***** "Ahhh......" "Arggghh...." Suara desahan mereka terdengar saling bersahutan dan menandakan jika klimaks mereka sudah tercapai. Suara nafas mereka yang memburu menerpa satu sama lain. Damian mengecup bibir Leanne, lalu keningnya. "Terimakasih, Sayang." Ucapnya. Damian menyerukan wajahnya pada leher jenjang Leanne. Posisi mereka masih dalam penyatuan, dan Damian tidak sepenuhnya membebankan tubuhnya di atas Leanne. Setelah nafas mereka sudah kembali stabil, Damian yang berada di atas tubuh Leanne pun menggulingkan tubuhnya ke samping. Leanne memalingkan wajahnya ke samping ke arah Damian. Napasnya telah teratur dengan baik, begitu pun dengan Damian yang kini memiringkan tubuhnya. "Sepertinya sekarang kita harus berhenti. Kita butuh asupan makanan untuk mengembalikan tenaga kita lagi. Walaupun sebenarnya aku masih ingin terus menginginkan mu, Sayang." Ucap Damian lalu mengecup bahu polos istrinya. "Hm, aku juga lapar." Sahut Leanne terus terang. Dami
***** Leanne dan Damian tengah bersiap untuk pergi ke tempat masing-masing. Jam pun sudah menunjukkan pukul 8 pagi sudah pasti jika ke kantor Damian akan sedikit terlambat. Leanne membantu Damian memasangkan jas kantornya setelah sebelumnya memasangkan dasinya juga. "Kita berangkat bersama saja." Ucap Damian. Tempo lalu istrinya mengalami kecelakaan besar tentu saja membuat mobilnya rusak parah. "Nanti kamu terlambat, lagian nanti aku bisa naik taksi." Sahut Leanne. Mereka berjalan keluar dari kamar menuruni tangga bersamaan. "Aku antar saja, terlambat sedikit juga tidak masalah. Siapa yang berani menegurku." Ucapan Damian membuat Leanne berdecak. "Mana berani mereka menegur mu yang seorang bos." Ucap Leanne yang tak habis pikir. "Ya sudah, kita berangkat bersama. Tapi nanti kita beli sarapan dulu. Aku tidak sempat membuatnya." Lanjutnya. "Jangan memaksakan diri, aku tau kamu kelelahan." Ucap Damian sambil merangkul Leanne ke arah garasi mobilnya. "Lagian
***** (21+)▪️ THE CRUELTY OF A LEANNE ▪️ Leanne dan Damian baru saja turun dari mobil, mereka berada di tempat yang di inginkan Leanne yaitu tempat khusus untuk penyekapan pelaku. Di susul oleh Kenny, dan Justin yang baru turun dari kendaraan mereka. Justin terlihat tengah menenteng sebuah koper kecil. Mereka berempat menghampiri Sultan serta satu rekannya yang tengah memegang sebuah koper kecil yang Leanne yakini barang kimia itu. Damian dan Sultan serta rekannya, Lettu Sakha saling berjabat tangan bergantian. "Di dalam sudah ada dua orang rekan Damian dan mereka sedang menunggu." Ucap Sultan. "Mereka Joshua dan Jarred." Sahut Damian yang melihat kebingungan istrinya. "Apa tidak apa-apa ada mereka di sini?" Tanya Leanne pada suaminya. "Mereka bisa di percaya." Ucap Damian meyakini istrinya. "Baiklah." Ucap Leanne lega. Mereka yang masih di luar pun memasuki tempat itu, sebuah gedung yang cukup tersembunyi. Saat masuk ke dalam gedung itu keamanannya sangat k
***** Leanne menatap dingin kedua targetnya. "Dari pada kalian terus berteriak minta di lepaskan, lebih baik kalian katakan siapa orangnya." Ucap Leanne pada mereka berdua. Wajah kedua pelaku itu sudah habis babak belur karena interogasi sebelumnya. Namun mereka masih mempertahankan kesetiaan mereka untuk bungkam. "Ck, kalian terlalu bodoh." Maki Leanne."Kesetiaan berujung penderitaan." Lanjutnya penuh