Papa Felix menatap lekat wajah putrinya. Sang istri yang berada di sebelahnya, menggenggam erat tangannya. Meyakinkan untuk mengambil keputusan yang terbaik. Papa Felix menangguk. Menurunkan egonya karena memang harus Noahlah yang menikahi Cia. Mengingat dia adalah ayah dari Lora.
Cia yang mendapati anggukan dari sang papa, meneteskan air mata. Tak menyangka jika papanya akan mengizinkan. Padahal dia sendiri begitu takut untuk mengatakannya.Cia beralih pada Noah. Menatap pria yang sudah dicintainya sejak lama itu. Tidak bisa dipungkiri oleh Cia jika dia memang tidak bisa berhenti mencintai Noah. Terlebih lagi, kini Noah tidak hanya mencintainya saja, tetapi juga Lora.“Aku mau,” ucapnya disertai anggukan.Noah tersenyum. Akhirnya, dia mendapatkan wanita yang dicintainya. Tak hanya itu dia juga akan mendapatkan anaknya. Tak ada yang lebih membuat Noah bahagia selain itu semua.Semua orang bertepuk tangan. Merasa iNoah begitu bersemangat sekali sejak rencana pernikahannya disusun. Di tengah pekerjaannya yang cukup banyak, dia masih harus menyiapkan semua rencana pernikahannya. Namun, karena dia begitu bahagia, apa yang dikerjakannya tidak terasa berat. Kemarin, keluarga Cia sudah mengadakan pertemuan. Mereka semua sudah membagi tugas masing-masing. Jadi sudah tidak akan ada yang masalah berat lagi. Dengan pembagian tugas masing-masing, mempermudah mereka menyiapkan. Hari ini rencananya, Noah akan mencari jas dan gaun untuk pernikahan mereka. Mereka akan pergi bersama dengan Mama Chika, Mommy Shea, dan Mommy Selly. Tiga wanita itu tidak mau ketinggalan untuk membantu Cia memilih gaun pernikahan. Noah menjemput mereka semua dia rumah calon istrinya itu. Saat tiba, dia melihat para ibu yang begitu heboh. Mama Chika pun meminta Noah untuk duduk lebih dulu. Karena Lora masih mandi. Maklum, bayi kecil itu baru bangun tidur. “Dengar! Kami a
Ballroom hotel disulap menjadi tempat acara pernikahan. Bunga-bunga yang menghiasi ruangan membuat ruangan semakin cantik. Lampu kristal yang menggantung pun terlihat megah menghiasi ruangan. Semua tamu yang hadir didominasi oleh keluarga. Memang tak banyak yang hadir. Karena sang mempelai ingin suasana khidmat. Noah duduk di depan penghulu. Menunggu pengantin wanita yang sedang menuju ke ballroom hotel. Perasaannya begitu berdebar-debar tatkala menunggu. Ini adalah kali pertama untuknya. Walaupun banyak wanita yang singgah di hidupnya, tak pernah ada yang sampai menuju ke pernikahan. Noah yang gugup tak mengurangi ketampanannya sama sekali. Dia masih terlihat gagah dengan setelah jas yang dipakainya. Akhirnya, yang ditunggu pun tiba. Cia masuk ke ballroom hotel didampingi sang papa. Ibu satu anak itu melingkarkan tangannya di lengan papanya. Dengan langkah pasti, dia masuk ke acara pernikahan. Gaun can
Suara Lora tak terdengar lagi ketika Noah keluar dari kamar mandi. Noah menebak pasti putrinya itu sudah tertidur. Benar saja, ternyata sang putri tertidur di sampi mommy-nya. “Dia sudah tidur?” tanya Noah lirih. “Iya.” Cia pun menjawab sama lirihnya, tak mau sampai sang anak terbangun. Noah tersenyum ketika melihat sang anak tidur terasa lucu sekali. Sambil mengusap rambutnya yang basah, dia mendekat ke sisi tempat tidur. “Apa dia akan bangun jika aku menciumnya?” tanyanya menatap istrinya. “Karena dia baru tidur dia akan merasakannya.” Cia berangsur bangun dari tempat tidur dengan perlahan. “Tunggulah dia pulas dulu,” ucapnya ketika berdiri di sis tempat tidur.Noah mengangguk. Tak mau sampai anaknya bangun dan rewel. Cia mengayunkan langkahnya sambil membuka handuk yang membungkus kepalanya. Kemudian, meminta Noah untuk memberikan handuk yang dipakai Noah. Noah memberikan
