluarkan semua unek-uneknya.Ratna menghubungi Salina saat ini. Hanya wanita itu yang paham akan dirinya. Salina juga tidak pernah menghakimi semua sikap Ratna. Wanita yang kini berbadan d
Prita menatap atasannya dengan tatapan penuh kebencian. Mita benar-benar seperti monster tak kasat mata. Menjadi atasan sekaligus rival bagi Prita. Lucu, mengapa baru disadari oleh Prita."Bagaimana bisa kamu atau Arsa menemukan hotel itu? Kalian berdua sangat lucu. Lantas bagaimana dengan pengajuan pernikahan kamu yang sudah disetujui atasan?" Mita tersenyum sinis pada Prita yang kini diam. "Oh, ya, aku memaksa atasan agar setuju. Hasilnya? Kamu dan Arsa justru terjebak," bisik Mita tepat disamping Prita.Prita membalalakkan mata lebar. Terkejut, marah, juga merasa bodoh kini ada dalam otaknya. Ia sama sekalo tidak menyadari hal itu. Benar dugaannya selama ini, ada yang diam-diam memata-matai kehidupannya.Lantas, mengapa Mita sangat senang dengan kehancuran Prita? Hal itu yang sama sekali tidak dipahami oleh wanita simpanan Arsa itu. Dada Prita kembang kempis menahan amarahnya itu.Mita meninggalkan ruang kerja Prita bersama dengan yang lainnya. Rekan kerja Prita menatap sinis pada
Arsyila : "Maaf, Pa, untuk masalah ini, aku tidak ikut campur dulu. Aku punya banyak urusan dan masalah. Aku ingin menyelesaikannya satu per satu. Tapi, aku janji akan ikut memantau Mama.Balasan putri sulung Subianto membuat terhenyak. Apakah rumah tangga Arsyila sedang tidak baik-baik saja? Atau ada masalah lain dan Ratna menjadi penyebabnya? Subianto tidak pandai menganalisa tentang masalah orang terdekatnya.Subianto menyadari jika memang beberapa waktu ini ada yang berubah dari Arsyila. Putri sulungnya itu jarang sekali datang ke rumah ini. Ada saja alasan yang dibuat agar tidak datang. Jika Subianto hendak datang berkunjung pun selalu ada saja alasan."Apa kamu memikirkan sesuatu?" tanya Ratna membuat Subianto terjengit karena kaget.Gerak-gerik Subianto tak lepas dari pantauan Ratna. Wanita itu tersenyum sinis dan memastikan ada yang aneh dengan sang suami. Subianto langsung menghapus pesan dari Arsyila. Ia tidak ingin ada yang membaca pesan itu."Kamu kenapa mendadak seperti s
Fajar menatap kedua pasangan mesum itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Tidak ada yang bisa lepas dari Fajar. Apalagi saat ini atasan Prita dan juga Arsa itu sedang bersama dengan banyak rekan kerja mereka yang lainnya. Prita menatap semua rekan kerjanya, ada satu orang yang membuatnya curiga."Anda tadi cek out atas nama siapa?" tanya Fajar pada Arsa karena tidak mendapatkan jawaban dari suami kakak kelasnya saat SMA dulu.Arsa saat ini sangat gugup dan juga takut. Borok dan kebusukan mereka terbongkar begitu saja. Rasanya tidak mungkin membuat alasan. Jebakan ini rupanya baru disadari kedua pasangan jahat itu."Kenapa tidak bisa menjawab? Ayolah! Kalian biasa bersuara dengan lantang. Semua pertanyaan biasa kalian jawab seperti orang yang tidak pernah melakukan dosa. Jadi, tidak salah bukan jika saya mengabulkan gugatan cerai dari Amelia Putri?" Pertanyaan Fajar sukses menjatuhkan harga diri mereka berdua. "Bukti sudah di depan mata dan inilah yang aku cari selama ini. Dulu, kali
