Christa menatap Hafens dengan tatapan tak percaya. Apa yang dikatakan pria ini barusan cukup membuatnya kaget karena tidak biasanya dan tidak pernah dia dengar sebelumnya."Manja padamu?"Hafens mengangguk dan menatapnya yang sudah mendongak. "memang kita baru saja terdamai dengan masa lalu tapi bukan berarti kita harus bersikap seperti ini terus-terusan. Aku berusaha membuatmu tergantung padaku dan aku berusaha untuk memberikan perhatian, setidaknya mungkin kau bisa melakukan sesuatu yang membuatku merasa bersemangat dan dihargai? Meminta dan bersikap manja lah padaku karena aku sangat menantikannya."Christa masih tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh pria ini. "Atas dasar apakah harus bersikap manja padamu? Kenapa aku harus bersikap manja? Kau tahu sendiri kalau sifatku tidak seperti itu, aku bisa dikatakan sudah mandiri sejak kedua orang tuaku mengirimkan aku kuliah ke luar negeri dan aku tidak memiliki sandaran lagi setelahnya. Aku selalu bersifat seperti orang yang akan se
Christa berjalan ke arah dapur dan menemukan beberapa pelayan yang sedang bertugas. Dia tidak bicara apapun tapi begitu para pelayan itu menyadari kedatangannya, mereka langsung menunduk sopan membuat Christa tersenyum kaku."Kalian lanjutkan saja pekerjaan, aku hanya akan membuat asinan buah." Christa berkata membuat para pelayan itu mengangguk dan mengerjakan apa yang sedang mereka kerjakan.Christa menghela napas, lalu menatap apa yang ada di dalam kulkas dan mengambil buah-buahan itu. Dia bangkit lagi setelahnya, memotong-motong buah itu dan menjadikannya beberapa bagian. Dia menggunakan apel, anggur, jambu dan juga timun. Karena hanya itu buah-buahan yang ada di sini, tidak ada strawberry."Eh, bukankah Hafens punya perkebunan strawberry? Waktu itu dia pernah meminta pelayan untuk memetikkannya untukku. Apakah masih berbuah sekarang?"Christa diam sesaat lalu menyimpan dulu buah-buahan itu di dalam wadah sebelum berjalan ke arah depan. Dia menemukan suaminya itu sedang bermain de
Malam itu setelah menidurkan Hansen, Christa melangkah ke arah kamarnya dan Hafens sebelum masuk ke dalamnya. Dia sudah sangat lelah dan ingin segera istirahat karena seharian ini dia cukup banyak melakukan sesuatu.Hafens juga masih ada di ruangan kerjanya, tadi Christa melihatnya disana."Eh- Hafens?"Pria itu tampak tersenyum kecil, lalu berjalan ke arah Christa hanya dengan menggunakan handuk yang melingkar di pinggangnya."Baru kembali dari mana?"Christa menelan ludahnya mendengar suara berat pria itu. "Kamar Hansen, aku ikut menjaganya sebentar dengan suster. Dia sudah tidur sekarang baru aku kembali," gumamnya menjawab membuat Hafens tersenyum dan menariknya ke dalam pelukan.Dia menatap wajah Christa yang kaget lagi, wanita itu bahkan terlihat menaikkan tangannya ke dada Hafens sebagai batas. Namun, dia malah makin gugup ketika menyadari dada Hafens yang tak memakai pakaian itu terasa begitu kokoh dan liat. "Sekarang lelah, hmm?" Christa menelan ludahnya lalu mengangguk kaku
