Surat Panggilan PolisiHari demi hari perlahan media menjauh, tidak lagi mengejar Darren maupun Livina. Bukan berarti Livi diperlakukan baik oleh suaminya, justru Darren tetap dingin.Sudah tiga hari pria itu tidak pulang ke rumah. Dia lebih memilih tinggal di apartemen, hal itu membuat Livi merasa tidak enak tinggal di rumah Birly. Ia pun memutuskan untuk menyusul Darren ke apartemen. Andai bisa memilih Livi lebih suka tinggal bersama orang tuanya, tetapi sampai sekarang kedua orang tuanya bahkan tidak mau menjawab telponnya.Dengan bekal sandi pintu apartemen dari mertuanya, Livi pun berangkat. Ia menggeret satu koper berisi pakaiannya dan memasukkannya ke dalam kamar.Livi menjelajahi apartemen besar dan terlihat lengkap itu, di dekat balkon ia menemukan ada tempat Gym, Livi pun memutuskan untuk berolah raga sore itu. Tubuhnya yang lelah ia istrirahatkan di sofa sampai tak sadar bahwa hari telah berubah menjadi gelap."Kau sudah seperti parasit, selalu ingin menempel padaku!" Suar
Benedict CompanyKenzi menghadiri panggilan polisi, tentu tanpa sepengetahuan Kenra. Gadis kecil itu tetap beraktivitas seperti biasa pun dengan Ralin yang hanya menunggu kabar dari polisi.Kenzi tidak menyangkal bahwa mobil yang ada di dalam gambar tempat kejadian kecelakaan itu memang mobilnya, namun Kenzi mengetahui satu hal bahwa Kenra berpikir dirinyalah yang mengendarai mobil itu tujuh tahun yang lalu. "Anda mengakui mobil itu milik anda?" tanya polisi sekali lagi."Ya, mobil itu milik saya," jawab Kenzi pasrah."Mobil itu menghilang sejak tujuh tahun yang lalu, anda sengaja menghindar dari kejadian ini karena keadaan yang sepi. Tidakkah anda berpikir hukuman anda akan semakin berat?" Polisi terus menginterogasi Kenzi."Dari pengakuan anda, cukup menjelaskan bahwa andalah yang telah mendorong mobil korban hingga jatuh ke jurang," ucap polisi lagi.Kenzi terdiam, kalau ia berkata jujur mengenai Luke lah yang memakai mobilnya malam itu, maka adiknya itu akan di penjara."Bukti ku
Ada Kenra Di Antara KalianSaat itu Ralin benar-benar dibuat terkejut mendengar penjelasan dari pria yang pernah ditakutinya itu. Kenyataan tentang kedua orang tuanya yang bankrut ternyata tidaklah benar.Sebelum pamit Leon menanyakan sesuatu pada Ralin, "Aku sudah mengetahui tentang hubunganmu dengan Kenzi. Maaf kalau aku menanyakan ini? Apa Kau tidak akan menyesal membuatnya mendekam di penjara?"Sampai Leon pulang, Ralin tidak menjawab pertanyaan itu, bahkan Leon mengingatkan Ralin, "Aku tidak tahu apa yang pernah menjadi masalalu di antara kalian, tetapi alangkah baiknya mencoba memaafkan, demi kebaikan putrimu."Satu hal yang Ralin lihat dari Leon hari ini, tatapan pria itu teduh, tidak lagi mendamba seperti sebelumnya. Ralin masih mengingat nasehat itu sampai malam menjelang tidur.Pagi hari dia kedatangan tamu lagi, yakni Rebecca dan Robert, mereka memohon maaf pada Ralin, tetapi tidak memintanya untuk mencabut tuntutan terhadap Kenzi. Mereka tampak sudah menerima dari dampak p
