"Kalau begitu, aku akan membantumu menyiapkan perlengkapanmu. Kamu harus hati-hati di jalan," kata Wulan yang tahu dia tidak akan bisa mengubah pemikiran Wira. Dia segera masuk ke dalam kamar dan mulai mengemas barang-barang Wira. Hubungan Wira dan Biantara sangat baik dan sekarang Biantara dalam bahaya, Wira tentu saja tidak bisa hanya duduk diam. Jika Wira tidak turun tangan, itu bukan Wira yang dikenalnya lagi.Malam itu, Nafis yang menerima kabar segera datang.Awalnya, Wira berencana untuk menggerakkan pasukan Danu dan Doddy, tetapi keduanya harus tetap melindungi Provinsi Lowala yang situasinya tidak jelas. Jika keduanya tahu Biantara dalam bahaya, keduanya pasti akan meninggalkan semua hal untuk membantu Wira menyelamatkan Biantara. Dengan demikian, lawan mereka akan memanfaatkan situasi untuk menyerang Provinsi Lowala. Mereka akan rugi besar jika kehilangan Provinsi Lowala karena hal ini. Meskipun mereka berhasil menyelamatkan Biantara, situasinya menjadi tak terkendali."Tuan,
Perjalanan ke Kota Hantu ini harus dilakukan secara rahasia. Jangan sampai membuat musuh berwaspada. Wira bukan khawatir orang Sekte Kegelapan melacak keberadaannya, melainkan takut orang Kerajaan Beluana memanfaatkan kesempatan ini untuk menyerang.Dunia sudah termasuk damai sekarang. Setidaknya, masing-masing kerajaan bisa fokus pada perkembangan sendiri. Wilayah Wira adalah yang paling kecil. Jika terjadi perang di saat seperti ini, sudah pasti dirinya yang rugi. Wira tidak akan melakukan hal bodoh seperti itu."Aku mengerti," sahut Nafis. Kemudian, dia bergegas menuju ke luar kota.....Satu jam kemudian, di Penjara Jagat. Semua barang sudah dikemas. Nafis juga sudah mengambil semuanya. Semua orang sudah siap untuk berangkat. Namun, jika ingin menyelamatkan Biantara, mereka tentu harus membawa Thalia."Aku tahu kamu pasti akan mencariku." Begitu melangkah masuk, Wira langsung mendengar tawa Thalia. Selama dikurung beberapa hari ini, meskipun Thalia terlihat makin lemas, wajahnya te
"Meskipun kamu berhasil meloloskan diri kali ini, aku nggak akan menyerah begitu saja. Kalaupun kamu melarikan diri di Kota Hantu nanti, aku punya banyak cara untuk menangkapmu kembali. Ingat, nyawamu adalah milikku. Cepat atau lambat, kamu akan jatuh ke tanganku," ujar Wira.Di mata Wira, tidak ada yang namanya perbedaan gender. Manusia hanya terbagi menjadi dua, yaitu teman atau musuh.Meskipun Thalia memiliki paras yang begitu cantik, Wira sama sekali tidak tertarik padanya. Bahkan, dia merasa jijik jika harus menatap wajah wanita ini lebih lama. Wira hanya ingin menghabisi wanita licik ini secepat mungkin agar dunia bisa damai."Ayo, cepat lepaskan borgol sialan ini. Menyebalkan sekali. Aku nggak pernah diperlakukan seburuk ini. Meskipun kamu nggak membunuhku, aku nggak akan melepaskanmu. Suatu hari nanti, aku pasti akan menghabisimu. Aku nggak takut sekalipun harus mengorbankan nyawa sendiri," ucap Thalia dengan dingin.Thalia sama sekali tidak takut dengan ancaman Wira. Sebalikny
