"Hana" Keira berkali-kali menepuk pipi Hana, mencoba membangunkan Hana yang tertidur di atas sajadah. "Hana" Mendapati Hana yang tidak kunjung bangun, Keira pun mengguncangkan tubuh kecil itu. Tapi Hana masih saja tidak terjaga dari tidurnya. "Hanaa" Keira terus merasa cemas. Tidak biasanya Hana sulit dibangunkan. Mendapati kedua mata Hana yang terpejam itu meneteskan setitik air mata, sepasang mata Keira seketika membulat kaget, "Han, kamu kenapa?" "Hana.." "Hana.." "Hanaa" Panggilan keras Keira akhirnya menyentak Hana dari mimpi buruk. Sepasang mata Hana terbuntang lebar, itu basah beruraian air mata. Dadanya naik turun seiring nafasnya yang mengalir tak stabil. Hana mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mendapati itu sebuah kamar yang luas dengan sentuhan dekorasi dewasa. Dinding bewarna hijau alpukat lembut yang beradu indah dengan perabotan hitam putih. 'Ini adalah kamar ku' Wajah cantik Hana pucat, masih shock dan takut. "Astaghfirullah.." Hana meraup wajahnya dan
Miftah baru saja selesai membuat jus alpukat dan menghidangkan nya dalam tiga gelas panjang. Khusus untuk Hana, Miftah hanya menuangkan satu sendok gula sedang miliknya dan Chaca tak lupa dengan beberapa tetesan susu kental coklat manis. Menata ketiga gelas itu di atas nampan, Miftah bersiap pergi meninggalkan dapur menuju ke lantai dua. Hanya ia bertemu dengan seorang pria berjas hitam rapi di pertengahan jalan, "Maaf, anda ini siapa ya?" Pasha menoleh pada asal suara. Melihat seorang gadis berhijab dalam balutan gamis navy. Tampaknya seumuran dengan Hana, membuat Pasha menerka, "Kamu temannya Hana?" "Ya" Miftah menganggukkan kepalanya, "Dan anda siapa ya?" "Calon suaminya" "Apa?" Di kamar, Hana sudah sibuk mencari kerudung, rok dan cardigan rajut di wardrobe. Bagaimanapun Hana tak nyaman jika Pasha melihatnya dalam balutan piyama yang membungkus tubuh kecilnya. Terlebih itu satin yang lembut dan tipis. "Han, kamu kenapa? Kok tiba-tiba.." Keira menatap Hana dengan raut wajah
Hana muntah-muntah di wastafel kamar mandi yang ada dalam kamarnya, di temani kedua sahabatnya yang terus menepuk pelan punggungnya. Semangkuk bubur bayam yang Hana paksa masuk ke perut, kini terbuang sudah. Hana memutar kran dan membilas mulutnya dengan air."Kamu sih Han, kenapa harus nurut banget si sama omongan tu bapak. Belum juga jadi istrinya, toh masih tunangan" Bebel Chaca, yang tak habis-habisnya meluahkan kekesalannya terkait kejadian tadi.Hana menutup kran air, mengambil tisu dan mengelap kering bibirnya yang basah, "Aku males liat kalian berdua cekcok"Karena itulah Hana segera menghabiskan semangkuk bubur bayam itu, berjuang keras untuk tidak muntah sampai akhir, agar Pasha segera pergi dan tak perlu melanjutkan peperangan dengan Chaca.Hana menoleh pada Chaca, mendesah panjang, "Yang satunya perang tombak yang satunya lagi perang dingin..." Hana menggeleng-gelengkan kepalanya mengingat perseteruan antara Pasha dan Maya."Perang tombak? Maksudnya itu aku?" Chaca menunju