Infeksi Paru-ParuKesehatan Kenzi di uji saat berada di tahanan, sudah beberapa hari dia sakitdan sering batuk, dia hanya di periksa dengan dokter umum yang hanya memberikan obat lalu pergi.Hal itu sudah diketahui oleh Rebecca dan Robert, mereka pun meminta agar Kenzi di bawa ke rumah sakit, tapi pihak polisi mengatakan Kenzi belum parah, masih bisa duduk ataupun berjalan. Begitu juga dengan Kenzi sendiri yang menolak permintaan itu. Rebecca sampai marah pada polisi, tetapi Kenzi menahan ibunya. Saat itu Kenzi hanya meminta agar Kenra saja yang datang menjenguknya di penjara."Ayah akan datang ke rumah Ralin, dia pasti mengerti," kata Robert membesarkan hati anaknya.Rebecca hanya bisa menangis saat ini, dia sampai tidak mau makan karena memikirkan Kenzi.Robert datang sendiri dan di sambut oleh asisten rumah tangga Ralin."Ralin dan Kenra ada di rumah?" tanyanya. "Nyonya sudah pergi ke kantor setelah mengantar Nona Kenra pulang, Tuan," jawab wanita itu. Robert menyipit mendengarn
Membuat Aku Menjadi Janda? Malam harinya Ralin menemani Kenzi di rumah sakit karena Rebecca dan Robert tidak bisa datang. Sementara waktu, Kenra tinggal bersama mereka. Ralin pun tidak mau membawa putrinya itu menginap di rumah sakit. Sudah sepuluh jam Kenzi tak sadarkan diri, sampai Ralin pun merasa tak kuasa menahan kantuknya. Ia pun tidur dengan posisi duduk dengan kepala bersandar di sisi brankar. Kenzi yang terbangun mengangkat tangannya lalu menyentuh kepala Ralin yang tertidur di sampingnya dengan posisi duduk. Ralin tersadar dan membuka matanya. Ia menatap Kenzi yang sudah bangun."Terimakasih sudah menjagaku!" ucap Kenzi. Bibirnya sudah tidak sepucat tadi pun dengan wajahnya. "Baguslah Kau sudah bangun, jadi aku tidak perlu lagi menjagamu." Jawaban Ralin sungguh sangat ketus. Kenzi tidak pernah melihat sisi Ralin yang ini. Dia diam saja, sadar dirinya sudah mengganggu waktu Ralin."Hidupmu sangat berantakan sekarang, sudah di penjara, sekarang sakit lagi." Kalimat Ralin b
"Luke ingin mengakui kesalahannya malam saat Kau dan Kenra kembali, tetapi ibu mencegahnya,dia takut Luke di penjara." Kenzi jujur soal malam itu."Aku merasa bodoh dengan mudahnya kalian bohongi," ucap Ralin."Maafkan aku!" ucap Kenzi tulus.Ralin menghela nafasnya lalu mengangguk pelan. Ia pun membawa Kenzi ke kamar lalu membantunya pindah ke atas tempat tidur.Ralin membersihkan diri ,berganti baju di hadapan Kenzi ,ini tidak seperti biasanya, hingga membuat pria itu memalingkan wajahnya, meski sekilas sudah tampak lekuk tubuh, namun tetap saja sudah melekat di pikirannya, bahkan Kenzi menelan salivanya kasar.Ralin seolah seperti tidak masalah dengan hal yang ia lakukan. Selesai mengganti baju ia mengoleskan krim di wajah lalu menyapunya dengan rata."Kata ayah Kau bekerja sekarang?" tanya Kenzi yang kini mengamati punggung Ralin yang tengah mengoleskan krimnya ke wajah. Mati-matian ia menahan gejolak aneh karena pemandangan sekilas tadi.Ralin menyelesaikan dulu peker
Mewujudkan MimpiKini hubungan mereka sudah membaik, Ralin memutuskan untuk memaafkan keluarga suaminya. Dia juga mencabut tuntutan terhadap Luke.Ralin sudah beraktivitas seperti biasa, ke kantor menjalankan perusahaan. Dia merekrut seorang gadis untuk membantu pelayan dirumah, karena kesibukannya. Kenzi juga tidak membatasi istrinya tersebut. Sesekali ia juga menyempatkan waktu menjemput putrinya dari sekolah. "Bos baru kita sangat cantik, aku dengar dia sudah bercerai dari suaminya," kata seorang manager pemasaran yang berusia hampir paruh baya."Kau tidak ingin mencobanya," ucap temannya yang menjabat sebagai manager keuangan.Pria itu tersenyum, "Sepertinya," ucapnya dengan wajah menyiratkan sesuatu."Sudah kuduga, seorang pemburu sepertimu tidak akan membiarkan wanita kesepian," balas maneger keuangan lalu mereka tergelak bersama.Hari ini Ralin turun meninjau proyek yang lumayan jauh tempatnya dari perusahaan. Dia pun mengabarkan pada suaminya."Aku pulang terlambat hari ini,