Waktu seminggu yang diberikan Christa cukup membuat Hafens merasa sangat senang dan tidak sabar. Namun tetap saja, dia memprioritaskan kebaikan istrinya yang sedang hamil itu, dia tidak mau terlalu egois walaupun sudah dijanjikan karena dia takut mereka kenapa-napa.Dia lebih takut terjadi apa-apa pada Christa dibandingkan hal yang lain. Dia tidak bisa membayangkan kalau wanitanya itu sampai tersiksa lagi karena ulahnya. Karena dulu saja dia belum bisa memaafkan dirinya. Jangan sampai dia malah membuat kesalahan kedua yang membuat mereka kembali mengalami perubahan atau masa-masa sulit."Kapan kita akan melakukan cek up bayi ini?" tanya Hafens seraya menemani Christa makan."Entah, seminggu lagi saja sepertinya sudah bisa melihat jenis kelaminnya kalau kau mau melihatnya." Christa berkata seraya memakan ayam itu.Hafens menatap wajahnya dengan tatapan serius hingga dia tersenyum diam-diam. Tatapannya yang mulai hangat membuat Christa menyadarinya makanya dia menunduk dan menatap ke ar
Hafens saat ini merasa lebih tenang setelah pria itu dibawa kembali ke dalam penjara dan diikat. Dia sudah puas mengancam dan memukulnya, hanya tinggal menunggu waktu kapan dia bisa menggunakan pria itu untuk dijadikan sebagai pancingan.Mengusap telapak tangannya yang terkena noda darah, Hafens menatap Dave yang sudah menyerahkan sebuah tablet berisi rekaman video dimana Hafens menyiksa pria itu tadinya. Dia sudah meminta agar Dave merekamnya diam-diam, video ini bisa dia gunakan untuk memancing kedatangan pria paruh baya bajingan itu."Apakah anda benar-benar akan melepaskan Nyonya Christa kalau dia datang?" tanya Dave yang membuat Hafens mendengus dingin."Kau gila ya? Apakah menurutmu aku akan melepaskannya untuk ayahnya yang tidak berguna itu? Selama dua tahun lebih aku menahannya disini, apakah mereka pernah datang? Mereka sudah tahu tentang kehilangannya saja beberapa bulan kita menahan Christa disini, tapi mereka baru saja membuat gerakan untuk melepaskannya saat ini. Apakah k
Hafens tersenyum mendengarnya lalu menghela napas. "Dulu sebelum aku tahu kalau kau bukan anak dari Albene Adixon, aku sudah sering berharap seandainya kau bukan anaknya. Walau di situ aku salah karena seharusnya aku tidak harus menekankan egois dalam diriku jika memang aku mau bersamamu. Dulu aku masih sangat kesal dengan semua tragedi yang terjadi makanya tidak menggunakan perasaan dan terus saja memikirkan tentang kebencian."Saat melihatmu tersiksa di hadapanku sendiri beberapa bulan setelahnya, aku sempat berharap kau bukan anaknya dan andai kau bukan anaknya maka semua ini tidak akan terjadi. Aku merasa tidak bisa melakukan apapun karena kau anaknya sementara untuk melepaskan kebencian ini tidak semudah itu. Banyak orang yang tidak bisa melakukannya karena kau bukanlah seorang yang kubawa dengan damai ke rumah ini. Banyak orang yang tahu dan semua pelayan mengetahui siapa kau sebenarnya makanya itu terlalu beresiko."Christa diam tak mengerti. "Beresiko bagaimana?" tanyanya memb
Christa menatap Hafens yang tidur dengan tenang. Pria itu terlihat memejamkan matanya, setelah mereka bicara entah apa saja sejak tadi. Dia tak tahu, entah mengapa akhir-akhir ini Hafens suka mengajaknya bicara dan bertukar cerita."Apakah ini adalah tanda-tanda kalau bisa saja hubungan kita tidak akan lama? Apakah Ayah akan mencariku dan memintaku untuk kembali?"Christa menghela napas dan mengusap perutnya sendiri. Dia tadinya ada di dalam pelukan pria ini tapi karena dia sedang bangun makanya dia melepaskannya dan menatap wajah Hafens dengan tatapan serius. Dia tidak tahu bagaimana harus bersikap, dia juga tidak mau kembali jika ayahnya memaksa karena itu bukan hal yang dia inginkan. "Aku tidak mau kembali karena Hansen masih membutuhkanku." Christa menghela napas. "Lagipula Hafens sudah berubah. Aku tidak mungkin mau menjadi seorang ibu yang kejam. Dia sudah menjadi seorang yang baik dan berhenti menyakitiku. Aku lebih nyaman disini dan menjadi istrinya dibandingkan menjadi istri
