Menyaksikan sebuah adegan terlarang di matanya secara langsung, perlahan Daniel memundurkan langkahnya dengan lemas. Sambil membawa buku-buku pelajaran untuk referensinya dalam membuat tugas presentasi, ia langsung berlari keluar dari perpustakaan. Daniel merenungkan diri di sebuah kafe dalam kampus sendirian. Kedua tangannya terkepal kuat hingga matanya mulai memerah seketika membayangkan semua momen yang dilihatnya sejak pertemuan pertama dengan Brandon di pusat perbelanjaan. Lama-kelamaan, merasa ada yang janggal antara hubungan Belinda dengan Brandon. Pertama, kenapa bisa kebetulan sekali berpapasan di pusat perbelanjaan. Lalu, kenapa Belinda dan Brandon memakai model cincin yang sama? Kemudian, kenapa Brandon bersedia makan siang bersama mereka selama dua hari berturut-turut. Terutama yang terakhir adalah adegan yang dilihatnya baru saja. Sekarang Daniel masih berusaha berasumsi bahwa ini semua hanyalah kebetulan. Mungkin saja adegan yang dilihatnya tadi hanya sebatas hubung
Situasi macam apa ini? Belinda tidak menyangka bisa bertemu suaminya saat makan siang, apalagi sang suami makan siang bersama seorang wanita yang menurutnya semakin lama semakin terlihat pengganggu. Masih belum paham dengan apa yang dilakukan Isabella saat ini, apakah Isabella sungguh menyukai Brandon sehingga ingin menempel terus di setiap ada kesempatan. Dari sisi Brandon juga terperangah melihat istrinya makan siang bersama pria lain, walaupun untungnya ada Yena sebagai pencair suasana. Namun, bawaan hatinya masih marah sejak kejadian di kelas, saat Daniel membela Belinda terang-terangan sudah terlihat seperti sepasang kekasih sungguhan. Ia masih penasaran apa tujuan Daniel mengajak Belinda makan siang bersama di restoran mahal ini. Apakah bermaksud untuk mengajak kencan secara tidak langsung, walaupun ada Yena? Sekarang Belinda terpaksa harus melakukan sandiwara, demi hubungannya dengan Brandon tidak bocor. Menampakkan senyuman ramah dan menunduk. “Pak Brandon makan di sini jug
Di sisi lain, Isabella menghabiskan waktu sendirian di bar langganannya. Namun, kali ini suasana hatinya buruk. Sebenarnya saat di restoran tadi siang, ia murka melihat Brandon tidak fokus padanya. Justru fokus menatap Belinda terang-terangan sepanjang makan siang. Tangan kanannya terkepal kuat sambil menuangkan segelas wine lagi. Di saat dirinya ingin menempelkan gelas kaca di bibirnya, tangan kanannya langsung disentuh seseorang. “Lu minum lagi?!” omel William membuat Isabella spontan menatapnya. “Jangan ganggu gua!” Isabella langsung melepaskan sentuhan tangan William. William memutar bola mata sambil menjauhkan botol wine dan gelas kaca dari Isabella. “Lu mau mabuk-mabukan lagi? Kalo lu kali ini khilaf sama orang lain gimana?!” Isabella tertawa remeh sambil menaikkan rambutnya yang menutupi wajahnya. “Kenapa emangnya? Lu takut gua direbut cowok lain?” “Sudah pasti! Gua masih sayang dan peduli sama lu! Gua ga rela lu khilaf sama cowok lain gara-gara masalah sepele!” “Tapi