Violin Masih SamaTiba di rumah, Kenra ternyata belum tidur, dia sengaja menunggu mommynya pulang."Putri kesayangan mommy masih bangun?" tanya Ralin begitu melihat putrinya berdiri di depan pintu kamarnya. Kenra mengangguk dan langsung memeluk mommynya yang selalu sibuk belakangan ini. Wajah Kenra tampak cemberut dengan bibir mengerucut, Kenzi turut mengusap rambut putrinya itu."Mom, Kenra kesepian, kapan mommy di rumah?" tanya yang menuntut. Ralin dan Kenzi saling bertatapan, "wekeend pasti mommy akan di rumah, sayang," jawabnya seraya mengulas senyum."Hanya dua hari?" Kenra belum bisa terima. Dia lebih suka bermain di temani mommynya dari pada pengasuh yang entah kenapa Kenra tidak menyukainya.Ralin mengangguk."Hanya sementara sayang, sampai pengerjaan proyek mommy selesai, setelah itu mommy akan pulang cepat setiap hari." Kenzi menjelaskan pada putrinya."Kalau begitu Daddy saja yang bekerja," ucapnya, "teman-teman Kenra ibunya tidak bekerja, hanya daddy mereka saja," katany
EndingLivi tersenyum menatap kepergian Ralin. Ia yang sudah meyakini bahwa Aice sudah berhasil tidur dengan Kenzi. Livi rasanya ingin kembali mengejar cinta Darren yang ingin menceraikannya.Hari, minggu dan bulan telah berlalu, namun Aice tetap berpura-pura lumpuh. Padahal Ralin dengan pantang menyerah membawanya terapi.Seperti hari ini, Ralin mendorong kursi roda Aice di sebuah mall, di sisinya ada Kenra berjalan. Mereka baru pulang dari rumah sakit dan Ralin mengajak Aice jalan-jalan, mulai dari makan hingga belanja kebutuhan.Sepulang dari pusat perbelanjaan itu, Ralin menepikan mobil di depan sebuah apotik. Dia ingin membeli vitamin untuk Kenra.Mobil melaju kembali ke rumah, bibi menunggu di depan pintu."Paket dari mana?" tanya Ralin begitu turun sari mobil."Ini untuk Aice, Nyonya," jawab Bibi.Ralin mengamati paket berukuran kecil itu sebentar kemudian masuk ke dalam rumah.Setelah nenerima paketnya, Aice masuk ke dalam kamar, karena sudah tidak sabar untuk mencoba, dia sam
Luke bangun dalam keadaan tak berbusana dan di kursi roda ia melihat Aice dengan diam seperti menahan sesuatu. Nafas Luke memburu, ingatannya terlempar pada kejadian tadi malam saat ia akan kembali ke rumah, ban mobilnya bocor dan sialnya tidak ada ban serap di mobil.Luke berdiri di luar mobil sambil berkacak pinggang. Dia tahu lokasi ini lebih dekat ke rumah kakaknya.Luke pun memutuskan meninggalkan mobilnya dan mulai berjalan kembali ke rumah Kenzi.Dia memencet bel dan Kenzi membukakan pintu."Ban mobilku bocor, pulang ke rumah terlalu jauh, jadi aku menginap di sini malam ini," katanya seraya berdiri.Kenzi bergeser agar adiknya itu bisa masuk, "Masuklah!" katanya lalu mengunci pintu, "tidak ada kamar kosong.""Aku tidur di sofa," kata Luke ringan."Kalau haus kau ambil sendiri di dapur, aku mau melihat Kenra dulu!" Kenzi belum sempat merapikan selimut saat bel pintu berbunyi.Luke pun berjalan ke dapur, dia melihat teh di atas meja dan sepertinya masih hangat. Pasti punya Kenzi