"Sepertinya saya kelelahan," kata Ratna sambil memasang wajah seolah sangat lelah.Bu Dibyo tersenyum sinis mendengar semua itu. Alasan itu selalu diucapkan dari waktu ke waktu. Banyak orang yang kecewa saat mendengar penuturan Ratna. Amelia tampak memperhatikan seksama karena teringat ucapan Bu Dibyo."Ya, sudahlah, sebaiknya kita makan." Bu Dibyo seolah memberikan dukungan pada Ratna. Amelia lantas mendekat ke arah makanan yang sedang dibagikan oleh Marini--salah satu pengurus panti asuhan ini. Kebetulan makanan itu letaknya tak jauh dari piano yang baru saja dimainkan oleh Ratna. Wanita itu kini sedang duduk di dekat Arsyila dan tampak bersitegang."Bu, ini piano lama?" tanya Amelia pada Marini yang masih sibuk membagikan makanan kepada anak-anak panti asuhan."Iya. Punya Nyonya Ratna. Dulu katanya dikasih sama orang," kata Marini dengan jujur. Amelia meraba setiap detail piano itu. Apa yang dilakukan Amelia rupanya menarik perhatian Ratna. Wajah wanita itu mendadak berubah lanta
Sementara itu, Ratna pergi ke rumah Prita. Ia harus meminta tolong calon menantu idealnya itu. Betapa bodohnya Ratna saat ini. Prita bahkan sudah mengorbankan karir Arsa. Prita tidak mau mengakui semua kesalahan dan melimpahkan semua kesalahan pada calon mantan suami Amelia itu. "Prita, kamu ada di dalam?" tanya Ratna sambil terus mengetuk pintu rumah Prita yang masih tampak terang.Sesekali Ratna melihat jam tangannya, masih pukul sepuluh malam dan belum terlalu malam. Ratna seolah tidak sabar menunggu dibukakan pintu rumah. Ia menuju ke halaman belakang rumah Prita. Samar-samar, Ratna mendengar ada beberapa orang sedang berbicara."Aku ga peduli sama Arsa. Dia bisa saja buka mulut soal barang bukti itu. Makanya, aku pengen dia yang dipecat. Pangkatku lebih tinggi dari pangkat dia," kata Prita yang masih bisa terdengar jelas oleh Ratna."Sepertinya kita akan menemui kendala jika mengorbankan Arsa. Kejadian kalian cek in kemarin sudah ada ditangan pimpinan. Tidak akan mudah dan itu b
Bu Dibyo mengatakannya dengan wajah tanpa dosa seolah berita itu adalah hal yang sangat menggembirakan bagi semua orang. Arsa tampak sangat syok saat ini. Ia sendiri sama sekali belum mendengar berita itu. Amelia pun kaget, tetapi ia segera menetralkan wajahnya."Yah ... mau bagaimana lagi, seorang pecundang akan selalu mencari masalah. Kali ini sudah ada korban yang meninggal. Hati-hati, bisa jadi kamu adalah korban selanjutnya." Bu Dibyo memperingatkan Arsa. "Mel, ayo kita pulang. Tidak ada gunanya bersimpati padanya. Cepat atau lambat dia juga akan menyusul istrinya," lanjut Bu Dibyo sambil menggandeng lengan Amelia.Amelia patuh dan mengikuti Bu Dibyo. Mereka meninggalkan Arsa yang saat ini tengah bingung. Tentu saja bingung, bagaimana bisa Prita mengenal Salina. Mereka tidak ada hubungan sama sekali dan jelas tahu jika Arsa bukan kekasih wanita yang menjadi sahabat Ratna.'Ini pasti ada yang tidak beres. Ada yang sengaja menjebak aku dan Prita. Wanita itu pasti ikut andil dalam m
