Ralin duduk di depan ruang perawatan Kenra, kartu nama tersebut masih ada digenggamannya. Bagaimana mungkin dia menghubungi pria yang paling menyiksa hidupnya dulu yang ternyata adalah penyebab anaknya masuk rumah sakit.
Ralin terlihat menyeka air matanya, sebuah sapu tangan tersodor dihadapannya, Ralin mendongak dan melihat ada bosnya berdiri di dekatnya."Tu-tuan!" Ralin segera berdiri menyapa dan sedikit menundukkan kepala."Saya datang mau menjenguk putrimu," kata Darren tanpa basa basi."Ta-tapi ...," Ralin merasa tidak enak hati, dia ini termasuk karyawan baru. Apa pantas bosnya datang menjenguk keluarganya."Di mana ruangannya?" Darren menyentak lamunan Ralin."I-ini, Tuan." Mau tak mau Ralin pun membuka pintu ruangan Kenra si gadis kecil yang sudah membuka matanya."Hai cantik!" sapa Darren dengan ramah dan Ralin tidak percaya dengan yang di lihatnya."Kenalkan, Paman Darren, teman mommymu!" Ia mengulurkan tangannya."Kenra," jawab anak itu singkat."Paman membawakan buah untuk Kenra," kata Darren sambil menunjuk parsel kecil berisi buah-buahan."Terimakasih, Paman!" Kenra memang anak yang sopan, semua itu adalah ajaran dari Ralin.Ralin meninggalkan Darren dan Kenra, ia menemui dokter yang menyerahkan kartu nama tadi."Nyonya sudah menghubunginya?" tanya sang dokter.Ralin menggeleng, "Saya minta tolong agar dokter saja yang berhubungan dengannya tentang masalah biaya," kata Ralin, kedua tangannya saling meremas.Dia tidak akan menolak pengobatan itu karena memang Ralin butuh, namun ia tidak ingin Kenzi datang ke rumah sakit. Itu saja.Dokter mengangguk setuju."Dokter, saya boleh meminta bantuan, Dokter," kata Ralin sedikit ragu."Katakan saja." Dokter mempersilahkan ibu dari pasiennya itu bicara."To-long katakan pada Tuan Kenzi, tidak perlu datang ke rumah sakit. Sa-saya sudah memaafkannya." Ralin harus mengatakan ini karena tidak ingin bertemu Kenzi. Selain takut sekarang tidak lagi sama karena ada Kenra di sisinya.Dokter yang merasa permintaan Ralin aneh tetap mengangguk setuju.Malam hari Ralin menginap di rumah sakit, ia di temani oleh Petra."Petra, sekali lagi aku merepotkanmu, tolong temani Kenra di sini. Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan," ucapnya sungkan sebelum Petra pergi."Kau ini, seperti sama siapa saja. Aku pasti akan menemani peri kecil ini." Petra mencubit kecil hidung Kenra."Sakit Paman," protesnya.Ralin merasa tenang sekarang, karena masih baru ia enggan libur, di tambah ada pekerjaan yang sangat mendesak, itupun akan ia upayakan agar selesai besok lalu permisi untuk menjaga putrinya.Sedangkan Petra, pria itu memiliki teman yang siap menggantikan pekerjaannya.Kenra sudah terlelap dan Petra pulang ke rumah, sementara Ralin tidak bisa terpejam dari tadi. Ingatannya kembali ke lima tahun silam, di mana ia harus menikah dengan Kenzi pria yang hanya menyentuh tubuhnya tanpa ingin mencintainya.Violin, wanita yang selalu di puja pria itu. Awalnya Ralin pun tidak mencintai Kenzi, namun sejak pria itu menyentuhnya, perasaannya muncul perlahan hingga tumbuh di hati.Ralin memperbaiki sikap, menyambut Kenzi dengan baik, namun makianlah yang selalu ia dapatkan. Pria itu terlalu dingin dan tidak tersentuh hatinya.