makna. Leanne menatap ke arah Morgan dengan kedua kakinya yang bertumpu serta melipat kedua tangannya di dada. "Morgan Steel, kau bisa di bilang tangan kanannya dan kau juga yang telah menanam bom di kediaman Hart Dartons rekan yang tau kebusukan mu dan kau meledakkan semuanya hingga keturunannya pun kau buat mati." Jeda Leanne. Ia berdecak. "Ck,ck , kejamnya dan sayangnya pesuruh mu itu ikut terbakar. " Lanjutnya "Sebenarnya saya sudah memiliki feeling siapa pelaku di balik semua ini, tapi saya harus lebih memastikan lagi secara langsung dari mulut kau yang busuk itu
***** Tendangan keras Leanne kembali di layangkan pada wajah Morgan, bukan hanya hidungnya saja yang berdarah melainkan mulut pun ikut berdarah. Saat Morgan menyemburkan darah di mulutnya Leanne dengan gesit menghindar kesamping. Bukan hanya darah yang di keluarkan namun beberapa gigi yang rontok pun ikut keluar. Leanne mencengkram rambut Morgan dengan kuat sehingga wajah Morgan menghadap ke atas. "Kau bilang saya iblis? Baik, akan saya perlihatkan seiblis apa saya ini." Desis Leanne tajam. Leanne melepaskan cengkeramannya dengan kasar lalu ia bergerak cepat ke arah peralatannya, mengambil salah satu pisaunya lagi, bedanya kali ini selain pisaunya yang tajam pisau itu juga bergerigi. Morgan yang tengah meraung kesakitan pun tergantikan dengan raungan ketakutan. Dia terus berontak di kursinya, berharap dirinya bisa melepaskan diri. Namun hal itu sesuatu yang tidak mungkin. Dengan aura dinginnya Leanne menghampiri Morgan, melihat langkah Leanne seperti malaikat y
***** 18+ Damian dan Leanne mereka keluar dari mobil, mereka baru saja tiba di kediamannya setelah melakukan interogasi. "Kamu mandilah terlebih dahulu aku akan keruangan kerja ku dulu." Ucap Damian setelah mereka masuk ke dalam rumah dan berjalan menaiki tangga. "Baiklah." Ucap Leanne. "Mau aku buatkan sesuatu?" Tanya Damian. "Chocolatte, boleh?" Ucap Leanne. "Tentu." Ucap Damian. "Thanks." Ucap Leanne. "anything, Dear" Damian pun pergi ke ruang kerjanya, sedangkan Leanne ke kamar mereka. Saat Leanne sudah seorang diri di dalam kamar, ia mengotak-atik ponselnya mengirimkan sebuah pesan pada rekannya yang berada di Amerika. Setelah urusannya selesai Leanne pun berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Beberapa menit kemudian, Leanne keluar dari kamar mandi, dirinya baru saja membersihkan diri. Wajah segar sehabis mandi membuat wajah lelah Leanne tadi menghilang. Bathrobe warna biru menyelimuti dirinya serta handuk putih kecil membungkus rambutnya yang baru s
***** Setelah usai makan di tempat kaki lima, Leanne dan Damian tidak langsung pulang. Damian mengajak Leanne ke perusahaannya ada dokumen yang harus Damian ambil. Setelah menghabiskan setengah jam di perjalanan mereka pun tiba di perusahaan. Terlihat perusahaan sangat sepi, di karenakan hari juga sudah malam. Hanya ada beberapa security yang menjaga perusahaan. Berkeliaran untuk menjaga keamanan. Melihat bosnya yang datang mereka langsung memberikan hormat segan mereka pada Damian dan juga pada Leanne yang berada di sampingnya. Damian menggandeng tangan Leanne untuk masuk ke dalam perusahaannya. Setibanya di dalam kantor Damian langsung mencari dokumen yang ia butuhkan saat ini. Leanne berjalan menelusuri setiap sudut ruang kantor suaminya. Lalu ia berjalan ke arah jendela besar