Di Kota Limaran, langit berangsur terang. Wira dan lainnya sudah berangkat sejak tadi. Di sisi lain, Huben menyuruh ketiga kepala keluarga itu berkumpul di balai prefektur."Bukannya semua sudah jelas kemarin? Kenapa menyuruh kita ke sini lagi? Apa kita membuat kesalahan?" tanya Raffi sambil menatap Cody.Cody mengedikkan bahunya, lalu menggeleng dan menyahut, "Mana aku tahu. Hubunganku dengan Tuan Wira hanya sebatas atasan dengan bawahan. Dia nggak memberitahuku apa-apa kok."Ketika berbicara, Cody tidak lupa untuk melirik Aariz. Tidak peduli berada dalam situasi seperti apa, Aariz selalu terlihat tenang.Ini karena Aariz dan Wira sudah saling mengenal sejak awal. Selain itu, mereka berdua tidak punya perselisihan apa pun lagi. Bahkan, aset Keluarga Oesman jatuh ke tangan Keluarga Abizar. Hubungannya dengan Wira jelas sangat baik dan dekat.Raffi mendengus. Dia tentu memahami maksud Cody, tetapi tidak mengatakan apa pun. Meskipun ketiganya telah menjadi bawahan Wira dan berbagi aset K
"Tuan Wira ke mana?" tanya Aariz tanpa sadar. Saat berikutnya, ekspresinya seketika terlihat canggung. Dia menelan ludah karena menyadari dirinya salah berbicara.Wira memiliki jabatan tinggi, bahkan merupakan atasan mereka. Jadi, untuk apa Wira memberi tahu mereka tentang ini? Pertanyaan Aariz ini terlalu berlebihan.Sesuai dugaan, Huben mengernyit dan menimpali, "Ini bukan sesuatu yang seharusnya kalian tahu."Aariz segera mengangguk dan tidak berani berbicara lagi. Huben meneruskan, "Untuk sementara ini, kalian harus mengalokasikan sejumlah tenaga kerja untuk membantu pembangunan proyek hidrolik. Selain itu, kalian juga harus membantu kalau mereka memang butuh bantuan.""Jangan lupa, begitu proyek ini selesai, keluarga kalian akan mendapat untung besar. Seharusnya aku nggak perlu menekankan hal ini lagi, 'kan?"Ketiganya segera mengangguk. Huben melanjutkan, "Jangan sampai ada yang tahu kalau Tuan Wira sudah meninggalkan Kota Limaran. Orang-orang pasti akan curiga kalau kalian tiba-
"Nyonya nggak perlu sepanik ini, semuanya baik-baik saja. Aku datang hanya untuk mendiskusikan sesuatu. Kalau Nyonya merasa bosan di sini dan ingin pergi, aku bisa mengutus pasukan untuk mengantarmu pulang ke Dusun Darmadi," ujar Huben sambil tersenyum.Huben adalah orang yang teliti. Beberapa hari ini, Wira terus menyibukkan diri di lokasi konstruksi. Sementara itu, Wulan hanya membaca buku di kamarnya tanpa mengeluh sedikit pun. Para istri Wira memang bukan wanita biasa."Ada bagusnya juga. Setelah pulang ke Dusun Darmadi, keselamatanku lebih terjamin dan Tuan juga nggak perlu mengkhawatirkanku lagi," sahut Wulan yang terkekeh-kekeh.Wulan tahu apa yang dipikirkan oleh Huben. Pagi ini, ada banyak sekali pasukan yang berjaga di area tempat Wulan beraktivitas. Dia tahu bahwa Wira sudah pergi ke Kota Hantu. Jadi, Huben mengutus begitu banyak pasukan untuk menjamin keselamatannya. Namun, keberadaannya ini hanya akan membuat Huben tidak bisa fokus dengan pekerjaannya."Kalau begitu, aku a
"Tutup mulut busukmu itu!" Osmaro sontak bangkit saat mendengarnya. Kemudian, dia bangkit dan menghampiri Thalia.Sambil mencekik Thalia, Nafis berteriak, "Sebelumnya, aku masih merasa wajahmu cukup cantik. Makin dilihat, aku baru menyadari wajahmu ini menjijikkan sekali. Kalau bukan karena kamu masih berguna, aku pasti sudah memenggal kepalamu!"Thalia memalingkan wajahnya. Dia tidak ingin meladeni Nafis. Pria ini hanya bawahan yang tidak pantas berbicara dengannya."Kamu ...." Amarah Nafis sontak berkecamuk melihat wanita ini meremehkannya. Setelah ragu-ragu sejenak, dia tidak mengatakan apa pun lagi. Yang jelas, dendam ini tidak akan pernah dilupakannya. Suatu hari nanti, dia akan memberi wanita ini pelajaran."Sudahlah, biarkan saja dia. Kamu nggak merasa wanita ini sengaja memperkeruh suasana? Setelah menangkapnya kembali, kamu boleh melakukan apa saja kepadanya untuk melampiaskan emosimu," ujar Wira dengan tidak acuh. Nafis pun duduk kembali.Wira mengalihkan topik pembicaraan. D
