Anjani mengakui kalau Sean berhasil mendidik anaknya, apalagi Sean mendidik Keenan seorang diri tanpa dibantu peran istri dan Ibu untuk Keenan. Anjani sudah tahu semua cerita Sean dan Yuna, dan nasib Yuna sekarang yang sudah hidup tenang dengan keluarga barunya di luar negri. Anjani tidak membenci Yuna, ia juga tidak menyalahkan Yuna mengapa memilih untuk meninggalkan anaknya bersama Sean. Bagi Anjani yang selalu pasrah dengan arus kehidupan, baginya semua adalah takdir. Meski setelah Sean bercerai dengannya tidak membuat Sean memiliki keluarga yang lebih harmonis, tapi
"Kata Mamah, kamu sudah gak sama Langit ya?" Sean bertanya, memecahkan kesunyian didalam mobilnya.Anjani yang duduk di kursi belakang bersama Keenan yang sudah tertidur langsung menoleh kearah Sean, ia tersenyum canggung seraya menganggukkan kepalanya."Iya, Om." jawabnya. Anjani sedikit tidak percaya kalau ternyata Sean mengetahui urusan percintaannya.Tanpa sadar senyum tipis di bibir Sean terbentang, seakan jawaban Anjani barusan sesuai dengan harapannya.Sean merapatkan bibirnya menahan senyumnya yang semakin lama semakin ingin mengembang, ia merasa sesenang itu. Tangan Sean bergerak mengusap tengkuknya kikuk, banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan kepada Anjani, namun Sean takut membuat Anjani tidak nyaman.Sekarang sudah pukul 4 sore, mobil Sean sudah menuju rumah sakit tempat Anjani bekerja usai menghabiskan waktu seharian di kebun binatang. Banyak momen hari ini yang tidak akan Se
Sean mengeratkan jaketnya, angin yang berhembus malam ini membuat bulu kuduknya berdiri. Sean menyenderkan badannya pada pintu mobilnya yang terparkir didepan gedung asrama Anjani. Laki-laki itu hendak mengembalikan lipstick milik Anjani yang tertinggal didalam mobilnya kemarin. Sean sudah meminta izin kepada kepala asrama untuk menemui Anjani, tetapi kata beliau Anjani sedang tidak ada dikamarnya. Jadi Sean memutuskan untuk menunggu perempuan itu meski ia sudah berdiri selama satu jam lamanya.Sean melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah hampir tengah malam. Mungkin dia harus baluk kesini lagi besok, Sean mengkhawatirkan Keenan yang ia titipin dirumah mamahnya karena babysitter Keenan sudah resign kemarin dengan alasan karena akan segera menikah.Sean hampir saja melajukan mobilnya kalau saja dia tidak melihat motor besar yang baru saja datang sambil membonceng perempuan yang proporsi fisiknya mirip Anjani. Dan yang membu
"Jan, Jeka sudah punya pacar belum sih?"Anjani yang baru saja selesai mengaplikasikan skincare malam ke wajah langsung menoleh kearah Rena yang memandangnya serius -menunggu jawaban. Anjani mendengus samar, pasti tadi Rena melihat dirinya di jemput Jeka, bau - baunya Rena pengen minta Anjani kenalin ke Jeka.Pandangan Anjani menoleh lagi ke kaca didepannya, memasukan kapas - kapas bekas membersihkan make - up kedalam tong sampah kecil, kemudian Anjani bangkit dan merebahkan diri disamping Rena."Memangnya kenapa kalau belum?" tanya saja sambil fokus dengan ponsel digenggamannya."Yaelah pake nanya lagi, lo gak liat nih teman lo yang satu ini sudah lumutan menjomblo lima bulan lamanya.""Ah, lima bulan sih belum lama - lama amat kali. Lebay deh!"Rena memegang lengan kecil Anjani, lalu ia memasang wajah mengenaskan agar tampak menyedihkan dimata Anjani."Jan, ken
Jantung Anjani berdebar kencang saat kakinya satu persatu menuruni anak tangga. Cewek itu sudah cantik dengan gaun selutut yang membalut tubuhnya, membuat mata siapapun yang memandang akan takjub dan sulit berpaling darinya. Langkah Anjani berhenti, masih diambang anak tangga. Tampaknya dia tidak sanggup melanjutkan langkahnya saat suara yang saling bersahutan diruang tengah terdengar semakin jelas.Anjani memegang dadanya yang berdebar, ia menarik napas panjang kemudian menghembuskan nya, mencoba merilekskan diri sejenak sebelum pingsan didepan dua keluarga sang mantan suami dan mantan pacar yang melamarnya secara bersamaan.Tubuh Anjani hampir saja terjungkal saat Diandra datang dan menarik tangannya dan membawanya kedalam kamar. Anjani didudukan secara paksa di atas ranjang, sementara Diandra dan Roger bersedekap dada di hadapannya, kedua mata suami istri itu tampak kebingungan namun juga marah."Kamu kalau selingkuh main