Noah membantu Cia memasukkan barang-barangnya ke bagasi. Tidak banyak yang dibawa Cia, karena dia akan mengambilnya kembali nanti. Yang sekarang dibawa hanya baju dan beberapa peralatan Lora. Hal yang penting saja. “Lora tidak akan bisa tidur dengan mommy-nya saat malam bukan? Jadi saat siang titipkan saja ke sini.” Sebelum anak dan menantunya pergi, Papa Felix memberikan pesannya. Pipi Cia menghangat. Sudah dia duga pasti rona merah menyembul di pipinya. Dia mengerti ke mana arah pembicaraan papanya. Seolah sudah tahu jika semalam dia gagal. Cia sadar jika anaknya memang masih belum bisa jauh tidur dengannya saat malam. Namun, saat siang anaknya terbiasa dengan banyak orang, jadi tak akan rewel saat ditinggal. Noah terdiam ketika sang mertua mengatakan hal itu. Mertuanya sudah sangat paham betapa sulitnya mencari celah untuk berdua dengan Cia. “Iya, Pa.” Noah mengangguk. Mereka berd
Noah mencoba menghubungi El untuk menanyakan kabar anaknya. Dia ingin memastikan jika anaknya baik-baik saja. Tidak rewel seperti yang dibayangkan. Anaknya baru kali ini jauh dengan mommy-nya jadi wajar Noah takut jika anaknya rewel. “Ada apa?” Pertanyaan itu yang terdengar dari sambungan telepon ketika terhubung. “Apa Lora menangis?” tanya Noah yang begitu penasaran. “Tenanglah, dia aman. Tidak menangis sama sekali.” Ada perasaan lega ketika mendengar akan hal itu. “Sedang apa Lora sekarang?” “Dia sudah hendak tidur bersama Kean dan Lean. Sejak tadi dia tidak mau tidur karena bermain dengan kakak-kakaknya.” Noah melihat jam dinding di kamarnya. Waktu menujukan jam sembilan. Itu sudah lewat dari jam tidur Lora. “Aku rasa Lora akan pulas tidur karena lelah bermain, tetapi aku tidak tahu juga jika nanti malam dia menangis.” El tampak tertawa. Kadang anak-anak tidak bisa ditebak.
Cia menyiapkan semua keperluannya untuk pergi ke London. Ini akan jadi pertama kalinya Lora pergi ke luar negeri. Jadi Cia harus menyiapkan lebih baik lagi. Tak mau sampai Lora rewel di sana. Tadi pagi Cia sudah memberitahu pada papanya jika dia dan Noah akan ke London. Sang papa begitu terkejut dengan apa yang akan dilakukan anaknya. Namun, tidak melarangnya. Mungkin dengan begitu, perlahan Cia dapat melupakan masa lalunya. Papa Felix hanya berpesan jika agar Cia dan Lora baik-baik di sana. “Apa semua barang-barang sudah siap?” Noah yang keluar dari kamar mandi sambil mengusap kepalanya yang basah, menatap istrinya yang sedang sibuk memasukkan beberapa baju milik Lora. “Sudah, tadi juga mama ke sini untuk antarkan beberapa baju milik Lora.” Noah mengalihkan pandangannya pada anaknya. Dilihatnya putri kecilnya itu sedang tidur pulas. Pantas saja sang istri bisa leluasa memasukkan pakaian ke koper. Tak tega melihat istrinya
