"Kamu kenapa?" sapa rekan kerja Bob. Asisten Afgan itu hanya diam dan membisu. Dia sedang berpikir mengenai anak kembar yang dikatakan Afgan."Bob!" panggil rekan kerjanya sekali lagi. "Hah?" Bob menatapnya dengan bingung."Kamu kenapa sih bengong aja?""Oh, ini tidak apa-apa. Aku hanya sedang berpikir, apakah lebih baik pindha ke Afrika saja," ucap Bob tanpa sadar."Apaan sih ... serius?""Coba kamu katakan padaku, bagaimana aku bisa mencari anak kembar yang mirip dengan Afgan?""Anak kembar? Mirip Pak Bos?" rekan kerja Bob memangku tangannya ke dagu. "Sepertinya aku pernah melihatnya.""Apa? Katakan di mana!" Bobo menarik kerah kemeja rekannya sehingga pria itu menjadi sesak."Lepaskan, ini sakit! Aough ... "Bob tersadar lalu buru-buru melepaskan tangannya. "Katakan!""Baik, lihat ini." Pria itu mengambil ponselnya lalu membuka aplikasi media sosial terbaru. Dengan singgap, dia membuka layar yang menunjukkan ac
Panggung yang mewah dipenuhi cahaya sorotan, dan musik yang menggema memenuhi ruangan saat acara fashion show dimulai. Di antara gemerlapnya sorotan dan gemerincing langkah model, dua anak kembar identik, Joanne dan Lucas, berdiri di belakang panggung dengan pakaian anak-anak dengan model yang memukau.Mata mereka berbinar-binar ketika mereka memasuki panggung, dan tepuk tangan meriah menyambut mereka. Mereka melangkah dengan percaya diri, menyisir landasan catwalk seolah-olah mereka telah melakukannya sepanjang hidup mereka. Joanne dan Lucas memang memiliki pesona yang luar biasa, dan desainer papan atas menyukai keunikan mereka.Senyuman yang merekah mencerminkan kegembiraan dari anak-anak yang polos dan penuh energik, lincah dan pintar.Tepuk tangan dari penonton yang riuh menyertai langkah mereka di sepanjang catwalk itu.Di kursi penonton, ibu mereka, Aiyana, duduk dengan bangga. Matanya berkilau melihat kembarannya bersinar di atas panggung. Di sebelahnya, kakek mereka, Rafael,
Edward berkata dengan penuh keyakinan, "Kita mungkin tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi kita bisa membangun masa depan yang indah bersama."Mereka berempat duduk bersama dalam kesunyian sejenak, menghargai kekuatan ikatan mereka.Meskipun keinginan Emily untuk memiliki anak biologis mungkin tidak dapat terwujud, kehadiran Joanne dan Lucas tetap memberikan cahaya dan kebahagiaan dalam hidupnya. Mereka tahu bahwa keluarga bukan hanya tentang darah, tetapi juga tentang cinta, dukungan, dan ikatan yang tumbuh dengan waktu.Aiyana melangkah mendekati Emily dengan penuh kehangatan di matanya. "Anakku adalah anakmu juga, Emily," ucapnya sambil merangkul wanita itu erat. Emily terkejut oleh kehangatan dan kebaikan hati yang diberikan oleh ibunda Lucas.Emily tersenyum dengan mata berkaca-kaca, merasakan betapa istimewanya momen ini. "Terima kasih," bisiknya, merasakan rasa syukur yang mendalam.Edward, yang selama ini hanya menjadi penonton di sudut rua
