Share

Yudha?

Penulis: Nay Dinanti
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Mau makan dulu, atau belanja dulu?" tanya Mas Wira menawarkan pilihan ketika kami berdua memasuki pintu sebuah mall.

"Terserah Mas saja."

"Hmm, sampai sekarang aku bingung kenapa wanita suka sekali mengeluarkan senjata ampuhnya itu," gumam Mas Wira.

"Hah? senjata apa, Mas?" Aku mengernyitkan dahi.

"Kata 'terserah'. Nggak mama, Rena, kamu, suka sekali bilang terserah," ucap Mas Wira.

"Terus, siapa lagi yang suka bilang 'terserah' ke Mas Wira?" godaku.

Lelaki itu hanya tersenyum dan tak menjawab pertanyaanku. Aku juga tak berharap mendapat jawaban darinya. Niatku tadi hanya ingin menggodanya saja.

Kami berdua pun menaiki eskalator. Mas Wira memutuskan untuk mengisi perut dulu. Alasannya, karena perempuan tidak boleh telat makan, begitu katanya. Aku hanya mengiyakan saja. Meski aku tidak tahu apa alasannya. Kalau lelaki berarti boleh telat makan, begitukah?

Ketika sedang menunggu makanan tiba, tak sengaja pandangan mataku menangkap Bang Yossi yang juga tengah makan bersama dengan anak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pernikahan Berselimut Noda   Menutupi Kehamilan

    Bibirku terus menyunggingkan senyum sembari berbaring di atas ranjang. Hatiku berbunga-bunga mendapati kenyataan bahwa Mas Wira ternyata terlalu peduli padaku. Menunggunya di atas ranjang adalah hal yang tepat kulakukan saat ini.Hingga lelaki itu keluar dari kamar mandi, setelah selesai membersihkan diri. Sebuah rutinitas yang biasa kami lakukan ketika akan mulai menyambangi alam mimpi.Ekor mataku seakan tak ingin lepas darinya. Aku merasa diriku ini mulai tidak waras karenanya. Aku menginginkan sesuatu yang lebih. Ya, lebih dari malam-malam kemarin selama kami menikah. Bagaimanapun, aku ini wanita normal yang butuh kasih sayang dari seorang suami. Bukan, bukan berharap melakukan aktivitas seperti yang biasa dilakukan oleh pasangan suami istri. Hanya ingin tidur di pelukannya seperti di hotel kemarin, itu saja. Akan tetapi, hingga Mas Wira selesai memakai piyamanya, pria itu malah tak mendekatiku sama sekali. Ia memilih beranjak ke sofa yang kini telah beralih fungsi menjadi tempat

  • Pernikahan Berselimut Noda   Ke Psikiater

    Tepat pada saat jam makan siang tiba, Mas Wira datang menjemputku. Ia langsung masuk ke dalam kamar guna menemuiku."Sudah siap, Yessi?"Aku yang baru saja selesai berdandan, seketika menoleh dan mendapati dirinya telah berdiri di ambang pintu. "Sudah, Mas," sahutku seraya meraih slingbag yang sebelumnya sudah kupersiapkan di atas nakas.Kami pun berjalan beriringan. Ketika melewati ruang tengah, ada mama di sana yang sedang asik menonton televisi. "Mau pergi ke mana kalian?" tanyanya seolah menginterogasi. "Ke rumah teman, Ma," sahut Mas Wira."Penting banget ya temen kamu itu, sampai-sampai kamu pulang cepet dari kantor." "Kamu tau kan Wira, kalau perusahaan kita itu sedang tidak baik-baik saja. Itu artinya perusahaan sedang butuh sentuhan tangan kamu.""Ayolah, tunjukkan totalitas kerja kamu. Semangat untuk menaikkan kembali nama perusahaan kita. Jangan seenaknya keluar-keluar sementara jam kantor masih panjang."Aku tak tahu mengapa mama malah jadi membahas perusahaannya. Namu