Noah terdiam. Dia memikirkan jawaban yang tepat untuk diberikan pada Cia. Tak mau sampai Cia curiga dengan semua yang telah terjadi. “Kamu ingat bukan jika aku selalu berusaha untuk mendapatkanmu. Sejak kamu hamil sampai Lora lahir, aku terus berusaha. Jadi wajar sebagai teman dia merasa perjuanganku tidak sia-sia.” Cia ingat betul bagaimana Noah mendekatinya. Sejak awal hamil, suaminya itu sudah berniat untuk bertanggung jawab. Ditambah lagi saat hamil dan melahirkan, dia juga selalu ada untuknya. “Lalu cetakan yang sama, apa maksudnya?” Cia boleh percaya yang dikatakan oleh Noah, tetapi pernyataan Gabby masih mengandung unsur lain. “Kamu pernah lihat beberapa orang yang mengadopsi anak, tanpa mereka sadari terkadang mereka bisa mirip sekali pun mereka tidak sedarah.” Entah alasan itu tepat atau tidak, yang terpenting Noah berusaha lebih dulu. “Sejak awal melihat Lora, aku merasa seperti melihat diriku. Karena itulah aku b
Rencana satu minggu di London, akhirnya menjadi dua minggu. Pekerjaan Noah yang begitu banyak membuatnya harus mengundur kepulangan mereka. Cia sebenarnya bosan di rumah karena sulit untuk ke mana-mana saat musim salju. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah saja. Mengingat cuaca terkadang tidak bisa diprediksi. Hingga tidak mau mengambil risiko untuk membawa Lora keluar. Kepulangan Cia dan Noah yang diundur membuat Papa Felix dan Mama Chika begitu merindukan Lora. Mereka tidak sabar untuk bertemu dengan Lora. Cia pun hanya bisa meminta kedua orang tuanya untuk bersabar karena Noah belum menyelesaikan pekerjaanya. Tepat dua minggu, akhirnya Noah dan Cia memutuskan untuk pulang. Pekerjaan Noah sudah semakin berkurang dan bisa dikerjakan jarak jauh. “Hari ini aku akan selesaikan pekerjaanku terlebih dahulu.” Noah mengecup kening sang istri sebelum berangkat. Malam ini mereka bertiga akan kembali ke Indone
Hari ini Cia diizinkan untuk pulang. Beberapa keluarga ikut menjemput, beberapa yang lain menunggu di apartemen. Menyambut kedatangan Baby Nick. Di apartemen mereka sudah disambut oleh anak-anak yang memberikan sambutan selamat datang. Sungguh rumah begitu ramai. “Selamat datang.” Shera dan Freya menyambut Cia.“Terima kasih.” Cia begitu senang ketika melihat semua menyambutnya dengan meriah. Keluarga berkumpul merayakan kedatangannya. “Ayo, masuk.” Noah menuntun pelan tubuh Cia. Membawanya masuk ke apartemen.Lora, Kean, Lean, Rigel, dan Anka pun itu menyambut. Lima anak itu begitu riuh ingin melihat adik mereka. “Itu dedek aku.” Dengan bangganya dia memamerkan adiknya. “Mommy, mau lihat!” Kean yang tak sabar pun merengek. Cia yang duduk di sofa langsung diserbu anak-anak. Mereka begitu gemas melihat Baby Nick. Sayangnya, Lora begitu pelit. Setiap ingin memegang adiknya,
Noah membawa istrinya ke Rumah sakit. Cia yang sudah merasakan sakit hanya bisa merintih kesakitan. Setelah sekian lama, kini Cia merasakan kembali rasa sakit ini. Jika dulu, dia malu-malu saat mencengkeram Noah. Kini dia dengan beraninya mencengkeram erat tangan Noah. Hingga membuat Noah kesakitan. Namun, Noah rela saja melakukannya. Yang terpenting dapat mengurangi sakit yang dirasakan oleh istrinya. Di ruang UGD para perawat langsung memasang jarum infus ke pergelangan tangan Cia. Memastikan cairan infus bisa masuk ke dalam tubuh Cia. Dokter Lyra yang dihubungi langsung datang. Dia memang sudah bersiap sejak pagi. Terlebih lagi keluarga Adion dan Maxton sudah berisik menghubunginya. “Air ketubannya sepertinya sudah pecah, Ra.” Mama Chika memberitahu. Dokter Lyra mengangguk. Kemudian memakai sarung tangan untuk mengecek sudah pembukaan berapa. Saat mengecek jalan lahir anak Cia, Dr. Lyra mendapati jika Cia sudah siap untuk melahirkan. D