Beberapa tahun kemudian... Sinar matahari yang semakin terik menembus tirai jendela kamar Anjani, membuat Anjani secara spontan menutup wajahnya dengan telapak tangannya saat merasakan sengatan sinar mentari pada wajahnya. Perempuan itu mengulet kecil seraya membalikan tubuhnya, mata Anjani lantas terbuka ketika dadanya menabrak sesuatu. "Good morning, wife..." suara berat itu menyapa dengan mata yang masih tertutup rapat, tangan kekarnya menarik pinggang Anjani untuk semakin dekat lalu memeluknya. Anjani tersenyum melihat pemandangan bangun tidurnya yang luar biasa. Wajah sang suami yang masih terlelap tampak sayu, terlihat polos dan begitu menenangkan. Anjani menggerakan tangannya, mengusap pipi sang suami dengan hati-hati. "Good morning, mas Sky." Cup! Anjani mengecup pipi Langit dengan secepat kilat, membuat Langit langsung membuka matany
Setelah gagal mempertahankan rumah tangganya bersama Anjani dan Yuna, Sean memilih lari dari kota Jakarta bersama anaknya, Keenan. Bali adalah tempat tujuan Sean, berharap pulau indah itu bisa menciptakan lembaran hidup barunya dan mengikis kenangannya bersama Anjani yang sudah menjadi milik pria lain. Tapi ternyata Sean salah, niatnya untuk melupakan Anjani tidak membuahkan hasil meski tahun demi tahun berlalu. Sean sudah mencoba berbagai cara untuk melupakan mantan istrinya itu. Berkencan dengan beberapa wanita hingga menjadi member eksklusif di sebuah bar mewah demi bercumbu dengan wanita berbeda disetiap malamnya. Tapi tetap tidak ada kemajuan, hidup Sean malah tambah berantakan dan tidak memiliki tujuan yang pasti. Sean menyerah, menuruti perintah sang mamah untuk kembali ke Jakarta setelah 4 tahun lamanya melarikan diri dari ibu kota. Sean kembali menemukan jati dirinya, namun yang membuatnya tak habis pikir, ia kembali jatuh cinta dengan gadis muda yang tinggal di seb
Anjani mengusap perutnya dengan pandangan lurus menerawang. Bibirnya terlukis senyum tipis, namun bersamaan dengan itu air matanya menetes. Ia teringat ucapan dokter lima bulan lalu, dimana dokter tersebut mengabarkan bahwa ia sedang mengandung janin usia dua minggu. Rasa bahagianya saat itu masih Anjani ingat dengan jelas. Lima bulan, ya, seharusnya saat ini kandungan Anjani berusia lima bulan. Mata kosong Anjani meneteskan air mata lagi. "Bayiku.." lirihnya menyedihkan. Sudah satu minggu ia kehilangan bayi yang di kandungnya. Anjani mengalami keguguran dan sampai saat ini cewek itu masih merasa kehilangan, penyesalan dan kesedihan bercampur menjadi satu. Rasanya menyakitkan sekali. "Sudah, jangan di tangisi." Langit selalu berada di sampingnya, berusaha menegarkan dan menanamkan rasa iklas di hati istrinya itu. "Harusnya aku turutin kata mas, harusnya aku gak
"Aku capek mas sama mamah kamu." Langit mengusap pundak Anjani. Mendengar istrinya mengeluh, ia jadi tidak enak hati. Langit tahu kalau selama ini mamahnya membuat Anjani tertekan. Bahkan bukan hanya menekan Anjani saja, namun Langit juga. Sering kali Rita menyuruh Langit untuk bersikap tegas kepada istrinya. Tapi Langit abaikan, Langit tidak ingin dirinya di kontrol penuh oleh Rita meskipun wanita itu wanita yang melahirkannya, tapi jika urusan rumah tangga, Rita tidak punya hak untuk ikut campur. Rita terlalu kebelet ingin mempunyai cucu. Maklum, Langit ini anak satu-satunya, hanya Langit dan Anjani yang bisa memberikan Rita cucu. "Sabar, mamah memang begitu. Jangan di ambil hati. Apa yang mamah omongin ke kamu tadi?" ujar Langit menegarnya. Suasana hati Anjani selalu berubah suram setiap mereka pulang dari rumah Rita. Entah apa yang Rita bicarakan kepada Anjani, tapi Langit yakin kalau yang Rita bicarakan hari ini pasti sudah kelewatan hingga membu