  • Pernikahan Berselimut Noda   Ngidam Malam-Malam

    Namun, di tengah perjalanan, tiba-tiba pandanganku menangkap sosok seperti Bram. Dia terlihat akan menaiki sepeda motornya yang sedang terparkir di depan sebuah ruko.Mataku sampai memicing demi memastikannya. Ya! aku tak salah lihat kalau orang itu adalah Bram. Meskipun hanya sekilas, aku sangat yakin jika itu dia. Tiga tahun menjalin kasih, tak membuatku lupa tentang bagaimana bentuk postur tubuhnya. Tapi, kenapa lelaki itu ada di sini? bukankah katanya dia sedang berada di Palembang karena katanya hendak merintis usaha baru milik ayahnya, dan akan kembali setelah lima bulan? Sementara sekarang ini baru dua bulan semenjak kepergiannya. Aku jelas tahu. Sebab, dia pergi meninggalkan kota ini di saat hubungan kami masih baik-baik saja. Dan memutuskanku begitu saja pada saat dia sedang berada di luar kota."Ada apa, Yessi? kamu sedang melihat apa?" tanya Mas Wira tiba-tiba dan hampir membuatku terlonjak saking kagetnya."A-anu, Mas ... itu—""Pingin rujak lagi?" potong Mas Wira."Buk

  • Pernikahan Berselimut Noda   Bilur Biru

    Siang ini, aku tengah berkutat di dapur. Sebab ibu mertua menyuruhku membuat camilan kesukaannya, cupcake keju. Awalnya semua baik-baik saja ketika aku mulai mengayak bahan-bahan keringnya terlebih dahulu. Hingga masalah pun dimulai pada saat aku mulai memasukkan telurnya. Seperti biasa, aku tak menggunakan masker lantaran nyonya besar berdiri di sebelahku bak manekin di Pasar Tanah Abang guna mengawasiku.Refleks, aku langsung menutup mulut begitu tercium aroma amis dari telur, yang langsung membuatku mual.Mungkin saking refleksnya, hingga tanpa sengaja tanganku malah menyenggol mangkuk kaca berisi telur yang baru saja kupecahkan. Akibatnya, mangkuk kesayangan mama mertua yang katanya beli di India itu akhirnya jatuh ke lantai, dan akhirnya ....Prang!Pecah.Sontak, raut wajah mama langsung berubah warna memelototiku."Kenapa kau pecahkan mangkuk kesayanganku, hah?! Itu telurnya berceceran ke mana-mana. Rugi saya rugi! Manabau amis lagi. Dasar bloon!" makinya.Na'asnya lagi, aku

  • Pernikahan Berselimut Noda   Emosi Suamiku

    "Yessi ...!" Panggilnya lagi."Apa perlu aku yang melakukannya?" Mas Wira kemudian berjongkok dan bersiap menaikkan celana panjangku ke atas. Refleks, aku langsung menjauhkan kakiku."Kenapa?" Ia menatapku tajam."Mas sendiri mau apa?" tanyaku memberanikan diri."Cuma mau liat kaki kamu." Pria di hadapanku ini kembali menaikkan celana yang kukenakan.Aku bergegas menahan tangannya. "Memangnya apa yang mau dilihat sih, Mas? kakiku normal. Nggak ada yang aneh dengan kakiku," protesku.Namun ia seperti tak peduli dengan aksi protesku barusan. Tanganku nyatanya tak lebih kuat dalam menahan gerakannya yang sedikit memaksa, ketika ia menaikkan gulungan celanaku ke atas. Lalu sesuatu yang kutakutkan itu pun terjadi."Ini apa?" tanyanya dingin sembari menunjuk bagian paha dan betisku yang terdapat beberapa bilur warna biru. Matanya tajam menatapku.Aku hanya bisa menelan ludah. Lidahku mendadak berat tak bisa menjawab. Pandanganku memindai raut wajah lelah bercampur geram yang kini berjongko

  • Pernikahan Berselimut Noda   Priska?