Cia mengatur napasnya setelah keliling taman. Dilihatnya anaknya masih asyik bermain dengan daddy-nya, jadi dia harus menunggu lebih dulu. Perut Cia yang sudah mulai besar, membuatnya kesulitan untuk duduk. Kini usia kandungan Cia sudah mencapai delapan bulan. Dengan usia kandungan yang besar membuat Cia sulit bergerak. “Mommy.” Lora berlari menghampiri Cia. Cia mengulurkan tangannya. Membawa anaknya ke dalam pelukannya. “Dedek.” Lora mendaratkan kecupan di perut mommy-nya. Noah menghampiri anak dan istrinya. Ikut duduk di sebelah istrinya. Mengatur napas setelah lari mengejar anaknya. Pandangannya tertuju pada anak dan istrinya yang sedang bercengkerama. “Hari ini kamu jadi ke toko?” tanya Noah sambil membelai lembut perut Cia. Hari ini Noah libur, jadi dapat mengantar istrinya ke toko kapan saja. “Iya, aku mau mengecek dulu toko. Sekalian nanti pulang kita cari baju bayi.” “Bukannya sudah banyak yang kamu beli bersama dengan mama.” Noah yang
“Lima, enam, cembilan.” Lora menghitung ketika sedang duduk manis di atas punggung daddy-nya. Daddy-nya yang sedang push up, naik turun dengan membawa Lora di atasnya. “Tujuh dulu, Kak.” Cia yang sedang memainkan ponselnya membaca beberapa artikel, beralih pada anaknya. “Ulang, Daddy.” “Jangan, Sayang, lanjutkan saja.” Noah yang sedang push up dengan tubuh Lora di atas punggungnya, tidak kuat jika anaknya mengulang lagi. Tadi dia meminta dua puluh hitungan, jika diulang, yang ada dua kali kerja. Bisa-bisa dia pingsan nanti. “Lalu belapa?” “Sepuluh.” Noah menurunkan tubuhnya. Kemudian mengangkatnya lagi. “Cepuluh.” “Sebelas … dua belas … tiga belas ….” “Cebelas … dua belas … tiga belas ….” Lora mengikuti daddy-nya yang berhitung. Sampai akhirnya sang daddy terkapar di lantai. Lora yang selesai berhitung begitu senangnya. Karena dia bisa naik di punggu
Di depan cermin Noah mengikat rambut anaknya. Sebulan ini dia belajar mengikat rambut anaknya. Tak ada lagi ikatan miring yang membuat Lora menangis. Kini Noah bisa mengikat rambut anaknya dengan simetris. Cia yang mencatat seragam apa yang dipakai Lora setiap hari juga membuat Noah mudah untuk memakaikan pada anaknya. Sudah tak ada lagi drama Lora menangis pagi-pagi. Hal itu membuat Cia senang. Sebulan ini Cia tak henti-hentinya mual. Dia terpaksa ke toko setelah siang, saat tubuhnya kuat. Semua orang melarang Cia, tetapi dia merasa bosan terus berada di rumah. Suara bel yang terdengar membuat Cia yang sedang tidur langsung berangsur bangun. Dia tahu jika itu adalah kurir yang mengantarkan bubur buatan mommy Shea. Bubur dengan campuran udang dan kepiting. Rasanya benar-benar enak di mulut Cia. Hanya bubur itu yang bisa masuk ke perutnya. Karena makanan lain tidak sama sekali bisa masuk dan justru keluar lagi. Saat membuka pintu, ternyata bukan kurir yang da