Arsyila berdiri di depan pintu ruangan yang ada di belakang rumah mereka itu. Ratna tampak menatap geram pada anak sulungnya itu. Ia tahu jika kakak Arsa pasti tidak mau diajak kerja sama dengan mereka. Arsyila yang ditatap penuh amarah oleh Ratna hanya berdiri dengan santai."Karir kamu sudah pasti hancur, Sa. Kamu tidak bisa menyalahkan siapa pun. Andai kamu ingin menyalahkan seseorang, dia adalah wanita itu." Arsyila menunjuk ke arah Ratna dengan wajah tanpa wajah dosa. "Kamu harus ingat bagaimana caranya mendukung semua kejahatan yang kamu lakukan. Berselingkuh adalah sebuah kejahatan," lanjut Arsyila yang membuat tidak nyaman Arsa saat ini.Arsa lantas jatuh terduduk di lantai. Ia merasa sangat bodoh saat ini. Arsa tidak tahu dengan pasti alasan pembunuhan yang dilakukan oleh Ratna. Saat ini seperti memakan buah simalakama, maju salah dan mundur pun sama saja.Semua terdiam mendengar ucapan Arsyila yang menyudutkan keduanya. Ibu dua anak itu sama sekali tidak memberikan solusi sa
Semenjak kejadian itu, Sashi memilih tinggal bersama dengan Arusha--saudara kembarnya. Sudah enam bulan dan Aditya sama sekali tidak mencarinya. Entah apa yang mereka lakukan setelah Sashi keluar dari neraka yang mereka sebut rumah. Arusha merasa geram dengan ulah Santika."Mending kamu ajukan gugatan. Apa yang mau kamu pertahankan bersama dengan dia? Sejak awal, aku udah rasa jika mereka hanya akan memanfaatkan kamu saja." Arusha mengepalkan tangan karena merasa tidak terima saudara kembarnya diperlakukan tidak adil oleh mereka semua. "Aku menggugat cerai? Tidak, tidak akan aku lakukan. Aku ingin membuat mereka paham, siapa aku dan siapa mereka. Aku sedang menunggu kehancuran mereka satu per satu." Sashi tampak tidak setuju dengan pendapat saudara kembarnya."Kamu pikir dengan menunggu mereka akan hancur? Bodoh! Mereka justru sedang berbahagia sekarang. Lihat, gundik Aditya sedang memamerkan test pek ini," kata Arusha menyerahkan ponselnya pada Sashi.Sekuat apa pun Sashi, tetaplah
Anak-anak Amelia bersama Arsa sudah dewasa. Sashi bahkan sudah menikah. Hidup Amelia pun bahagia bersama dengan Sultan. Ia benar-benar merasa diratukan oleh laki-laki yang tepat."Ma, kenapa dulu Mama mengambil keputusan cerai?" tanya Sashi yang siang ini berada di rumah sang mama. Wajah Sashi seperti sedang menahan kesedihan yang luar biasa dalam. Amelia menatap sang putri yang sudah dua tahun menikah dengan tatapan benyak pertanyaan. Selama ini, Sashi tidak pernah menceritakan masalah rumah tangganya pada siapa pun. Ia menutup rapat-rapat masalah keluarga."Kenapa tanya seperti itu?" tanya Amelia yang merasa aneh pada pertanyaan sang putri.Sashi meraih piring di depannya dan mulai memakan buah potong. Amelia menyuguhkan camilan buah untuk sang putri. Ia tahu jika Sashi tidak begitu suka kue atau kudapan yang berbahan dasar tepung. Bukan diet, hanya saja Sashi memang kurang suka."Hanya tanya saja, Ma. Apa karena ada perempuan lain?" tanya Sashi dengan santai agar sang mama tidak c
"Terima kasih, Sayang, penantianku selama dua puluh satu tahun ga sia-sia. Akhirnya kamu menerima kamu." Sultan memeluk sang istri yang tak lain adalah Amelia putri.Mereka menikah setelah Amelia menjanda selama lima tahun. Tidak mudah bagi Sultan untuk meyakinkan hati sang istri. Amelia punya trauma luar biasa pada pernikahan. Apalagi Sultan punya semua yang wanita inginkan. "Maaf, aku belum sepenuhnya bisa percaya pada laki-laki." Amelia mengatakan terus terang pada sang suami.Menerima lamaran Sultan secara resmi pun karena ketiga putranya yang memintanya. Sejak kematian Arsa, Amelia memilih untuk menyibukkan diri dengan bekerja. Ia seolah menjaga jarak dengan banyak laki-laki. Cenderung galak pada laki-laki yang datang mendekatinya.Sejak Suriyana meminta Amelia membuka hati untuk Sultan, ternyata keduanya cocok. Ditambah lagi, ketiga anak Amelia sangat lengket pada Sultan. Mereka membutuhkan sosok seorang ayah yang tidak didapatkan dari mendiang Arsa. Sultan memberikan semua hal
