Sebuah kecupan di pipi membangunkan tidurnya. Celine menggeliat perlahan saat cahaya sinar matahari masuk ke kamar ketika gorden dibuka. Matanya mengernyit. Tangannya menutup wajah.
"Pagi, sayang."
Aroma mint segar menguar di hidungnya. Siapa in yang mencium? Rasanya tadi malam dia sendirian. Setelah berkeliling melihat satu persatu bagian dari apartemen ini, dia langsung tertidur pulas.
Perlahan Celine membuka mata, mendapati Bisma sedang tersenyum melihatnya. Lelaki itu memang tampan sejak dulu. Penampilannya bersih, wangi dan berkharisma.
"Eh pagi, Kak," jawabny malu-malu. Dia teringat bahwa sekarang sudah menjadi istri Bisma.
"Ayo sarapan. Nanti kita terlambat. Flight kita sebentar lagi."
Bisma menarik lengan istrinya, berusaha memeluk, tapi Celine melepasnya karena malu, juga canggung.
"Iya. Aku mandi dulu. Sebentar, ya." Dia berjalan menuju kamar mandi. Bis
Celine menggeliat di bawah tindihan tubuh besar di atasnya. Lelaki ini penuh gairah, sehingga bernapas baginya pun sulit rasanya. Dia diserang dari berbagai arah. Dipuaskan dengan berbagai sentuhan, kecupan dan cumbuan yang menari-nari tiada henti.Tubuhnya bereaksi dengan sangat baik akan semua ini. Belum pernah merasakan sebelumnya, sehingga ketika pertama kali terjadi semua terasa luar biasa.Lelaki itu terengah-engah, sudah saat ingin menyatukan tubuh mereka sejak awal dia melucuti semua pakaian istrinya ini. Tapi dia bersabar. Menunggu ketika wajah cantik itu menganggukkan kepalanya. Memberikannya izin, dengan segera dia meng-eksekusi.Bisma merasakan surga dunia benar-benar ada di genggamannya. Utuh tak bercela. Penuh perjuangan untuk menggapainya, tapi dia tau, dialah lelaki paling berbahagia saat ini. Tetesan air mata celine menambah kebahagiaan di hatinya. Wajah yang meringis kesakitan, bibir yang digigit dengan m
Cheers!Suara dentingan gelas berisi minuman beralkohol terdengar bersahutan. Lima orang pria mature sedang bersulang merayakan sesuatu. Gelak tawa dan perbincangan hangat memenuhi ruangan itu.Kali ini tidak ada wanita penghibur diantara mereka. Hanyalah berhamparan berbagai makanan dan minuman sebagai teman mereka berpesta."Gila Bisma! Lu bikin gue ngiri banget dah. Keren, keren, keren, Men!" Arthur menepuk bahu lelaki di sampingnya."Gue gitu loh." Lelaki itu meletakkan sebuah foto bekas darah di seprai sebuah ranjang. Temannya yang lain, berebutan ingin melihatnya. Satu per satu bergantian dan berusaha meyakinkan.Untunglah lelaki ini pintar. Dia hanya memfoto bekasnya. Dia tidak mungkin mengabadikan istrinya yang sedang tertidur pulas. Bagaimana juga, kehormatan Celine harus dia jaga. Kehormatan istrinya merupakan kehormatannya juga. Timbullah rasa sayang dalam hatinya. Ah, persetan
