"Berlian, ayo makan!" Bara menyuapkan makanan ke bibir Berlian, Berlian menerimanya dengan pelan. Saat ini Bara dan Berlian duduk saling berdampingan, tangan kanan Bara sibuk menyuapi Berlian, sedangkan tangan kirinya merangkul pundak perempuan itu.
"Kesalah pahaman ini cukup sampai di sini Berlian," kata Bara.
"Kalau kamu bohong?"
"Kalau aku bohong, kamu boleh memperlakukan aku sesukamu. Kamu hukum aku, hajar aku sampai aku babak belur juga aku gak akan melawan," jawab Bara.
"Terus apa hubungan kita?" tanya Berlian.
Bara menghembuskan napasnya pelan, pria itu menatap makanan yang ada di piring dengan pandangan penuh kecamuk. "Di umurku yang sudah menginjak dua puluh sembilan tahun, aku hanya ingin menjalani kehidupan layaknya orang normal biasa. Bekerja, bertemu orang yang dicintai, lalu menikah, membangun hubungan rumah tangga, punya anak, mendidik anak sama-sama, lalu tambah anak lagi, dan-"
"Cukup!" se
Saat orang sedang dirundung asmara, pastilah akan tidak tahu tempat saat bermesraan. Seperti saat ini yang terjadi pada Bara dan Berlian, kedua orang itu masih di ruang makan rumah Risa. Tampak tidak ada beban yang ada pada Berlian, padahal biasanya ia tidak akan mau berlama-lama berada di rumah ibunya. Begitu pun dengan Bara, Bara sama sekali tidak peduli kalau ini di rumah Risa. Risa sudah memberinya waktu dan Bara tidak akan melepaskan kesempatan ini begitu saja.Bara mendekatkan tiga kursi makan hingga menjadi satu, pria itu duduk di kursi paling ujung, sedangkan Berlian tidur dengan kepala yang berada di paha Bara. Tangan Bara dengan pelan mengusap wajah Berlian yang sangat cantik. Bara seolah tidak melepaskan pandangannya dari wajah Berlian. Bara tengah menatap semestanya tanpa berkedip, sedangkan yang ditatap tampak malu-malu dengan mengalihkan pandangannya. Bara terkekeh kecil melihat tingkah Berlian."Berlian, mendekati kamu membutuhkan keberanian yang p
"Bintang, apa kamu ini gila, hah?" teriak Bian dengan nyaring tatkala kepalanya dilempar gelas kaca oleh Bintang. Gelas itu kini jatuh dan pecah berkeping-keping."Ah ... aku tidak sengaja," pekik Bintang tatkala tahu kalau yang ia lempar bukanlah hantu, melainkan manusia. Bian menolehkan kepalanya ke tembok, menekan saklar lampu hingga seluruh bar menjadi terang.Mata Bintang membulat sempurna saat melihat Bian yang berdiri tidak jauh dari dirinya. Bian memegangi keningnya yang mungkin terasa sakit, saat tangan pria itu turun, terlihat jelas kalau kening Bian sangat memerah."Pak Bian, maafkan saya. Saya tidak sengaja," ucap Bintang yang ingin mendekati Bian, tetapi Bian mencegahnya."Jangan mendekat!" kata pria itu."Itu, saya mau melihat luka Pak Bian," ujar Bintang."Banyak pecahan beling di sini, biar aku yang ke sana," kata Bian. Bian menyingkirkan pecahan gelas dan mendekati Bintang."P
Pagi ini menjadi pagi yang indah untuk Berlian, gadis itu bangun sangat pagi dan mencoba memasak sarapan. Berlian sudah mencari banyak referensi resep dari berbagai sumber, mulai dari majalah sampai internet. Berlian bukan memasak untuk dirinya sendiri, melainkan juga untuk Bara. Setelah lama memilah resep mana yang akan dia masak, pilihan Berlian jatuh pada roti isi. Padahal banyak pilihan resep makanan pokok, tetapi tetap saja Berlian memilih yang tersimpel dari yang paling simpel.Berlian menyiapkan roti dan mengoleskannya dengan selai coklat, setelah selesai Berlian memasukkan ke pan yang sudah dia beri margarin. Gerakan Berlian sangat canggung karena ia tidak terbiasa. Alat dapur di rumahnya sangat lengkap, tetapi jarang sekali ia pakai. Karena kesibukannya membuat Berlian tidak sempat belajar memasak. Berlian membolak balik rotinya yang sudah ia iris menjadi dua berbentuk segitiga. Bara lah alasan Berlian mau memasak. Gadis itu ingin membuatkan makanan untuk Bara.