^^^^^^Pagi-pagi sekali Petra datang dan menggantikan Ralin. Wanita itu kembali ke rumah dan bersiap hendak kerja."Bagaimana keadaan Kenra?" Nenek Rose menunggu di luar rumah begitu Ralin keluar ia bertanya."Tangannya patah, Nek. Selebihnya hanya lecet sedikit," jawab Ralin."Oh, cucuku yang malang!" desahnya, "aku belum bisa menjenguknya sekarang," lanjutnya."Tidak apa, Nek. Ada Petra yang menemaninya. Aku pergi dulu Nek!" pamit Ralin ketika melihat taksi yang ia pesan datang."Ya, hati-hati," sahut wanita tua itu sambil menatap kepergian wanita muda yang sudah menjadi tetangganya selama lima tahun ini.Di perusahaan Ralin mengerjakan tugasnya dengan serius agar bisa pulang lebih cepat, dia sudah mengajukan izin pagi tadi."Nona Ralin bekerja?" Darren baru saja datang dan bertanya pada sekretarisnya.Victoria mengangguk."Padahal putrinya masih sakit." Darren terlihat cemas."Nona Ralin sudah mengajukan izin cepat pulang, Tuan," kata Victoria.Darren tampak berpikir sejenak sebelum mengatakan, "Suruh dia keruanganku sebelum pulang!" pesannya pada Victoria.Selesai mengerjakan tugasnya Ralin segera menghadap ke ruangan Darren."Tuan memanggil saya?" tanyanya."Ya, ini tentang pekerjaanmu," kata Darren. Ralin terkesiap, apa mungkin ia telah melakukan kesalahan?"Kau boleh meninggalkannya sampai putrimu sembuh," lanjutnya.Bukannya senang, Ralin justru meresa tidak enak karena dia karyawan baru, "Tuan, terimakasih atas kebaikan anda, tapi bisakah saya membawa pekerjaan itu ke rumah. Dengan begitu saya tidak merasa di istimewakan sebagai karyawan baru." Ralin mendapatkan ide ini.Darren menatapnya heran, dalam hati ia cukup mengagumi pilihan Ralin yang terkesan tidak memanfaatkan kebaikannya."Baiklah, aku tidak keberatan." Darren pun setuju.Ralin kembali berterimakasih sebelum keluar dari ruangan Darren. Victoria sudah berdiri menunggu cerita dari Ralin."Kenapa lama sekali, apa yang kalian bicarakan? Apa Tuan Darren memecatmu?" Victoria memang kepo.Ralin tersenyum menandakan kabar baik, "Tuan Darren memberikan izin untuk merawat putriku," kata Ralin dan hal itu sontak membuat Victoria terbelalak tak percaya. Ralin mengangguk meyakinkan."Astaga! Aku rasa Tuan Darren lupa meminum obatnya," komentar Victoria."Memangnya dia sakit?"Victoria menggeleng, "Ini bukan dirinya, Ralin. Dia itu dingin dan terkesan tidak peduli." Victoria masih menggeleng tak percaya, "Kau sangat beruntung," pujinya.^^^^^^"Tuan Petra, pria yang menabrak Nona Kenra datang ingin bertemu," kata sang dokter menghampiri ruangan Kenra sementara di luar Kenzi menunggu."Ibunya tidak mengizinkan siapapun menjenguknya." Petra menolak dengan alasan Ralin."Tuan Kenzi tidak akan lama, hanya menyampaikan permintaan maaf," kata dokter lagi sesuai yang di katakan oleh Kenzi.Sebenarnya ia sudah bicara ditelpon menyampaikan pesan dari Ralin, tetapi Kenzi tetap ingin datang menjenguk Kenra.Petra nampak menimbang, rasanya memang tidak sopan bila menolak orang yang beritikad baik datang, lagi pula seluruh biaya Kenra hingga sembuh sudah di tanggungnya dan lagi kejadian itu tidak sepenuhnya salah pria itu."Baiklah, Dok. Biarkan dia masuk!" Petra mengalah akhirnya. Dokter segera membuka pintu dan memanggil Kenzi.Saat melangkahkan kaki jantung Kenzi seakan lama berdetak, namun kuat. Perlahan ia masuk ke dalam, matanya langsung bertemu dengan manik mata Kenra gadis kecil polos yang duduk bersandar di brankar.Mata itu seolah menghipnotisnya, Kenzi tidak bisa berpaling hingga tubuhnya telah berdiri di sisi anak kecil yang ia tabrak kemarin."Tuan Kenzi, saya permisi masih ada pasien yang harus diperiksa." Dokter pamit dan di angguki oleh Kenzi.Petra tidak mau pergi, dia