"Anjani, jangan tinggalin aku." Anjani menatap nanar Langit yang terkapar di jalanan. Lelaki itu tidak sepenuhnya sadar karena efek alkohol yang habis di minumnya. Anjani mengalihkan pandangannya, tak tega menatap suaminya yang berubah kacau seperti tak terurus. Penampilannya berantakan dan tubuhnya menjadi lebih kurus dari yang terakhi ia lihat satu bulan lalu. Tangan Anjani terkepal, amarahnya terhadap Ibu mertua semakin menjadi. Satu bulan lalu, Rita meminta Anjani untuk melepaskan Langit jika memang Anjani tidak sudi untuk di madu. Lalu setelah Anjani pergi dan Langit terpuruk seperti ini, Rita tidak mengambil tindakan apapun. Mungkin sudah, tapi tidak mempan. Buktinya sejak 3 hari belakangan ini Rita selalu mencoba menemui Anjani, wanita itu meminta Anjani untuk kembali pada Langit dan membujuk Langit ke jalan yang benar seperti dulu. Katanya, sejak Anjani pergi dari rumah, Langit berubah, pria itu jadi pemabok dan
"Aku capek mas sama mamah kamu." Langit mengusap pundak Anjani. Mendengar istrinya mengeluh, ia jadi tidak enak hati. Langit tahu kalau selama ini mamahnya membuat Anjani tertekan. Bahkan bukan hanya menekan Anjani saja, namun Langit juga. Sering kali Rita menyuruh Langit untuk bersikap tegas kepada istrinya. Tapi Langit abaikan, Langit tidak ingin dirinya di kontrol penuh oleh Rita meskipun wanita itu wanita yang melahirkannya, tapi jika urusan rumah tangga, Rita tidak punya hak untuk ikut campur. Rita terlalu kebelet ingin mempunyai cucu. Maklum, Langit ini anak satu-satunya, hanya Langit dan Anjani yang bisa memberikan Rita cucu. "Sabar, mamah memang begitu. Jangan di ambil hati. Apa yang mamah omongin ke kamu tadi?" ujar Langit menegarnya. Suasana hati Anjani selalu berubah suram setiap mereka pulang dari rumah Rita. Entah apa yang Rita bicarakan kepada Anjani, tapi Langit yakin kalau yang Rita bicarakan hari ini pasti sudah kelewatan hingga membu
Anjani mengusap perutnya dengan pandangan lurus menerawang. Bibirnya terlukis senyum tipis, namun bersamaan dengan itu air matanya menetes. Ia teringat ucapan dokter lima bulan lalu, dimana dokter tersebut mengabarkan bahwa ia sedang mengandung janin usia dua minggu. Rasa bahagianya saat itu masih Anjani ingat dengan jelas. Lima bulan, ya, seharusnya saat ini kandungan Anjani berusia lima bulan. Mata kosong Anjani meneteskan air mata lagi. "Bayiku.." lirihnya menyedihkan. Sudah satu minggu ia kehilangan bayi yang di kandungnya. Anjani mengalami keguguran dan sampai saat ini cewek itu masih merasa kehilangan, penyesalan dan kesedihan bercampur menjadi satu. Rasanya menyakitkan sekali. "Sudah, jangan di tangisi." Langit selalu berada di sampingnya, berusaha menegarkan dan menanamkan rasa iklas di hati istrinya itu. "Harusnya aku turutin kata mas, harusnya aku gak
Setelah gagal mempertahankan rumah tangganya bersama Anjani dan Yuna, Sean memilih lari dari kota Jakarta bersama anaknya, Keenan. Bali adalah tempat tujuan Sean, berharap pulau indah itu bisa menciptakan lembaran hidup barunya dan mengikis kenangannya bersama Anjani yang sudah menjadi milik pria lain. Tapi ternyata Sean salah, niatnya untuk melupakan Anjani tidak membuahkan hasil meski tahun demi tahun berlalu. Sean sudah mencoba berbagai cara untuk melupakan mantan istrinya itu. Berkencan dengan beberapa wanita hingga menjadi member eksklusif di sebuah bar mewah demi bercumbu dengan wanita berbeda disetiap malamnya. Tapi tetap tidak ada kemajuan, hidup Sean malah tambah berantakan dan tidak memiliki tujuan yang pasti. Sean menyerah, menuruti perintah sang mamah untuk kembali ke Jakarta setelah 4 tahun lamanya melarikan diri dari ibu kota. Sean kembali menemukan jati dirinya, namun yang membuatnya tak habis pikir, ia kembali jatuh cinta dengan gadis muda yang tinggal di seb
Beberapa tahun kemudian... Sinar matahari yang semakin terik menembus tirai jendela kamar Anjani, membuat Anjani secara spontan menutup wajahnya dengan telapak tangannya saat merasakan sengatan sinar mentari pada wajahnya. Perempuan itu mengulet kecil seraya membalikan tubuhnya, mata Anjani lantas terbuka ketika dadanya menabrak sesuatu. "Good morning, wife..." suara berat itu menyapa dengan mata yang masih tertutup rapat, tangan kekarnya menarik pinggang Anjani untuk semakin dekat lalu memeluknya. Anjani tersenyum melihat pemandangan bangun tidurnya yang luar biasa. Wajah sang suami yang masih terlelap tampak sayu, terlihat polos dan begitu menenangkan. Anjani menggerakan tangannya, mengusap pipi sang suami dengan hati-hati. "Good morning, mas Sky." Cup! Anjani mengecup pipi Langit dengan secepat kilat, membuat Langit langsung membuka matany