    "Mas, aku numpang mobilnya ya," pinta Reni begitu kami keluar kamar."Mas buru-buru, ada meeting di kantor," sahut Mas Wira acuh tak acuh."Ish, pelit banget, sih. Kita kan searah, Mas." Reni memohon sembari mengekori Mas Wira di belakangnya."Tidak bisa!" jawab Mas Wira tegas sembari berjalan menuruni tangga.Sampai di bawah, kebetulan pula ada mama yang sedang berdiri di dekat tangga. Mas Wira melewati mama begitu saja. Sementara adik perempuannya tetap membuntuti di belakangnya, bersikeras ingin menumpang mobilnya."Wira, antar sekalian adikmu ke sekolah dulu, dong. Kan kalian searah. Kasihan adik kamu udah telat." Mama ikut-ikutan membujuknya.Mas Wira tak memedulikan bujukan sang mama. Lelaki itu terus melangkahkan kakinya hingga ke pintu mobil. Mau tak mau mama juga terpaksa mengikutinya sampai ke teras rumah, posisinya agak jauh dari tempatku berdiri."Wira!" hardik mama.Mas Wira tak jadi membuka pintu mobilnya. Ia pun berbalik badan."Ada apa lagi, Ma? Wira buru-buru, sebab a

  • Pernikahan Berselimut Noda   Ada Cerita Dari Sang Mantan

    "Oh, mantan pacar, ya?" sahutku setelah sempat termangu beberapa detik. Setelahnya, aku membantu Bik Inah menyiapkan bahan-bahan untuk diolah menjadi menu makan siang. "Nggak usah, Non. Biar bibik aja. Non duduk aja liatin bibik sambil kita ngobrol-ngobrol," tolak Bik Inah."Nggak apa-apa, Bik. Justru sambil ngobrol, tangan juga harus bekerja," sahutku sembari menyiangi sayur bayam."Bik ...!" panggilku lagi."Ya, Non.""Memangnya mantan pacarnya Mas Wira sering main ke sini, ya?" tanyaku akhirnya, tatkala rasa penasaran tidak bisa kutahan lagi."Dulu sering sih, Non. Cuma semenjak Non Priska kuliah di luar negeri, ke sininya ya cuma pas libur doang," sahut Bik Inah sembari mengupas bawang merah. Oh, kuliah di luar negeri?Aku manggut-manggut seraya mengusap kedua mataku yang perih akibat terkena hawa bawang merah yang sedang dikupas oleh Bik Inah.Beliau yang mengupas, mataku yang perih."Nggak usah nangis, Non. Non Priska kan cuma masa lalu. Kalau Non Yessi kan masa sekarang dan

  • Pernikahan Berselimut Noda   Cemburu

    Entah kenapa, tungkai kakiku rasanya sangat lemas sekali. Aku kemudian memilih duduk di teras. Sembari termangu, aku terus berpikir, apakah yang kulihat barusan itu nyata?Aku lalu menepis perasaanku jauh-jauh. Memangnya kenapa jika mereka masih berhubungan? toh, aku tak punya hak melarang. Mas Wira mau menikahiku saja, aku sudah sangat bersyukur. Harusnya, aku berterimakasih padanya lantaran telah sudi menutupi kotoran di tubuhku. Harusnya, aku tak berharap banyak pada pernikahan ini. Harusnya, aku tak sakit hati padanya.Harusnya, aku tak cemburu pada Priska.Harusnya, aku bisa menahan benih-benih cinta yang dengan tidak tahu dirinya malah tumbuh perlahan di hatiku.Lalu, apa arti ciumannya di hotel waktu itu?Lalu, apa arti kebaikan dan perhatiannya selama ini padaku?Lalu, apa arti pembelaannya untukku ketika aku disakiti oleh ibunya?Lalu, apa arti kecupan di dahiku pagi tadi?Salah sendiri Mas Wira baik padaku.Salah sendiri Mas Wira perhatian padaku.Salah sendiri Mas Wira