yang langsung mengarahkannya ke arah gedung-gedung lain. Leanne melihat jalan raya yang begitu ramai dengan banyaknya kendaraan yang melaju dengan berbagai tujuan. Gemerlapnya malam yang
***** Leanne dan Damian berada di teras depan rumah mereka, di mana saat ini Damian hendak pergi ke kantor dengan Leanne yang mengantar kepergiannya. "Nanti setelah kalian selesai rapat hubungi aku." Ucap Damian. "Iya." Damian memeluk pinggang Leanne lalu mencium bibir Leanne dengan lembut. Kiss morning sebelum berangkat ke kantor. Lalu mencium kening untuk sentuhan terakhir. "Aku pergi dulu." "Ya, hati-hati di jalan." Sahut Leanne. Setelah melihat kepergian Damian, Leanne pun berjalan masuk kembali ke dalam. Berjalan naik ke arah tangga untuk melakukan rutinitas paginya yaitu mandi dan setelah itu akan pergi ke pangkalan militer. Saat Leanne hendak masuk ke dalam kamar mandi terdengar suara notifikasi pesan dari ponselnya. Leanne berjalan ke arah nakas untuk mengecek siapa yang mengiriminya pesan. Kening Leanne berkerut heran saat melihat nomor asing. Leanne yakin nomor yang mengirim pesan ini bukan dari rekannya yang berada di Amerika. Leanne pun memb
***** Leanne dan bayinya sudah di pindahkan di ruang rawat. Tentunya dengan kelas VVIP, ruang rawat Leanne di hias begitu indahnya dengan pernak-pernik warna biru keemasan. Leanne tengah menggendong bayinya dan Damian duduk di atas brankar di samping Leanne. Merangkul bahu Leanne dengan mesra. Untuk saat ini hanya ada mereka. Orang tua Leanne maupun Damian mereka yang tengah di luar kota sedang dalam perjalanan pulang dan menuju rumah sakit. "Sudah ada nama untuk anak kita, Regan." Mendengar istrinya menyebut 'anak kita' membuat perasaan Damian selalu menghangat. "Ya." Sahut Damian dengan ibu jarinya yang mengusap pipi merah anaknya. Leanne menatap Damian. "Apa?" Tanyanya. Damian menatap istrinya. "Leander Ergan Alpha Romanov. Putra kita yang akan menjadi pemimpinnya Romanov." Ucapnya. Leanne tersenyum. "Bagus sekali." Ucapnya, lalu tatapan Leanne mengarah kembali pada bayinya yang sudah di beri nama Leander Ergan Alpha Romanov. "Sangat cocok untukmu, Sayang."
***** NAKARI HOSPITAL UNIVERSITY Damian yang berada di depan pintu ruangan persalinan terus saja mondar-mandir. Bukan tanpa alasan kenapa Damian seperti itu dengan suasana hatinya yang terus cemas. Sebab hari ini Leanne akan segera melahirkan. Satu jam lalu lebih tepatnya sebelum Leanne di bawa ke rumah sakit. Leanne yang berada di rumah bersama dengan damian yang sudah mulai cuti untuk tidak ke kantor semenjak kandungan Leanne sudah memasuki HPL. Mereka berdua menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan menyusuri halaman belakang. Awalnya Leanne baik-baik saja saat mereka masih mengelilingi halaman, namun saat Damian masuk kembali ke mansion untuk mengambilkan topi untuk Leanne pakai di kamarnya. Tiba-tiba saja Leanne merasakan sakit di perutnya. Ada dua orang pelayan yang menemani Leanne, namun melihat Leanne yang kesakitan mereka di buat panik. Hingga harus Leanne 'lah yang mengingatkan mereka jika mereka harus memanggil Damian. Salah satu dari mereka berlar
***** Damian yang baru saja selesai meeting, masuk ke dalam ruangannya. Ia segera mengecek ponselnya yang tadi ia tinggalkan sebab ia charger. Damian melihat ada beberapa notifikasi yang masuk. Di antaranya