Begitu ucapan ini dilontarkan, tiba-tiba terdengar suara embusan angin. Saat berikutnya, Nafis sudah berada di sisi Wira dan 3.000 pasukan elite juga sudah membentuk formasi.Satu per satu anak panah mengenai perisai, menimbulkan suara yang nyaring. Suasana seperti ini sungguh menegangkan, terutama di malam hari."Apa yang terjadi?" tanya Wira segera.Nafis mengernyit sambil membalas, "Sepertinya jejak kita terlacak musuh. Ada yang sudah mengunci posisi kita, jadi tiba-tiba melancarkan serangan seperti ini. Tapi, karena tempat ini terlalu gelap, kita nggak bisa menyadari lokasi musuh ataupun memperkirakan jumlah mereka. Dilihat dari anak panah ini, jumlah mereka seharusnya nggak kalah dari kita."Meskipun Nafis terus melatih pasukan selama ini, dia adalah seorang genius berbakat. Kalau bukan karena dunia sudah mulai damai, Nafis pasti bisa mencapai prestasi besar di medan perang. Hanya dalam beberapa detik, dia sudah bisa menilai situasi dengan begitu baik."Di mana para prajurit yang
Penampilan Kaffa dan Shafa memang membuat orang sulit untuk percaya Wira bisa memberikan orang-orang itu cukup uang untuk membeli beras.Wira melanjutkan, "Kalian semua mungkin masih belum tahu, ada kantin umum yang khusus untuk para korban bencana dia Provinsi Lowala. Asalkan kalian pergi makan di sana setiap harinya, setidaknya masalah makanan kalian bisa terselesaikan. Meskipun aku benar-benar nggak bisa memberi kalian makanan, kalian juga nggak akan mati kelaparan begitu kalian masuk ke Provinsi Lowala.""Soal tempat tinggal, aku yakin kelak itu juga akan perlahan-lahan terselesaikan. Kehidupan kalian pasti akan membaik."Sebelum datang ke sini, Wira sudah mendengar dari Lucy bahwa situasi di Provinsi Lowala tidak separah yang dibayangkannya.Osmaro dan yang lainnya bisa mengendalikan situasinya dalam waktu singkat dan bahkan mencegah pemberontakan karena mereka menyediakan cukup banyak persediaan makanan dan tempat perlindungan bagi para korban bencana juga. Kebutuhan makanan dan
"Pakaiannya juga cukup bagus, sepertinya dia juga orang kaya. Dia nggak mungkin akan menipu kita, 'kan?"Melihat penampilan Wira, semua orang mulai goyah. Dalam situasi seperti ini, tidak ada makanan sama saja kehilangan harga diri. Mereka harus segera mencari makanan untuk bertahan hidup.Namun, orang-orang berpikir mereka juga harus menghemat tenaga mereka. Sudah kekurangan makanan setiap harinya pun masih harus melakukan banyak pekerjaan, bahkan manusia besi juga tidak akan tahan. Sekarang Wira memberikan mereka makanan gratis, mereka tentu saja tidak akan menolaknya."Aku percaya dengan kata-kata Tuan ini. Tuan ini terlihat sangat serius, jelas bukan orang yang akan menipu kita. Lagi pula, jumlah kita banyak. Kalau nanti kita nggak mendapat makanan, kita bisa langsung menyerangnya. Masa kita yang sebanyak ini nggak bisa mengalahkan dia seorang?" kata seorang pria paruh baya yang keluar dari kerumunan dan langsung mengangkat tangannya.Tak lama kemudian, banyak orang yang mulai mele
