"Saya ke toilet dulu, kamu jangan kemana-mana!" Pak Raza meninggalkan Gwen di luar toilet.
"Hati-hati, jangan salah pilih toilet, Guru pembimbing!" teriak Gwen dengan tawa mengejek.
Ketika Gwen membalikkan badannya, tak sengaja ia bertabrakan dengan seorang lelaki berpostur tinggi. Tasnya terjatuh, dan lelaki itu malah menyalahkannya.
"Aw," jerit Gwen.
"Aduh, tas kamu ini isinya apa? Bisakah kau berjalan dengan melihat jalan? Dimana matamu? Kau mengotori bajuku!" bentak lelaki itu.
"Woy!" teriak Gwen. Tatapan matanya sangat tajam dengan tangan mengepal mengarah wajah lelaki itu.
Namun, hal tak terduga terjadi. Lelaki itu adalah Chen, Chen Yuan Wang, kakak kandungnya yang selama ini i
Pertemuan antara Chen dengan Tuan Wil malam itu juga terlaksana. Rupanya, si Tuan Wil ini adalah Willy. Kaki tangan sekaligus ayah angkat dari saudaranya, Gwen."Tuan muda Wang, apakah anda tidak ingin melihat adik-adik anda yang sudah tumbuh menjadi gadis cantik sekarang ini?" tanya Willy memberikan potret Aisyah dan juga Gwen."Hey, Paman. Aku keponakanmu, mengapa kau memanggilku dengan sebutan itu?" sahut Chen meneguk arak di tangannya."Tuan muda Wang, mau bagaimana juga … kau adalah pewaris pertama Tuan Wang. Aku tidak mau jika memanggilmu hanya dengan sebutan nama saja. Itu akan menjadi sebuah penghinaan begituan Tuan Wang sendiri," jawab Willy."I don't want to see the portraits of my two sisters now, Tuan Wil," tolak Chen menutup foto mereka.
Sesampainya di rumah Willy, mereka disambut oleh Willy dan istrinya yang tengah hamil besar. Meski Gwen hanya anak angkatnya, tetap saja Willy dan istrinya menyayanginya seperti anak sendiri. Mereka juga sering bertemu ketika Gwen libur sekolah dan kuliah dahulu.Hanya Willy yang selalu memanjakan Gwen dengan sepenuh hati. Maka dari itu, kedisiplinan yang di ajarkan oleh Aisyah dan keluarga pesantren lainnya selalu luntur dengan kemanjaan yang diberikan oleh Willy."Nona muda, apakah itu dirimu. Kemari dan aku akan membuatmu gemuk di sini," sambut Willy."Ayah angkat, aku sangat merindukanmu. Lihatlah siapa yang aku bawa ini! seru Gwen manarik lengan Pak Raza.Willy mengucapkan salam kepada Pak Raza sebagai penyambutan. Pak
"DIAM!" bentak Pak Raza.Seketika Gwen langsung diam, ia hanya menatap wajah Pak Rasa dengan tatapan yang tak seperti biasanya. Air matanya mulai berlinang, perlahan menetes membasahi pipinya."Em, maaf a-aku … aku ti-- tidak ber--"Belum juga Pak Raza mengucapkan maaf dengan benar, Gwen melepas tangan Pak Raza. Kemudian berlari ke kamarnya, seraya membanting pintu.Bam!Suaranya terdengar sangat keras, sampai Yusuf pun mendengarnya. Padahal, Yusuf baru saja ingin bicara dengan putrinya yang nakal itu."Halo, Mas Raza! Kamu masih di situ?""Njeh, kulo tasih wonten mriki. Pripun, Pak?" sahut Pak Raza dengan sopan. (Iya, saya masih d
Masing-masing regu di dampingi oleh perawat maupun dokter dari pribumi agar bisa berkomunikasi meski akan ada perbedaan dalam berbahasa sedikit. Mereka berempat di sambut dengan ramah oleh kepala desa dan seluruh warga. Keadaan desa itu sangat menyeramkan bagi Syamsir yang penakut. Meski menggunakan obor dan listrik hanya ada di gedung besar dan balai desa, tetap saja baginya sangat menakutkan. Jamuan makan malam juga berlangsung khidmat. Mereka mulai bercengkrama dengan baik. Makanan yang disiapkan juga sesuai dengan selera Aisyah, Feng dan juga Syamsir sebagai seorang muslim. Hanya sayuran dan tanpa adanya daging di sana. "Jika boleh tau, dokter ini dari mana? Satu negara, atau beda negara?" tanya Mee Noi, anak kepala desa yang baru saja pulang dari Ibu Kota. "Akhirnya ada yang bisa Bahasa Inggris, setelah melewati badai khuvukiland, huft!" desis Syamsi