sebuah pesan dari bawahannya yang selama ini ia perintahkan untuk menjaga dan mengawasi istrinya secara diam-diam. "Apa ini?!!" Damian terlihat marah saat melihat potret istrinya yang di kirimkan oleh mata-matanya. Foto pertama di mana foto itu berisi istrinya yang tengah memasuki mobil hendak pergi keluar. Damian marah karena saat ini pakaian istrinya begitu sexy sekali. Gaun pendek berwarna maroon yang sebatas paha dengan sebuah blazer hitam menutupi bahunya, namun tetap saja istrinya sangat terlihat sexy apalagi dengan perutnya yang sudah membesar. Kandungan Leanne saat ini sudah memasuki trimester ketiga. Dalam beberapa bulan ini begitu banyak perubahan pada istrinya semenjak hamil. Selain moodnya yang sering berubah- ubah, cara berpakaian istrinya pun selalu me
***** Damian menuntun Leanne dengan hati-hati sebab mata Leanne masih tertutup kain dasi. Masuk ke dalam sebuah ruangan besar. Di mana di dalam ruangan itu sudah di hias indah sedemikian rupa. Bukan hanya itu saja, akan tetapi ada Rose dan Daniel serta Anita dan Harris. Dari arah lain ada Joshua yang baru saja datang sambil membawa popper party di tangannya. Damian membawa Leanne ke tengah-tengah mereka. Damian berdiri di belakang tubuh Leanne, lalu ia berkata. "Kamu sudah siap Love?" Tanya Damian berbisik pelan pada telinga Leanne. "Ya." Sahut Leanne yang sudah tidak sabar agar ikatan di matanya di lepaskan. Damian melepaskan ikatan itu dan dengan perlahan menjauhkan kain dasi itu dari Leanne. POP!!! Suara letusan keras itu terdengar disertai dengan keluarnya confetti ke udara. "SURPRISE!!!!" Seruan dari sekitarnya membuat Leanne melihat siapa-siapa saja yang ada. Bukan hanya kedua mertuanya saja, kedua orangtuanya pun ada. "Happy anniversary untuk kalian
***** Beberapa bulan kemudian..... Hari ini weekend, Leanne dan Damian berencana pergi ke pusat perbelanjaan. Damian tengah menerima telepon di lantai bawah sambil menunggu Leanne yang belum selesai bersiap-siap. "Jo kamu harus pastikan semuanya sempurna sesuai dengan rencana." Ucap Damian mewanti-wanti Joshua di seberang sana. Damian melihat kehadiran istrinya yang tengah menuruni tangga. "Jangan ada kesalahan apapun." Tandas Damian sekali lagi ia memperingati Joshua. Belum sempat Joshua membalas ucapan Damian, sambungan telepon sudah di putuskan sepihak oleh Damian. Damian menghampiri Leanne dengan tatapan penuh pemujaan. Sebab Leanne hari ini tampil sangat cantik dengan riasannya. Bukan hari ini saja setiap hari pun istrinya selalu tampil cantik. Leanne yang biasanya tidak terlalu sering memakai dress entah kenapa sudah beberapa bulan ini selalu memakai dress dengan juga selalu merias diri. Bahkan Damian selalu di buat heran saat berada di rumah pun istrinya
***** Venesia, Italia. Ya, mereka berdua Leanne dan Damian kini sudah berada di kota romantis itu. Kedatangan mereka tak lain adalah untuk bulan madu. Seperti apa yang sudah mereka rencanakan setelah urusan Leanne selesai mereka akan berbulan madu dan Damian menyerahkan semua tujuan mereka pada Leanne. Dan pada akhirnya Leanne memilih Venesia. Leanne dan Damian baru saja check-in kamar hotel. Sebenarnya keinginan Damian dirinya ingin tinggal di apartemen, bukan hanya menyewanya melainkan membeli salah satu apartemen di sana yang pastinya memiliki nilai tinggi dari segi kualitas dan