Sementara hujan terus turun di luar, mereka bertiga duduk di dalam, terjebak dalam keheningan yang diisi oleh deru hujan. Meskipun tidak ada kata-kata yang diucapkan, kehadiran mereka satu sama lain memberi sedikit kenyamanan di tengah-tengah kegelapan yang melingkupi Emily.
Di saat itu, di bawah langit yang masih terus hujan, mereka bertiga menyadari bahwa cinta tidak selalu datang tanpa rintangan. Terkadang, cinta membutuhkan pengorbanan, keberanian, dan kekuatan untuk melepaskan. Mereka memeluk satu sama lain dengan erat, siap untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti, tetapi bersatu dalam kekuatan dan dukungan.
Emily, terjebak dalam kesedihannya yang dalam, merasa sulit untuk menghadiri pernikahan Aiyana dan Edward yang akan datang. Dia menyadari bahwa kehadiran di pernikahan tersebut akan membuka luka hati dan menyakitinya lebih dalam lagi.
Sebagai gantinya, Emily memutuskan untuk melakukan perjalanan liburan ke luar negeri. Dia ingin melarikan dir
Mereka berdua saling berpelukan, merasakan kekuatan dalam kebersamaan mereka. Mereka tahu bahwa perjalanan untuk menemukan Emily tidak akan mudah, tetapi bersama-sama, mereka siap menghadapi setiap rintangan yang mungkin terjadi.Kakek Rafael, mendekati Aiyana yang sedang gelisah dan terlihat mulai panik, mencoba menenangkan wanita itu. "Kita akan menemukannya, Aiyana. Kita tidak akan berhenti mencari sampai kita menemukannya," ucapnya dengan mantap, meskipun dia sendiri juga merasa cemas.Aiyana terduduk di kursi pengantin dan mulai menangis dengan tersedu-sedu, rasa takut dan kekhawatirannya membuatnya hampir tidak bisa bernapas. "Aku tidak bisa melakukannya tanpa Emily di sini," ucapnya dengan suara gemetar, tangannya gemetar saat mencoba menenangkan diri. Perasaan bersalah sangat menghantuinya."Maafkan aku, Kakek Rafael. Ini pasti akan sangat memalukan," ucapnya dengan suara parau.Edward segera menggenggam erat tangan Aiyana, mencoba memberinya sedi
Aiyana dan Edward menuangkan hati mereka, menceritakan tentang pencarian mereka untuk menemukan Emily. Mereka menjelaskan betapa pentingnya Emily dalam hidup mereka dan betapa mereka merindukannya. Sang pelayan mengangguk paham, lalu dia mulai bercerita tentang seorang wanita muda yang pernah dia temui beberapa minggu yang lalu. Deskripsi yang dia berikan sesuai dengan penampilan Emily. "Dia memang sering ke sini dan menikmati kesendiriannya dengan coffe latte yang kuracik khusus untuknya." "Dia berbicara tentang perjalanan solonya dan keinginannya untuk menemukan kedamaian di dunia yang luas," ucap sang pelayan sambil mengingat-ingat. "Dia meninggalkan pesan bahwa dia mungkin akan kembali ke kota ini suatu hari nanti," lanjutnya. "Maksudmu?" Aiyana dan Edward saling bertatapan. "Dia sudah pergi, mungkin ke kota yang lain, hmmm, kalau tidak salah, kota ... X" "Kota X? Itu hanya satu jam dari sini!" seru Edward dengan gembira dan penuh
Setelah beberapa hari pencarian yang tegang, mereka akhirnya mendapatkan petunjuk tentang keberadaan Emily. Mereka menemukannya di sebuah desa kecil di tepi laut di kota Turki, tempat di mana Emily menemukan ketenangan dalam perjalanan liburannya. Ketika Aiyana dan Edward tiba di sana, mereka disambut oleh Emily dengan kejutan dan kebahagiaan. Air mata Aiyana mengalir deras, merayakan pertemuan yang penuh emosi ini. "Emily ... " panggil Aiyana dengan sebelah tangan menutup mulutnya yang bergetar karena keharuan dan matanya berkaca-kaca. Emily masih tetap duduk di kursi roda dengan Jane, perawatnya yang setia berdiri di sampingnya. "Aiyana, Edward ... kalian menemukanku," ucap Emily sambil tersenyum kecil. Wanita itu tidak menangis lagi karena sudah mendapatkan ketenangan dalam beberapa hari tersebut. Aiyana memeluk Emily erat-erat sambil berkata dengan suara parau, "Emily, mengapa kamu pergi tanpa memberikan kabar?" "Aku ... " Em