Bab terbaru

  • Pernikahan Berselimut Noda   Akhir Dari Sebuah Kisah

    Perlahan namun pasti, kedua mataku akhirnya terbuka. Aku lantas mengedarkan pandangan ke sekeliling dan menyadari bahwa aku tengah berada di sebuah ruangan yang tampak sangat asing.Sontak aku pun bangun dan terduduk, sembari berusaha mengingat kejadian yang telah menimpaku.Rasa takut kembali menyergap kala kusadari kedua tanganku sudah dalam kondisi terikat.Aku lantas berteriak meminta tolong, namun hanya suara gumaman yang berhasil keluar, mulutku disumpal kain.'Ya Allah, siapa yang telah tega berbuat jahat terhadapku? Apa salahku sampai orang itu tega memperlakukanku seperti ini?' Batinku menjerit.Air mataku sudah tumpah ruah saking takutnya.Di tengah rasa keputus-asaanku, mendadak terdengar suara pintu berderit, menandakan ada orang yang akan masuk. Seorang laki-laki berkepala plontos serta berpenampilan serba hitam telah berdiri di hadapanku. Perawakan dan gayanya persis seperti pemeran penjahat di film-film. Bibirnya yang berwarna hitam menyeringai kala menatapku. Ia lanta

  • Pernikahan Berselimut Noda   Seseorang Yang Menyergap

    POV Yessi."Mas, aku boleh nanya sesuatu sama kamu, nggak?" tanyaku hati-hati."Boleh. Mau nanya apa?" tanyanya seraya mengalihkan tatapan dari ponsel miliknya.Inilah salah satu yang kusukai dari Mas Wira. Sedikit pun tidak pernah merasa keberatan dengan pertanyaan yang hendak kuajukan. Tak peduli jika ia bisa menjawabnya atau tidak, bahkan apabila pertanyaannya itu akan menyinggung perasaannya, ia tak peduli. Yang pasti jika aku meminta izin mau bertanya, ia akan langsung memperbolehkan."Mas kenal sama Bram?" Lelaki itu tak langsung menjawab. Diletakkannya ponselnya di atas meja, lantas sorot matanya menatapku lekat."Kenal. Dia temanku."Jawabannya cukup membuatku terkejut. "Teman? Kok Mas nggak pernah cerita?" tanyaku seraya mengernyitkan dahi. "Memangnya harus?" Dia malah balik bertanya sambil memamerkan senyum tipis."Eng ... ya nggak harus, sih. Cuman, kan ...." Aku sengaja tak meneruskan kalimatku. Rasa gugup membuatku bingung mengeluarkan kata-kata.Suamiku tertawa melih

  • Pernikahan Berselimut Noda   Yessiku

    Kudapati mama yang tengah duduk santai di teras sembari membaca majalah. Ia tampak terkejut melihat kedatanganku. Mungkin heran karena aku pulang cepat hari ini."Mana Yessi, Ma?!" tanyaku tanpa basa-basi."Nggak tau. Di dalem kali,"jawab mama acuh tak acuh. Ia kembali fokus menatap majalah.Aku bergegas masuk ke dalam rumah. Tampak Bik Inah mendatangiku dengan tergopoh."Mas! Non Yessi nggak ada," ujarnya panik."Kok bisa? Mungkin di kamarnya?!" sahutku sambil bergegas menaiki anak tangga. Baru dua langkah, seruan Bik Inah sontak menghentikanku."Nggak ada, Mas! Bibik barusan ke kamar nggak ada juga. Non Yessi kabur. Tadi Rahma ngeliat Non Yessi keluar dari pintu samping." Bi Inah kembali menangis."Astaga! Kenapa nggak dilarang??!" Nada suaraku meninggi saking paniknya."Bibik juga nggak tau, Mas. Rahma cuman ngeliat sekilas tadi," jawab Bi Inah takut-takut."Mana Rahma?! Panggilkan dia, Bik!" titahku sambil memijat pelipis. Aku benar-benar tak menyangka jika situasinya akan jadi g