"Mereka semua datang ke sini bersama orang kaya di desa," jelas Sahim.Tadi Sahim dan yang lainnya sudah siap untuk membantu orang-orang itu, tetapi mereka menjadi enggan untuk ikut campur setelah mengetahui kenyataannya. Orang-orang itu sendiri yang sukarela membawa barang-barang itu, mereka yang akan mendapat masalah jika bersikeras membantu.Lagi pula, pihak yang satunya bersedia bekerja dan pihak yang satunya lagi bersedia memberi, pada dasarnya ini hanya transaksi bisnis."Kenapa berhenti?" Saat Sahim melaporkan situasinya pada Wira, terdengar suara dengan nada kesal dari dalam kereta itu. Tak lama kemudian, seorang pria keluar dari kereta dan langsung menatap orang-orang di sekitarnya."Apa lagi yang bisa kalian lakukan di sini? Bentar lagi kita akan tiba di kota. Setelah masuk ke sana, aku akan memberikan tujuh kilogram beras pada kalian sesuai kesepakatan. Kalau kalian terus membuang-buang waktu di sini, kalian nggak akan mendapatkan apa-apa," lanjut pria itu.Wira pun menatap
Melihat pemandangan di depan, Wira merasa sakit kepala. Apakah mereka menganggapnya sebagai orang yang sangat baik? "Kalian bahkan nggak tahu apa yang kulakukan, tapi langsung ingin mengikutiku. Kalian nggak takut aku akan membahayakan kalian?"Semua orang langsung menggelengkan kepala.Terutama Sahim, dia adalah orang pertama yang berkata, "Aku percaya dengan kepribadian Tuan. Penampilan Tuan terlihat begitu rapi, sama sekali nggak seperti orang jahat. Lagi pula, nggak ada orang lagi yang lebih jahat dari kami di dunia ini, 'kan? Aku juga percaya kelak aku pasti akan berguna kalau kami mengikuti Tuan. Aku pasti bisa mewujudkan semua ambisiku."Wira pun tersenyum dan bertanya-tanya apa ambisi orang ini. Dengan penampilan yang buruk, Sahim ini memberikan kesan yang buruk dan terlihat seperti orang jahat.Namun, setelah Wira pikirkan lagi, membiarkan orang-orang ini mengikutinya juga bukan pilihan yang buruk. Setidaknya mereka bisa melakukan beberapa hal sesuai kemampuan mereka dan tidak
Dengan kemampuan para menteri hebat ini, mereka pasti bisa meyakinkan para rakyat. Itu sebabnya, tidak ada keributan yang terjadi."Kak, rupanya kamu orang Provinsi Lowala. Dari aksenmu, aku nggak bisa menilai asal-usulmu," ucap Shafa sambil menatap Wira."Aku bukan dari Provinsi Lowala. Aku cuma tinggal lebih lama di sini. Makanya, aku nggak punya aksen seperti mereka," sahut Wira.Sebenarnya tidak ada perbedaan besar pada aksen para penduduk di sembilan provinsi, kecuali yang berasal dari etnis minoritas. Sementara itu, Wira bukan berasal dari dunia ini sehingga aksennya tentu berbeda. Bagaimana mungkin mereka bisa menebak asal usulnya?Shafa bertanya, "Kalau begitu, kamu dari mana?""Rumahku sangat jauh dari sini. Sepertinya aku nggak bakal pernah bisa pulang lagi." Wira menggeleng sambil menghela napas.Wira sendiri sudah lupa dirinya sudah berapa lama dirinya berada di sini. Selain itu, dia tidak pernah menemukan jalan pulang.Namun, harus diakui bahwa kehidupan di sini sangat bai
Kaffa tidak menyahut. Dia tidak percaya pada omongan para perampok ini. Penjahat selamanya adalah penjahat!Ini sama seperti orang baik. Tidak peduli apa yang terjadi, mereka tidak akan pernah tunduk pada kejahatan, apalagi mencelakai orang.Namun, karena Wira telah berbicara demikian, Kaffa tidak berani membantah lagi. Hanya saja, dia masih merasa agak enggan.Nyawa mereka semua ada di tangan Wira. Kaffa merasa agak takut setelah melihat Wira membunuh Jaguar tadi. Jika menyinggung Wira, nasibnya mungkin akan sama dengan Jaguar.Apalagi, Kaffa masih punya adik. Apa pun yang terjadi, dia harus memastikan keselamatan Shafa. Sekalipun nyawa taruhannya, dia tetap harus melindungi Shafa."Siapa namamu? Kulihat kamu sangat pintar bicara dan pintar menilai situasi," tanya Wira kepada pria berwajah tirus itu.Pria itu bergegas menghampiri Wira, lalu menyeka keringat dinginnya sambil memperkenalkan diri, "Namaku Sahim.""Sahim? Oke, aku sudah ingat." Wira mengangguk.Ketika melihat Wira berinis