Tidak lama kemudian, setelah semuanya bersiap untuk tidur, mereka berbaring di tempat tidur improvisasi mereka, merasakan kebahagiaan dan kedamaian yang hanya bisa ditemukan dalam kebersamaan keluarga yang erat.Di dalam keheningan kamar utama, Emily tersenyum lembut, merasakan kehangatan dari pelukan Edward. Dia merasa begitu terlindungi dan dicintai saat ini."Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi, Edward," ucapnya dengan suara yang penuh dengan kepastian. "Kamu adalah segalanya bagiku, dan aku bersumpah untuk selalu bersamamu, melalui segala hal yang akan kita hadapi bersama."Edward mengangguk, matanya berbinar dengan kebahagiaan. "Aku akan selalu menjagamu dan melindungimu, Emily. Kamu adalah cahaya dalam hidupku, dan aku bersyukur setiap hari karena kamu kembali padaku.""Jangan merasakan kekurangan yang ada pada dirimu, kamu akan selalu sempurna di dalam mata dan hatiku," ucap Edward dengan suara lembut dan mempererat pelukannya. Sesekali pria
"Lepaskan aku!""Aaarghh!"Suara Afgan melengking tinggi memenuhi ruangan. Beberapa perawat pria tampak sibuk sekali dan mereka berusaha menahan Afgan yang sedang memberontak.Kedua tangan Afgan lemban membentuk garis yang sesuai dengan ikatan pada tangannya dan kakinya juga mengalami nasib yang serupa."Tolong! Lepaskan aku! Kamu tahu, aku adalah siapa? Aku akan memberikan balasan berkali lipat bila kamu membebaskanku saat ini."Afgan berkata dengan tatapan mata penuh harap kepada salah seorang perawat yang sedang menahannya.Seorang perawat wanita masuk dengan alat injeksi di tangannya, siap memberikan suntikan penenang kepada Afgan."Tuan, saya akan menyuntikmu sekarang. Kumohon, jangan bergerak," ucapnya dengan suara sedkit bergetar."Tolong ... jangan berikan saya suntikan penenang lagi. Saya hanya butuh melakukan satu panggilan telepon dan kalian semua akan mendapat upah sepuluh kali lipat dari gaji yang kalian miliki saa
Afgan kembali tertidur, salah seorang perawat pria melirik Nancy yang masih terduduk di lantai sambil tersenyum kecil."Kamu rapikan tempat tidurnya, sadarlah, kalau kamu sudah lama bekerja, kamu akan tahu bagaimana permainan Rumah Sakit ini, Nak," ucap perawat senior lalu menepuk bahu Nancy sambil lalu.Nancy masih gemetaran, kedua matanya menatap ke arah Afgan yang tidak berdaya. Kondisi ranjang yang kacau balau karena adanya perlawanan oleh Afgan.Dengan gerak lesu, Nancy berdiri lalu menepuk pantatnya sendiri supaya rok yang dipakainya tidak berdebu.Nancy melangkah mendekati ranjang Afgan dan menatap pria yang tidak berdaya itu. Perlahan, Nancy merapikan posisi tidurnya lalu menarik sprei pada ranjang itu supaya rapi.Tiba-tiba, tangan Afgan memegangnya. Nancy terkejut dan memekik kecil, tetapi saat melihat ke arah Afgan, pria itu sama sekali tidak membuka matanya.Namun, samar-samar terdengar suara kecil dari mulut pria itu. Nancy mend