Christa sadar teringat tentang apa yang sudah dia janjikan pada Hafens. Dia sudah tahu kalau saat ini adalah waktunya makanya sejak tadi dia sudah mempersiapkan dirinya dan menjaga-jaga mana tahu Hafens mau melakukan sesuatu."Nyonya, rujak buahnya sudah siap." Christa yang sedang menunggu makan malam tersenyum saat dia mendengar ucapan pelayan. Dia mengambil mangkuk berisi irisan kecil buah-buahan itu, lalu memakannya dengan lahap. Dia sedang menunggu Hafens pulang saat ini dan pria itu berjanji akan pulang cepat makanya dia duduk di ruang depan dan menemani putranya yang sedang bermain dengan perawatnya.Saat ini Hansen sudah mulai pandai berdiri, walaupun dia hanya berdiri sebentar lalu jatuh dan tertawa. Makanya Christa merasa senang, dia bisa melihat pertumbuhan anaknya tanpa ada batasan yang dilakukan oleh Hafens. Dia sudah bisa merasakan semua ini dengan baik dan tidak ada yang harus dia khawatirkan karena Hafens tidak lagi membatasinya atas apapun."Hati-hati, Sayang ... Janga
Setelah pulang dari menjenguk Albene dan Alex, Christa merasa kehidupannya sudah sangat lengkap dan tidak ada lagi yang harus dia khawatirkan. Ayah angkatnya yang selama ini dia pikirkan dalam diam nyatanya hidup dengan baik walau harus menjadi petani anggur dan bisa dikatakan juga menjadi anak buah dari Hafens."Mau makan apa malam ini? Aku akan buatkan."Hafens menatap wajah Christa yang sedang bertanya padanya sambil membantu melepaskan jas yang dia pakai. Hari ini pelayan semua cuti dan memang sedang memasuki sebuah hari perayaan, dalam satu tahun memang biasanya Hafens akan memberikan para pelayan untuk libur, jadi sekarang yang akan memasak adalah Christa sampai dua hari lagi pelayan akan kembali ke rumah mereka untuk bekerja."Aku sudah meminta anak buah untuk membawa beberapa bahan makanan. Hari ini kita bakar-bakar daging dan beberapa makanan di luar nanti, ini malam pergantian tahun jadi akan sangat bagus kalau berbaquean, Sayang," ucap Hafens membuat Christa tersenyum."Bai
Hafens berhenti melangkah dan menunjuk arah sebuah tempat di mana mereka bisa melihat dua orang pria sedang asyik berkebun. Keduanya terlihat seperti ayah dan anak yang begitu akrab, di bawah pohon anggur keduanya sedang memetik hasil panen dan tertawa satu sama lain seperti membicarakan sesuatu hal yang lucu."Itu mereka? Ayah dan Alex?" tanya Christa tak percaya membuat Hafens bergumam sebagai jawaban.Christa masih tercengang tak percaya Karena ayahnya dan Alex benar-benar mendapatkan perlakuan yang baik dan bahkan menjadi petani anggur di sebuah lahan yang besar. Ada sebuah rumah tadinya yang sepertinya adalah tempat tinggal ayahnya dan Alex, lalu kini dia malah melihat ayahnya dan Alex yang sedang memetik anggur dan bercanda satu sama lain.Dia sempat mengira kalau Ayahnya mungkin berada di sebuah kurungan yang merupakan pembalasan dari Hafens. Tetapi nyatanya ayahnya hidup dengan begitu baik dan bahkan jauh lebih baik dibanding yang dia kira, karena malah menjadi petani anggur wa