Tidak ada yang gratis di dunia ini. Kini, seseorang yang begitu kuat dan punya kuasa tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Hal ini tentu membuat mereka merasa curiga."Letakkan senjata kalian sekarang juga! Kalau ada yang berani macam-macam, jangan salahkan aku mengambil tindakan," ancam Wira dengan dingin.Semua orang bertatapan. Tidak ada yang berani ragu sedikit pun. Mereka buru-buru melempar golok mereka ke samping.Di mana mereka, Wira tidak ada bedanya dengan malaikat maut. Jika terus berbasa-basi dengan Wira, takutnya mereka semua akan mati di sini. Tidak ada yang ingin mati!Sekalipun profesi mereka adalah perampok, mereka melakukannya hanya untuk bertahan hidup.Saat berikutnya, para perampok itu berlutut. Pria berwajah tirus itu berkata, "Kak Jaguar sudah mati. Mulai sekarang, kami akan mengikutimu! Kamu adalah bos kami! Kami nggak akan menentang perintahmu, sekalipun nyawa taruhannya!"Semua orang buru-buru menyatakan sikap mereka. Wira tersenyum dingin, lalu berujar, "Kalau b
"Kamu yakin besi di tanganmu itu bisa membunuhku? Kamu kira kami bakal takut?" Jaguar menatap Wira dengan tidak acuh. Orang-orang di belakangnya sontak tertawa, merasa nyali Wira terlalu besar.Jumlah mereka terlalu banyak. Sekalipun Wira dan kedua anak itu bernyawa sembilan, mereka tetap tidak akan bisa melawan. Sepertinya, Wira ketakutan hingga menjadi bodoh."Tuan muda kaya yang dimanjakan sejak kecil memang begini. Mereka nggak bisa menilai situasi dengan baik. Kalau begitu, gimana kalau kita bunuh saja mereka?" usul pria berwajah tirus itu."Kulihat kedua anak di belakangnya itu bukan dari keluarga kaya. Kita bunuh saja mereka supaya tuan muda ini tahu semenakutkan apa kematian. Dengan begini, dia nggak bakal berani bersikap sombong lagi."Kaffa dan Shafa sontak terkesiap. Jika mereka dibawa ke markas perampok, setidaknya mereka bisa mencari kesempatan untuk kabur. Namun, jika mati di sini, bukankah usaha mereka untuk bertahan hidup akan sia-sia? Mereka tidak ingin mati!""Gadis i
Begitu ucapan ini dilontarkan, orang-orang segera bersorak untuk menyetujuinya. Semua orang memaki Wira, membuat Wira terdengar seperti pendosa besar.Wira merasa kecewa. Dia mengusahakan yang terbaik untuk para rakyat, tetapi kebaikannya tidak diterima dan orang-orang bahkan menghinanya.Sebelum Wira bersuara, Kaffa tiba-tiba maju dan berkata dengan lantang, "Omong kosong apa yang kalian bicarakan? Tuan Wira sangat baik pada kita! Jalur perairan sangat menguntungkan bagi para rakyat. Semuanya mendapat keuntungan.""Bencana ini bisa terjadi juga karena ada orang yang melakukan korupsi. Orang-orang itu pasti memakai bahan yang murah. Ini bukan salah Tuan Wira!""Memangnya kalian nggak merasa bersalah menghinanya seperti ini? Jangan lupa. Kalau Tuan Wira nggak membuat kesepakatan dengan kerajaan lain, kita nggak bakal melewati kehidupan damai sekarang!"Wira cukup terkejut melihat keberanian Kaffa. Pemuda ini makin menarik saja. Dia tidak melupakan kebaikan orang lain. Sepertinya, Kaffa