akan tetap mengawasi di dalam bagaimana pria itu akan meminta maaf pada Kenra kecil."Haa--ai!" sapa Kenzi.Ini pertama kalinya ia gugup berhadapan dengan seseorang dan anehnya hanya seorang anak kecil.Mata itu seperti sering ia lihat, tapi di mana? Kenzi membatin."Hai, Paman!" sahut Kenra dengan lancar, ia tersenyum sampai bibirnya berjarak hingga menampilkan gigi gingsulnya. Kenzi semakin terpana melihatnya.Gadis kecil di hadapannya mirip dengan seseorang, tapi siapa? Kembali ia bertanya."Pa-man yang menabrakmu kemarin, tu-tujuan paman ke sini ingin me-lihat kondisimu sekaligus me-minta maaf!" Kenzi masih saja gugup.Sedangkan Petra mengeryit mendengar pembicaraan itu. Apa memang pria ini gagap? Pikirnya.Tanpa di duga Kenra menutup mulutnya dengan tangan kiri karena tertawa dan kini Kenzi yang mengeryit."Paman, gapap? Tidak lancar berbicara?" tanya Kenra masih ada senyum di bibirnya.Kenzi pun ikut tersenyum kikuk, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Seperti sedang berhadapan dengan wanita sebaya, namun ini lebih mendebarkan."Ti-tidak, pa-paman tidak gagap." Kenzi menyangkalnya. Kenra kembali tertawa dan itu terlihat manis.Ya Tuhan, Kenzi terpesona melihat anak kecil itu."Paman pasti takut? Tenang saja, Kenra tidak marah kok. Kata mommy, kita harus memaafkan orang yang meminta maaf pada kita," jelasnya dengan bijak."Oh ya?" Kenzi sangat takjub mendengarnya.Kenra mengangguk antusias."Paman boleh tahu namamu?" Kenzi mengulurkan tangannya mengajak berkenalan."Tentu saja, namaku Kenra Allen, tapi mommy bilang cukup panggil Kenra saja padahal aku suka dengan Allen," jawab Kenra lalu berceloteh.Raut wajah Kenzi sedikit lurus mendengar kata Allen."Kenapa tidak di panggil Allen saja?" tanya Kenzi ingin tahu."Kata mommy, Allen itu adalah marga, jadi tidak boleh memanggil anak perempuan dengan sebutan itu, kecuali kalau laki-laki yang sudah dewasa maka orang akan menyebutnya Tuan Allen."Kenzi tersenyum mendengarnya, dia jadi ingin berlama-lama rasanya di sini bercerita dengan anak ini. Ia seolah menemukan dunia baru.Di tengah keasyikan mereka berbincang, Petra pun permisi untuk membeli makanan. Melihat keakraban antara putri temannya dengan Kenzi cukup membuat ia berani meninggalkan mereka berdua."Paman!""Ya!""Kenra juga ingin minta maaf pada, Paman," kata Kenra dengan wajah menunduk memainkan kedua jarinya."Kenra tidak salah apa-apa pada paman," jawab Kenzi, ia mengangkat dagu kecil itu agar menoleh padanya. Kegugupannya telah hilang."Sebenarnya Kenra yang salah, menyebrang dengan tidak hati-hati, maafkan Kenra, Paman!"Astaga!Anak siapa ini. Sekecil ini pemikirannya dewasa dan sepertinya dia anak yang cerdas. Batin Kenzi.Kenzi pun permisi setelah Petra datang, sebenarnya ia ingin bertemu dengan orang tua Kenra, tetapi ia tidak bisa lama-lama.Ralin yang baru sampai begitu senang karena sudah tidak sabar bisa bertemu dan akan menemani putrinya sampai sembuh. Ia pun berjalan dengan cepat hingga bahunya bersenggolan dengan bahu Kenzi. Karena ingin cepat melihat putrinya, Ralin tidak melihat ke belakang, ia tetap melangkah dengan cepat sementara Kenzi berbalik sambil memegangi lengannya yang terkena bahu Ralin.Matanya terus menatap wanita yang terkesan tidak punya sopan santun itu, ia berdecak. Sudah seharusnya wanita itu meminta maaf. Pikirnya."Mommy!"Kedatangan Ralin disambut antusias oleh Kenra, anak itu merentangkan tangannya.Awww"Jangan di angkat, tangan Kenra