Saat mereka melihat Bob dengan perut buncitnya dan makanan kaleng yang berserakan di sekelilingnya, amarah mereka memuncak. Mereka merasa dirugikan dan diperas oleh pria asing ini yang telah menghabiskan stok makanan mereka."Kamu merampok kami!" jerit nahkoda kapal dengan suara yang gemetar karena kemarahan. Dia tidak bisa menahan diri lagi saat melihat kerusakan dan kekacauan yang disebabkan oleh Bob.Tanpa ampun, para awak kapal memutuskan untuk memberikan pelajaran kepada Bob. Mereka mengambil ember besar berisi air dingin dan menyiraminya ke arah Bob yang masih tertidur. Air dingin itu segera membangunkannya dari tidurnya yang lelap, membuatnya terkejut dan bingung.Bob mencoba bergerak, berusaha melarikan diri dari amukan para awak kapal yang marah. Namun, upayanya sia-sia. Dia dihadang dan dikepung oleh beberapa awak kapal yang mulai menyerangnya dengan penuh kemarahan."Saya bisa membayar! Saya bisa membayar!" teriak Bob dengan keras, mencoba menj
Tanpa ragu, Adelia dan Edward segera bergegas mendekati Bob, bersiap untuk memberikan pertolongan dan perlindungan yang dia butuhkan."Apa yang terjadi di sini?" tanya Edward kepada salah satu awak kapal dengan suara tegas namun penuh kepedulian.Awak kapal itu menatap Edward dengan wajah lelah. "Kami menemukan pria ini mencuri makanan kami dan tertidur di dek kapal," jawabnya dengan suara parau. "Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan dengannya."Adelia dan Edward bertukar pandang, merasa simpati terhadap nasib Bob. Mereka tahu bahwa mereka harus bertindak cepat untuk membantu pria itu, terlepas dari apa pun yang telah terjadi."Tapi bukan berarti, kalian main pukul seperti ini!" seru Adelia dengan marah.Dengan hati yang penuh belas kasihan, Adelia dan Edward berusaha mencari solusi terbaik untuk menghadapi situasi yang rumit ini, sementara mereka bersiap untuk memberikan pertolongan yang diperlukan kepada Bob.Edward melangkah maju d
"Selamat ulang tahun, Sayang," ucap Afgan seraya mengecup mesra kening istrinya. Adelia terlihat cantik dalam gaun berwarna merah muda, memancarkan pesona yang memikat semua orang yang hadir. Senyumnya yang menawan membuat suasana semakin hangat dan penuh kebahagiaan.Taman yang indah menjadi latar belakang acara tersebut, dihiasi dengan dekorasi menarik yang dipenuhi balon berwarna-warni. Meja-meja penuh dengan hidangan lokal yang menggugah selera.Afgan sengaja mempersiapkan semua makanan khas lokal Indonesia supaya dapat mencerminkan kekayaan budaya dan rasa yang istimewa. Semua tamu yang diundang tampak menikmati setiap momen, tertawa dan berbincang dalam suasana yang meriah.Afgan sengaja memilih suasana taman ini untuk memberikan kesan alami dan romantis. Cahaya lampu hias yang tergantung di antara pepohonan menambah kehangatan malam itu, menciptakan suasana yang sempurna untuk merayakan ulang tahun Adelia."Tempat ini benar-benar indah, Afgan," kat
Nama itu terdengar seperti melodi yang manis di telinganya, dan wajahnya muncul di dalam bayangan gelap di hadapannya.Lima tahun yang lalu, mereka bertemu dalam sebuah acara pesta, di mana keponakannya, Edward, membawa Adelia sebagai pasangan dansa.Adam masih ingat betapa terpesonanya dia saat itu oleh kehadiran Adelia. Wajah dan penampilan wanita itu sangat mirip dengan mendiang istrinya, membuatnya tercengang dan tak bisa berkedip.Adelia, dengan senyum manisnya dan gerakannya yang anggun, menyihirnya dalam sekejap.Dalam kilatan lampu pesta, Adam melihat bayangan istrinya yang telah tiada, dan dia merasakan hatinya tergetar oleh gelombang nostalgia dan kesedihan yang mendalam.Ketika mereka memiliki kesempatan untuk berdansa sebagai pasangan, Adam merasa seperti dia berada di alam semesta yang sama sekali berbeda, di mana waktu berhenti berputar dan kehilangan tidak lagi terasa menyakitkan.Tetapi, seiring malam berakhir, kenyataan kemb