Mendengar Hafens mengatakan semua itu, Christa merasa sangat senang. Dia langsung memeluk tubuh suaminya dan mencium rahang tegas Hafens dengan lembut."Terima kasih, aku senang sekali kau mau menuruti permintaan ini dan mau membawaku ke sana. Setidaknya walaupun hanya sekali kau mengizinkannya aku sangat berharap bisa melihat keadaannya. Dia adalah musuh dan kau membencinya, tapi dia tetap orang yang memiliki jasa padaku karena telah membesarkanku. Jadi sedikit banyak aku tidak bisa melupakan tentang hutang budi ini dan aku merasa harus terus mengingatnya karena dia menyayangiku selama bertahun-tahun seperti anakmu sendiri." Christa berkata seraya menatap Hafens dengan tatapan berkaca-kaca karena terharu.Hafens tersenyum pelan dan mengecup bibir Christa dengan lembut sebelum melumatnya penuh perasaan tanpa ada tuntutan sama sekali. Setelahnya dia kembali memeluk tubuh wanita itu dan mengejamkan matanya karena sebenarnya dia mengantuk, tapi dia tidak mungkin meninggalkan Christa dan
"Sudah semuanya?"Christa mengangguk, meringis melihat banyaknya paper bag yang bersusun di depan dan sedang diangkat oleh pelayan toko pakaian, anak buah dan juga security mall."Sepertinya belanja hari ini terlalu banyak dan aku sedikit kalap karena sudah lama tidak belanja. Beberapa hari ini aku melihat pakaian Cherry sedikit banyak sudah mulai sempit karena dia semakin bertumbuh besar. Dia tidak pernah menuntutku untuk membelikannya pakaian baru karena dia selalu berkata kalau masih bisa digunakan maka dia akan selalu menggunakannya. Apakah aku sudah membuat anak-anak terlalu sederhana, Hafens?" tanya Christa membuat Hafens tersenyum dan mengecup pipinya lagi."Itu sangat penting untuk mereka. Mereka harus tetap menggunakan kesederhanaan walau mereka adalah anak-anak kita yang ke depannya sulit kemungkinan mereka akan hidup susah karena aku sudah membuat deposito yang begitu panjang dan bahkan bisa mempunyai hidup mereka sampai mereka tua. Itu untuk mengontrol sikap dan emosi supa
"Tuan Besar Barack, selamat datang."Langsung pemilik universitasnya yang menyangkut kedatangan Hafens, Christa dan Hansen. Cherry sudah masuk sekolah setelah libur dua minggu lebih jadi dia tidak bisa ikut datang melihat universitas kakaknya. Hafens hanya mengangguk dan menatap putranya. Hansen sudah tersenyum dan mencium tangan ibu dan ayahnya, sengaja melakukan semua itu untuk meminta restu belajar. Beberapa mahasiswi memperhatikannya seraya berbisik-bisik, mereka tak pernah bertemu dengan Hansen secara umum karena pria ini jarang keluar dan hanya di rumah saja setiap hari setelah pulang sekolah, makanya sekarang dia yang muncul di hadapan mereka semua membuat para mahasiswi memperhatikannya dengan kagum.Walau tidak semua orang kenal dengan Hansen karena pria itu selalu menyembunyikan dirinya, tapi dari mulut ke mulut mereka bisa menemukan fakta dan juga beberapa ciri-ciri tentang yang merupakan anak mafia dan juga penguasa terbesar di Klan ini. Bukan sebuah rahasia, karena bagaim
Hari kelulusan tiba dan Hasan berhasil mendapatkan nilai yang baik. Dia libur selama beberapa hari sebelum akhirnya masuk ke dalam universitas, tak ada lagi yang bisa mengganggu seperti dia berada di sekolah menengah ke atas, karena Claudia juga sudah semakin diam dan tidak banyak mengganggu sejak dia terakhir kali mengancamnya. "Kalau nanti sudah di universitas, kau akan sangat sibuk. Tetap yakin mau pulang pergi dan tidak menginap di asrama?" tanya Christa seraya menemani putranya itu memakan potongan buah."Ya, Bu. Aku akan tetap pulang pergi. Ayah sudah memberikan aku satu mobil jadi aku akan menggunakan itu dan tidak mau menginap di asrama. Menginap di asrama terlalu jauh dan juga lama, aku tetap mau pulang melihat Ayah, Ibu dan adik. Bagaimana tidak begitu jauh jaraknya dari rumah kita dan aku akan tetap bisa pulang setiap selesai pembelajaran." Handphone berkata sambil menggeser tabletnya dan belajar kecil-kecil.Christa tersenyum pelan mendengarnya. "Kalau kau punya teman dan