"Hai Kakak Aic!"Ralin menyapa gadis yang duduk di bangku belakang itu dengan ramah.Aice diam saja, bahkan mengalihkan tatapannya. Ralin yang menyadari itu menghela nafasnya, tangannya terulur mengusap rambut Kenra.Aice sangat sombong bahkan pada anak kecil sekalipun. Entah apa motif di balik kecelakaan itu. Ralin mengantar keduanya kembali ke rumah, sebelumnya ia memberikan pengertian pada Kenra untuk pergi sebentar.Ralin duduk di cafe dan salah seorang pria berpakaian hitam datang menghampiri mejanya."Namanya memang Aice, tinggal di panti asuhan, namun satu tahun terakhir dia keluar dan bekerja di sebuah club."Ralin menyimak dengan baik."Bagaimana dengan informasi dari polisi?" tanya pria itu."Belum ada informasi, mereka terkesan lambat dan aku tidak tahan untuk mengetahuinya.""Aku akan mencaritahu tentang kecelakaan itu, murni atau rencana, karena club itu belum berhasil ku tembus." Pria itu adalah kenalan Kenzi dan Ralin yang memintanya agar berurusan padanya."Aku ingin
Di rumah Aice tidak mau bicara, di beri makan pun dia enggan menyentuhnya. Entah apa yang ada di fikirannya. Kalau di lihat usianya masih sangat muda, tapi terlalu keras kepala."Kau butuh obat agar segera bisa pulih, apa kau tidak ingin bisa berjalan?" Bibi tentu saja kesal menghadapinya."Jangan pedulikan aku," bentaknya hingga membuat Bibi berjengkit, "aku hanya mau Kenzi yang menyuapiku."Bibi sengaja menunduk untuk menatap wajah Aice agar jelas terlihat, "Aku curiga, jangan-jangan kecelakaan ini adalah rencanamu."Aice gelagapan, "Ap-apa yang, Bibi katakan? Memangnya siapa yang mau seperti ini, tidak bisa berjalan dan bebas.""Nah, itu kau tahu, makanya makan makananmu dan jangan lupa minum obatmu. Untuk merebut Tuan Kenzi, kau harus lebih cantik dari Nyonya Ralin."Bibi pergi ke dapur setelah mengatakan kalimat itu, sebenarnya dia hanya ingin melihat rencana Aice."Aku memang harus cantik untuk memikat Kenzi, aku akan makan," kata Aice pelan. Kalimat bibi barusan menjadi motivas
"Nona apa yang anda lakukan?" Terdengar teriakan dari ruang tamu.Bibi terkejut melihat foto keluarga majikannya jatuh, pecah di lantai."Aku tidak sengaja, hanya lewat dan ...,""Sudah-sudah, menyingkirlah!" Bibi mendorong sedikit kursi roda Aice. Sebaliknya ia beranjak ke dapu mengambil sapu untuk membersihkannya.Sebenarnya dia sedikit aneh menatap gadis yang berada di kursi roda itu, bagaimana mungkin tersenggol, foto itu jelas lebih tinggi kalau di lewati tentu tidak akan mengenainya.Aice diam menyaksikan Bibi membersihkan serpihan kaca yang berserak, dari jatuhnya saja tidak mungkin sehancur ini. Pikirnya.Bibi curiga kalau itu disengaja, ia pun melempar tatap pada Aice."Bibi kenapa menatapku begitu? Bibi mencurigaiku?" Aice menantang mata itu."Entahlah, Aice. Kalau kau merasa di curigai, apa kau akan marah?""Tentu saja, aku kan sudah bilang tidak sengaja." Aice membela diri."Bibi, ada apa ini?" Ralin dan Kenzi datang dengan memakai kimono. Membuat tatapan Aice berubah. Tan
Akhirnya gadis itu bicara, dokter yang hendak pergi kembali memeriksanya, "Kau bisa bicara?"Gadis itu diam lagi."Katakan siapa namamu dan di mana keluargamu?" Kenzi ikut bertanya.Gadis itu menggeleng."Kalau kau tidak mengatakannya bagaimana kami akan mengabari keluargamu? Mereka pasti sangat cemas memikirkanmu." Ralin ikut menimpali, namun gadis itu tetap menutup mulutnya.Dokterpun pergi meninggalkan mereka bertiga di dalam.Ralin mengeluarkan ponselnya, mengabari pada Anne agar menghandle perusahaan."Terimakasih, Ann!" ungkap Ralin lalu menutup panggilan."Anda tidak perlu ada di sini!" Wanita itu bicara lagi, ia menatap Ralin benci.Ralin menyimpan ponselnya lalu mendekat pada gadis itu, "Aku istri dari pria yang menabrakmu, aku juga bertanggung jawab atas kesembuhanmu," sahut Ralin, sementara Kenzi kini tertidur di sofa, dia mengantuk karena tidak tidur semalaman."Aku tidak butuh, kamu."Ralin mengeryit, ia memperhatikan wanita itu, sakit atau hanya pura-pura."Tidak perlu m