"Kakak ..."Celine memeluk mereka satu persatu. Anak-anak asuhnya. Ada rindu yang bertumpuk-tumpuk selama seminggu ini dia meninggalkan mereka semua."Kakak pergi ke mana?""Kok lama pulangnya?""Kak, Dafi berantem sama Andi. Rebutan kue.""Kak, dikampung ada apa aja? Ada rambutan gak?""Kak, aku bosen masakan bibik. Mau kakak aja yang masak.""Kak. PR ku banyak. Susah mau jawabnya. Ajarin, Kak.""Kak, bajuku sobek. Belikan baru, ya.""Kak, Mak Susi cerewet. Kalau ada kakak dia baik.""Kak."Celine menoleh. Putri tampak cantik dengan rambut diikat. Kakinya masih pincang. Masih memakai tongkat. Berat hati sebenarnya waktu meninggalkan mereka walau hanya seminggu."Sayang." Celine memeluknya. Gadis mungil ini cacat setelah kecelakaan itu. "Gimana kabarmu? Sehat?""Sehat. Kakak lama pergi. Kami kangen.""Kan, cuma sebentar.""Tapi, rasanya lama.""Ini kakak udah pulang. Ayo k
Wanita jelita itu sedari tadi bolak balik menelepon suaminya. Tidak diangkat. Kadang terputus. Oke, mungkin ada gangguan signal. Provider sering mengalami kendala seperti ini. Resiko jika memilih long marriage relationship. Ponsel menjadi ajang pelepas rindu.Tiara nama wanita itu. Ibu satu anak yang sedang menempuh pendidikan di negara ini. Demi cita-citanya menjadi seorang pendidik yang berkualitas, menciptakan generasi penerus bangsa yang mandiri dan tangguh.Untuk itulah dia berani mengambil resikonya, berpisah dengan mereka. Dia membawa serta anak lelakinya, atas permintaan suaminya."Bisma ke mana saja sih," rutuknya dalam hati. Biasanya tidak begini. Entah mengapa satu bulan ini terlihat aneh. Sangat sulit dihubungi. Sekalipun bisa, hanya sebentar.Dia mengerti suaminya sedang mengerjakan sebuah proyek besar tahun ini. Memang itulah pekerjaannya. Hanya saja, kali ini aneh. Seperti lupa pada anak istrinya.Panggilan ke tiga puluh dua, tersamb
Sebuah mobil Toyota Fortuner terparkir cantik di depan rumah itu. Suara mesinnya yang menggema, membuat anak-anak yang sedang asyik bermain, berlarian keluar. Ingin melihat siapa yang datang. Kaki kecil mereka nampak lincah melenggang. Suara tawa mengiringi langkah menuju teras depan.Selama ini rumah mereka tidak pernah menerima kedatangan tamu dari manapun. Mereka juga tidak diijinkan keluar, pagar ditutup rapat. Tidak dikunci. Tapi, siapa saja yang berani keluar tanpa ijin dari kakak mereka, akan dikenai sangsi. Mereka akan dilepas ke jalanan. Sehingga tidak ada yang berani melanggar."Siapa itu yang datang?""Omnya ganteng.""Mobilnya bagus.""Pasti kaya.""Eh, omnya bawa oleh-oleh. Asyik."Entah apa lagi yang diucapkan anak-anak, mereka berbisik-bisik. Terlihat sangat antusias saat Bisma membuka pagar dan kakinya berjalan masuk menuju rumah itu.
