Larut malam, di dalam gua, Raka Anggara dan Rustam tertidur bersandar pada dinding. Malam di pegunungan jauh lebih dingin daripada di luar, tetapi mereka tidak menyalakan api. Dadaka dan Jamran tidak ada di situ, mereka berjaga di luar.Mereka berempat, dua orang dalam satu kelompok, bergantian berjaga. Kelompok Ruslan kabur entah ke mana. Mereka sudah mencarinya sore tadi, tetapi tidak menemukan mereka. Pegunungan ini tinggi dan hutannya lebat, tidak diketahui mereka melarikan diri ke mana.Namun, itu tidak penting, karena dengan bukti kejahatan yang didapat dari Sahlan Pratama, peran kelompok Ruslan sudah tidak terlalu diperlukan.Saat larut malam, Dadaka dan Jamran kembali ke gua. Langkah kaki mereka membangunkan Raka Anggara dan Rustam, yang sebenarnya tidak tidur lelap. Dadaka berkata, “Orang dari Gerbang Bayangan Hantu sudah kembali.” Raka Anggara tidak banyak bicara, hanya mengatakan satu kata, “Pergi!”Keempatnya keluar dari gua, tetapi mereka tidak pergi menyambut Akmal Lamuj
Raka Anggara dan yang lainnya keluar dari pegunungan, langsung menuju Kota Tangkuban Herang. Menjelang sore, mereka tiba di Kota Tangkuban Herang dan berpisah untuk masuk kota. Akmal Lamuji memang tidak salah, pemeriksaan di Kota Tangkuban Herang sangat ketat. Namun, Raka Anggara dan teman-temannya telah mengubah penampilan mereka sehingga bahkan diri mereka sendiri hampir tak mengenali. Tanpa ada hambatan, mereka berhasil masuk kota. Setelah memasuki kota, Raka Anggara dan tiga orang lainnya berpisah dengan Akmal Lamuji! Mereka menuju penginapan tempat mereka menginap sebelumnya. Raka Anggara kembali ke penginapan itu. Saat masuk, dia memperhatikan sekeliling. Ini adalah waktu makan malam, dan penginapan itu cukup ramai. "Tuan, apakah ingin makan atau menginap?" Pelayan penginapan menyambut dengan ramah. Raka Anggara tak berbicara banyak, "Makan saja!" Raka Anggara dan ketiga temannya duduk di sudut, lalu memesan beberapa hidangan andalan. Setelah menunggu sebentar, mak
Apakah orang ini Tuan Raka?Para prajurit di sekitar tertegun, saling bertatapan.Raka Anggara berteriak, "Sebagai garnisun militer kekaisaran, keluar dari kamp tanpa perintah sama dengan melakukan pemberontakan. Parji Laksono, apakah kamu tahu kesalahanmu?"Parji Laksono menatap Raka Anggara dengan penuh penghinaan."Kamu bilang kamu adalah Raka Anggara, ya?""Saudara-saudara prajurit Tangkuban Herang, aku menerima laporan rahasia. Orang ini telah membunuh Raka Anggara, merebut Pedang Kerajaan, dan berpura-pura menjadi dia... Dia sama sekali bukan Raka Anggara.""Ayo, tangkap dia untukku."Wajah Raka Anggara berubah gelap. "Parji Laksono, kamu sangat berani... Jika kamu ingin mati, jangan tarik saudara-saudara prajurit Tangkuban Herang bersamamu."Setelah berkata demikian, dia langsung merobek topeng di wajahnya."Lihat baik-baik, aku adalah Raka Anggara... Aku diutus Kaisar untuk menginspeksi wilayah Provinsi Tangkuban Herang. Parji Laksono keluar dari kamp tanpa perintah, hukuman b