Sesekali Kenzi menatap pintu IGD rumah sakit, di mana orang yang ia tabrak di tangani oleh petugas medis.Kenzi baru saja menabrak gadis muda yang hendak menyeberang jalan. Dari penglihatannya keadaan gadis itu cukup parah, karena rasa khawatirnya Kenzi bahkan tidak menghubungi Ralin."Korban tidak membawa kartu identitas, bagaimana kita akan minta persetujuan untuk mengambil langkah selanjutnya, sementara kakinya harus segera di operasi." Dokter berbicara dengan dokter lainnya."Melapor pada polisi untuk menyelidikinya akan memakan waktu lama, sampai ponsel korban diperbaiki kita akan tetap jalankan operasi." Dokter yang satunya memang lebih tegas dan berani dalam mengambil keputusan.Salah satu dari mereka menghampiri Kenzi, "Tuan, korban akan segera kami operasi, bagian kakinya. Sebagai orang yang bertanggung jawab. Tuan yang akan menandatangani berkas persetujuannya, untuk itu mari ikut saya!" Sore itu langsung di lakukan operasi setelah Kenzi menandatangani berkas persetujuannya
Kedatangan Livi ke perusahaan cukup mengusik konsentrasi Ralin, bisa-bisanya wanita itu menuduhnya menjadi penyebab retaknya hubungan rumah tangga mereka.Akhirnya ia memutuskan untuk pulang cepat, sekaligus menemani Kenra di rumah. Senyum Ralin tampak di bibir berwarna pink miliknya, ia membayangkan mereka akan dekat lagi seperti biasanya.Mobil Ralin sudah menepi di depan gerbang sekolah Kenra, tinggal menunggu beberapa menit lagi jadwal kepulangan anak-anak taman kanak-kanak itu.Ralin keluar dari dalam, wanita yang memakai kemeja biru muda berlengan panjang itu bersandar di mobilnya seraya menatap ke arah sekolah.Bel berbunyi pertanda jam pelajaran telah usai, lima menit dari itu anak-anak mulai berhamburan keluar dari ruangan masing-masing.Ralin melihat sosok Kenra berjalan dengan kedua tangan memegang tali tasnya, tampaknya Kenra belum menyadari kehadirannya."Kenra, siapa yang menjemputmu?"Langkah Kenra terhenti saat temannya bertanya.Kenra yang sedikit menunduk itu menggel
Saking antusiasnya memilih, Ralin sampai lupa pada putrinya sendiri. Mereka bahkan kembali ke perusahaan saat hari hampir menjelang malam."Semua belum lengkap, selebihnya akan ku kirim dari Prancis," kata Darren."Ah ya, terimakasih banyak!" ucap Ralin, "Kau sangat membantuku." Ralin menjabat tangan Darren. Sebenarnya dia masih sedikit canggung berada di dekat sepupu suaminya tersebut. Ralin tidak bodoh mengartikan gelagat Darren yang masih terlihat menyukainya. Pria itu terpaku sebentar menatap tangan mereka yang terpaut."Ehem ...." Deheman dari Anne membuat Darren tersentak dan segera melepas tangan Ralin."Nyonya, sudah waktunya pulang," kata Anne."Ah ya, ayo!" ajak Ralin yang sebenarnya terbantu karena Anne, "Tuan Darren, aku akan mengabarkan kedatanganmu pada Kenzi." Ralin menatap pria yang pernah menjadi bosnya tersebut.Darren hanya mengangguk.Ralin pulang bersama Anne, Darren masih memaku di tempatnya, ingin sekali dia mengajak Ralin makan malam, tapi keberadaan Anne memb