Adam membalas senyuman wanita itu dengan senyuman manis. "Maka aku akan menjadi milikmu."Sekali lagi mereka berciuman dengan penuh gairah. Sarah terhanyut dan merasa tidak berdaya, tetapi dalam ruang kecil hatinya yang tersisa, dia tahu dengan pasti bahwa Adam bukanlah tipe pria yang akan dengan mudah jatuh hati padanya.Dia menyadari bahwa perasaan Adam padanya hanyalah alat yang dimanfaatkannya untuk menyakiti Melinda lebih dalam lagi. Tetapi, meskipun dia sadar akan ini, dia terus menekan perasaannya sendiri, membiarkan dirinya larut dalam penipuan terhadap hatinya.Setiap hari, Sarah merasa semakin terjebak dalam permainan Adam. Dia memberi dirinya alasan bahwa ini adalah cara untuk menjaga Melinda tetap aman, meskipun di lubuk hatinya, dia tahu bahwa ini hanya sebuah pembenaran dari nafsu dan ketakutan akan kehilangan Adam.Saat malam tiba, Adam mengajaknya keluar untuk makan malam romantis, dan Sarah setuju tanpa ragu.Meskipun dia menyadari
Melinda menggelengkan kepala, matanya kosong memandang ke dalam ruangan. "Aku tidak tahu," ucapnya pelan. "Aku merasa seperti semua impianku hancur, seperti tidak ada lagi yang bisa kuinginkan."Sarah merangkulnya lebih erat. "Tetapi, Melinda, kamu masih punya banyak hal di depanmu. Kehidupanmu tidak berakhir di sini."Melinda menatap sahabatnya dengan pandangan yang penuh keraguan. "Tapi bagaimana aku bisa melupakan semua ini? Bagaimana aku bisa mempercayai seseorang lagi setelah ini?""Bagaimana membuktikan kebenaran bahwa aku hanya difitnah oleh Adam? Semua ini adalah jebakannya."Sarah tersenyum lembut. "Kamu mempunyai hak untuk didampingi seorang pengacara hukum, aku akan mengurusnya dan percayalah, tidak semua pria seperti Adam. Semua ini mungkin hanya salah paham."Melinda mengernyitkan alisnya perlahan, mencoba menyerap kata-kata yang diucapkan oleh Sarah. Namun, perjalanan untuk pulih dari luka ini masih terasa sangat jauh baginya dan kebe
Adam tersenyum dengan licik lalu melanjutkan kalimatnya di depan microphone yang sedang dipegang."Yayasan Melinda i-care sudah menipu publik dengan penjualan tiket konser di acara pertandingan baseball ini. Seharusnya saya mendapatkan applause untuk keberhasilan menjebak pelaku yang sudah menipu tiket kalian, bukan?"Perkataan Adam mendapat seru riuh dari para penonton. Mereka merasa keadilan sudah ditegakkan untuk mereka.Dua orang polisi wanita segera menarik dan memasangkan borgol ke tangan Melinda yang disatukan di belakang punggungnya."I-ini tidak benar! Kamu jahat sekali!" seru Melinda sambil berusaha meronta, tetapi dua orang yang memegangnya sangat kuat."Kamu juga melakukan hal yang sama terhadap keluarga Al-Futtaim, Sayang. Adelia adalah seorang wanita yang baik. Bila saya arus memilih, maka saya akan memilih Adelia menjadi istri yang layak menggantikan mendiang istriku karena wanita itu memiliki semua yang tidak kamu miliki."Me