Drrrttt ... Drrrttt ... Drrrttt ....Celine terbangun mendengar suara telepon berbunyi. Dia mengambilnya di nakas, melihat siapa yang meneleponnya pagi-pagi begini.Drrrttt ... Drrrttt ... Drrrttt ....Ternyata bukan ponselnya yang berbunyi. Dia melihat lagi, ternyata ponsel suaminya yang berdering sejak tadi."Kak, bangun. Ada telepon." Dia mencoba membangunkan Bisma yang sedang tertidur disebelahnya. Namun, lelaki itu enggan. Matanya masih tertutup, tak mau bangun sama sekali. Semalaman dia merajut kasih dengan istrinya, sehingga pagi ini hanya tersisa kelelahan."Kak!" Guncangannya kali ini agak keras dari yang sebelumnya. Matanya sempat melirik ke arah jam. Pukul enam pagi. Di harusnya segera bangun dan mandi bersih, menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim."Apa?" Suara serak Bisma terdengar. Matanya setengah terbuka. Tangannya masih melingkar di tubuh istrinya. Tak mau melepaskan. Dia masih ingin bermanja."Ini." Celine me
Sedikit tergesa-gesa wanita itu menarik lengan anaknya menuju travel yang sudah menjemput kedatangan mereka. Tidak ada rencana pulang ke tanah air, hanya hatinya berkata, ada sesuatu yang harus dia ungkap. Beberapa bulan terakhir ini, ada yang mengganjal dari hubungan pernikahan mereka."Ayo, Devan. Cepat sedikit." Langkahnya yang panjang, tidak bisa diimbangi oleh kaki kecil itu."Ma, pelan-pelan jalannya." Anak itu bersungut-sungut, bibirnya menekuk."Maaf, Nak. Mama ngejar waktu. Harusnya kita udah sampai sebelum papa pulang kerja."Wajah anak itu berbinar saat mamanya mengucapkan kata-kata itu. Sudah sekian bulan mereka berpisah, dia rindu kepada papanya. Biasanya mereka bermain apa saja. Namun, karena dia harus mengikuti mama bertugas, kebersamaan dengan papanya menjadi hilang.Mobil travel itu melaju membelah jalanan ibu kota. Pemandangan gedung bertingkat dan hilir mudik kendaraan y
Mata cantik itu mengerjap beberapa kali. Suasana ruangan ini sudah tidak asing baginya. Ini kamarnya yang berada di rumah, bukan apartemen di Jerman.Tiara mengangkat kepala yang terasa berat, lalu perlahan duduk dan menyandarkan diri di headboard ranjang. Dia menarik napas dalam, mencoba mengingat apa yang sudah terjadi.Mereka baru tiba dari bandara dan pulang ke rumah, lalu mendapati suaminya sedang menelepon mesra seorang wanita.Ya Tuhan. Kepalanya kembali berdenyut. Rasanya sekeliling kamar menjadi berputar. Lalu, Tiata baru menyadari bahwa dia sendirian di kamar ini.Entah di mana Bisma, Devan dan penghuni rumah yang lainnya. Saat hendak turun, Tiara mendengar suara pintu dibuka. Bisma masuk dengan cepat dan langsung mendekatinya."Jangan bangun dulu. Kamu istirahat aja, ya."Bisma membantu Tiara untuk duduk kembali ke
Di ruangan berukuran lima kali lima meter ini Celine berada, bersama beberapa keluarga dan tim rias. Harusnya ini tertutup dan tak boleh dimasuki banyak orang. Hanya saja beberapa orang kerabat penasaran dan ingin melihat bagaimana wanita itu didandan. Fatma sudah melarang mereka masuk karena mengganggu kegiatan. Sebab, untuk pihak keluarga sudah disiapkan juru rias sendiri di ruangan lain. Hingga tak perlu baur dengan sang pengantin. Mata Celine berair sejak tadi hingga melunturkan make-up. Para juru rias sudah memintanya untuk menahan haru, tetapi wanita itu tetap saja menangis. Hilir mudik beberapa orang yang menyiapkan acara, juga keluarga yang ingin melihatnya dirias, tak membuat Celine bisa menahan perasaannya. Dia teramat bahagia dan itu terlihat dari sikapnya. Impiannya menikah dengan disaksikan banyak orang akan segera terwu
Celine meletakkan sebuah amplop di depan Bisma begitu masuk ke ruangannya. Di depan, dia memaksa resepsionis untuk bertemu dengan lelaki ini. De Javu lagi, seperti dulu saat mereka pertama kali bertemu."Apa maksud kamu?" tanya Celine sembari mengepal tangan.Bisma yang terkejut atas kedatangan Celine, langsung berdiri dan mendekatinya."Eh. Tunggu dulu. Kamu datang terus marah-marah sama aku. Ini ada apa?" tanya Bisma heran."Bulek ngasihkan ini ke aku. Katanya terselip di dalam parcel buah yang kamu antar waktu ngeliatin Paklek di rumah sakit," ucap Celine geram.Bisma menarik napas panjang, lalu berdiri dan mencoba menenangkan Celine. Entah dia akan berkata apa kali ini untuk meredam emosi wanita itu."Duduk dulu." Bisma menunjuk sofa dan memerintah Celine."Gak!" to
"Jadi ini orangnya?" tanya Fatma ketika keluar dan mendapati sosok Bisma sedang duduk di ruang tamu rumahnya."Ya, Bu. Saya Bisma." Lelaki itu langsung berdiri dan mengulurkan salam sebagai tanda perkenalan."Bikin minum, Lin," titah Fatma ketika melihat keponakannya itu hanya bergeming sejak tadi.Mereka tak menyangka jika Bisma datang berkunjung. Ternyata diam-diam, lelaki itu menyelidiki tempat tinggal Celine. Setelah mengamati lingkungan sekitar, akhirnya hari ini dia memberanikan diri untuk datang berkunjung."Tapi, Bulek--""Ada tamu kok ya dibiarkan haus begitu. Sana," titah Fatma lagi.Celine berjalan lesu menuju dapur. Dia tak menyangka jika Bisma nekat datang ke rumah bibinya. Setelah 'penembakan' Devan yang memintanya menjadi mama, kini lelaki itu kembali mendekatinya karena diabaikan.