masih sakit." Ralin menegurnya lantas menghampiri putrinya, "tangannya di pasang gips saja ya!" bujuk Ralin."No Mommy, nanti tangan Kenra terlihat besar," tolaknya dengan wajah merengut."Tidak apa-apa sayang, itu supaya tangan Kenra tidak banyak bergerak," ucap Ralin memberi pengertian."Kenra akan terlihat jelek dan cacat."Ralin menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Kenra yang tampak ingin selalu tampil sempurna, dia benar-benar putri Kenzi.Ralin meraup kedua pipinya dengan lembut, "Kenra tetap cantik kok, gips itu hanya agar Kenra cepat sembuh lalu bisa menulis lagi dan belajar, hmmm, atau menyisir rambut mommy bagaimana?" Ralin menjelaskan dengan tersenyum, tidak mudah memang memberi pengertian pada anak yang kritis seperti Kenra. "Kalau Kenra pakai gips, apa kita akan pulang kerumah?" Ralin mengangguk tersenyum, "Dan Kenra bisa main lagi." Ia menamba
"Paman Kenzi!"Kenra yang melihat Kenzi di pintu menyapanya dengan ramah hingga membuat Ralin mati kutu, tak tahu harus mengatakan apa.Begitu juga dengan Kenzi yang ingin membalas sapaan Kenra, perlahan senyumnya berubah menjadi dingin kerana ada wanita masa lalunya di dalam.Kenzi berpikir cepat. Mungkinkah yang di maksud oleh Darren adalah Ralin dan Kenra ada hubungan apa mereka?"Kenzi, kenalkan ini Ralin dan Kenra putrinya!" Darren memecah suasana yang sempat diam.Ralin menetralkan hatinya yang bergemuruh hebat di dalam, dia yang sangat menghindari Kenzi justru Darren yang membawanya ke sini.Kenzi berjalan menghampiri Ralin, ia menyodorkan tangannya bersikap biasa saja seperti baru kenal hari ini."Kenzi!" ucapnya.Tangan Ralin sedikit gemetar dan dia pun ragu untuk membalas, teringat perlakuan Kenzi di masa lalu yang dengan kasar menepis tangannya."Ralin, Kenzi adalah sepupuku sekaligus sahabat. Dia datang dari Amerika." Darren menjelaskannya, dia takut mungkin Ralin anti den
Ralin memaksakan diri untuk tersenyum meski pun hatinya saat ini ketar-ketir setelah mendengar ucapan pria yang masih berstatus suaminya tersebut."Kau terlalu percaya diri Tuan Kenzi! Kenra putriku dan tidak ada hubungannya denganmu." Ralin tidak membenarkan ucapan Kenzi. Saat ini dia harus kuat dan melawan."Sayangnya aku tidak percaya," balas Kenzi dengan santai.Dalam hati Ralin menggeram, tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan Kenzi ia pun berniat ingin mengusirnya."Aku rasa di antara kita tidak ada urusan, pergilah dari sini dan jangan pernah datang lagi!"Ingin rasanya Kenzi tertawa mendengar kalimat pengusiran itu."Kau lupa kalau Kau masih barstatus istriku?" matanya memelototi Ralin, "yah, meskipun aku tidak pernah menyukaimu."Lagi harga diri Ralin sukses tercabik oleh kata tidak menyukai dari mulut Kenzi. Tidak menyukai tetapi kenapa harus menyentuhnya dulu dan Kenzi tidak hanya sekali melakukannya."Tidak setelah aku memutuskan untuk pergi," sangkal Ralin. Ia membera
Fisik Kenra sudah bisa dibilang kuat, tinggal tangannya saja yang belum sembuh total, ia sebenarnya sudah meminta gipsnya dilepas, namun Ralin tidak mau karena takut Kenra tidak bisa menjagakannya.Setelah sarapan dan beberes rumah, Ralin menemani putrinya belajar, Ralin meminta materi pelajaran selama Kenra libur karena putrinya itu tidak mau ketinggalan pelajaran."Lima di tambah lima sama dengan?""Sepuluh, Mom," jawab Kenra.Ralin yang menuliskannya karena tangan tangan Kenra masih belum bisa di gerakkan.Begitu seterusnya hingga pelajaran menggambar, Ralin diminta untuk mewarnai sebuah rumah yang di halamannya terdiri dari tiga anggota keluarga.Ralin mewarnainya dengan senang hati sekaligus mengulang kenangan masa kecilnya yang suka menggambar, itulah sebabnya ia mengambil jurusan design perhiasan karena hobinya yang menggambar.Rumah berwarna coklat serta halaman dengan rumput beludru dan bunga-bunga bermekaran di dalam pot, membuat rumah itu seolah nyata, tidak jauh dari halam