Melinda merenggangkan lehernya, mencoba untuk melihat lebih jelas ke arah panggung yang sedang disiapkan di tengah lapangan.Ia merasa detak jantungnya semakin kencang seiring dengan lama menunggu. Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu dengan penuh harap.Adam Offel, telah memberinya petunjuk bahwa hari ini akan menjadi salah satu yang tak terlupakan. Dia ingin memberikan kesempatan kedua kepada pria itu.Dengan gaun pengantin yang indah melilit tubuhnya, Melinda merasa seperti sang ratu yang siap menerima mahkota kebahagiaan. Tetapi, di tengah kerumunan, ia tidak melihat bayangan Adam yang diharapkannya. Ketidakpastian mulai merayap di dalam pikirannya.Melinda duduk di kursi yang sudah disediakan khusus untuknya. Menyaksikan pertandingan dengan perasaan tidak menentu.Tiba-tiba, lampu-lampu sorot mulai menyala, dan kerumunan berbisik-bisik dengan kegembiraan yang menggelora. Melinda merasakan kegelisahan memenuhi dadanya ketika seseorang mel
Setelah sampai di sana, Melinda langsung berpura-pura bertanya, mencari informasi, namun tidak ada yang mengetahui acara lain selain acara baseball yang memang setiap akhir pekan dilaksanakan di sana."Besok yang bertanding adalah group banteng dengan group singa. Apakah Anda ingin membeli tiket?" tanya petugas tanpa mencurigai apa pun.Wajah dan reaksinya datar, bahkan dia malas untuk melihat ke arah orang yang menanyakan tiket."Baik, terima kasih, aku sudah punya tiket masuk," sahut Melinda lalu bergerak keluar meninggalkan gedung.Malam harinya, wanita itu tidak bisa tidur. Sama sekali tidak bisa memberi istirahat kepada matanya yang sudah lelah.Sesekali dia mematut dirinya di depan cermin dengan memegang gaun yang indah.Keesokan harinya, Melinda terbangun dengan mata yang terasa berat di bawah kelopaknya. Goresan-goresan hitam di sekitar matanya menandakan betapa dalamnya tidur yang dia alami."Mama?" Silvia masuk ke kama
Bel pintu berbunyi, membuyarkan lamunannya yang dalam. Melinda menghela napas dalam-dalam, merenggangkan otot-ototnya yang tegang, lalu beranjak menuju pintu dengan langkah gontai. Dia menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuka pintu."Siapa ya yang datang sekarang?" gumamnya pelan.Dengan ragu, ia membuka pintu dan dihadapkan pada seorang pria pengantar paket yang tersenyum ramah di depannya. Paket besar berwarna cokelat muda tergeletak di depan kakinya."Maaf mengganggu, Ma'am. Ini paket untuk Anda," kata pria itu sambil menyodorkan sebuah formulir pengiriman.Melinda mengangguk, mengambil formulir tersebut, dan menandatangani dengan cepat. Pikirannya masih melayang-layang antara rasa penasaran dan kekhawatiran.Pria pengantar itu kemudian menyerahkan paket tersebut kepadanya dengan senyuman hangat sebelum bergegas pergi. Melinda menutup pintu dan kembali ke dalam rumah dengan paket besar yang terasa begitu misterius di tangannya.Dengan hati-hati, ia memb
"Maaf, Nyonya Melinda. Kami hendak memberitahukan bahwa bahan material bangunan yang dipesan atas nama Melinda i-care sudah jatuh tempo. Sejumlah satu Milyar!"Hatinya berdegup kencang. Bagaimana mungkin dia berutang sebanyak itu atas sebuah proyek bangunan?"S-saya tidak pernah memesan apa pun," sahut Melinda dengan suara terputus-putus.Melinda berusaha memeriksa ingatannya, mencari-cari jejak apa pun yang bisa menjelaskan situasi ini, tetapi tidak ada yang muncul. Rasanya seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar."Maaf, saya tidak yakin tentang hutang ini," ucap Melinda dengan suara gemetar, mencoba menutupi kepanikannya."Seseorang bernama Tuan Adam yang mengurus semuanya," sahut penagih hutang dengan nada tajam. "Dan dia menyatakan bahwa Anda bertanggung jawab atas pembayarannya. Bukankah semua material itu dikirim kepada Melinda i-care?"Melinda menelan salivanya yang terasa pahit, merasa seakan-akan dunianya runtuh sek