Papa Felix dan Mama Chika yang dihubungi oleh El, langsung bergegas ke Rumah sakit. Mereka begitu khawatir ketika mendengar anaknya sakit. Setelah tadi menghubungi Freya menanyakan di mana ruangan perawatan, mereka langsung menuju ke sana. Saat tiba di ruang perawatan tampak Cia terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Melihat Infus yang menancap di pergelangan tangannya, mereka merasa tidak tega. “Kenapa bisa sampai di sini?” Mama Chika yang masuk langsung menghampiri anaknya. Tangannya membelai erat rambut Cia. Wajah tuanya begitu tampak khawatir. “Aku tidak apa-apa, Ma.” Cia berusaha menenangkan sang mama yang terlihat panik. “Sebenarnya ada apa ini? Sakit apa hingga harus dirawat?” Papa Felix memang jauh lebih tenang, tetapi sebenarnya jauh lebih panik. “Cia tidak sakit, Pa, Ma.” Freya menatap mama dan papanya bergantian. “Dia hamil,” ucapnya tersenyum. Mama Chika dan Papa Felix terkeju
Cia dan Noah pergi ke Rumah sakit. Sepanjang jalan Noah merasa tidak tega sekali melihat istrinya yang terlihat begitu pucat. “Masih mual?” tanya Noah menoleh sejenak pada Cia. “Masih.” Cia berusaha keras untuk menahan rasa mualnya itu. “Mau beli permen saja?” Noah terpikir permen bisa mengurangi rasa mual yang dirasakan oleh istrinya. “Boleh juga.” Noah membelokkan setir mobilnya untuk menuju ke supermarket. Membeli permen yang dapat mengurangi mual yang dirasakan oleh istrinya. Di dalam supermarket dia memilih beberapa permen, karena tidak tahu permen apa yang dapat meredakan mual yang dirasakan oleh Cia. Saat kembali ke mobil, dia memberikan satu kantung permen pada istrinya. Hingga membuat Cia keheranan. “Sebanyak ini kamu mau membuat gigiku sakit?” Cia membuka kantung berisi beberapa bungkus permen. “Aku tidak tahu mana yang dapat me
Noah dan Cia bersiap untuk acara peresmian perumahan tahap pertama. Lora yang diajak pergi tak kalah heboh. Ketika sang mommy sedang memakai alat pengeriting rambut, dia juga ikut-ikutan, meminta untuk membuat agar rambutnya juga keriting. Cia yang gemas pun menuruti permintaan anaknya. “Daddy, lihat lambut aku keliting.” Ketika Noah keluar dari kamar mandi, suara anaknya sudah menyambutnya. “Kenapa kamu cepat sekali dewasa, Daddy berasa semakin tua,” gerutu Noah. Dia yang melihat anaknya itu pintar sekali membuatnya takut anaknya tumbuh dengan cepat. Cia hanya tersenyum melihat suaminya yang kesal. Terlihat begitu mengemaskan ketika mendengar suaminya menggerutu. Noah, Cia, dan Lora yang sudah siap langsung berangkat ke tempat acara. Saat tiba di lokasi sudah ada keluarganya yang sudah berkumpul. Anak-anak juga ikut serta. Mereka ikut orang tua mereka untuk menghadiri acara. Had
Sesuai dengan rencana, akhirnya Papa Darwin dan Rylan kembali ke London. Lora yang melihat kepergian kakeknya menangis, hingga sulit sekali di tenangkan. Berteriak ingin ikut kakeknya.“Au ikut Glandpa.” Dia masih terisak ketika tadi sudah bergulung-gulung di lantai. Lora memang sering menangis, tetapi tidak seperti ini biasanya, dan kali ini Lora begitu tak terkendali. Cia yang melihat anaknya seperti itu hanya bisa menunggu hingga tenang. Mengamankan semua yang di sekitar yang kira-kira bahaya. Sampai saat Lora sudah tenang, dia membawa anaknya ke dalam pelukannya. “Au ikut Glandpa.” Kata itu yang terucap diiringi isak tangis. Cia terus mendekap erat anaknya. Menangkan anaknya itu. Sampai suaminya pulang sehabis mengantar papa dan adiknya, Lora baru saja tenang. Anaknya itu baru saja tertidur. Masih di dalam dekapan sang mommy. Perlahan Cia memindahkan anaknya itu ke tempat tidur. Agar sang anak lebih pulas lagi saat tidur. Noah yang melihat wajah anak