kuantitasnya. Namun keinginan itu harus pupus karena Leanne sendiri menolak tegas, sebab mereka tinggal di Venesia hanya beberapa hari. Bagi Leanne itu pemborosan, akan tetapi berbeda dengan pemikiran bisnis Damian. Membeli apartemen di Venesia sama saja untuk investasi. Namun apalah daya karena terlalu cinta mungkin sudah masuk level budak cinta Damian pun mematuhi perkataan istrinya. Setibany
***** Leanne yang baru saja tiba di rumah heran saat mendengar suara tawa. Saat ia berjalan masuk ke dalam dan terus berjalan ke arah ruang makan ternyata suara tawa itu berasal dari Kakeknya dan juga suaminya. Leanne di buat bingung apa yang sudah terjadi pada mereka selama dirinya pergi sehingga mereka terlihat bercengkrama dengan akrabnya. Tidak seperti awal bertemu kakeknya kurang baik menyambut suaminya. "Oh Princess, kamu sudah pulang. Ayo sini kita makan bersama." Ajak Anthony saat melihat Leanne yang masuk ke ruang makan. Leanne berjalan ke arah kursi duduk di samping Damian. Leanne melihat hidangan yang masih tersaji utuh. "Kalian belum memulainya?" Tanya Leanne. "Kami menunggu mu Princess, lagian belum lama juga kami di sini." Sahut Anthony. "Padahal Kakek bisa saja duluan. Kakek harus menjaga kesehatan Kakek, jangan telat soal makan." Peringat Leanne. "Hanya hari ini saja, lagipula jarang-jarang bisa makan bersama seperti ini." Ucap Anthony. Damian me
***** Leanne dan Damian melanjutkan penerbangan mereka lagi ke Amerika. Dan kini mereka baru saja tiba di Bandara Internasional John F. Kennedy. Setibanya di bandara, sudah ada orang yang menunggu kehadiran Leanne dan Damian. Leanne perkirakan itu bawahannya Damian. Karena Leanne sendiri tidak memberitahukan kedatangannya ke sini pada Anthony atau pun Noel. Mobil melaju menuju kediaman Anthony, hingga beberapa menit kemudian mereka pun tiba di tujuan. Di depan gerbang kediaman Anthony. Karena pintu gerbang yang tertutup, Leanne menyembulkan kepalanya. Lalu sebuah CCTV bergerak mengscan wajahnya. Leanne memasukkan diri kembali ke dalam mobil dan tidak membutuhkan lima menit pun pintu gerbang mulai terbuka. "Keamanan disini patut aku tiru." Ucap Damian. "Semenjak Nenek meninggal Kakek jadi tidak terlalu suka banyak orang. Banyaknya bodyguard yang di pekerjakan di sini pun itu untuk keamanan Nenek, karena untuk mengurangi resiko aku sendiri memilih tinggal di apartemen s
***** Leanne dan Damian sudah mendarat di negara yang di juluki negeri matahari terbit itu dan kini mereka berada di dalam mobil yang di sopiri oleh Scott, bodyguard Damian yang baru Leanne lihat lagi. Leanne melihat ke arah jalan raya, tahu kemana tujuan mereka Leanne menatap Damian dengan tatapan menelisiknya. "Kenapa?" Tanya Damian. Tangan mengusap pipi Leanne dengan lembut. "Kamu menyuruhnya mengikuti ku sampai ke sini?" Tanya Leanne sambil melirik Scott. Tahu kemana pembicaraan istrinya, Damian tersenyum kecil. "Aku khawatir kamu kenapa-napa." Ucap Damian memberikan alasannya. Tahu dengan sifat Damian yang selalu mengawasinya Leanne pun tidak banyak bertanya lagi. Beberapa menit kemudian, mobil pun sudah sampai tujuan. Di mana tempat itu adalah sebuah pemakaman. Ya, Leanne kembali mengunjungi makam Raigan lagi. Leanne dan Damian berjalan bersama masuk ke dalam pemakaman. Leanne sengaja mengajak Damian. Mereka tiba di depan makam Reigan. Leanne meletakkan