Raka Anggara tidak menyentuh gelas anggurnya."Sekali tersandung, jadi pelajaran," pikirnya. Pengalaman lalu, saat ditipu oleh Ratu Kerajaan Tulang Bajing telah membuatnya lebih berhati-hati. Jika terjadi sekali, itu bisa dianggap kelalaian, jika dua kali, itu berarti kebodohan.Pangeran Dewantara tersenyum kecil, tidak mempermasalahkan itu."Raka Anggara, kau adalah seorang jenius, berbakat, ahli strategi perang. Banyak puisimu yang telah kubaca berulang kali hingga aku menghafalnya... Aku sangat mengagumimu!"Raka Anggara tersenyum dan berkata, "Pangeran terlalu memuji!"Pangeran Dewantara meletakkan gelasnya, tiba-tiba bertanya dengan serius, "Apakah kita punya dendam?"Raka Anggara terdiam sesaat, lalu menggeleng pelan."Kalau tidak ada dendam, kenapa kita harus bertarung sampai salah satu dari kita hancur?" tanya Pangeran Dewantara. "Kau menyulitkanku hanya demi menyelamatkan putri Ajun Brahmatama dan Sabil Kencana... Cukup katakan saja, aku bisa membantumu. Tidak perlu seribet i
Pangeran Dewantara menatap Raka Anggara dengan terpaku, lama sekali tak mampu kembali sadar."Astaga, satu langkah di langit, satu langkah di bumi, membuatnya bingung total."Setelah beberapa saat, barulah Pangeran Dewantara sadar, menjabat tangan Raka Anggara, dan berkata sambil tersenyum, "Aku tidak salah menilai orang. Kita punya kesamaan, semoga kerja sama kita menyenangkan!"Setelah melepaskan tangan, ia segera mengangkat guci anggurnya dengan penuh hati-hati… ini adalah Anggur Kolesom Cap Orang Tuir yang ia buat sendiri."Tadi Pangeran bilang punya simpanan perak di Kerajaan Angin Hitam dan Kerajaan Tulang Bajing, sebenarnya berapa banyak?"Pangeran Dewantara menatap Raka Anggara, yang tersenyum seperti rubah licik, dengan tatapan waspada, "Itu adalah uang yang aku peroleh sendiri, uang yang kita peroleh di masa depan barulah milik kita berdua."Raka Anggara menyeringai, "Lalu, Pangeran Dewantara masih punya bisnis lain?"Mata Pangeran Dewantara semakin waspada, "Jangan-jangan k
Setelah Pangeran Dewantara pergi, Dadaka bergegas ke halaman belakang. Melihat Raka Anggara baik-baik saja, ketiganya merasa lega.Rustam terlihat bingung, "Kenapa orang-orang Pangeran Dewantara mundur?"Raka Anggara tersenyum, "Pangeran Dewantara sudah mundur, untuk apa orang-orangnya tinggal?""Bukan itu maksudku. Maksudku, Pangeran Dewantara kok tidak mempersulit kita?"Raka Anggara mengangkat bahu, "Pangeran Dewantara tidak tahu tentang urusan penanaman bunga dewa. Setelah semuanya jelas, untuk apa dia mempersulit kita?"Ketiganya menatap Raka Anggara dengan heran.Dadaka mengerutkan kening, "Pangeran Dewantara tidak tahu?"Raka Anggara mengangguk. "Semua ini adalah perbuatan mantan pejabat Tangkuban Herang dan gubernur, yang bekerja sama dengan Sahlan Pratama dan lainnya... Tidak ada hubungannya dengan Pangeran Dewantara!"Dadaka berkata dengan nada serius, "Kau sendiri percaya kata-kata itu? Bukankah bukti yang kau bawa itu...""Bukti itu palsu," potong Raka Anggara. "Ini tidak
Pemilik rumah bordil memanggil empat gadis.Orang-orang di Tangkuban Herang terkenal berbakat, dan karena iklim serta tanahnya, gadis-gadis di sana memiliki kulit yang sangat bagus, dengan tubuh kecil dan putih, serta suara yang lembut dan menawan.Saat sedang minum, Rustam terus-menerus memberi kode dengan mata pada Raka Anggara, matanya seperti sedang kejang.Raka Anggara tentu paham, orang ini pikirannya sudah penuh dengan pikiran tak senonoh.Dia meletakkan cangkirnya, berdiri, dan berkata, "Kang Dadaka, ikut denganku, kalian berdua bebas lakukan apa saja!"Rustam dan Jamran mengangguk antusias, mata mereka bersinar penuh semangat.Dadaka hanya bisa menatap Raka Anggara dengan ekspresi kebingungan, dia juga ingin bebas.Namun, Raka Anggara tetap menariknya pergi.Seseorang memang perlu berhati-hati, jadi mereka saling menjaga satu sama lain."Berhati-hatilah, kalian berdua!" Raka Anggara berpesan, lalu membawa Dadaka pergi.Mereka kembali ke penginapan.Raka Anggara menyuruh Dadak