  • Pernikahan Berselimut Noda   Membuatnya Yakin

    Malam itu ponselku tiba-tiba berdering. Alisku bertaut menatap sebaris angka yang tertera di layar ponsel. Feelingku langsung tidak enak. Mungkin karena beberapa hari ini sering diteror.[Halo!] kujawab panggilan tersebut.Terdengar suara kekehan tawa seorang pria di seberang sana. Aku mengenali suaranya. Dia merupakan orang yang tempo hari menerorku. Kebetulan Yessi sedang keluar kamar. Aku bergegas menuju balkon sebelum ia kembali.[Breng*ek!! Aku tau siapa dirimu. Kau jangan macam-macam. Aku bisa melaporkanmu ke polisi!] ancamku.[Silakan. Aku tidak takut. Yang jelas kau harus tau mengenai satu hal, bahwa akulah yang pertama kali meniduri istrimu. Bukan kau! Sepertinya akan jadi menarik kalau aku juga meneror istrimu,] ejeknya seraya terkekeh.[Ba*ing*n! Jangan pernah ganggu istriku! Kau hanya bisa merusaknya saja! Ke mana pun kau lari, aku akan terus mengejarmu!][Haha! Kau pikir aku takut dengan ancamanmu. Kau harus tau satu hal! Aku tidak akan melepaskan kalian begitu saja! Te

  • Pernikahan Berselimut Noda   Mencari Peneror

    "Bram!" Pria itu lantas menoleh ketika aku memanggilnya. Senyum sinis mengembang di salah satu sudut bibirnya ketika melihatku."Sudah lama tidak kelihatan, sekali ketemu udah jadi suami orang. Gimana enak teman makan teman?" sindirnya.Rupanya ia telah mendengar kabar pernikahanku dengan Yessi. Entah dari mana dia tahu. Padahal kami tidak mengundangnya. "Kami dijodohkan. Aku juga tidak tau kalau jadinya akan seperti ini. Maafkan aku kalau kau tidak berkenan."Bram membuang ludah tepat di depanku. "Cuih! Jelas saja aku tidak berkenan. Tak kusangka kau ternyata seorang pecundang. Pagar makan tanaman. Kau tidak pantas disebut sebagai teman!" ucapnya marah. Setelahnya ia berlalu begitu saja. Padahal aku ingin bertanya sesuatu mengenai Yessi. Apakah sebelum kami menikah ia pernah bertemu dengan Yessi? Aku tidak menuduh Bram yang melakukannya. Namun, setidaknya ia pasti tahu ke mana saja Yessi pergi dan dengan siapa perginya sebelum peristiwa itu terjadi.***"Saudari Yessi mengalami t

  • Pernikahan Berselimut Noda   Segala Bentuk Asumsi

    "Dengar Wira! Saya titipkan anak saya. Dalam artian, saya tidak ingin kalau anak saya sampai terluka barang secuil pun," pesan calon ayah mertuaku sembari menyodorkan amplop cokelat tebal ke hadapanku.***Pernikahanku dengan Yessi memang berjalan lancar, namun tidak dengan hatiku. Rasa sesak terus-menerus kurasakan hingga napasku nyaris tersendat-sendat sepanjang kami duduk bersanding di pelaminan. Kulihat wajahnya muram. Ah, terang saja. Mungkin ia juga terpaksa menerima pernikahan ini. Karena setahuku ia juga masih memiliki kekasih. Berharap menikah dengan Bram, namun malah dijodohkan denganku. Tidak ada malam pertama. Menggauli gadis yang sedang mengandung anak orang lain, siapa yang selera? Yang ada, aku malah semakin merasa benci dengannya. Meskipun aku tak memungkiri jika ayahnya telah banyak berjasa pada keluargaku, namun tetap saja keegoisanku mengalahkan segalanya.Kami tidak tidur bersama. Aku memilih tidur di sofa, sementara dia kubiarkan tidur di ranjangku.Hingga pada