Ralin akhirnya menyetujui dan menandatangani kontrak tersebut di hadapan Darren dan Victoria."Hanya kerja satu hari, Kau mendapatkan upah setara tiga bulan gaji," ucap Victoria seraya tersenyum."Satu lagi," ucap Darren menginterupsi, "kalau perhiasan yang Kau gunakan di acara pameran memenuhi target penjualan dalam waktu satu bulan, maka akan ada bonus tambahan.""Benarkah! Astaga! Aku senang sekali!" Ralin sangat antusias sampai tidak menyadari ada mata yang menyoroti dengan merendahkan."Paman Kenzi, lihat ini mommy yang menggambar." Suara Kenra mengalihkan tatapannya."Oh i-iya, dad... Pa-man ingin melihatnya." Hampir saja Kenzi menyebut dirinya daddy.Kenra tertawa dengan menutupi mulutnya dengan tangan kiri. Kenzi tidak jadi melihat gambar melainkan mengeryit karena Kenra seperti menertawakannya.Hi hi"Kau menertawakan paman?"Kenra yang mengangguk, "Kenra dengar, paman hampir saja mengatakan daddy. Apa paman mau menjadi gambar ini?"Kenzi menatap gambar yang di tunjuk oleh K
Wanita itu berdiri gelisah, lebih tepatnya marah karena baru saja menyaksikan wanita yang paling ingin dilenyapkannya pergi.Kenzi sudah menenangkannya dengan berbagai bujukan kata, tetapi Violin masih tidak tenang juga."Ada apa?" Darren yang sudah lama memperhatikan itu akhirnya mendekat dan bertanya pada Kenzi.Kenzi tidak menanggapi, tidak mungkin dia mengatakan kalau Ralin adalah istrinya dan Violin kesal karena itu. Tidak, Kenzi tidak ingin Darren tahu karena belum saatnya."Kalau ada masalah, apa tidak bisa dibicarakan di luar? Lihatlah orang-orangku terganggu dengan keributan tadi."Kenzi menatap sepupunya itu, tidak pernah Darren sekasar ini sebelumnya. Ia pun menatap kesekeliling, orang-orang yang mengatur acara malam itu langsung mengalihkan pandangan.Kenzi berdiri dan menarik tangan tunangannya, "Kita pergi dari sini!" ucapnya.Violin menyentak tangannya sehingga terlepas dari pegangan Kenzi. Matanya menyorot tajam, "Tidak, sebelum aku menemui ja*ang itu," tegasnya hingga
"Aku menikah karena perjodohan." Ralin mulai bercerita. Mereka masih berada di gedung tempat berlangsungnya acara, "kesepakatan itu terjadi antara kedua orang tua kami, tetapi sebelum perjodohan itu di laksanakan, kedua orang tuaku meninggal. Hiks hiks hiks!"Tubuh Ralin kembali berguncang seiring dengan air mata yang kembali menetes. Victoria membiarkan saja temannya itu menangis, dia mengambilkan tissue sebanyak-banyaknya untuk Ralin."Aku, aku bahkan tidak tahu apa-apa waktu itu. Orang tuaku pergi karena tidak tahan dengan kebangkrutan kami, mereka malu dan memilih untuk pergi." Ralin mengatur nafasnya seiring dengan tangis yang enggan untuk berhenti."Saat aku lulus kuliah, orang tuanya datang menemuiku dan menyampaikan tentang perjodohan itu. Sungguh saat itu aku tidak tahu apa-apa, yang aku pikirkan saat itu menerima perjodohan karena itu permintaan kedua orang tuaku.Tenyata Kenzi menikahiku juga karena terpaksa, dia memiliki kekasih saat itu. Dia benci karena aku menerimanya.