Sesegera mungkin Pak Raza berlari ke dapur. Ia mendapati Gwen yang berdiri di pojokan membawa spatula ditangannya dan juga tutup panci besar di tangan sebelahnya."Ada apa? Kenapa kompornya kamu tinggal dengan api sebesar itu?" Pak Raza segera mematikan kompornya."Aku baru tau kalau ikannya akan hidup ketika di goreng, Pak. Lihatlah! Ikannya berenang di minyak yang bahkan belum panas." tunjuk Gwen dengan kata melebar.Pak Raza melihat kekacauan di dapur. Semuanya berantakan, minyak untuk menggoreng ikan juga hampir 1 liter yang dipakai. Padahal ikannya cuma satu.Kemudian, ada telur ceplok dengan cangkangnya yang masih nempel di sana. Belum lagi, Pak Raza juga melihat tumis kacang yang di potong sangat panjang."Allahu Ya Rabb &he
Chen menuju kota yang hendak ia kunjungi sesuai dengan kerjasamanya bersama dengan Willy. Jalan yang ia lalui melewati desa pelosok yang di pakai Aisyah, Feng dan yang lainnya penyuluhan.Ketika sampai di dekat desa itu, mobil yang Chen kendarai mengalami kemalangan. Ban-nya tiba-tiba saja kempes semuanya dalam hitungan detik. Otomatis sopir menghentikan kemudinya."Ada apa?" tanya Chen."Tidak tahu, Tuan. Tapi, saya merasa ban-nya ada yang kempes," jawab sopir."Asisten Dishi, coba kau lihat. Bantu sopir ini memperbaikinya!""Baik, Tuan."Datanglah beberapa orang dengan memakai pakaian serba hitam menodongkan senjata kepada sopir dia juga Asisten Dishi. Melihat aksi itu, Chen segera turun dan m
Di malam yang sunyi itu, mereka makan malam bersama. Syamsir dan Aom tidak ingin tahu lebih dalam dengan urusan Aisyah, sehingga mereka memutuskan untuk segera istirahat. Mee Noi juga sudah kembali ke rumahnya sendiri.Namun, hal yang membuat tegang malam itu adalah Feng. Tatapan Feng tak pernah lepas ke arah Chen. Kecurigaannya bertambah ketika ia tidak bisa makan asam seperti Aisyah. Cara menolaknya pun sama."Tidak, aku tidak makan yang ini!" tolak Aisyah dan Chen bersamaan. Mereka saling menatap lagi.Buah mangga yang dikirim dari kepala desa memang masih masam. Sehingga baik Aisyah maupun Chen menolak buah tersebut."Darimana asal kalian?" tanya Feng lebih lanjut."Kami--" ketika Asisten Dishi hendak menjawab, Chen menyelanya.
4 Hari Yang Lalu.Pagi setelah insiden goreng ikan berenang, Gwen telah bersiap-siap akan ke tujuan yang juga dikunjungi oleh Chen. Ia menerima info dari membaca kontrak kerja Ayah angkatnya dengan saudara kembarnya itu."Aku tak mau tahu, pokonya aku akan langsung cus kesana. Apapun itu, aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini!" gumamnya dalam hati.Gwen terlalu bersemangat, sehingga beberes tasnya saja sampai Pak Raza dengar. Padahal kamar mereka masih ada dinding besar yang membatasi kamar tersebut."Gawat!""Gwen pasti mau pergi. Aku harus mencegahnya, atau aku akan mengalami kegagalan lagi!" seru Pak Raza. Ia berlari secepat mungkin dan menghentikan Gwen berkemas.Dengan sedikit ket
"Apa kalian ingin mati sekarang?" -pesan yang Chen kirimkan kepada kedua saudarinya dan juga Asistennya.Mereka baru ingat jika Chen masih ada di dalam kardus. Aisyah meminta Ayah dan Ibunya tetap berada di depan pintu dan melihat kejutan yang mereka bawa."Eh, tunggu! Jangan masuk dulu, kami punya hadiah untuk Ayah dan Ibu!" seru Aisyah."Hadiah apa? Kulkas? Di rumah sudah ada 2, untuk apa kalian nambah lagi?" tanya Rebecca."Ini bukan sembarang kulkas, Mi. Yang ini lebih dingin, bisa menghasilkan uang dan sangat membahagiakan. Ayo kalian buka!" sahut Gwen."Kedua saudariku memang sedang mempermainkan diriku. Lihat saja, aku akan membuat kalian menjadi anak tiri nanti!" sulut Chen dalam hati.Mereka malah semakin lama membuka kardus tersebut. Sehingga membuat Chen lebih kesal lagi, lalu mengirim pesan kepada Aisyah yang berkata, "Apa kau ingin mengirimku ke surga? Kenapa lama sekali bukanya!"Perlahan, Aisyah