Tepat setelah shalat magrib, Hana tergeletak lemas di atas sajadah. Padahal tadi sore Hana sudah merasa cukup membaik, tapi tidak tau kenapa di malam harinya tiba-tiba ia merasa begitu lemah tak berdaya. Bahkan untuk bangun menanggalkan mukena saja, rasanya Hana sama sekali tak bertenaga melakukannya. Mendengar ponselnya bergetar, sekuat tenaga Hana bangkit dan berjalan mengambil ponselnya yang ada di atas meja."Assalamu'alaikum kak Kei" Hana berjalan lemah, pergi duduk di tepi ranjang."Hann, maaf banget. Kakak mungkin malam ini pulangnya agak telat, ada masalah yang harus kakak urus di toko roti""Iya kak, gak papa""Demam kamu gimana, udah turun?""Alhamdulillah kak, udah agak mendingan" Hanya saja Hana sungguh lemah dan merasa ingin terus merebahkan diri di atas ranjang."Pokoknya kalau ada apa-apa kamu kabarin kakak ya""Iya kak""Itu kakak udah delivery makanan buat kamu makan malam, mungkin sebentar lagi datang. Jangan lupa di makan ya..""Iya kak""Kakak tutup dulu ya, assala
Sepanjang mata kuliah berlangsung, Hana habiskan dengan termenung dan melamun. Kata-kata Pasha semalam itu bergentayangan bagai hantu di kepalanya. Alhasil ketika kelas sudah berakhir, Miftah dan Chaca datang mengagetkan Hana."Hana" "..." Hana bergeming, menatap lurus kearah orang-orang yang satu-persatu mulai pergi meninggalkan pintu ruangan."Han!" Miftah pergi menepuk pelan pundak Hana."..." Hana masih mematung, seakan tak sadar kelas sudah berakhir."Hanaa!" Panggilan keras Chaca akhirnya menyentak Hana dari lamunan."Y-ya?""Kamu kenapa sih Han? Engga kaya biasanya. Masih sakit ya?" Chaca meletakkan punggung tangannya di dahi Hana, "Suhu badan kamu stabil Alhamdulillah" Chaca menarik punggung tangannya dari dahi Hana, "Tapi kenapa kamu diem gitu? Lagi mikirin sesuatu?"Hana mengangguk lemah, "Em""Pasti tentang pak Pasha ya?" Tebak Miftah."Em" Hana mengangguk membenarkan."Tuh kan, masih tunangan aja kamu udah gini Han, udah gak bisa fokus sama pembelajaran. Apa lagi kalau ka
"Silahkan nona Hana, yang mana dulu mau di coba" Staf wanita itu menunjukkan deretan gaun pengantin dengan berbagai jenis desain dan warna. Hana menatap kagum pada setiap sentuhan gaya dan elegan nya gaun-gaun itu.Setiap gaun itu di rancang khusus untuk pengantin wanita yang berhijab. Memiliki lapisan dalam dengan kerah leher menutup tinggi keatas, cukup konservatif namun tak mengurangi nilai keanggunannya.Ketika jemari tangannya menyentuh salah satu gaun, tatapan matanya yang tersenyum sesaat berganti menjadi sendu. Mengingat dirinya seorang mahasiswa, sungguh tidak pernah terpikirkan oleh Hana gaun pengantin akan mendahului baju toga yang didambakannya sejak lama."Apa mau dicoba yang ini saja dulu?"Hana tersadar dari lamunan, "Boleh""Mari disini.." Staf wanita itu menunjuk tempat ruang ganti.Selesai berganti, Hana berjalan keluar menunjukkan penampilannya pada ketiga sahabatnya, "Gimana?""MasyaAllah Hann, kamu cantik banget!" Seru Miftah dan Chaca serempak. Mata keduanya berb
"Ah, iya, aku lupa memberitahu kakak" Hana lupa memberitahu keluarganya kalau Pasha bersiap menikahinya minggu depan."Sebenarnya hari ini, aku baru aja selesai fitting baju pengantin sama pak Pasha"Keira ter-pelongo di tempat."Bukannya kalian baru aja tunangan? Kok bisa tiba-tiba mau nikahan minggu depan?" Keira mengedipkan matanya tak percaya.Hana mendesah berat. Karena sebelumnya ia sudah ber-akting menjadi Hana yang love at first sight sama Pasha, jadi di sini ia harus menunjukkan seperti apa umumnya seorang gadis ketika terbuai bunga-bunga cinta, "Ya bukannya apa si kak, Hana merasa gak nyaman aja gitu kalau tunangannya kelamaan. Mending langsung nikah, biar lebih enak aja gitu nanti jalin hubungannya sama pak Pasha, kan udah halal""Han, kok kamu ngebet banget si nikah sama dia, Jangan bilang kamu benar-benar love at first sight sama si toxic itu?" Keira yakin kalau malam hari itu Hana berbohong mengucapkan kalimat dramatis itu, tapi ini kenapa..."Ya memang benar kan" Hana b