Hafens melihat halaman belakang dimana istrinya sedang duduk di atas matras dan melakukan senam yoga. Dia mengakui Christa pasti akan selalu melakukan kegiatan dan gaya hidup sehat yang biasa dilakukan oleh wanita yang menginginkan bentuk tubuhnya bagus dan sempurna.Christa juga biasa gym dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk kesehatan tubuhnya, membuat Hafens kadang suka memperhatikannya dari jauh."Wanita yang dulu hampir putus asa itu, sudah bisa melihat dan menyaksikan masa depannya yang dulu suram. Aku berharap bisa terus menjadi bagian dari masa depanmu, Christa."Ini bukan hanya soal kisah dendam antara mafia, juga ada kisah cinta dan pelajaran hidup. Semuanya lengkap dan Hafens merasa semua yang dia rasakan lebih baik dan tidak ada yang harus diubah. Wanita itu dengan segala macam hal yang dia punya membuat Hafens merasa jatuh cinta tanpa paksaan, hingga tak terasa nyatanya sudah hampir delapan belas tahun mereka bersama."Tuan butuh sesuatu?"Hafens menatap pelayan itu dan me
Hafens menatap putranya yang baru kembali, hingga dia menaikkan alisnya dan mengajak Hansen duduk di kursi sebelah taman dan agak menjauh dari rumah."Kau baru dari satu tempat?"Hansen mengangguk dan menatap ayahnya. "Menemui pria tua bangka yang tidak pernah mau mati itu. Aku kesal karena anak perempuannya suka mengganggu Cherry dan terang-terangan melakukan aksi pengejaran karena dia suka padaku. Hanya dengan melihat dia mati maka keluarga itu akan berhenti untuk melakukan hal yang menyebalkan," ujarnya datar membuat Hafens tersenyum kecil."Ayah sudah mendengar apa yang dikatakan oleh Cherry tadi, dia mengadukan hal itu pada ibu kalian. Sepertinya keputusan Ayah untuk memindahkannya sekalian adalah hal yang baik, tapi kemudian Ayah berpikir untuk memindahkan anak itu saja kalau misalnya tidak memungkinkan. Bagaimanapun satu tahun lagi Cherry akan segera lulus dan dia membutuhkan tempat yang sama untuk mendapatkan nilai yang baik sesuai dengan harapannya. Kalau pindah sekolah maka
Beberapa tahun kemudian ...Hansen menatap wajah adiknya yang tampak merah padam dengan tatapan kesal."Bisa-bisanya Claudia mengatakan semua itu! Aku kesal padanya, dia sudah keterlaluan!"Hansen tersenyum pelan, mengacak rambut adiknya itu dengan gemas. "Sudah kukatakan abaikan saja dia," ucapnya santai. "Kita akan segera lulus dari sekolah ini, kenapa harus peduli dengannya? Aku dan kau akan pergi ke universitas yang tidak semua orang bisa memasukinya. Kau dan dia tidak akan pernah bertemu lagi."Cherry menarik napasnya beberapa kali dengan tak beraturan hingga membuat Hansen tersenyum dan membawanya ke arah kantin. Dia tahu apa yang terjadi pada Cherry makanya tidak mengatakan banyak hal. "Makanlah, aku akan membayarnya." Hansen berkata seraya mendudukkan diri dihadapan adiknya yang sudah duduk di kursi seberang. "Kau mau makan apa, katakan saja."Cherry menghela napas, merasa lebih baik karena kakaknya selalu tahu kalau dia marah maka akan memberikannya makanan yang banyak untuk