Bisma menarik napas panjang sebelum memulai cerita. Hari ini mereka memutuskan untuk jalan berdua. Celine sebenarnya malas menanggapi ajakan lelaki itu. Hanya saja dia masih menghargainya demi kesembuhan Devan. "Sejak kamu pergi aku ngerasa hidup aku hampa. Pekerjaan kacau. Tiara yang marah dan kabur dari rumah. Sampai tekanan dari orang tua," jelas Bisma. Bisma kembali mengenang masa lalunya yang pahit sejak pernikahan keduanya dengan Celine terungkap. Lelaki itu bahkan kehilangan kepercayaan dari beberapa relasi sehingga ada tender yang gagal. Salahnya sendiri, malah tidak fokus dan mengabaikan pekerjaan. "Jadi aku kayak pembawa sial buat Kakak, ya?" Celine bertanya tanpa basa-basi. Dia merasa seperti penghancur hidup Bisma. Jika sebelumnya kehidupan rumah tangga dan karir lelaki itu begitu sejahtera, setelah bersamanya menjadi hancur. "Gak gitu, Lin. Aku sadar bahwa ini mungkin balasan Tuhan akan sikap aroganku selama ini," jelasnya.&
Celine menoleh saat namanya dipanggil dan mendapati supir Devan sedang berlari mengejarnya. Wanita itu berhenti dan tersenyum manis saat lelaki paruh baya itu mendekat."Ibu Celina!""Hai, Pak. Apa kabar?" tanya Celine sopan."Den Devan demam," jawab lelaki itu dengan napas tersengal-sengal.Jarak mereka tadi cukup jauh sehingga si supir itu pastilah sudah mengeluarkan tenaga ekstra."Oh. Semoga lekas sembuh," ucap Celine dengan empati. Ini bukan hanya ucapan basa-basi, tetapi tulus dari dalam hatinya."Den Devan ... mau ketemu Ibu Celina."Celine tersentak saat mendengar itu, lalu kembali mengulum senyum untuk menghormati sosok di depannya.Sekalipun status bapak ini hanya supir salah satu murid di sekolah mereka, tetapi usinya lebih tua. Sehingga Celine tetap mengutamakan adab saat berbicara."Maaf, Pak. Tapi saya sedang banyak pekerjaan. Baiknya Devan segera dibawa ke dokter," jawab Celine cepat.