Alhasil pagi itu Kenra minta di dandani seperti mommynya."Kenra juga ingin jadi peri seperti Mommy!" katanya."Nanti setelah Kenra dewasa, ok!" Ralin memberi pengertian. Anak itu cemberut karena tidak dituruti.Ralin tersenyum melihat ke iri-an putri tersayangnya itu, Kenra memang selalu ingin meniru dirinya.Hal seperti ini saja sudah mampu membuatnya melupakan sejenak kejadian tadi malam. Tingkah Kenra selalu bisa membuat Ralin tersenyum dan menghangatkan hatinya.Kenra sudah di jemput lebih dulu oleh bis sekolah, sedangkan Ralin, taksinya belum juga tiba."Taksimu belum datang?" Nenek Rose keluar dari rumahnya. "Iya, Nek. Padahal aku hampir terlambat," kata Ralin yang mulai cemas. Ia melirik jam di ponselnya, bersamaan dengan itu alat komunikasi itu berbunyi, Ralin segera mengangkatnya."Halo!""Nona, maaf saya, membatalkan pesanan anda, mobil saya tiba-tiba mogok." Terdengar suara sopir meminta maaf."Tidak apa-apa, saya bisa pesan yang lain." Ralin menghela nafasnya. Jam terus
EndingLivi tersenyum menatap kepergian Ralin. Ia yang sudah meyakini bahwa Aice sudah berhasil tidur dengan Kenzi. Livi rasanya ingin kembali mengejar cinta Darren yang ingin menceraikannya.Hari, minggu dan bulan telah berlalu, namun Aice tetap berpura-pura lumpuh. Padahal Ralin dengan pantang menyerah membawanya terapi.Seperti hari ini, Ralin mendorong kursi roda Aice di sebuah mall, di sisinya ada Kenra berjalan. Mereka baru pulang dari rumah sakit dan Ralin mengajak Aice jalan-jalan, mulai dari makan hingga belanja kebutuhan.Sepulang dari pusat perbelanjaan itu, Ralin menepikan mobil di depan sebuah apotik. Dia ingin membeli vitamin untuk Kenra.Mobil melaju kembali ke rumah, bibi menunggu di depan pintu."Paket dari mana?" tanya Ralin begitu turun sari mobil."Ini untuk Aice, Nyonya," jawab Bibi.Ralin mengamati paket berukuran kecil itu sebentar kemudian masuk ke dalam rumah.Setelah nenerima paketnya, Aice masuk ke dalam kamar, karena sudah tidak sabar untuk mencoba, dia sam
Luke bangun dalam keadaan tak berbusana dan di kursi roda ia melihat Aice dengan diam seperti menahan sesuatu. Nafas Luke memburu, ingatannya terlempar pada kejadian tadi malam saat ia akan kembali ke rumah, ban mobilnya bocor dan sialnya tidak ada ban serap di mobil.Luke berdiri di luar mobil sambil berkacak pinggang. Dia tahu lokasi ini lebih dekat ke rumah kakaknya.Luke pun memutuskan meninggalkan mobilnya dan mulai berjalan kembali ke rumah Kenzi.Dia memencet bel dan Kenzi membukakan pintu."Ban mobilku bocor, pulang ke rumah terlalu jauh, jadi aku menginap di sini malam ini," katanya seraya berdiri.Kenzi bergeser agar adiknya itu bisa masuk, "Masuklah!" katanya lalu mengunci pintu, "tidak ada kamar kosong.""Aku tidur di sofa," kata Luke ringan."Kalau haus kau ambil sendiri di dapur, aku mau melihat Kenra dulu!" Kenzi belum sempat merapikan selimut saat bel pintu berbunyi.Luke pun berjalan ke dapur, dia melihat teh di atas meja dan sepertinya masih hangat. Pasti punya Kenzi
