"Adam Offel?"
Adam Offel, dengan senyuman hangat di wajahnya, mendekati Melinda yang mempesona.
Dengan senyuman hangat di wajahnya, Adam menyapa Melinda dengan sopan dan memperlihatkan tanda penghormatan yang tulus.
"Dengan senang hati menyambut Anda, Melinda," ucap Adam dengan suara yang penuh dengan kebaikan, sambil membungkukkan tubuhnya sedikit sebagai tanda penghormatan. Matanya bersinar cerah saat dia menatap Melinda dengan penuh penghargaan.
Melinda tersenyum lembut, terharu oleh sikap sopan dan penuh perhatian Adam. Dia merasa dihargai atas penghormatan yang ditunjukkan kepadanya. "Terima kasih, Adam. Saya sangat berterima kasih atas sambutan yang sangat ramah ini," jawabnya dengan suara yang hangat.
Adam kemudian menjulurkan tangan dengan ramah, sebagai tanda persahabatan dan kesopanan.
"Senang berkenalan dengan Anda," sapa Adam Offel
Melinda merasa senang dengan cara Adam memperkenalkan diri. Pria itu terlihat tampan dan dew
Sementara Adam dan Melinda menikmati malam mereka di pesta yang gemerlap, di tempat lain, di sebuah rumah sakit di kota Jakarta yang padat, suasana juga penuh kebahagiaan.Afgan dan Adelia telah mendapatkan izin untuk pulang setelah berhari-hari menjalani perawatan intensif.Duduk di samping ranjang Adelia, Afgan menatapnya dengan penuh kasih sayang. Dia merasa lega melihat kondisi Adelia yang semakin membaik setiap harinya. "Adelia, sekarang kita sudah boleh pulang," ucapnya dengan suara lembut, senyum bahagia terpancar di wajahnya.Adelia tersenyum lembut, matanya berbinar-binar dengan kebahagiaan. "Terima kasih, Afgan. Saya sangat bersyukur bisa pulang," jawabnya dengan suara yang penuh rasa syukur.Afgan menatap Adelia dengan penuh tekad di matanya. "Adelia, selama ini kamu telah menjadi sumber kekuatan bagi saya. Kamu telah mendukung saya dalam setiap langkah dan rintangan yang kita hadapi bersama. Dan sekarang, aku ingin membuat sebuah janji padamu,
Kakek Rafael terdiam sejenak, kemudian senyum bahagia merekah di wajahnya. "Oh, Afgan, Adelia, saya sangat senang mendengarnya," ucapnya dengan suara yang penuh dengan emosi.Kakek Rafael langsung memberikan sebuah pelukan kepada Adelia dan Afgan.Tak dapat menahan kebahagiaan mereka, Lucas dan Joanne juga segera berlari mendekati Ayah mereka dan memeluknya erat. Mereka merasa begitu bangga dan bersyukur memiliki Ayah yang begitu peduli dan penyayang.Sesaat kemudian, Kakek Rafael melonggarkan pelukan kedua anaknya dan menatap mereka dengan penuh kasih sayang. Dia merasa begitu bersyukur dan terharu melihat cinta dan kebahagiaan yang berlimpah di dalam keluarga mereka."Mari kita pulang," ucapnya sambil menepuk bahu Afgan dan menyeka air mata kebahagiaan yang membasahi pipinya yang tua.Dengan perasaan yang penuh cinta dan kebahagiaan, mereka semua memasuki mobil mewah tersebut, siap untuk pulang ke rumah dengan hati yang penuh dengan rasa syukur d
Adam duduk di samping Melinda dengan tatapan yang penuh cinta, membiarkan sentuhan lembutnya menyentuh tangan Melinda yang gemetar. Dalam keheningan yang penuh dengan emosi, Adam memperhatikan wajah Melinda dengan penuh kasih sayang sebelum akhirnya meraih tangannya dengan lembut.Dengan perasaan yang menghangatkan hatinya, Adam membisikkan kata-kata penuh romantis ke telinga Melinda, suaranya lembut dan penuh kasih. "Melinda," bisiknya dengan suara yang hangat, "kamu adalah cahaya dalam kegelapan hidupku, dan aku bersyukur setiap hari karena memilikimu di sampingku saat ini.""Apakah kamu tahu, aku mencintaimu dari sejak pertama melihatmu dalam gaun pengantin yang indah dalam pernikahanmu itu?"Melinda terkejut dan menatap kedua manik hitam pria tampan itu dengan hati berdebar tak menentu.Melinda merasa hatinya meleleh mendengar kata-kata Adam yang penuh dengan cinta. Dia menatap mata Adam dengan penuh kekaguman, merasakan getaran perasaan yang saling t