Mita tersenyum ke arah Ratna yang saat ini ketakutan. Entah mengapa, sejak menjalani sidang, Mita adalah sosok yang menakutkan bagi Ratna. Padahal, mereka sama sekali tidak bersinggungan satu dengan lainnya. Mita tidak ditunjuk menjadi tim penyidik kasus besar ini. "Apakah aku begitu mengerikan di matamu? Hai! Ternyata kamu juga dalang penculikan anak-anak di kota ini. Kamu menikmati uang dari itu semua. Ck! Ternyata otakmu luar biasa. Ya, tapi semua harus berakhir di sini sekarang. Nikmati sisa usia kamu!" Mita langsung meninggalkan Ratna setelah sukses membuat mama Arsa itu ketakutan dan histeris.Mita lantas meninggalkan RSJ tempat Ratna dirawat. Hanya tinggal satu orang yang akan dibuat gila lagi. Dia adalah Prita. Wanita yang menjadi duri dalam rumah tangganya. Mita juga tidak ingin Prita hidup tenang dalam penjara."Antar aku ke penjara. Aku ingin ketemu Prita," kata Mita pada sopir pribadinya."Baik, Bu!" Sopir itu menjawab dengan tegas.Rupanya hari ini adalah jadwal para nar
Satu per satu dari mereka yang ditetapkan sebagai terdakwa harus menjalani proses sidang. Hari ini adalah sidang Prita dan Arsa. Mantan suami Amelia putri sebelumnya datang ke sidang putusan cerai. Ia menangis ketika harus melepaskan Amelia."Aku titip anak-anak," kata Arsa setelah selesai sidang putusan perceraian mereka berdua kepada Amelia.Arsa berlinang air mata saat mengatakannya. Amelia baru pertama kali melihat mantan suaminya menangis. Sebelumnya sama sekali tidak pernah. Akan tetapi, hatinya sudah benar-benar mati rasa saat ini."Ya. Sudah kewajibanku mendidik dan membesarkan mereka. Aku ikhlaskan agar suatu saat kamu bersama Prita." Amelia menegaskan hal itu lalu pergi meninggalkan Arsa.Arsa sadar, hidupnya setelah ini tidak akan baik-baik saja. Ia harus bertanggungjawab atas semua kesalahan di masa lalunya. Penjara sudah menanti dan jabatannya pun dicopot begitu saja oleh pihak kepolisian. Terlalu banyak kejahatan yang diperbuat oleh Prita dan Arsa.Hanya saja, Arsa mungk
"Mau mengamuk silakan. Kamu akan ditangkap oleh rekan kerja sendiri. Kalian yang selama ini menutupi kebusukan suami saya, juga sudah saya laporkan." Mita menunjuk dua orang ajudan Joko yang kini wajahnya pias."Argh!" Joko frustasi saat ini menghadapi sang istri.Atasan Joko dikenal tidak bisa kompromi sama sekali. Sudah jelas jabatan akan diturunkan atau dipecat. Hanya tinggal menunggu nasib baik saja yang memihak. Ternyata selama ini diam-diam Mita mengintai semua kegiatan Joko. Satu bulan setelah masa penyidikan dan ketiga tersangka pembunuhan Salina harus disidang di pengadilan. Ditambah satu lagi; Joko. Joko dianggap ikut terlibat karena berselingkuh dengan korban. Ratna adalah sosok yang pertama kali disidangkan. Sesuai dengan janjinya, Dandi tidak melibatkan Mita.Salina jatuh terduduk seorang diri bukan karena didorong. Setelahnya dibunuh dengan ditembak tepat pada kepalanya. Sebenarnya bukan kasus yang rumit. Menjadi rumit karena banyak pihak yang terlibat karena dendam. "