Rafael berjanji untuk memberikan dukungan penuh sepanjang perjalanan hidup yang baru saja dimulai. Meskipun jalan yang mereka pilih terpisah, kebaikan, cinta, dan tanggung jawab tetap menjadi dasar yang mengikat hubungan mereka sebagai keluarga yang terus bersatu.Setelah Aiyana tenang, Kakek mengajaknya duduk di ruang tamu, menatap Aiyana dengan penuh perhatian. "Aiyana, ada sesuatu yang ingin kuminta kamu pertimbangkan bersama-sama."Aiyana duduk di dekat kakek, bertanya dengan penuh rasa ingin tahu, "Ada apa, Kakek?"Kakek Rafael mengambil napas dalam-dalam, "Setelah semua yang terjadi, aku merasa inilah saatnya kita membuat keputusan tentang masa depan kita.""Apakah kamu ingin memiliki hak asuh seutuhnya terhadap anak kembarmu tanpa perlu campur tangan Ayahnya kelak?"Aiyana sudah menceritakan semua kehidupannya di masa lalu kepada Kakek Rafael, tentang bagaimana kehidupan yang dia jalani bersama Afgan dan bagaimana dia dijebak dalam bara api
Bob melihat foto pada ponsel yang disodorkan Lucas. Wanita dalam foto itu bukan Adelia, walau sangat cantik. Bob menelan salivanya dan merasa sedikit kecewa, tetapi dia sangat penasaran dengan kemiripan dari kedua anak kembar ini terhadap Afgan."Kalau Ayah kalian?"Lucas dan Joanne saling pandang menanggapi pertanyaan Bob. Sesaat kemudian, Lucas baru menjawab, "kami tidak pernah bertemu dengan Ayah. Mom mengatakan bahwa beliau sudah meninggal."Kedua mata Bob berbinar-binar mendapat jawaban dari pria kecil itu. "Ohh, baiklah, tunggu sebentar. Aku akan mengadakan panggilang video jarak jauh dengan Afgan, bagaimana?"Lucas dan Joanne mengangguk bersamaan dengan penuh antusias. Tentu saja Bob merasa sangat senang dan tidak sabar untuk memberi tahu Afgan mengenai penemuan Joanne dan Lucas di Dubai. Dengan penuh kegembiraan, dia mengambil ponselnya dan memilih nomor Afgan. Beberapa detik kemudian, panggilan jarak jauh terhubung, dan suara hangat Afgan terdengar di seberang sambungan."Bo
Bob menggeleng sambil menyerahkan bayaran untuk minuman yang dipesannya tadi."Kamu mengenal mereka?" tanya Bob tiba-tiba.Pelayan itu mengangguk, "Ibunya melahirkan di rumah Kakek Rafael, tetapi aku tidak pernah melihat ayah mereka.""... dan, itu bukan urusanku," ucap pelayan itu sambil menarik uang yang diserahkan Bob."Terimakasih," ucapnya lalu berlalu pergi dengan nampan di tangannya.Bob merenungkan semua perkataan pelayan itu sambil mematung di depan kursi."Status Ayah mereka mencurigakan. Afgan harus tahu hal ini!"Dengan lutut sedikit gemetar, Bob mencoba menghubungi Afgan lagi."Tuan," ucap Bob dengan ragu."Apa lagi maumu?" Afgan merasa fokusnya terganggu oleh Bob sehingga mengangkat panggilan dengan ketus."Berikan kesempatan untuk membuktikan sesuatu.""Apa itu?""Status Ayah dari kedua anak kembar yang mirip denganmu itu sangat mencurigakan."Mendengar hal itu, Afgan mulai tertarik. Pria itu duduk tegak dan mulai menyimak."Apa rencanamu?" tanya Afgan."Datanglah kemar
Afgan mematung dan menatap kepergian Aiyana yang terlihat canggung dan buru-buru.Namun, ingatan untuk bertemu dengan Lucas dan Joanne membuat Afgan kembali melangkah.Beberapa waktu kemudian, Afgan bersama Joanne dan Lucas berada di sebuah kafe yang nyaman di dekat hotel.Afgan terkejut pada saat kedua anak itu memeluknya begitu mereka bertemu. Sementara Bob berdiri di samping mereka dan tersenyum penuh haru. Dia merasa sangat yakin sekali bahwa dia akan dipromosikan setelah ini."Afgan, kamu sangat mirip dengan kami," ucap Lucas dengan penuh kegembiraan.Afgan berjongkok agar sejajar dengan kedua anak kembar itu.Joanne mengelus jambang tipis Afgan dengan mata berembun, "Kami sangat berharap, Anda adalah Ayah kami."Ada sebuah desiran halus dalam hati mereka yang sudah menyatukan mereka pada saat ini.Afgan segera memeluk kedua anak kembar itu, wajahnya terlihat sendu dan penuh haru.Mereka bertiga berpelukan cukup lam