Adelia menatap Afgan dengan tatapan lembut, memahami perasaannya. "Afgan, itu adalah masa lalu. Yang terpenting sekarang adalah kita di sini bersama, siap untuk memulai babak baru dalam hidup kita," jawabnya dengan suara yang penuh pengertian.Afgan merasa lega mendengar kata-kata pengertian dari Adelia, namun rasa penyesalannya tetap menghantui."Aku berjanji padamu, Adelia. Aku akan memberikan yang terbaik bagimu di sisa hidupku. Aku akan menjadi suami yang setia dan mencintaimu dengan sepenuh hatiku," ucapnya dengan suara yang tulus.Adelia tersenyum penuh kasih, mencium pipi Afgan dengan lembut. "Aku percaya padamu, Afgan. Kita akan menghadapi semua rintangan bersama-sama, dan cinta kita akan menjadi lebih kuat dari sebelumnya," ucapnya dengan penuh keyakinan."tapi aku memiliki sebuah permintaan," ucap Adelia dengan wajah merona merah."Katakan, apa itu?""Jangan ingatkan lagi tentang masa diriku membeli obat konstrasepsi itu," bisik Ad
Edward segera meninggalkan acara pesta pernikahan Afgan dan Adelia lalu menumpang taksi sampai ke Rumah Sakit.Edward berjalan tergesa-gesa di sepanjang koridor rumah sakit, hatinya berat dengan beban penyesalan dan kerinduan. Dia telah melalui banyak hal dalam hidupnya, tetapi salah satu yang paling menyakitkan adalah melihat istrinya, Emily, terbaring di tempat tidur dengan keadaan lumpuh setelah kecelakaan tragis yang mengubah segalanya.Saat dia mendekati kamar Emily, dia melihat seseorang duduk di kursi di dekat tempat tidur. Sebuah senyuman samar melintas di wajah Edward saat dia mendekati. Emily sudah sadar dari pingsannya."Emily," sapanya dengan suara yang lembut.Emily, yang duduk di kursi roda, menatap Edward dengan tatapan yang hangat. Wanita itu diam dan wajahnya terlihat sangat pucat.Edward menarik kursi di samping tempat tidur dan duduk di samping Emily."Aku baik-baik saja," jawabnya.Edward segera membelai ramb
Setelah beberapa jam berbicara, mereka merasa lega bahwa mereka akhirnya bisa melihat satu sama lain dengan lebih jelas. Meskipun masih ada banyak yang harus mereka hadapi, langkah pertama untuk memperbaiki hubungan mereka telah diambil.Dengan hati yang lebih ringan, Edward dan Emily merangkul satu sama lain, merasa lega bahwa mereka telah mengatasi hambatan pertama dalam perjalanan mereka menuju rekonsiliasi. Meskipun masih ada rintangan di depan mereka, mereka yakin bahwa mereka akan menghadapinya bersama-sama, dengan cinta dan pengertian sebagai panduan mereka."Wajahmu pucat sekali, maafkan aku karena sudah membuatmu merasa tertekan dengan masalah perasaan ini," ucap Edward lalu menggendong tubuh kurus Emily dan membaringkannya ke ranjang pasien dengan lembut."Tidurlah, lupakan semua pikiran buruk yang membuatmu mengatakan bahwa aku tidak memiliki cinta untukmu."Edward berkata-kata dengan tegas tetapi membelai kepala Emily dengan lembut."Ad