Hana pikir, setelah kesepakatan itu berhasil ia akan merasa tenang. Tapi tidak taunya sepulang ke rumah, Hana terus terpikirkan mengenai pembicaraannya dengan Pasha semalaman. Itu tidak lain adalah mengenai ketertarikan Pasha terhadap dirinya, "Aku masih belum mengerti. Barang antik?" Hana berdiri tepat di depan jendela dengan tirai yang belum di tarik padahal hari sudah larut, "Dia melihat ku seperti barang antik?" Pandangan Hana jatuh pada bulan sabit yang sinarnya separuh redup di balik awan, "Apa itu berarti dia tidak memiliki ketertarikan secara emosional terhadap ku?" Hana mengerutkan keningnya berpikir keras, "Soal itu sudah pasti. Tapi fisik?" Kata-kata Pasha tadi siang kembali terlintas di mindanya, yang menyatakan dengan jelas bahwa Pasha sama sekali tidak tertarik untuk berhubungan biologis dengan Hana setelah menikah nanti. "Kalau begitu maknanya dia juga tidak tertarik padaku juga secara fisik" Fakta itu cukup mengejutkan. "Tidak-tidak.." Hana berjalan menggelengkan k
Pagi harinya, Ratna sudah berpakaian dengan rapi. Ia mengenakan setelan baju formal berwarna navy dan mencoba mengenakan hijab bewarna abu-abu pemberian dari Hana. "Sayang, kamu sudah selesai?" Eman membuka pintu kamar dan melongok kedalam. Sesaat matanya berkedip terkejut mendapati istrinya yang tiba-tiba mengenakan hijab di kepalanya. Itu membungkus indah wajah tirusnya, membuat penampilan formalnya terlihat anggun dan jumawa. "Gimana menurut kamu? Lucu ya aku berhijab begini?" "Anggun." "Ya?" Eman tersadar. Ia berdeham dan dengan daun telinganya yang memerah ia berujar, "Kamu terlihat menawan dengan berhijab seperti itu." Ratna merasa begitu manis dengan pujian tersebut. Hatinya langsung merasa tergelitik melihat daun telinga suaminya yang memerah. Padahal sudah beberapa bulan, tapi terkadang Eman masih malu-malu kepadanya. "Aku sudah selesai. Yuk kita pergi." "Sekarang?" Eman bergeming beberapa saat. "Ya terus kapan lagi." Ratna tergelak kecil. Ia mengapit lengan suaminy
Setengah tahun berlalu sudah. Dalam kurun waktu tersebut Hana berusaha keras untuk membagi perannya sebagai seorang istri, ibu dan juga sebagai mahasiswa. Dalam kurun waktu tersebut juga, berkat ketekunannya dan kegigihannya, ia berhasil mengejar semua ketertinggalan nya dan menyelesaikan studinya.Meskipun ia terlambat dan tertinggal dari teman-temannya yang sudah menyandang sarjana setahun ke belakang. Tapi ia tidak menyesali keterlambatan nya. Ia berpikiran positif dan yakin semua yang terjadi pasti ada hikmahnya."Selamat Hanaaaa...." Chaca dan Miftah menyerbunya dari kanan-kiri dan memeluknya erat. Seerat persahabatan yang telah mereka jalin selama ini."Akhirnya kamu menjadi sarjana juga Han." Tukas Miftah yang terharu menatap sahabatnya yang akhirnya telah mengenakan baju toga setelah semua hal-hal berat yang dilewatinya setahun ke belakang."Walaupun kita gak wisuda bareng, tapi ritual lempar topi toga nya harus tetap dilakukan barengan." Chaca mengambil topi toga dari atas ke