Gunadi Kulon juga melihat Raka Anggara dan tiga orang lainnya. Ekspresinya terkejut. Menurut perintah Raka Anggara, ia melarikan diri dari Kota Tangkuban Herang, dengan cepat berkuda menuju ibukota untuk meminta izin. Setelah mendapatkan perintah dari Kaisar, ia segera mengerahkan pasukan dan bergerak cepat menuju Tangkuban Herang. Di sepanjang perjalanan, ia tidak berani menunda, karena semakin lama mereka terlambat, semakin besar bahaya yang mengancam Raka Anggara dan yang lainnya. Namun ia tidak menyangka akan bertemu dengan Raka Anggara di sini. Ia mengangkat tangan, dan pasukan pun memperlambat kecepatan mereka. Sesampainya di dekat mereka, Gunadi Kulon turun dari kudanya dan berjalan cepat menuju mereka. "Kalian... di sini?" Raka Anggara tersenyum dan berkata, "Masalah di Tangkuban Herang sudah selesai, kami sedang bersiap kembali ke ibu kota untuk melapor." Gunadi Kulon terkejut, "Selesai?" "Nanti saja di dalam," jawab Raka Anggara. Raka Anggara menatap pasukan dari
Raka Anggara dan rombongannya, dipimpin oleh Asnanto Wibawa, tiba di sebuah halaman besar yang megah.Aula Penghormatan!Aula Penghormatan adalah tempat bagi Kerajaan Tulang Bajing untuk menyambut utusan negara lain, mirip dengan Paviliun Loh Jinawi di Kerajaan Agung Suka Bumi.Aula Penghormatan memiliki dua pintu.Satu pintu utama, satu pintu samping.Pintu utama tentu untuk manusia.Pintu samping adalah untuk hewan seperti keledai.Asnanto Wibawa tersenyum lebar seperti Buddha Maitreya, menunjuk ke pintu samping, "Silakan, semuanya!"Wajah Panjul Sagala dan yang lainnya langsung berubah menjadi suram.Mereka disuruh melewati pintu samping, yang jelas merupakan penghinaan yang terang-terangan.Semua orang menatap Raka Anggara.Raka Anggara terlihat tenang, dengan senyum tipis di wajahnya.Dia menatap Asnanto Wibawa, "Kami adalah tamu, bagaimana bisa kami lewat di depan Tuan Asnanto? Tuan Asnanto, silakan dulu!"Ekspresi Asnanto Wibawa sedikit terhenti."Tuan Raka adalah tamu terhorma
Tiga hari berlalu begitu cepat. Di Pelabuhan Tanjung Kimpul, Raka Anggara dan kawan-kawan mulai naik kapal. Karena kali ini mereka pergi untuk melakukan perundingan damai, dan hasil perundingan tersebut masih belum diketahui, maka tidak ada persiapan besar seperti sebelumnya. Raka Anggara kali ini membawa Gunadi Kulon, Rustam, Jamran... Oh ya, juga ada Si Bengras. Catur Anggaseta dan Panjul Sagala juga membawa pengawal. Lima hari kemudian, mereka tiba di Provinsi Kahuripan. Tidak ada waktu yang terbuang, mereka langsung menuju Provinsi Tanah Raya. Perjalanan dari Provinsi Kahuripan ke Provinsi Tanah Raya memakan waktu sekitar lima hari. Setibanya di Provinsi Tanah Raya, Raka Anggara bertemu dengan pejabat-pejabat Provinsi Tanah Raya. Pejabat-pejabat Provinsi Tanah Raya ini juga merupakan orang-orang yang bekerja untuk Raka Anggara. Jika bukan karena Raka Anggara yang berhasil menaklukkan Provinsi Tanah Raya, mereka tidak akan pernah duduk di posisi tersebut. Selain itu, Rak