Setelah beberapa saat berdebat, mereka akhirnya mencapai kesepakatan untuk berbicara dengan terapis pernikahan mereka. Dengan bantuan profesional, mereka berdua berharap bisa mengatasi masalah ketidakpercayaan mereka dan membangun kembali kepercayaan yang telah tergores.Meskipun perjalanan mereka menuju rekonsiliasi tidak akan mudah, Edward dan Emily menyadari bahwa mereka harus bekerja keras untuk memperbaiki hubungan mereka.Dengan harapan dan tekad yang kuat, mereka mengambil langkah pertama untuk mengatasi konflik yang mengancam hubungan mereka, dengan harapan untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan bersama-sama.Edward merasa terbebani oleh tanggung jawab untuk merawat Emily, yang semakin bergantung padanya karena keterbatasannya setelah kecelakaan tragis itu. Di sisi lain, Emily merasa terasing dan tidak berguna karena ketergantungannya pada Edward.Pria dalam pesan-pesan yang dikirim setiap hari itu hanya seorang teman biasa. Mereka bahkan jaran
Melinda mendengar suara mobil tidak jauh dari sana, menandakan dirinya tidak jauh dari jalan raya. Dia segera menepiskan amarah dalam dirinya terlebih dahulu lalu segera mengambil selimut tipis, satu-satunya barang yang dia miliki saat ini dan dengan cekatan membungkusnya di sekitar tubuhnya.Meskipun selimut itu tidak memberikan bentuk yang pasti, Melinda berhasil menata kain tersebut sehingga terlihat seperti sebuah gaun yang modis.Dengan gerakan yang anggun, dia memastikan bahwa penampilannya tetap terjaga bahkan dalam keadaan yang tidak terduga seperti ini.Dengan langkah-langkah yang mantap, Melinda menyusuri jalan yang mulai terlihat dan sebuah kota yang ramai, mencari taksi yang akan membawanya ke tujuannya.Ketika akhirnya dia melihat lampu taksi yang menyala di kejauhan, dia mengangkat tangannya untuk menarik perhatian pengemudi.Tak lama kemudian, taksi itu berhenti di sisi jalan, dan Melinda dengan cepat masuk ke dalamnya.Setela
"Selamat ulang tahun, Sayang," ucap Afgan seraya mengecup mesra kening istrinya. Adelia terlihat cantik dalam gaun berwarna merah muda, memancarkan pesona yang memikat semua orang yang hadir. Senyumnya yang menawan membuat suasana semakin hangat dan penuh kebahagiaan.Taman yang indah menjadi latar belakang acara tersebut, dihiasi dengan dekorasi menarik yang dipenuhi balon berwarna-warni. Meja-meja penuh dengan hidangan lokal yang menggugah selera.Afgan sengaja mempersiapkan semua makanan khas lokal Indonesia supaya dapat mencerminkan kekayaan budaya dan rasa yang istimewa. Semua tamu yang diundang tampak menikmati setiap momen, tertawa dan berbincang dalam suasana yang meriah.Afgan sengaja memilih suasana taman ini untuk memberikan kesan alami dan romantis. Cahaya lampu hias yang tergantung di antara pepohonan menambah kehangatan malam itu, menciptakan suasana yang sempurna untuk merayakan ulang tahun Adelia."Tempat ini benar-benar indah, Afgan," kat
Nama itu terdengar seperti melodi yang manis di telinganya, dan wajahnya muncul di dalam bayangan gelap di hadapannya.Lima tahun yang lalu, mereka bertemu dalam sebuah acara pesta, di mana keponakannya, Edward, membawa Adelia sebagai pasangan dansa.Adam masih ingat betapa terpesonanya dia saat itu oleh kehadiran Adelia. Wajah dan penampilan wanita itu sangat mirip dengan mendiang istrinya, membuatnya tercengang dan tak bisa berkedip.Adelia, dengan senyum manisnya dan gerakannya yang anggun, menyihirnya dalam sekejap.Dalam kilatan lampu pesta, Adam melihat bayangan istrinya yang telah tiada, dan dia merasakan hatinya tergetar oleh gelombang nostalgia dan kesedihan yang mendalam.Ketika mereka memiliki kesempatan untuk berdansa sebagai pasangan, Adam merasa seperti dia berada di alam semesta yang sama sekali berbeda, di mana waktu berhenti berputar dan kehilangan tidak lagi terasa menyakitkan.Tetapi, seiring malam berakhir, kenyataan kemb