Saat ia merasakan tangan panas Pasha yang besar, mulai menggerayangi perutnya dari belakang. "Syuhh" Pasha menekan jari telunjuknya di bibir Hana."K-kamu ngapain? Buat apa tangan mu di situ?"Alih-alih menjawab, Pasha merapatkan dada bidangnya ke punggung telanjang Hana. Lengan kokoh nya mengukung tubuh kecil istrinya itu dalam kuasa tubuh kekarnya.Halusnya kulit Hana yang menyentuh kulit kerasnya, membuatnya merasa nyaman.Hana menjadi gugup saat suhu panas tubuh Pasha telah menguasai tubuhnya. Ia dapat mendengar nafas berat suaminya itu yang berhembus di dekat daun telinganya."Masa nifas mu, sudah selesai sejak tiga bulan yang lalu kan?""I-iya""Apakah kiranya kamu sudah siap?" Tanya Pasha, mulutnya tepat berada didepan telinga Hana.Hana menelan saliva nya gugup, saat merasakan nafas panas Pasha berhembus melewati daun telinganya."S-sejujurnya, aku masih b-belum siap..""Kalau begitu mari bercumbu seperti ini saja" Pasha menyapu bibir padatnya ke telinga istrinya. Membuka mul
Tepat setelah malam syukuran kelahiran Daud dikediaman Arya, pada hari ketujuhnya, Pasha melakukan aqiqah Daud di kediaman Shahbaz. Ia sudah sepakat dengan Hana untuk melakukannya di sana.Pasha sudah membeli dua ekor kambing yang cukup gemuk untuk anak laki-laki pertamanya itu dengan Hana.Tanpa sepengetahuan Pasha, seorang wanita yang sudah lama sekali tidak terlihat dimatanya muncul di acara aqiqah tersebut. Wanita itu bersembunyi dan diam-diam mencuri pandang kearah Pasha bersama istrinya yang sedang menggendong Daud."Kamu yakin tidak ingin datang menjumpainya?" Tanya Shahbaz, pada mantan istrinya itu.Wanita itu tersenyum kecil menggeleng, "Melihat dari sini saja sudah cukup, akan terlalu egois bagiku jika menemuinya sekarang"Shahbaz tidak berkata apa-apa lagi."Pasha cukup pandai memilih istri" Ucap wanita itu tersenyum, "Ia cantik sekali""Iya. Dia baik dan juga penurut" Sambung Shahbaz."Cucu kita juga sangat tampan, ingin rasanya aku menggendongnya""Apa kamu menyesal karen
Malam harinya, kediaman Arya dipenuhi oleh para tamu. Ia membuat syukuran untuk kelahiran cucunya dan mengundang semua koleganya untuk datang. Shahbaz sebagai besannya, juga turut diundang bersama keluarga besar. "Di mana Pasha dan Hana? Apa sudah sampai?" Tanya Arya pada Ratna"Mereka masih dijalan Paa" Jawab Ratna yang baru saja selesai menelpon Hana.Hingga tak berapa lama menit kemudian. Pasha dan Hana sudah tiba di kediaman Arya. Kehadiran mereka pun langsung mencuri perhatian para tamu.Malam itu Hana mengenakan setelan yang serasi dengan Pasha. Di mana Pasha tampil jumawa dalam baju Koko putih dan Hana tampil anggun dalam balutan abaya putih dan pashmina bewarna senada. Awalnya ia pikir Pasha akan menyuruhnya untuk berganti dengan kerudung biasa, teringat terakhir kali di acara keluarga Pasha melakukannya. Tapi anehnya kali ini tidak. Semenjak ia hamil Daud dan terlebih setelah melahirkannya, suaminya itu memang sudah banyak berubah. Di kediaman Arya sangat ramai. Cukup bany
"Hum" Pasha menyandarkan dagunya manja di atas pundak Hana dan memperhatikan mata mungil Daud yang mulai berkedip-kedip seperti akan tertidur."Daud sepertinya mulai mengantuk""Iya, Alhamdulillah""Lantunan shalawat mu yang merdu itu benar-benar membuatnya berhenti menangis"Hana tersenyum mengangguk, "Hem" Matanya yang penuh sorot keibuan itu, dengan lembut memperhatikan sepasang mata Daud yang kini sudah terpejam."Lain kali lakukan juga padaku" Tukas Pasha.Hana tergelak kecil, "Buat apa? Kamu kan sudah besar, bukan bayi yang—"Pasha mengecup bibir Hana dan menghisapnya lama. Hana memejamkan matanya dan sesaat terbuai dengan ciuman lembut itu.Pasha perlahan melepas bibir Hana dari bibirnya, "Aku juga ingin diperlakukan seperti itu saat susah tidur" Ucap Pasha, sambil menatap manik mata hitam Hana dalam."En, aku juga akan melakukannya padamu. Bayi besar ku.." Ucap Hana sambil mencium kening Pasha gemas."Aku tidak mau di panggil bayi"Hana tertawa kecil."Tidak lucu!" Mata dingin