Bara dan Berlian sampai di depan perusahaan Indah Jaya. Kini kedua orang yang tengah dimabuk asmara itu duduk di kursi panjang yang berada di samping tumbuhan bunga. Bara membuka kotak bekal yang dibawa Berlian, wajah Bara sudah sangat antusias karena Berlian mengatakan sudah bekerja keras untuk masak. Dalam benak Bara menebak kalau Berlian membuat menu sarapan berupa bento, atau paling tidak ada sayur mayurnya. Namun dugaannya melesat jauh saat ketika ia membuka tutup bekal itu, ia hanya melihat beberapa potong roti panggang yang berwarna kecoklatan. Yang lebih aneh lagi, roti itu ada saus di atasnya."Berlian, ini roti isi apa?" tanya Bara bingung."Rasa coklat," jawab Berlian yang di raut wajahnya tampak tidak ada rasa bersalah sama sekali. Bara membeo mendengar jawaban Berlian."Roti isi coklat?" tanya Bara tercengang."Em, makan gih!" jawab Berlian sekaligus menyuruh kekasihnya untuk makan. Wajah Berlian menunjukkan bahwa gadi
Pukul setengah delapan Berlian dan Bara masih asik duduk-duduk sembari bercanda. Sudah banyak karyawan Berlian yang datang, tetapi sepertinya itu tidak mengganggu mereka sama sekali. Bara dan Berlian masih asik berbincang meski apa yang menjadi topik pembicaraan mereka bukanlah topik yang serius."Ekhem, permisi, Bu Berlian." Seorang pria datang menyapa Berlian. Berlian dan Bara langsung berdiri."Pak Ken," sapa Berlian balik."Bu, saya membawa rancangan untuk produk baru Bu Berlian. Mari, Bu," ajak Kenan. Kenan datang di saat yang tidak tepat. Saat dua orang tengah kasmaran dan ingin menghabiskan waktu berdua, Pak Kenan malah datang mengganggu."Baik, saya akan masuk sebentar lagi," jawab Berlian."Saya tunggu, Bu," kata Ken.Bara menatap pria yang tengah memakai pakaian formal di depannya. Ia pikir saat pria itu mengatakan akan menunggu, maka akan menunggu di dalam. Tetapi ternyata malah menunggu di sini
“Aku mau kamu secepatnya kerja. Berlian juga sudah masuk TK, akan banyak yang dibutuhkan anak kita nanti,” ucap Risa. Namanya perempuan kalau sudah berdebat mau sampai besok pagi pun tidak akan ada habisnya.“Iya iya aku akan kerja,” jawab Evan. Evan memilih segera keluar dari kamar meninggalkan Risa. Risa pun turut keluar untuk mendatangi anak-anaknya yang tengah berada di ruang bermain.Saat bertengkar dengan suaminya, Risa selalu menjauh dari anak-anaknya agar anaknya tidak mendengar apa yang tidak seharusnya mereka dengar.Semua perlahan membaik, Evan mau mengikuti kemauan istrinya untuk bekerja. Namun semuanya tidak berjalan mulus seperti yang Risa bayangkan saat Evan kembali bermalas-malasan. Rumah mewah yang mereka tempati dibeli dengan uang Risa. Seratus persen harga rumah beserta isinya Risa lah yang membelinya. Karena demi menghargai suaminya, Risa pun membuat sertifikat tanah dan rumah atas nama suaminya. Risa tid
Bian menggantungkan roti isi yang saat ini siap masuk ke mulutnya. Bibirnya sudah terbuka lebar, roti pun siap masuk ke tempat yang semestinya. Namun tatapan Berlian sangat tajam menusuk Bara membuat pria itu menghentikan aksinya yang akan menyuapkan roti. Bian lupa tidak sarapan dan kini ia mau menyantap roti gosong dari Berlian untuk mengganjal perut, tetapi perempuan itu tiada angin tiada hujan dan tanpa aba-aba menendang pintu ruangannya dan masuk begitu saja. Padahal Bian sudah bersiap untuk enak-enakan karena Bosnya ada urusan dengan Kenan.“Bu Berlian, ada yang bisa saya bantu?” tanya Bian meletakkan kembali roti isi coklat ke tempatnya.“Apa tidak ada hal yang ingin kamu jelaskan padaku?” tanya Berlian yang kini semakin mendekati Bian. Bian terkesiap, pria itu dengan cepat berdiri dan menghadap atasannya.“Kamu sudah lama bekerja denganku, Bian. Segalanya aku berikan untuk mencukupi fasilitas kamu. Dalam segi apapun ak
Pukul lima sore menjadi jam yang paling ditunggu-tunggu oleh karyawan kantor. Pasalnya di pukul lima sore, mereka menyudahi pekerjaan dan bersiap pulang ke rumah. Rumah selalu menjadi tempat pulang paling nyaman meski pun untuk sekadar meluruskan punggung. Seperti saat ini contohnya, Bintang merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku karena kesibukannya dari pagi. Bintang menatap teman-temannya yang juga sama seperti dirinya, bersiap untuk pulang. Bintang merasa aneh dengan teman-temannya yang tidak lagi menerapkan sistem senioritas. Mereka berubah menjadi baik padanya, tidak pernah menyuruhya di luar pekerjaannya. Dan anehnya lagi mereka juga seolah sangat akrab denganya hingga mengajaknya main bareng.Ingatan Berlian mengarah pada malam di mana ia bertemu dengan Bian. Saat itu Bian sudah mengultimatum temannya untuk tidak memperlakukannya dengan buruk. Dan saat ini terbukti kalau mereka baik pada Bintang.“Wah, Pak Bian membawa pengaruh juga ternyata,”