Adam membalas senyuman wanita itu dengan senyuman manis. "Maka aku akan menjadi milikmu."Sekali lagi mereka berciuman dengan penuh gairah. Sarah terhanyut dan merasa tidak berdaya, tetapi dalam ruang kecil hatinya yang tersisa, dia tahu dengan pasti bahwa Adam bukanlah tipe pria yang akan dengan mudah jatuh hati padanya.Dia menyadari bahwa perasaan Adam padanya hanyalah alat yang dimanfaatkannya untuk menyakiti Melinda lebih dalam lagi. Tetapi, meskipun dia sadar akan ini, dia terus menekan perasaannya sendiri, membiarkan dirinya larut dalam penipuan terhadap hatinya.Setiap hari, Sarah merasa semakin terjebak dalam permainan Adam. Dia memberi dirinya alasan bahwa ini adalah cara untuk menjaga Melinda tetap aman, meskipun di lubuk hatinya, dia tahu bahwa ini hanya sebuah pembenaran dari nafsu dan ketakutan akan kehilangan Adam.Saat malam tiba, Adam mengajaknya keluar untuk makan malam romantis, dan Sarah setuju tanpa ragu.Meskipun dia menyadari
Melinda menggelengkan kepala, matanya kosong memandang ke dalam ruangan. "Aku tidak tahu," ucapnya pelan. "Aku merasa seperti semua impianku hancur, seperti tidak ada lagi yang bisa kuinginkan."Sarah merangkulnya lebih erat. "Tetapi, Melinda, kamu masih punya banyak hal di depanmu. Kehidupanmu tidak berakhir di sini."Melinda menatap sahabatnya dengan pandangan yang penuh keraguan. "Tapi bagaimana aku bisa melupakan semua ini? Bagaimana aku bisa mempercayai seseorang lagi setelah ini?""Bagaimana membuktikan kebenaran bahwa aku hanya difitnah oleh Adam? Semua ini adalah jebakannya."Sarah tersenyum lembut. "Kamu mempunyai hak untuk didampingi seorang pengacara hukum, aku akan mengurusnya dan percayalah, tidak semua pria seperti Adam. Semua ini mungkin hanya salah paham."Melinda mengernyitkan alisnya perlahan, mencoba menyerap kata-kata yang diucapkan oleh Sarah. Namun, perjalanan untuk pulih dari luka ini masih terasa sangat jauh baginya dan kebe
Adam tersenyum dengan licik lalu melanjutkan kalimatnya di depan microphone yang sedang dipegang."Yayasan Melinda i-care sudah menipu publik dengan penjualan tiket konser di acara pertandingan baseball ini. Seharusnya saya mendapatkan applause untuk keberhasilan menjebak pelaku yang sudah menipu tiket kalian, bukan?"Perkataan Adam mendapat seru riuh dari para penonton. Mereka merasa keadilan sudah ditegakkan untuk mereka.Dua orang polisi wanita segera menarik dan memasangkan borgol ke tangan Melinda yang disatukan di belakang punggungnya."I-ini tidak benar! Kamu jahat sekali!" seru Melinda sambil berusaha meronta, tetapi dua orang yang memegangnya sangat kuat."Kamu juga melakukan hal yang sama terhadap keluarga Al-Futtaim, Sayang. Adelia adalah seorang wanita yang baik. Bila saya arus memilih, maka saya akan memilih Adelia menjadi istri yang layak menggantikan mendiang istriku karena wanita itu memiliki semua yang tidak kamu miliki."Me