"Hai Kakak Aic!"Ralin menyapa gadis yang duduk di bangku belakang itu dengan ramah.Aice diam saja, bahkan mengalihkan tatapannya. Ralin yang menyadari itu menghela nafasnya, tangannya terulur mengusap rambut Kenra.Aice sangat sombong bahkan pada anak kecil sekalipun. Entah apa motif di balik kecelakaan itu. Ralin mengantar keduanya kembali ke rumah, sebelumnya ia memberikan pengertian pada Kenra untuk pergi sebentar.Ralin duduk di cafe dan salah seorang pria berpakaian hitam datang menghampiri mejanya."Namanya memang Aice, tinggal di panti asuhan, namun satu tahun terakhir dia keluar dan bekerja di sebuah club."Ralin menyimak dengan baik."Bagaimana dengan informasi dari polisi?" tanya pria itu."Belum ada informasi, mereka terkesan lambat dan aku tidak tahan untuk mengetahuinya.""Aku akan mencaritahu tentang kecelakaan itu, murni atau rencana, karena club itu belum berhasil ku tembus." Pria itu adalah kenalan Kenzi dan Ralin yang memintanya agar berurusan padanya."Aku ingin
Di rumah Aice tidak mau bicara, di beri makan pun dia enggan menyentuhnya. Entah apa yang ada di fikirannya. Kalau di lihat usianya masih sangat muda, tapi terlalu keras kepala."Kau butuh obat agar segera bisa pulih, apa kau tidak ingin bisa berjalan?" Bibi tentu saja kesal menghadapinya."Jangan pedulikan aku," bentaknya hingga membuat Bibi berjengkit, "aku hanya mau Kenzi yang menyuapiku."Bibi sengaja menunduk untuk menatap wajah Aice agar jelas terlihat, "Aku curiga, jangan-jangan kecelakaan ini adalah rencanamu."Aice gelagapan, "Ap-apa yang, Bibi katakan? Memangnya siapa yang mau seperti ini, tidak bisa berjalan dan bebas.""Nah, itu kau tahu, makanya makan makananmu dan jangan lupa minum obatmu. Untuk merebut Tuan Kenzi, kau harus lebih cantik dari Nyonya Ralin."Bibi pergi ke dapur setelah mengatakan kalimat itu, sebenarnya dia hanya ingin melihat rencana Aice."Aku memang harus cantik untuk memikat Kenzi, aku akan makan," kata Aice pelan. Kalimat bibi barusan menjadi motivas
"Nona apa yang anda lakukan?" Terdengar teriakan dari ruang tamu.Bibi terkejut melihat foto keluarga majikannya jatuh, pecah di lantai."Aku tidak sengaja, hanya lewat dan ...,""Sudah-sudah, menyingkirlah!" Bibi mendorong sedikit kursi roda Aice. Sebaliknya ia beranjak ke dapu mengambil sapu untuk membersihkannya.Sebenarnya dia sedikit aneh menatap gadis yang berada di kursi roda itu, bagaimana mungkin tersenggol, foto itu jelas lebih tinggi kalau di lewati tentu tidak akan mengenainya.Aice diam menyaksikan Bibi membersihkan serpihan kaca yang berserak, dari jatuhnya saja tidak mungkin sehancur ini. Pikirnya.Bibi curiga kalau itu disengaja, ia pun melempar tatap pada Aice."Bibi kenapa menatapku begitu? Bibi mencurigaiku?" Aice menantang mata itu."Entahlah, Aice. Kalau kau merasa di curigai, apa kau akan marah?""Tentu saja, aku kan sudah bilang tidak sengaja." Aice membela diri."Bibi, ada apa ini?" Ralin dan Kenzi datang dengan memakai kimono. Membuat tatapan Aice berubah. Tan
Akhirnya gadis itu bicara, dokter yang hendak pergi kembali memeriksanya, "Kau bisa bicara?"Gadis itu diam lagi."Katakan siapa namamu dan di mana keluargamu?" Kenzi ikut bertanya.Gadis itu menggeleng."Kalau kau tidak mengatakannya bagaimana kami akan mengabari keluargamu? Mereka pasti sangat cemas memikirkanmu." Ralin ikut menimpali, namun gadis itu tetap menutup mulutnya.Dokterpun pergi meninggalkan mereka bertiga di dalam.Ralin mengeluarkan ponselnya, mengabari pada Anne agar menghandle perusahaan."Terimakasih, Ann!" ungkap Ralin lalu menutup panggilan."Anda tidak perlu ada di sini!" Wanita itu bicara lagi, ia menatap Ralin benci.Ralin menyimpan ponselnya lalu mendekat pada gadis itu, "Aku istri dari pria yang menabrakmu, aku juga bertanggung jawab atas kesembuhanmu," sahut Ralin, sementara Kenzi kini tertidur di sofa, dia mengantuk karena tidak tidur semalaman."Aku tidak butuh, kamu."Ralin mengeryit, ia memperhatikan wanita itu, sakit atau hanya pura-pura."Tidak perlu m