The Ritz Restoran. Sabtu malam pukul tujuh. Cuaca cerah sejak pagi, sekalipun beberapa hari ini hujan turun cukup deras mengguyur kota. Hanya udara dingin yang terasa menyapu kulit hingga membuat Celine menggigil dan tak mau melepas mantel.Celine memarkir motor dengan gemetaran. Wanita itu berulang kali memeriksa gaunnya yang tampak kusut karena tertiup angin. Awalnya Bisma menawarkan untuk menjemputnya agar bisa pergi bersama. Namun, dia menolak karena tak ingin ada keluarga yang tahu mengenai hubungan mereka."Meja berapa?" tanya seorang pelayan saat menyambutnya di depan."Dua puluh dua," jawabnya dengan gugup.Mata cantik Celine menyapu seluruh ruangan untuk mencari sosok yang membuat darahnya berdesir sejak pertemuan mereka satu minggu yang lalu."Di sebelah sana. Area bebas asap. Mari ikut saya," ucap pelayan itu dengan sopan.Celine mengekorinya hingga mereka tiba di sebuah ruangan yang terletak di ujung. Tadi
Empat tahun kemudian."Assalamualaikum anak-anak. Selamat pagi semua.""Waalaikumsalam, Ibu," ucap mereka serentak saat membalas sapaan itu."Apa kalian sudah siap belajar?""Sudah, Ibu!"Celine tersenyum saat menatap mereka satu per satu. Anak-anak berusia lima hingga enam tahun yang menjadi muridnya. Wanita itu memimpin doa sebelum mereka memulai aktivitas hari ini. Lalu, dia membuka tas dan mengambil buku panduan pembelajaran.Dua bulan ini Celine resmi menjadi seorang guru di sebuah taman kanak-kanak. Dia melanjutkan kuliah di sebuah universitas terbuka dengan sisa tabungan yang ada. Wanita itu sudah tak ingin bekerja di mini market seperti dulu.Celine memilih untuk pulang ke kota asal, sekalipun banyak keluarga mengabaikannya. Wanita itu tak punya hak waris karena mendiang orang tuanya tidak memiliki harta apa pun. Hanya ada satu Bibi yang masih menerima dan mau menampungnya. Di sanalah dia tinggal.Hing
Celine terbelalak saat Fauzan menyodorkan sebuah kotak perhiasan yang berisikan sebuah cincin berlian bermata putih. Hari ini lelaki itu mengajaknya kencan setelah beberapa lama sibuk dengan pekerjaan."Lin, apakah kamu mau jadi istriku?" tanya Fauzan dengan sungguh-sungguh.Mata Celine berkaca-kaca. Dia pernah menikah, tapi baru kali ini dia dilamar dengan suasana yang manis dan romantis. Bersama Fauzan wanita itu merasa dihargai, dianggap spesial dan dimanjakan. Hanya, perasaannya tak bisa dibohongi. Dia ....Melihat Celine yang belum memberikan respons, raut wajah Fauzan berubah. Ada rasa kecewa yang menyusup perlahan di hatinya. Laki-laki itu tahu, Celine belum bisa mencintainya dengan sepenuh hati. Kenangan bersama Bisma masih terus saja membayangi hubungan mereka."Jadi, kamu nolak aku?" tanya Fauzan lagi.Celine menunduk karena tak dapat menjawab. Pandangan matanya menatap ke arah l
Suasana cafe itu sepi. Entah mengapa hari ini begitu, biasanya ramai dengan tamu yang sekedar duduk bersantai atau makan siang. Di sudut ruang yang agak tertutup, tampak sepasang anak manusia sedang duduk berhadapan namun saling diam. Seolah-olah tak pernah kenal, padahal sebelumnya sempat memadu kasih dan berbagi cinta.Celine mengaduk minuman yang sedari tadi tak disentuhnya. Sementara itu Bisma sibuk mengutak-atik ponsel di tangan. Mereka hanya berbicara sesekali, kemudian terdiam lagi, terasa asing satu dengan yang lain. Bisma bahkan masih mengingat dengan jelas bagaimana rasa mantan istrinya itu. Indah dan pernah membuatnya mabuk kepayang."Kamu sekarang beda." Akhirnya lelaki itu membuka percakapan. "Dan semakin cantik." Ingin dia mengatakan itu, tapi itu hanya terucap dalam hati. Setelah berpisah dengannya, Celine terlihat lebih menggoda. Benar kata orang, mantan itu terlihat lebih menarik karena sudah tak halal."Kakak juga," ucapnya sama. Se