Melinda merenggangkan lehernya, mencoba untuk melihat lebih jelas ke arah panggung yang sedang disiapkan di tengah lapangan.Ia merasa detak jantungnya semakin kencang seiring dengan lama menunggu. Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu dengan penuh harap.Adam Offel, telah memberinya petunjuk bahwa hari ini akan menjadi salah satu yang tak terlupakan. Dia ingin memberikan kesempatan kedua kepada pria itu.Dengan gaun pengantin yang indah melilit tubuhnya, Melinda merasa seperti sang ratu yang siap menerima mahkota kebahagiaan. Tetapi, di tengah kerumunan, ia tidak melihat bayangan Adam yang diharapkannya. Ketidakpastian mulai merayap di dalam pikirannya.Melinda duduk di kursi yang sudah disediakan khusus untuknya. Menyaksikan pertandingan dengan perasaan tidak menentu.Tiba-tiba, lampu-lampu sorot mulai menyala, dan kerumunan berbisik-bisik dengan kegembiraan yang menggelora. Melinda merasakan kegelisahan memenuhi dadanya ketika seseorang mel
Setelah sampai di sana, Melinda langsung berpura-pura bertanya, mencari informasi, namun tidak ada yang mengetahui acara lain selain acara baseball yang memang setiap akhir pekan dilaksanakan di sana."Besok yang bertanding adalah group banteng dengan group singa. Apakah Anda ingin membeli tiket?" tanya petugas tanpa mencurigai apa pun.Wajah dan reaksinya datar, bahkan dia malas untuk melihat ke arah orang yang menanyakan tiket."Baik, terima kasih, aku sudah punya tiket masuk," sahut Melinda lalu bergerak keluar meninggalkan gedung.Malam harinya, wanita itu tidak bisa tidur. Sama sekali tidak bisa memberi istirahat kepada matanya yang sudah lelah.Sesekali dia mematut dirinya di depan cermin dengan memegang gaun yang indah.Keesokan harinya, Melinda terbangun dengan mata yang terasa berat di bawah kelopaknya. Goresan-goresan hitam di sekitar matanya menandakan betapa dalamnya tidur yang dia alami."Mama?" Silvia masuk ke kama
Bel pintu berbunyi, membuyarkan lamunannya yang dalam. Melinda menghela napas dalam-dalam, merenggangkan otot-ototnya yang tegang, lalu beranjak menuju pintu dengan langkah gontai. Dia menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuka pintu."Siapa ya yang datang sekarang?" gumamnya pelan.Dengan ragu, ia membuka pintu dan dihadapkan pada seorang pria pengantar paket yang tersenyum ramah di depannya. Paket besar berwarna cokelat muda tergeletak di depan kakinya."Maaf mengganggu, Ma'am. Ini paket untuk Anda," kata pria itu sambil menyodorkan sebuah formulir pengiriman.Melinda mengangguk, mengambil formulir tersebut, dan menandatangani dengan cepat. Pikirannya masih melayang-layang antara rasa penasaran dan kekhawatiran.Pria pengantar itu kemudian menyerahkan paket tersebut kepadanya dengan senyuman hangat sebelum bergegas pergi. Melinda menutup pintu dan kembali ke dalam rumah dengan paket besar yang terasa begitu misterius di tangannya.Dengan hati-hati, ia memb
"Maaf, Nyonya Melinda. Kami hendak memberitahukan bahwa bahan material bangunan yang dipesan atas nama Melinda i-care sudah jatuh tempo. Sejumlah satu Milyar!"Hatinya berdegup kencang. Bagaimana mungkin dia berutang sebanyak itu atas sebuah proyek bangunan?"S-saya tidak pernah memesan apa pun," sahut Melinda dengan suara terputus-putus.Melinda berusaha memeriksa ingatannya, mencari-cari jejak apa pun yang bisa menjelaskan situasi ini, tetapi tidak ada yang muncul. Rasanya seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar."Maaf, saya tidak yakin tentang hutang ini," ucap Melinda dengan suara gemetar, mencoba menutupi kepanikannya."Seseorang bernama Tuan Adam yang mengurus semuanya," sahut penagih hutang dengan nada tajam. "Dan dia menyatakan bahwa Anda bertanggung jawab atas pembayarannya. Bukankah semua material itu dikirim kepada Melinda i-care?"Melinda menelan salivanya yang terasa pahit, merasa seakan-akan dunianya runtuh sek