Setelah keluar dari ruang kerja Kaisar, Raka Anggara menuju ke Istana Putri Ke Sembilan. Setelah memberi kabar, Raka Anggara bertemu dengan Putri Ke-9 yang mengenakan gaun merah, dengan senyum cerah yang manis. Putri Ke-9 sepertinya sangat menyukai warna merah, entah apakah korsetnya juga berwarna merah? Awalnya, Putri Ke-9 sangat senang, tapi begitu melihat Raka Anggara, wajahnya berubah tidak senang. Raka Anggara heran melihat perubahan ekspresinya dan tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Putri sepertinya tidak ingin melihatku?" Putri Ke-9 menatapnya dengan tajam, "Kamu datang untuk bertanya tentang pertimbanganku, kan?" "Hah? Apa?" Raka Anggara sedikit bingung. Putri Ke-9 menyilangkan tangannya di pinggang, dengan sikap manja yang imut, "Dasimah! Bukankah kamu ingin aku setuju untuk menjadi selirmu? Apa kamu datang untuk membahas hal ini?" Raka Anggara terdiam sejenak, lalu menggelengkan kepala. Putri Ke-9 segera terlihat senang, "Jadi, kamu datang hanya untuk melihat
Utusan dari Kerajaan Tulang Bajing mengirimkan surat perdamaian, ini adalah kabar yang sangat baik! Kaisar Maheswara sangat senang. Dia bukanlah seorang kaisar yang haus darah dan suka berperang. Jika perundingan ini berhasil, kedua negara akan hidup berdampingan dengan damai, rakyat bisa beristirahat dan hidup dengan aman, itulah yang sebenarnya ingin dilihat oleh Kaisar Maheswara. "Para menteri, siapa yang bersedia mewakili saya untuk pergi ke Kerajaan Tulang Bajing untuk melakukan perundingan?" Kaisar Maheswara bertanya. "Yang Mulia, hamba bersedia membantu Yang Mulia dan pergi ke Kerajaan Tulang Bajing." "Yang Mulia, hamba bersedia pergi ke Kerajaan Tulang Bajing untuk memperjuangkan kepentingan besar bagi Kerajaan Agung Suka Bumi." "Yang Mulia, masalah ini sangat penting, kita harus mengirimkan seseorang yang memiliki kebajikan dan kemampuan yang lengkap. Saya mengusulkan untuk mengirimkan Yang Mulia Menteri yang terhormat." Banyak menteri, baik sipil maupun militer, maj
Catur Anggaseta tersenyum dan mengangguk. Namun sebagai seorang "rubah tua" yang berpengalaman di dunia politik, dia tentu saja tidak bisa begitu saja percaya pada Raka Anggara. Kali ini, mereka hanya mencapai kesepakatan kerja sama yang sederhana. "Pangeran Bangsawan Raka Anggara, saya pamit dulu!" "Tuan Catur, hati-hati di jalan!" Melihat kereta Catur Anggaseta yang semakin menjauh, Raka Anggara pun mengeluarkan tawa dingin. Dari percakapannya dengan Catur Anggaseta, dia berhasil mendapatkan banyak informasi berguna. Pertama, Catur Anggaseta mengatakan bahwa dia bisa menjamin kemewahan seumur hidup bagi Raka Anggara, yang berarti orang di belakang Catur Anggaseta memiliki status yang tinggi dan kemungkinan bisa naik ke tahta. Namun, cakupannya cukup luas. Karena banyak orang yang dekat dengan tahta, selain putra mahkota, ada juga pangeran-pangeran lainnya. Jadi, untuk saat ini, dia tidak bisa memastikan siapa orang tersebut. Kedua, Catur Anggaseta ternyata tahu tentang hu
Seorang pria tua dengan wajah kurus menyipitkan matanya, dan sinar licik tampak di matanya."Semua ini tidak penting... yang penting adalah informasi ini cukup untuk membuat Raka Anggara kehilangan nama baiknya.""Dia terlibat dengan Ratu Kerajaan Tulang Bajing. Jika ini diketahui oleh Yang Mulia, dia akan mati dengan sangat buruk."Pemuda gemuk dan putih itu berpikir sejenak, kemudian sedikit menggelengkan kepala, "Meskipun informasi ini akurat, tetapi tanpa bukti, kita tidak bisa berbuat apa-apa pada Raka Anggara.""Orang itu sudah mulai menyelidikinya!" jawab pria tua itu."Jika Raka Anggara benar-benar terlibat dengan Ratu Kerajaan Tulang Bajing, mana mungkin ada bukti yang tersisa?"Wajah pria tua itu menyeringai, "Jika kita menggunakan hal ini untuk memikat Raka Anggara, mungkin kita bisa berhasil... Kemampuan Raka Anggara sudah jelas terlihat, jika dia mau membantu kita, tidak ada alasan besar yang tidak bisa kita capai."Pemuda gemuk itu menggelengkan kepala, "Anak itu sangat