Mendengar jawaban dari istrinya yang ingin magang di perusahaannya, Brandon semakin bersemangat ingin membuka program magang, meskipun sempat bertekad tidak ingin mengadakan program magang. Ia mengadakan rapat dengan beberapa manajer untuk mendiskusikan hal terkait dengan program magang diadakannya tiba-tiba. Termasuk Isabella sendiri juga bingung apa yang merasuki pikiran bosnya. “Anda beneran yakin mau adain magang di bulan Oktober? Bukankah terlalu tiba-tiba, Pak?” tanya seorang manajer keuangan. “Apalagi Anda ingin mengadakan program magang tidak full kerja?” Seorang manajer pemasaran juga bertanya. Brandon menampakkan senyuman tipis sambil menaruh telapak tangan di meja. “Seperti yang kalian tau, saya juga seorang dosen strategi manajemen di kampus. Makanya itu, saya tidak ingin mahasiswa saya hanya belajar berdasarkan buku saja. Saya ingin mereka belajar dengan cara mempraktikkan langsung.” “Tapi, bulan Oktober itu biasanya masa UTS. Anda yakin mau membiarkan mereka magang
Inilah situasi yang Belinda sempat khawatirkan. Dirinya yang menyarankan pernikahan mereka dirahasiakan, sekarang berakhir rumit seperti ini. Antara sekarang ingin bersandiwara lagi atau ia harus mengaku terang-terangan daripada sahabatnya semakin sakit hati. Apalagi sikap sahabatnya yang berbeda dari biasanya belakangan ini, sejujurnya membuatnya merasa tidak nyaman. Di satu sisi, hatinya sudah terlanjur mencintai Brandon. Mengamati tatapan mata sang suami penuh cinta terhadapnya, Belinda menghembuskan napas dengan lemas sambil melepaskan genggaman tangan suaminya. Apa boleh buat terpaksa harus bersandiwara demi kebaikan mereka berdua.Brandon membulatkan mata dan hatinya seperti terkena duri beracun. Ia tidak menyangka istrinya masih memilih kencan dengan pria lain daripada memilih dirinya. Apakah pertanda sang istri sudah bosan terhadapnya? “Pak Brandon, maaf saya tidak bisa menolak ajakan Daniel. Urusan itu bisa kita selesaikan di lain waktu.”Mendengar jawaban sahabatnya, Danie
Di sisi lain, Belinda masih berkencan dengan sahabatnya. Sekarang yang mereka lakukan kencannya bukan di dalam pusat perbelanjaan, melainkan di sebuah karnival diadakan di luar gedung. Kebetulan sekali karena di sebelah pusat perbelanjaan masih ada tanah kosong yang luas, karnival diadakan di sana untuk sementara waktu. Belinda dan Daniel menaiki beberapa wahana, meskipun bukan wahana menyeramkan karena Belinda tidak menyukai wahana ekstrem dan pakaiannya tidak mendukungnya. Mereka hanya menaiki wahana untuk anak kecil bermain seperti komidi putar, bom bom car, dan beberapa wahana lainnya. Meskipun hampir seharian berjalan bersama sahabatnya, ia masih belum merasakan sesuatu istimewa. Berbeda halnya menghabiskan waktu bersama Brandon hanya sebentar saja sudah membuatnya sangat nyaman. Sekarang mereka ingin menaiki wahana bianglala, tetapi harus antre cukup panjang karena wahana ini adalah wahana favorit semua pengunjung karnival. Namun, Daniel tetap menunggu dengan sabar agar bisa
Belinda dan Daniel saling melempar tatapan melotot mendengar pengumuman baru saja di speaker. Terutama kondisi mental Belinda semakin tidak stabil hingga bibirnya memucat walaupun sudah dipoles lipstik merah. Daniel merasa iba baru pertama kali melihat kondisi mental sahabatnya tidak stabil membuatnya menjadi takut juga. Tangan kanannya perlahan mengelus kepala sahabatnya. “Jangan nangis, Bel. Tenang saja pasti mesin bianglalanya akan cepat stabil.”Belinda menggeleng lemas dengan kondisi tubuh gemetar. “Gua beneran butuh Pak Brandon, Niel. Hanya dia satu-satunya bisa tenangin gua.”Daniel menghembuskan napas dengan lemas. “Apa mungkin Pak Brandon yang bisa tenangin lu dari semua masalah yang lu hadapi, makanya lu jatuh cinta padanya?”Kepala Belinda terangkat. Ia memasang tatapan percaya diri. “Sebenarnya tebakan lu ada salahnya, Niel. Mumpung sekarang kita terjebak, gua mau jujur sama lu.”“Jujur apa? Bukannya benar lu sama Pak Brandon pacaran selama ini?” Daniel menelan saliva de