Sama seperti malam-malam sebelumnya, Hana tidak dapat tidur nyenyak karena sebentar-sebentar terbangun mendengar suara tangis Daud. Jika sudah seperti itu Hana akan menepuk-nepuk lembut Daud yang sudah dibedung itu dan memberikannya asi.Tapi terkadang tangis Daud tidak kunjung berhenti. Seperti yang terjadi malam ini. Hana sampai menggigit jari karena bingung harus mendiamkannya seperti apa."Haak ahak..oek..oek..""Daud..""Hak..ahaak oek..oek...""Syuhh, gantengnya mama.. kenapa nangis terus hum?""Oek..oek..""Daud saayang...""Oek..oek..""Sholatullah salamullah.." Hana pun mulai bershalawat, mencoba menenangkan Daud yang tak kunjung berhenti menangis."Oek..haak..oek.."Pasha yang tengah tertidur itu, mengerutkan keningnya. Matanya menyipit dan sedikit terbuka, "Kenapa sayang? Daud nya nangis lagi?" Ucap Pasha dengan suara sengau dan serak nya."Iya nih, padahal udah aku kasih asi tapi masih gak berhenti nangisnya"Pasha perlahan bangun dari tidurnya dan setengah menguap. Ia men
Hana tersenyum tenang menanggapi mereka semua. Jempolnya mengusap lembut pipi bayinya dan menundukkan kepalanya, ia kembali mengecup lembut bayi mungilnya itu. "Pasha, masih belum sadar?" Tanya Hana pada mereka semua.Shahbaz menghela nafas panjang, "Kata dokter Pasha mengalami syok berat karena melihat keadaan mu di ruang persalinan tadi. Dan sampai sekarang ia masih belum sadar"Hana tersenyum tipis. Ia sudah menduganya, itu pasti terjadi karena Pasha terlalu mengkhawatirkan keadaannya."Kenapa dia jadi lelaki bisa lemah sekali? Bukannya menemani istrinya sampai selesai melahirkan, tapi ia malah pingsan" Ketus Keira.Ratna langsung menyikut perut Keira, "Jangan berkata begitu. Dia bisa selemah itu juga karena hampir mati ketakutan karena merisaukan keadaan Hana"Keira hanya memasang ekspresi cemberut.Brak!Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Tampak Pasha muncul dan setengah berlari menghampiri ranjang."Hanaa" Pasha langsung memeluk Hana yang tengah berbaring di ranjang. Kepa
Tak terasa kandungan Hana sudah menginjak usia sembilan bulan. Semenjak itu pula Pasha tidak lagi membuat Hana tinggal di mansion yang jaraknya cukup jauh dalam mencapai rumah sakit di kota. Karena itulah ia membawa Hana kembali ke apartemen yang selama ini diurus dengan baik oleh Bi Titin.Saat tanggal kelahiran yang diprediksi kan oleh dokter mulai mendekat, buat jaga-jaga, Pasha langsung mengambil cuti. Hal tersebut membuat kelipatan kerja Eman sebagai sekretarisnya bertambah.Pasha pun menghabiskan harinya dengan mengurus dan menjaga Hana sedemikian rupa. Ia masih menyiapkan makanan, membuat jus dan terkadang memijit pundak dan kaki Hana yang kerapkali merasa pegal.Sedangkan urusan apartemen, piring kotor dan pakaian, bi Titin yang mengurus semuanya."Pashaa, Hana mau minum jus bayam" Pinta Hana manja. Sebulan membiasakan diri memanggil Pasha tanpa sebutan 'pak', Hana akhirnya dapat melakukannya dengan lancar.Bahkan ia berpikir untuk memanggil suaminya itu dengan 'sayang' nantiny