Joanne kecil berusaha menggoda Ibunya, "Mom, Paman Afgan itu ... "Aiyana menatap gadis kecilnya dengan penuh pertanyaan."Mom bertemu Paman Afgan di acara di hotel, ya? Dia tampaknya sangat akrab dengan kita. Dia ... tampan sekali, tetapi tidak terawat.""Tidak terawat?" Aiyana memegang dagunya sendiri, Afgan memang terlihat tirus dan wajah tidak cerah, jambang tipis di sekitar dagunya tumbuh tidak beraturan dan rambutnya juga sudah lama tidak tertata.Hidupnya sehari-hari dipenuhi dengan pekerjaan daripada perawatan terhadap dirinya sendiri."Mom?"Aiyana memutar mata, "Ya, itu hanya kebetulan. Jangan terlalu memikirkannya. Tidurlah ... "Aiyana berusaha mengalihkan perhatiannya ke sebuah buku novel yang sedang dipegangnya. Dia berusaha pura-pura membaca sambil menunggui kedua anaknya tidur.Lucas dan Joanne tertawa dalam hati karena mereka tahu bahwa ibu mereka hanya berpura-pura. Sangat terlihat karena sampul buku yang dipe
"Selamat ulang tahun, Sayang," ucap Afgan seraya mengecup mesra kening istrinya. Adelia terlihat cantik dalam gaun berwarna merah muda, memancarkan pesona yang memikat semua orang yang hadir. Senyumnya yang menawan membuat suasana semakin hangat dan penuh kebahagiaan.Taman yang indah menjadi latar belakang acara tersebut, dihiasi dengan dekorasi menarik yang dipenuhi balon berwarna-warni. Meja-meja penuh dengan hidangan lokal yang menggugah selera.Afgan sengaja mempersiapkan semua makanan khas lokal Indonesia supaya dapat mencerminkan kekayaan budaya dan rasa yang istimewa. Semua tamu yang diundang tampak menikmati setiap momen, tertawa dan berbincang dalam suasana yang meriah.Afgan sengaja memilih suasana taman ini untuk memberikan kesan alami dan romantis. Cahaya lampu hias yang tergantung di antara pepohonan menambah kehangatan malam itu, menciptakan suasana yang sempurna untuk merayakan ulang tahun Adelia."Tempat ini benar-benar indah, Afgan," kat
Nama itu terdengar seperti melodi yang manis di telinganya, dan wajahnya muncul di dalam bayangan gelap di hadapannya.Lima tahun yang lalu, mereka bertemu dalam sebuah acara pesta, di mana keponakannya, Edward, membawa Adelia sebagai pasangan dansa.Adam masih ingat betapa terpesonanya dia saat itu oleh kehadiran Adelia. Wajah dan penampilan wanita itu sangat mirip dengan mendiang istrinya, membuatnya tercengang dan tak bisa berkedip.Adelia, dengan senyum manisnya dan gerakannya yang anggun, menyihirnya dalam sekejap.Dalam kilatan lampu pesta, Adam melihat bayangan istrinya yang telah tiada, dan dia merasakan hatinya tergetar oleh gelombang nostalgia dan kesedihan yang mendalam.Ketika mereka memiliki kesempatan untuk berdansa sebagai pasangan, Adam merasa seperti dia berada di alam semesta yang sama sekali berbeda, di mana waktu berhenti berputar dan kehilangan tidak lagi terasa menyakitkan.Tetapi, seiring malam berakhir, kenyataan kemb