Setelah melalui rintangan cukup berat, akhirnya Belinda bisa pulang ke rumah bersama Brandon dengan tenang, walaupun tidak berbicara sejak berpamitan dengan Daniel di karnival. Saat di rumah pun, mereka jarang sekali bicara seolah-olah apa yang terjadi beberapa hari lalu terulang kembali. Belinda sangat kecewa pada suaminya yang masih dendam karena seharian ini ditinggal sendirian di mall. Sebelum tidur bahkan mereka hanya berbicara beberapa kalimat saja. Kemudian, tidak saling berbincang lagi saat Belinda sedang melakukan ritual secara rutin, yaitu perawatan wajah di malam hari. Sementara Brandon, masih terfokus menatap istrinya dari kejauhan dengan tatapan lesu. Akhirnya Belinda sudah tidak tahan dengan situasi canggung ini. Ia menutup botol night cream kemudian berbalik badan dengan tatapan sebal. “Kamu kenapa sih?” tanya keduanya serentak. Belinda memutar bola mata dan melipat kedua tangan di dada. “Kenapa kamu dari tadi diam saja?”Brandon juga melipat kedua tangan. “Aku kan
Hari Senin pagi masih terlihat manis untuk pasangan suami istri sedang bersiap-siap berangkat ke kampus. Seperti biasa, Brandon memarkirkan mobil SUV di basement kampus agar bisa berduaan bersama istrinya lebih lama lagi. Dari bangun tidur Belinda masih belum membuka ponselnya sama sekali. Karena sejak menikah, lebih mementingkan menghabiskan waktu bersama pujaan hatinya. “Omong-omong, kenapa sesekali kamu ga mau menurunkan aku di depan gerbang kampus saja?” tanya Belinda bernada malu. “Padahal kita sudah menikah lumayan lama. Aku ga mau memperlakukanmu sebagai orang asing!” protes Brandon mengerucutkan bibir. “Tapi, tetap saja … kalo suatu hari nanti ada dosen lain melihat aku keluar dari mobilmu tiba-tiba … kamu ga takut?”Brandon tertawa kecil sambil mengelus kepala istrinya lambat laun. “Kalo sesama dosen untuk apa takut? Mereka juga ga akan berani membocorkan pernikahan kita. Pola pikir mereka jauh lebih dewasa dibandingkan anak remaja yang bermulut ember semua.”“Jadi bisa d
Setelah berdiskusi panjang lebar dengan Isabella dan William, seperti biasa Brandon dan Belinda mengunjungi Bu Yenny di hari libur. Namun, siapa sangka sebenarnya ada yang mengikuti mobil mereka diam-diam dari belakang. Mobil sedan putih ini tidak terlihat siapa pengendara mobil ini karena kaca mobil sengaja dipasang kaca tidak tembus pandang. Brandon dan Belinda masih belum menyadari mereka diikuti seseorang. Bahkan mereka masih bersikap santai mengunjungi Bu Yenny seolah-olah tidak terjadi apa pun. Karena hari ini udara terasa segar dan sinar matahari tidak terlalu menyengat, mereka mengajak Bu Yenny berjalan-jalan di taman rumah sakit, meskipun Bu Yenny harus duduk di kursi roda. Sejenak Brandon menghentikan aksinya mendorong kursi roda. Berjongkok di hadapan sang ibu sambil merapikan kain tipis menyelimuti tubuh ibunya. “Ibu kangen aku belakangan ini?”Bu Yenny memanyunkan bibir. “Ibu justru kangen kalian berdua. Sejak Belinda magang di tempatmu, dia jarang menghabiskan waktu b