Sesekali Kenzi menatap pintu IGD rumah sakit, di mana orang yang ia tabrak di tangani oleh petugas medis.Kenzi baru saja menabrak gadis muda yang hendak menyeberang jalan. Dari penglihatannya keadaan gadis itu cukup parah, karena rasa khawatirnya Kenzi bahkan tidak menghubungi Ralin."Korban tidak membawa kartu identitas, bagaimana kita akan minta persetujuan untuk mengambil langkah selanjutnya, sementara kakinya harus segera di operasi." Dokter berbicara dengan dokter lainnya."Melapor pada polisi untuk menyelidikinya akan memakan waktu lama, sampai ponsel korban diperbaiki kita akan tetap jalankan operasi." Dokter yang satunya memang lebih tegas dan berani dalam mengambil keputusan.Salah satu dari mereka menghampiri Kenzi, "Tuan, korban akan segera kami operasi, bagian kakinya. Sebagai orang yang bertanggung jawab. Tuan yang akan menandatangani berkas persetujuannya, untuk itu mari ikut saya!" Sore itu langsung di lakukan operasi setelah Kenzi menandatangani berkas persetujuannya
Kedatangan Livi ke perusahaan cukup mengusik konsentrasi Ralin, bisa-bisanya wanita itu menuduhnya menjadi penyebab retaknya hubungan rumah tangga mereka.Akhirnya ia memutuskan untuk pulang cepat, sekaligus menemani Kenra di rumah. Senyum Ralin tampak di bibir berwarna pink miliknya, ia membayangkan mereka akan dekat lagi seperti biasanya.Mobil Ralin sudah menepi di depan gerbang sekolah Kenra, tinggal menunggu beberapa menit lagi jadwal kepulangan anak-anak taman kanak-kanak itu.Ralin keluar dari dalam, wanita yang memakai kemeja biru muda berlengan panjang itu bersandar di mobilnya seraya menatap ke arah sekolah.Bel berbunyi pertanda jam pelajaran telah usai, lima menit dari itu anak-anak mulai berhamburan keluar dari ruangan masing-masing.Ralin melihat sosok Kenra berjalan dengan kedua tangan memegang tali tasnya, tampaknya Kenra belum menyadari kehadirannya."Kenra, siapa yang menjemputmu?"Langkah Kenra terhenti saat temannya bertanya.Kenra yang sedikit menunduk itu menggel
Saking antusiasnya memilih, Ralin sampai lupa pada putrinya sendiri. Mereka bahkan kembali ke perusahaan saat hari hampir menjelang malam."Semua belum lengkap, selebihnya akan ku kirim dari Prancis," kata Darren."Ah ya, terimakasih banyak!" ucap Ralin, "Kau sangat membantuku." Ralin menjabat tangan Darren. Sebenarnya dia masih sedikit canggung berada di dekat sepupu suaminya tersebut. Ralin tidak bodoh mengartikan gelagat Darren yang masih terlihat menyukainya. Pria itu terpaku sebentar menatap tangan mereka yang terpaut."Ehem ...." Deheman dari Anne membuat Darren tersentak dan segera melepas tangan Ralin."Nyonya, sudah waktunya pulang," kata Anne."Ah ya, ayo!" ajak Ralin yang sebenarnya terbantu karena Anne, "Tuan Darren, aku akan mengabarkan kedatanganmu pada Kenzi." Ralin menatap pria yang pernah menjadi bosnya tersebut.Darren hanya mengangguk.Ralin pulang bersama Anne, Darren masih memaku di tempatnya, ingin sekali dia mengajak Ralin makan malam, tapi keberadaan Anne memb