  • Pernikahan Berselimut Noda   Tentang Dia

    POV Wira.Aku mengenalnya sebagai seorang gadis yang ceria dan juga cantik. Pertama kali melihatnya adalah ketika ia menjadi salah satu siswi baru di sekolahku. Pada saat itu aku langsung tertarik padanya. Hingga secara kebetulan, aku dan dia saling berkenalan ketika kami sedang sama-sama menunggu jemputan sepulangnya dari sekolah."Yessi." Suaranya terdengar merdu ketika menyebutkan namanya.Keakraban pun terjalin di antara kami. Tanpa kusadari, rasa tertarik yang sebelumnya kurasakan, lambat laun tumbuh menjadi cinta. Meski aku juga pernah merasakan jatuh cinta pertama kalinya saat masih duduk di bangku SMP, namun entah mengapa kali ini rasanya amat berbeda.Gelombangnya begitu kuat, sampai-sampai aku susah tidur akibat memikirkannya. Akan tetapi, aku cukup tahu diri untuk tidak mengungkapkan padanya. Dengan tubuh super gendut yang kumiliki, gadis mana yang bersedia menerimaku. Andai pun mau, mungkin saat itu dia sedang dalam kondisi tidak sadarkan diri alias terhipnotis.Yessi yang

  • Pernikahan Berselimut Noda   Buku Agenda Di Rumah Baru

    Hunian baru ini terdiri dari dua lantai. Warnanya didominasi oleh cat putih. Bentuknya simpel namun tampak elegan. Ada taman kecil di sekeliling rumah yang ditumbuhi oleh rumput jepang, menambah kesan asri pada hunian minimalis tersebut."Ini semua Mas yang nanem?" tanyaku begitu tiba di taman belakang rumah yang juga berbentuk minimalis.Mas Wira mengangguk. "Suka nggak?" "Suka sekali. Aku nggak nyangka Mas pinter soal tanam-menanam," pujiku.Terdapat beberapa tanaman hias di dalam pot-pot kecil yang ditata apik sedemikian rupa. Serta di pojok taman ada sebuah kolam ikan hias berbentuk mini, cantik sekali. Semuanya dibuat serba mini, namun itulah yang kusuka."Kamu suka rumah ini, Yessi?" Aku mengangguk secara antusias. "Rumahnya nyaman, Mas. Juga sejuk."Mas Wira tersenyum lalu memelukku dari belakang. "Semoga kamu betah tinggal di sini, ya?""Aamiin.""Boleh aku tanya sesuatu, Yessi?""Hm. Mas mau nanya apa?" tanyaku sembari agak mendongak, agar aku dapat melihat wajahnya."Tadi

  • Pernikahan Berselimut Noda   Perjanjian

    Tanganku panas dingin sambil duduk menunggu di ruang tengah dengan penuh ketegangan. Kesannya seperti menunggu salah satu keluarga yang sedang menjalani operasi. Namun, di dalam sana adalah keluarga Mas Wira yang sedang disidang oleh papi.Beberapa kali terdengar gebrakan meja. Aku takut jika terjadi keributan dan mereka berkelahi. Mami yang duduk di sebelahku kemudian meremas tanganku, seolah ingin mengatakan bahwa semua baik-baik saja. Sementara Kak Yessa berdiri sambil menyilangkan tangannya, tubuhnya disandarkannya di sofa.Tak berapa lama, terdengar bunyi bel pintu. Itu pasti Bang Yossi. Barusan dia menelepon dan memberi tahu kalau akan datang ke sini. Bi Rum kemudian berlari tergopoh-gopoh guna membukakan pintunya.Bang Yossi kemudian menghampiri kami dengan tergesa-gesa. Ia datang sendirian tanpa membawa anak dan istrinya."Gimana?" tanyanya."Masih disidang." Kak Yessa yang menjawab sembari menunjuk ke ruang kerja papi menggunakan dagunya. Bang Yossi kemudian beralih memperha

DMCA.com Protection Status