Lebih condong Isabella mengajak double date dengan pasangan Daniel dan Yena dulu. Karena satu-satunya yang dekat dengan sosok rekan kerja Isabella yang mencurigakan adalah sepasang teman ini. Isabella ingin mengumpulkan bukti dulu walaupun secara tidak langsung, agar bisa memberanikan diri memberitahukan yang sebenarnya kepada Brandon dan Belinda. Sepasang teman ini diajak berdiskusi di cafe library. Kebetulan Daniel dan Yena juga ingin berjalan-jalan ke lokasi ini. Sebenarnya mereka juga penasaran alasan Isabella memanggil mereka berdua di hari libur karena apa. “Maaf ya aku mengganggu kalian berdua di hari libur,” ucap Isabella menunduk sopan. “Tidak apa-apa, Kak.” Sejenak Daniel menyesap kopi. “Kak Isabella panggil kami ada apa ya? Apa ada tugas kantor tambahan?”Isabella tertawa kecil sambil menggeleng cepat. “Tidak kok. Tenang saja, Pak Brandon tidak akan kasih kalian tugas di hari libur walaupun dia itu atasan galak.”“Kalo bukan masalah pekerjaan, lalu ada apa?” lanjut Yena
Hanya dengan menatap wajah tampan pujaan hatinya sudah berhasil membuatnya tidak takut pada petir sekarang. Seiring berjalannya waktu, rasa takut itu perlahan menghilang berkat teknik pelukan istimewa yang diberikan suaminya setiap hujan petir. Brandon lega melihat istrinya bisa tenang walaupun masih terdengar suara petir. Tangan kanannya mengelus pipi perlahan. “Seandainya sekarang aku masih belum pulang, kamu pasti akan menangis.”“Selain menangis, aku akan kesal padamu karena kamu lebih mementingkan pekerjaan daripada istri sendiri!” “Benarkah? Kalo begitu, apa perlu mulai hari Senin nanti aku harus pulang lebih awal?”Belinda memutar bola mata melihat suaminya bersikap sangat polos. “Kamu terlalu polos. Kalo sampai kamu diomelin, aku kabur dulu ya.”“Aku rela diomelin demi kamu. Aku ga mau kamu tidur sendirian lagi seperti kemarin, sarapan sendirian, berangkat kerja bersama orang lain. Aku ga mau kamu melakukan semua hal seolah-olah kamu belum menikah.”Kepalanya menunduk dan p
Hari ini adalah pertama kalinya Belinda mempresentasikan hasil karyanya di kantor. Belinda sangat berharap Brandon juga menyaksikan presentasi ini sebagai atasannya. Namun, sampai detik ini Brandon masih belum menampakkan batang hidung, ia berusaha tetap tegar dan bersikap profesional di hadapan Isabella, Celine, dan dua sahabatnya. Belinda tidak presentasi sendiri, ia didampingi David juga merupakan rekan timnya. Lima menit lagi presentasi akan dimulai. Semua orang masih menunggu kehadiran Brandon. Isabella hanya bisa pasrah karena dirinya juga tidak bisa berbuat apa-apa. “Sepertinya kita mulai dulu saja tanpa Pak Brandon,” ujar Isabella. Belinda menunduk sambil membuka file materi yang sudah dibuatnya bersama David. Tok…tok… Saat bersamaan, Brandon memasuki ruang rapat ini tergesa-gesa. Belinda membulatkan mata, tidak menyangka Brandon menghadiri rapat sederhana ini padahal sudah sempat diberitahukan Isabella sebelumnya tadi pagi bahwa sepanjang hari Brandon akan menghadiri rap
Belinda menyadari suaminya sedang menyaksikan adegan tidak terduga ini. Langsung menggeleng pelan memberikan isyarat tidak melakukan apa pun bersama David. Brandon tetap bersikap profesional selama di kantor, kali ini tidak ingin mudah terbawa suasana. Di saat salah satu pegawai keluar dari lift bermaksud mengalah, Brandon langsung mengangkat tangan dengan angkuh. “Tidak perlu keluar dari lift, saya naik lift eksekutif saja,” ucapnya dengan nada dingin sambil berbalik badan. Di saat pintu lift tertutup, Belinda kembali bersikap gugup di hadapan David, terus membuang pandangan karena dalam hati merasa sangat berdosa membuat suaminya kecewa kali ini. Selama berbelanja di kafe, Belinda hanya bisa melamun merenungkan apa yang diperbuatnya selama di lift. Sebenarnya bisa dikatakan tanpa dirinya, David bisa membawa semua gelas kopi itu sendirian. Apakah David bersikap seperti ini lagi karena masih belum menyerah walaupun sudah ditolak?Saat melangkah keluar dari lift bersama David, tanpa