Dandi menerima rekaman cctv itu dengan banyak tanya di dalam kepalanya. Apa hubungan Mita dengan Salina? Astaga! Rumit sekali masalah ini. Baru kali ini ada kasus pembunuhan yang melibatkan banyak orang. Entahlah, siapa yang benar dan siapa yang berbohong.Dandi membuka rekaman itu setelah disambungkan pada komputer di meja kerjanya. Mita menunggu dengan harap-harap cemas saat ini. Ia pun sudah siap jika setelah ini juga menjadi seorang pesakitan seperti Prita."I-ini apa maksudnya, Kak?" tanya Dandi saat melihat rekaman itu.Mita mengusap air matanya. Wanita itu benar-benar terpukul karena penghianatan suaminya. Sosok yang dicintainya memilih bermain dengan wanita lain saat dirinya sedang berusaha untuk bisa hamil. Salah satu wanita itu adalah Prita. "Sekarang kamu tahu 'kan, kenapa aku selalu membuat jebakan dan mengintai Prita? Dia salah satu simpanan suamiku." Mita mengatakan dengan lirih sambil mengusap air matanya. "Aku sudah curiga sejak lama hubungan mereka. Rumah yang diakui
Joko tentu saja terkejut dengan semua ucapan Amelia. Rencana yang sudah disusun gagal total di tangan Amelia. Wajah wanita itu tampak sangat tegas dan tidak ingin dibantah sama sekali. Amelia sedang tidak ingin berkompromi dengan siapa pun dan apa pun itu."Silakan tinggalkan tempat ini. Kita tidak saling kenal," usir Amelia tanpa basa-basi sama sakali saat ini."Baiklah. Tapi, aku jamin suatu saat kamu membutuhkan bantuanku. Tidak sekarang, tapi pasti akan butuh." Joko berkata dengan penuh nada ancaman."Tidak. Aku dikelilingi oleh banyak orang baik. Aku hanya membutuhkan mereka semua." Amelia tidak takut sama sekali pada Joko saat ini. Joko tertawa miris. Ia kalah begitu saja dengan wanita rendahan. Bu Dibyo hanya diam dan memperhatikan interaksi keduanya. Ia tidak mau ikut campur terlalu jauh pada masalah ini. Ia belum tahu, apa yang membuat Amelia bersikap sinis pada Joko.Joko akhirnya meninggalkan rumah sakit. Ia marah sekaligus kecewa, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Jika me
Prita bisa kabur dari tahanan. Ia bekerja sama dengan polisi yang berjaga. Wanita simpanan Arsa itu menjanjikan sejumlah uang pada petugas. Entah apa yang dicari Prita saat ini.Amelia tidak mungkin menang melawan wanita yang datang bersama dengan empat orang laki-laki. Mereka semua berperawakan tinggi besar. Preman itu disewa Prita untuk meneror Amelia saat ini. Prita merasa, istri Arsa itu telah menjebaknya."Dia yang bikin aku dalam masalah harus dapat hukuman. Cari barang bukti itu!" Prita memerintahkan anak buahnya agar bekerja dengan cepat. "Beruntung aku bisa membuka pintu itu dengan mudah," kata Prita lagi yang seolah tidak takut apa pun.Prita sangat marah karena Amelia dianggap lancang telah membuat masalah. Bukan hanya itu, Prita kini tidak bisa mengelak tentang senjata api yang saat ini digunakan sebagai barang bukti. Memang tidak ada sidik jari yang menempel, tetapi polisi sudah tahh bagaimana cara kerja Prita itu. Tuduhan itu membuat Prita marah dan mendendam pada Amelia