Seorang pemuda dengan wajah tirus dan pipi menonjol terkejut mendengar perkataan itu, wajahnya pucat, keringat bercucuran di dahinya, dan dia langsung lari ketakutan.Namun, begitu kakinya baru melangkah keluar dari pintu, sebuah teko terbang dan mengenai punggungnya.Pong!!!Teko itu tepat mengenai punggungnya.Pemuda itu terjatuh sambil mengeluarkan suara terkejut, dan jatuh tersungkur.Beberapa pelanggan yang berada dekat pintu menarik kakinya dan menyeretnya masuk ke dalam.Para pelanggan di dalam toko langsung menyerbu, memukulinya dengan tangan dan kaki, meja dan kursi berhamburan."Anak jahat ini, sudah mencemarkan nama Pangeran Bangsawan Raka Anggara, harusnya kamu dihajar sampai mati!""Orang ini mungkin mata-mata dari negara musuh.""Benar, kalau bukan mata-mata dari negara musuh, tak mungkin dia sekuat ini berusaha menjatuhkan Pangeran Bangsawan Raka Anggara."Sambil terus memaki, para pelanggan juga terus memukuli pemuda itu.Begitu seseorang dituduh sebagai mata-mata, bah
Kaisar Maheswara berdiri tanpa ekspresi, matanya dingin seperti es.“Memata-matai gerak-gerikku, tanpa bukti malah menuduh Pangeran Bangsawan Kerajaan Agung Suka Bumi, dengan niat buruk.”“Perintah!”Adiwangsa langsung berlutut, “Hamba di sini!”“Orang ini berpikiran jahat, dengan niat buruk... bawa dia ke Departemen Pengawas, serahkan pada Galih Prakasa, suruh dia melakukan interogasi dengan ketat.”“Ya, Yang Mulia!”Pejabat kata-kata itu ketakutan setengah mati. Dia berpikir hukum tak akan menghukum banyak orang, hanya ingin mendapatkan ketenaran... soal hukuman mati, ia hanya akan berkata begitu, itu hanya omong kosong.“Yang Mulia, ampunilah saya, ampunilah saya... ampunilah saya...”Adiwangsa memanggil pengawal dan memaksanya untuk ditarik keluar.Seluruh istana sunyi senyap.Sekelompok pejabat kata-kata terdiam ketakutan.Namun, Kaisar Maheswara tidak berniat untuk membiarkan mereka pergi begitu saja.Pejabat kata-kata tadi hampir membuatnya marah sampai mati. Yang membuatnya pa
Saiful Abidan sedikit mengangguk, ia berkata perlahan,"Pangeran Keempat dari Kerajaan Agung Suka Bumi tidak berasal dari keluarga terpandang. Ibunya berasal dari Keluarga Rahadian tidak begitu terkenal, dan setelah melahirkan putra mahkota keempat, ia mendapat gelar sebagai Selir Cahaya Anggun karena status anaknya.""Pangeran Keempat adalah seorang yang berani dan mahir dalam pertempuran, memiliki kepribadian yang ceria, tetapi kurang dalam strategi."Raka Anggara berpikir sejenak dan bertanya, "Apakah ada pendukung Pangeran Keempat di ibu kota?"Saiful Abidan menggelengkan kepala, "pangeran Keempat memiliki beberapa prestasi di militer, tetapi di istana, ia tidak memiliki dasar yang kuat."Raka Anggara sedikit mengernyit dan kemudian bertanya,"Sejauh mana kamu mengenal Sekretaris Kementerian?"Saiful Abidan berpikir sejenak dan berkata, "Orang ini adalah orang yang luar biasa."Raka Anggara penasaran, "Bagaimana maksudmu?""Menteri ini memiliki posisi tinggi dan pengaruh besar, te