Belinda masih bingung situasi yang dihadapinya saat ini diperebutkan tiga pria. Makan malam tim yang harusnya diselimuti suasana hangat, kini merasakan hawa ketegangan di antara tiga pria ini. Apalagi Belinda sangat gugup duduk di antara Daniel dan David, ingin bertukar tempat duduk dengan Isabella yang duduk bersebelahan dengan Brandon. Yena juga sebenarnya tidak nyaman suasana makan malam tim saat ini. Awalnya ingin makan banyak, sekarang tidak bisa menikmatinya dan berusaha mencari segala ide untuk terbebas dari suasana tegang ini. “Omong-omong Pak Brandon, terima kasih atas traktirannya,” ucapnya dengan tawa kikuk. Brandon tersenyum tipis sambil menatap Yena dengan akrab. “Makan sepuasnya ya, Yena.”David mengambilkan beberapa daging tempura untuk Belinda secara spontan, membuat tubuh Brandon langsung kepanasan melihatnya. Di sisi Belinda sangat cemas suaminya akan cemburu lagi akibat melihat adegan tidak terduga ini. Langsung berinisiatif mengembalikan beberapa daging tempura
Ujian tengah semester berakhir dan akhirnya hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Sebelumnya bisa bertemu suami hanya di kelas, kini bisa bekerja sama dengan suami di perusahaan. Walaupun Brandon adalah dosen killer di kampus dan direktur perfeksionis di perusahaan, tetapi urusan waktu kerja peserta magang tidak mempermasalahkannya meskipun peserta magang tidak bisa bekerja selama delapan jam setiap hari. Apalagi semua peserta magang berasal dari para mahasiswa satu kampus dengan Belinda. Saat menginjak kaki di gedung perusahaan elit, Belinda membelalakan mata menatap seisi gedung dengan pandangan berbinar-binar, membayangkan suaminya selama ini bekerja sebagai direktur seolah-olah seperti karakter utama pria dalam webtoon. Namun, karena keinginannya menyembunyikan rahasia pernikahannya di mana pun, terpaksa memutuskan berperan sebagai peserta magang selama bekerja di kantor ini. Tidak hanya dirinya saja, Daniel dan Yena ikut menjadi peserta magang berkat undangan dari Isabella. Se
Sebagai gantinya sudah belajar mati-matian selama seminggu ujian, Brandon mengajak istrinya bersenang-senang di taman bermain, meskipun kencan bersama Daniel terakhir kali sedikit membawakan kenangan buruk. Brandon juga ingin menghabiskan waktu bersama istrinya lebih lama lagi setelah seminggu ini sibuk bekerja dan rapat bersama para partner bisnis. Baru memasuki area taman bermain saja, Belinda terus menampakkan senyuman sumringah sambil mengayunkan tangan kanan suaminya dengan girang. Melihat tingkah imut istrinya membuat senyumannya semakin melebar. “Imut sekali kamu. Karena sudah lama ga ke sini sama aku?”“Lebih condong sejak aku tinggal bersama keluarga angkatku, aku tidak pernah diajak ke tempat seperti ini.”Brandon menurunkan alis membayangkan selama sepuluh tahun terakhir istrinya disiksa mati-matian seperti cerita cinderella di dunia dongeng. Masih belum memahami kenapa keluarga Natasha ingin mengadopsi Belinda padahal tidak pernah menyukai Belinda. Apakah ada maksud ters