Di pesawat, Chen dan Asisten Dishi tak henti-hentinya tertawa mendengar penjelasan Aisyah dan Gwen tentang apa yang sudah mereka lakukan untuk Xia."Lihatlah, wajah dia begitu lucu engan lip warna merah menyala ini," tunjuk Gwen dengan potret Xia di ponselnya."Aku tidak pernah melihat kau memakai lipstik warna ini. Kapan kau pernah memakainya? Dan pasti akan terlihat menor sekali," tanya Chen menunjuk lipstik di photo Xia."Haha, mana ada aku pakai lipstik dengan warna merah menyala seperti ini. Ini sengaja aku beli memang untuk memberi kenangan pada gadis kecil itu."Tak henti-hentinya mereka menertawakan Xia. Sesekali gadis nakal seperti Xia memang harus diberi pelajaran agar bisa menghormati orang yang lebih tua darinya."Lalu, apa yang kalian katakan kepadanya, sehingga gadis seperti Xia ini mampu menurut?" lanjut Asisten DIshi."Aku bilang kepadanya, jika dia tidak mau menurut, aku akan menikahkan kakakku dengan wanit
Hari yang dilalui Aisyah dan Gwen sangat indah di Tiongkok. Tiba saatnya Agam harus kembali ke tanah air karena memang ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal.Pagi itu, Gwen mengantar Agam sampai ke Bandara. Terlihat sekali Gwen khawatir padanya. Gwen memberikan sebuah kalung pemberian Chen untuk Agam."Apa ini?" tanya Agam."Itu cangkul. Ya kalung lah! Apalagi?" jawab Gwen mengesalkan. "Orang melingkar dileher begitu, masa iya nggak tau, sih?" imbuhnya."Dek, saya tanyanya untuk apa? Saya tau kalau ini kalung," kata Agam dengan lembut."Eh, tanya yang jelas dong, Mas." ujar Gwen. "Kalung itu, pertanda supaya Mas Agam tidak lupa dengan janji Mas untuk melamarku!" seru Gwen menjelaskan.Agam hanya tersenyum, tak diingatkan saja, Agam tetap akan melamar Gwen dalam waktu cepat setelah pekerjaannya selesai dan menunggu kabar kesehatan dari Ibunya.Perpisahan itu terjadi. Ketika mereka saling melambaika
"Kak Aisyah, kau datang bersama dengan Asisten ini?" tanya Gwen."Assalamu'alaikum," Aisyah mengetuk kening Gwen. "Usahakan jika bertemu dengan orang, sesama muslim juga, ucapkan salam terlebih dahulu, Gwen." tegur Aisyah.Mereka masuk bersamaan. Terlihat Feng sedang bercengkrama dengan Tuan Wang di sana. Sepertinya antara keluarga Wang dan juga Hao sudah mulai membaik karena Chen sendiri. Aisyah dan Gwen menyapa mereka dan Tuan Wang mempersilahkan keduanya duduk.Mulailah perbincangan asik diantara mereka. Terlihat hanya Aisyah dan Agam saja yang diam menyimak perbincangan mereka. Sebab, saat itu mereka tengah membicarakan masalah tiga keluarga yang sebelumnya saling bermusuhan. Yakni keluarga Lim, keluarga Hao dan juga keluarga Wang tentunya."Aku keluar dulu, mau menelpon Ayah. Sejak tadi pagi aku belum menelpon beliau," pamit Aisyah. Disusulah oleh Agam dengan alasan yang sama menghubungi Uminya di rumah sakit.Aisyah benar menelpon Ayahnya dan
Bingung dengan apa yang hendak di masak, Aisyah mengusulkan makan mie sore hari itu. Asisten Dishi tak membiarkan Aisyah menyentuh peralatan dapur, dengan sigap dirinya yang hendak memasak untuk gadis yang ia cintai. Sudah selama 3 bulan, Asisten Dishi terus dibayangi oleh Aisyah."Aku tidak tahu lagi. Ada apa denganku ini? Kenapa aku bisa sangat mencintai Aisyah, sedangkan aku tau jika dia adalah anak dari Tuanku sendiri." gumam Asisten Dishi masih mengaduk mie yang ia masak.Lima menit kemudian, mie rebus dengan topping irisan sayur telah siap. Tak luma telur rebus dua bagian juga ikut serta berenang dalam kuah mie rebus tersebut. Tidak lupa Asisten Dishi juga menyiapkan air dingin."Tara, silahkan dokter manis. Hanya ini yang bisa dimasak cepat. Atau kamu mau makan nugget?" ujar Asisten Dishi perlahan menyodorkan mangkuk di depan Aisyah."Ah tidak. Bersyukurlah bisa makan apa aja hari ini. Di luaran sana, masih banyak orang yang