Jantung Anjani berdebar kencang saat kakinya satu persatu menuruni anak tangga. Cewek itu sudah cantik dengan gaun selutut yang membalut tubuhnya, membuat mata siapapun yang memandang akan takjub dan sulit berpaling darinya. Langkah Anjani berhenti, masih diambang anak tangga. Tampaknya dia tidak sanggup melanjutkan langkahnya saat suara yang saling bersahutan diruang tengah terdengar semakin jelas.Anjani memegang dadanya yang berdebar, ia menarik napas panjang kemudian menghembuskan nya, mencoba merilekskan diri sejenak sebelum pingsan didepan dua keluarga sang mantan suami dan mantan pacar yang melamarnya secara bersamaan.Tubuh Anjani hampir saja terjungkal saat Diandra datang dan menarik tangannya dan membawanya kedalam kamar. Anjani didudukan secara paksa di atas ranjang, sementara Diandra dan Roger bersedekap dada di hadapannya, kedua mata suami istri itu tampak kebingungan namun juga marah."Kamu kalau selingkuh main
"Jan, Jeka sudah punya pacar belum sih?"Anjani yang baru saja selesai mengaplikasikan skincare malam ke wajah langsung menoleh kearah Rena yang memandangnya serius -menunggu jawaban. Anjani mendengus samar, pasti tadi Rena melihat dirinya di jemput Jeka, bau - baunya Rena pengen minta Anjani kenalin ke Jeka.Pandangan Anjani menoleh lagi ke kaca didepannya, memasukan kapas - kapas bekas membersihkan make - up kedalam tong sampah kecil, kemudian Anjani bangkit dan merebahkan diri disamping Rena."Memangnya kenapa kalau belum?" tanya saja sambil fokus dengan ponsel digenggamannya."Yaelah pake nanya lagi, lo gak liat nih teman lo yang satu ini sudah lumutan menjomblo lima bulan lamanya.""Ah, lima bulan sih belum lama - lama amat kali. Lebay deh!"Rena memegang lengan kecil Anjani, lalu ia memasang wajah mengenaskan agar tampak menyedihkan dimata Anjani."Jan, ken
Sean mengeratkan jaketnya, angin yang berhembus malam ini membuat bulu kuduknya berdiri. Sean menyenderkan badannya pada pintu mobilnya yang terparkir didepan gedung asrama Anjani. Laki-laki itu hendak mengembalikan lipstick milik Anjani yang tertinggal didalam mobilnya kemarin. Sean sudah meminta izin kepada kepala asrama untuk menemui Anjani, tetapi kata beliau Anjani sedang tidak ada dikamarnya. Jadi Sean memutuskan untuk menunggu perempuan itu meski ia sudah berdiri selama satu jam lamanya.Sean melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah hampir tengah malam. Mungkin dia harus baluk kesini lagi besok, Sean mengkhawatirkan Keenan yang ia titipin dirumah mamahnya karena babysitter Keenan sudah resign kemarin dengan alasan karena akan segera menikah.Sean hampir saja melajukan mobilnya kalau saja dia tidak melihat motor besar yang baru saja datang sambil membonceng perempuan yang proporsi fisiknya mirip Anjani. Dan yang membu
"Kata Mamah, kamu sudah gak sama Langit ya?" Sean bertanya, memecahkan kesunyian didalam mobilnya.Anjani yang duduk di kursi belakang bersama Keenan yang sudah tertidur langsung menoleh kearah Sean, ia tersenyum canggung seraya menganggukkan kepalanya."Iya, Om." jawabnya. Anjani sedikit tidak percaya kalau ternyata Sean mengetahui urusan percintaannya.Tanpa sadar senyum tipis di bibir Sean terbentang, seakan jawaban Anjani barusan sesuai dengan harapannya.Sean merapatkan bibirnya menahan senyumnya yang semakin lama semakin ingin mengembang, ia merasa sesenang itu. Tangan Sean bergerak mengusap tengkuknya kikuk, banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan kepada Anjani, namun Sean takut membuat Anjani tidak nyaman.Sekarang sudah pukul 4 sore, mobil Sean sudah menuju rumah sakit tempat Anjani bekerja usai menghabiskan waktu seharian di kebun binatang. Banyak momen hari ini yang tidak akan Se