Adam membalas senyuman wanita itu dengan senyuman manis. "Maka aku akan menjadi milikmu."Sekali lagi mereka berciuman dengan penuh gairah. Sarah terhanyut dan merasa tidak berdaya, tetapi dalam ruang kecil hatinya yang tersisa, dia tahu dengan pasti bahwa Adam bukanlah tipe pria yang akan dengan mudah jatuh hati padanya.Dia menyadari bahwa perasaan Adam padanya hanyalah alat yang dimanfaatkannya untuk menyakiti Melinda lebih dalam lagi. Tetapi, meskipun dia sadar akan ini, dia terus menekan perasaannya sendiri, membiarkan dirinya larut dalam penipuan terhadap hatinya.Setiap hari, Sarah merasa semakin terjebak dalam permainan Adam. Dia memberi dirinya alasan bahwa ini adalah cara untuk menjaga Melinda tetap aman, meskipun di lubuk hatinya, dia tahu bahwa ini hanya sebuah pembenaran dari nafsu dan ketakutan akan kehilangan Adam.Saat malam tiba, Adam mengajaknya keluar untuk makan malam romantis, dan Sarah setuju tanpa ragu.Meskipun dia menyadari
Melinda menggelengkan kepala, matanya kosong memandang ke dalam ruangan. "Aku tidak tahu," ucapnya pelan. "Aku merasa seperti semua impianku hancur, seperti tidak ada lagi yang bisa kuinginkan."Sarah merangkulnya lebih erat. "Tetapi, Melinda, kamu masih punya banyak hal di depanmu. Kehidupanmu tidak berakhir di sini."Melinda menatap sahabatnya dengan pandangan yang penuh keraguan. "Tapi bagaimana aku bisa melupakan semua ini? Bagaimana aku bisa mempercayai seseorang lagi setelah ini?""Bagaimana membuktikan kebenaran bahwa aku hanya difitnah oleh Adam? Semua ini adalah jebakannya."Sarah tersenyum lembut. "Kamu mempunyai hak untuk didampingi seorang pengacara hukum, aku akan mengurusnya dan percayalah, tidak semua pria seperti Adam. Semua ini mungkin hanya salah paham."Melinda mengernyitkan alisnya perlahan, mencoba menyerap kata-kata yang diucapkan oleh Sarah. Namun, perjalanan untuk pulih dari luka ini masih terasa sangat jauh baginya dan kebe
Adam tersenyum dengan licik lalu melanjutkan kalimatnya di depan microphone yang sedang dipegang."Yayasan Melinda i-care sudah menipu publik dengan penjualan tiket konser di acara pertandingan baseball ini. Seharusnya saya mendapatkan applause untuk keberhasilan menjebak pelaku yang sudah menipu tiket kalian, bukan?"Perkataan Adam mendapat seru riuh dari para penonton. Mereka merasa keadilan sudah ditegakkan untuk mereka.Dua orang polisi wanita segera menarik dan memasangkan borgol ke tangan Melinda yang disatukan di belakang punggungnya."I-ini tidak benar! Kamu jahat sekali!" seru Melinda sambil berusaha meronta, tetapi dua orang yang memegangnya sangat kuat."Kamu juga melakukan hal yang sama terhadap keluarga Al-Futtaim, Sayang. Adelia adalah seorang wanita yang baik. Bila saya arus memilih, maka saya akan memilih Adelia menjadi istri yang layak menggantikan mendiang istriku karena wanita itu memiliki semua yang tidak kamu miliki."Me
Melinda merenggangkan lehernya, mencoba untuk melihat lebih jelas ke arah panggung yang sedang disiapkan di tengah lapangan.Ia merasa detak jantungnya semakin kencang seiring dengan lama menunggu. Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu dengan penuh harap.Adam Offel, telah memberinya petunjuk bahwa hari ini akan menjadi salah satu yang tak terlupakan. Dia ingin memberikan kesempatan kedua kepada pria itu.Dengan gaun pengantin yang indah melilit tubuhnya, Melinda merasa seperti sang ratu yang siap menerima mahkota kebahagiaan. Tetapi, di tengah kerumunan, ia tidak melihat bayangan Adam yang diharapkannya. Ketidakpastian mulai merayap di dalam pikirannya.Melinda duduk di kursi yang sudah disediakan khusus untuknya. Menyaksikan pertandingan dengan perasaan tidak menentu.Tiba-tiba, lampu-lampu sorot mulai menyala, dan kerumunan berbisik-bisik dengan kegembiraan yang menggelora. Melinda merasakan kegelisahan memenuhi dadanya ketika seseorang mel