Berjalan menelusuri Kota dengan menikmati pemandangan di sana. Banyak muda-mudi yang sedang memadu kasih juga di sana. Gwen sepertinya juga mulai menyukai Kota itu."Hm, di sini banyak yang pacaran. Lihat fashion mereka, keren banget tau!" ujar Gwen mengamati beberapa perkumpulan gadis dengan badan yang bagus dan fashion yang menarik."Iya, bagus untuk mereka. Tapi tidak bagus untuk mata saya. Ayo, sebaiknya kita cari makan terlebih dahulu. Ada hal yang harus kita bicarakan juga nantinya," tutur Agam. Ia begitu tak nyaman melihat para gadis memamerkan ketiak dan juga pahanya.Agam berusaha tetap tenang dengan keyakinannya. Menikah memang bukanlah hal yang mudah, namun dirinya yakin jika Gwen adalah jodohnya yang sudah Allah atur untuknya.Setelah sampai di restoran halal, Agam memberikan selembar kertas beserta pulpennya sekalian. Agam meminta Gwen untuk menulis apa yang ia inginkan setelah pernikahan nanti, lalu hal apa yang tak i
"Tuan, jika kita memiliki seorang putri seusia dokter Ais ini … pasti akan jauh lebih bahagia melihat pemandangan seperti ini, ya?" kata Nyonya kedua kepada Tuan Wang."Mari kita anggap jika adik dari putra kita sebagai putri kita sendiri, Sayang. Mereka bertiga adalah anak yang sangat manis. Cindy memang keterlaluan, dia membohongiku tentang status Chen dulu."Tuan Wang masih menyimpan dendam kepada Cindy karena pernah merahasiakan identitas Chen yang sebenarnya. Cindy tidak pernah mengatakan jika Chen adalah bayi yang ia culik dari mantan sang pujaan hatinya dulu.Tentu saja bagi Tuan Wang, itu adalah perbuatan tercela dan sulit untuk dimaafkan. Namun, melihat besarnya hati keluarga kandung putra angkatnya itu, membuat Tuan Wang mengurungkan niatnya untuk memiliki Chen seutuhnya.___lMeninggalkan kisah kemanisan Aisyah dan Asisten Dishi yang mencuci piring bersama, di sisi Gwen dan Agam, mereka malah sedang berdiskusi masalah
"Kak,""Hm?""Kenapa Tuan Wang itu, dengan mudahnya menganggap kita sebagai putrinya? Sedangkan Xia kan memang putrinya, kenapa malah nggak dianggap?" tanya Gwen."Sebaiknya kita jangan terlalu ikut campur dalam urusan keluarga ini. Jika memang Tuan Wang menganggap kita sebagai putrinya .. Ya sudah, nikmati saja," jawab Aisyah."Bersyukur karena kita di sini diterima dengan baik, oke? Sudahlah, jangan bertanya lagi dan cepat tidur. Bukanlah, besok pagi kau akan bertemu dengan calon suamimu, Gwen?" goda Aisyah.Gwen tersipu malu. Malam itu, ia juga menjelaskan perasaannya kepada Raza. Namun, seperti pengertian Aisyah saja selama ini. Raza hanya menyayangi Gwen seperti adiknya sendiri, begitu juga dengan Aisyah. Raza masih sibuk dengan urusan pribadinya dibandingkan dengan urusan hatinya.Jadi, Gwen memutuskan untuk mundur dan berusaha menerima Agam sebagai penghuni baru di hatinya. Aisyah sendiri tidak pernah melarang Gwen a
"Hey, mana permintaan maafmu! Kau yang menyebabkan kerusuhan ini, bukan?" sulut Gwen."Permintaan maaf apa? Untuk apa? Apakah aku berbuat salah? Tidak, 'kan?" sulit Xia."Waanjer, lu--""Gwen, apa sih? Bahasanya di jaga ngapa!" seru Aisyah sebelum Gwen mengumpat lebih buruk.Aisyah menyentil kepada Xia dengan sedikit keras. Sehingga membuat Xia hampir saja terjatuh. Gwen tertawa melihat pertahan Xia yang buruk."Haha, di sentil gitu aja udah tumbang dia, Kak," tawa mengejek Gwen membuat Xia emosi."Kalian bisa tidak bicara pakai bahasa yang aku pahami! Misalnya Inggris gitu, kenapa sih kalian ini kampungan sekali!" hina Xia.Aisyah yang biasanya bisa mengayomi anak-anak hingga remaja, kini malah seperti anak kecil yang sedang berebutan permen dengan Xia."Asal kalian tau, Kak Chen hanya milikku! Kalian ini siapa? Datang-datang main ambil saja kakakku!" seru Xia dengan nada tinggi.