Setelah sampai di sana, Melinda langsung berpura-pura bertanya, mencari informasi, namun tidak ada yang mengetahui acara lain selain acara baseball yang memang setiap akhir pekan dilaksanakan di sana."Besok yang bertanding adalah group banteng dengan group singa. Apakah Anda ingin membeli tiket?" tanya petugas tanpa mencurigai apa pun.Wajah dan reaksinya datar, bahkan dia malas untuk melihat ke arah orang yang menanyakan tiket."Baik, terima kasih, aku sudah punya tiket masuk," sahut Melinda lalu bergerak keluar meninggalkan gedung.Malam harinya, wanita itu tidak bisa tidur. Sama sekali tidak bisa memberi istirahat kepada matanya yang sudah lelah.Sesekali dia mematut dirinya di depan cermin dengan memegang gaun yang indah.Keesokan harinya, Melinda terbangun dengan mata yang terasa berat di bawah kelopaknya. Goresan-goresan hitam di sekitar matanya menandakan betapa dalamnya tidur yang dia alami."Mama?" Silvia masuk ke kama
Bel pintu berbunyi, membuyarkan lamunannya yang dalam. Melinda menghela napas dalam-dalam, merenggangkan otot-ototnya yang tegang, lalu beranjak menuju pintu dengan langkah gontai. Dia menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuka pintu."Siapa ya yang datang sekarang?" gumamnya pelan.Dengan ragu, ia membuka pintu dan dihadapkan pada seorang pria pengantar paket yang tersenyum ramah di depannya. Paket besar berwarna cokelat muda tergeletak di depan kakinya."Maaf mengganggu, Ma'am. Ini paket untuk Anda," kata pria itu sambil menyodorkan sebuah formulir pengiriman.Melinda mengangguk, mengambil formulir tersebut, dan menandatangani dengan cepat. Pikirannya masih melayang-layang antara rasa penasaran dan kekhawatiran.Pria pengantar itu kemudian menyerahkan paket tersebut kepadanya dengan senyuman hangat sebelum bergegas pergi. Melinda menutup pintu dan kembali ke dalam rumah dengan paket besar yang terasa begitu misterius di tangannya.Dengan hati-hati, ia memb
"Maaf, Nyonya Melinda. Kami hendak memberitahukan bahwa bahan material bangunan yang dipesan atas nama Melinda i-care sudah jatuh tempo. Sejumlah satu Milyar!"Hatinya berdegup kencang. Bagaimana mungkin dia berutang sebanyak itu atas sebuah proyek bangunan?"S-saya tidak pernah memesan apa pun," sahut Melinda dengan suara terputus-putus.Melinda berusaha memeriksa ingatannya, mencari-cari jejak apa pun yang bisa menjelaskan situasi ini, tetapi tidak ada yang muncul. Rasanya seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar."Maaf, saya tidak yakin tentang hutang ini," ucap Melinda dengan suara gemetar, mencoba menutupi kepanikannya."Seseorang bernama Tuan Adam yang mengurus semuanya," sahut penagih hutang dengan nada tajam. "Dan dia menyatakan bahwa Anda bertanggung jawab atas pembayarannya. Bukankah semua material itu dikirim kepada Melinda i-care?"Melinda menelan salivanya yang terasa pahit, merasa seakan-akan dunianya runtuh sek