Sepanjang hari di kantor presdir, Jonas tak henti-henti mencuri pandang ke meja asisten cantiknya dan memeriksa jam tangannya juga. Ini adalah hari Jumat yang dia nanti-nantikan, permainan kencan buta bersama Honey selalu menaikkan adrenalin Jonas. Dia sudah tak sabar ingin menerkam Audrey yang innocent. "Sir, apa Anda sedang melamun?!" tegur Audrey setelah tiga kali memanggil nama Jonas. Mister Benneton mematung bertopang dagu menatapnya lurus-lurus seperti terkena sihir.Sontak Jonas kembali ke dunia nyata, dia menghela napas lalu menjawab asistennya, "Ya. Ada apa, Audrey Darling? Maaf, aku sedang banyak pikiran!" "Saya butuh tanda tangan Anda untuk surat jalan produk yang akan dikirim ke Korea Selatan. Bagian operasional sedang menunggu dokumen ini untuk dibawa ke pabrik Dallas!" tutur Audrey dengan jelas lalu bangkit dari kursi, membawa map dokumen untuk bosnya.Satu hal yang disukai Jonas dari Audrey selain kemolekannya dari ujung kepala hingga ujung kaki adalah wanita itu komp
"Puaskan dulu aku, Honey!" Satu titah dari pria misterius itu dalam kegelapan yang menyelimuti Audrey, membuatnya patuh. Jonas berlutut mengapit dada Audrey dan menyodorkan bukti keperkasaannya yang menegang hingga nyaris terasa sakit menuntut pelepasan. Telapak tangan lembut wanita favoritnya mengurut naik turun dan bibir Audrey mencubit ujung tumpul berlubang kecil miliknya.Sapuan lidah yang meliuk-liuk di sepanjang kejantanannya membuat Jonas menggeram ganas, dia menahan dan membiarkan Audrey beraksi menunjukkan kebolehan mulut mungilnya. Lumatan basah nan hangat menyelimuti miliknya yang panjang dan besar, mencengkeram erat, memain-mainkan keperkasaannya tanpa ampun. Makin dalam Audrey menariknya masuk hingga mencapai pangkal tenggorokan, Jonas seperti akan meledakkan magmanya sewaktu-waktu."Ough ... Honey, mulut kecilmu itu begitu nikmat!" Jonas mengumpat keras saat dirinya menyembur ke dalam kerongkongan Audrey. Wanita itu tidak melepaskan batang beruratnya dan justru menahan
"Aarrhh!" pekik kecil Audrey saat telapak kakinya terangkat dari lantai dingin kamar mandi hotel. Bokongnya mendarat dahulu di ubin berpermukaan kering nan sejuk.Telapak tangan Bunny yang lebar mendorong punggungnya agar maju hingga mereka menempel satu sama lain. Penutup mata Audrey masih menbuat wanita itu seperti orang buta, segalanya gelap. Semua dipandu oleh Bunny dan dia menuruti instingnya saja. Sentuhan di permukaan kulitnya terasa hangat. "Sayangku, kita main di meja wastafel ya. Aku bosan di ranjang terus!" bujuk Jonas sembari menata posisi mereka berdua agar pas."Apa kau yakin mejanya akan kuat menyangga tubuhku dan getaran dari goyanganmu yang heboh, Bunny?" Audrey tertawa gugup sekaligus pasrah seperti sebuah boneka Barbie yang dimain-mainkan pemiliknya sesuka hati."We'll see. Oughh!" Jonas menyentakkan kepalanya ke belakang saat dirinya terbenam di dalam liang kecil yang agak dingin dan basah karena baru saja dibasuh dengan air.Audrey merasakan liang bercintanya pen
"Honey ... sudah pagi, ayo kuantar kau pulang!" ucap Jonas di samping telinga Audrey yang berbaring memunggunginya.Wanita yang tak mengenakan pakaian di bawah selimut itu menggeliat terbangun dalam dekapan Jonas. Sebenarnya melepas kepergian Audrey dari tempat tidurnya menjadi sesuatu yang sulit bagi Jonas, tetapi mereka kebetulan ada janji pagi ini menghadiri fashion show perusahaan Isabella MacConnor. "Morning, Bunny. Ohh ... yeah, terima kasih sudah mau mengantarku pulang. Namun, aku perlu berpakaian untuk meninggalkan kamar ini, bukan?" jawab Audrey menghadapkan badannya ke pria itu."Sure, akan kubantu kau berpakaian, Honey!" sahut Jonas seraya bangkit dari tempat tidurnya. Sudah pukul 08.15, mereka harus bergegas agar tak kesiangan.Gaun biru semata kaki yang dikenakan oleh Audrey semalam saat tiba di kamar hotel diambil Jonas dari penggantung yang dia letakkan di lemari. Itu pun salah satu pemberiannya. Sembari berpegangan ke bahu Jonas yang kokoh, Audrey memasukkan kakinya
"KAU JAHAT, GABE!" seru Isabella melangkah mundur ketika melihat adik Jonas itu bergegas menghampirinya di backstage. Dia memberikan punggungnya dan tak ingin melihat wajah Gabriel.Tangan Gabriel memegang lengan Isabella seraya berkata, "Katakan apa masalahmu, Bella!""Aku mengundangmu ke fashion show yang kuadakan bukan untuk melihatmu bermesraan bersama Daniella!" jawab Isabella dengan mata birunya yang diselimuti cairan bening nyaris luruh.Gabriel berusaha menjelaskan sembari mengusap air mata yang membasahi wajah kekasih rahasianya itu dengan sapu tangan, "Kau salah paham, itu tidak benar. Aku hanya meminta Ella menemaniku karena aku tak pernah menghadiri acara seperti ini, Bella. Maafkan aku kalau itu membuatmu sedih!" "Sudahlah, kurasa memang cinta tidak cocok untukku!" tolak Isabella lalu dia berlari meninggalkan backstage untuk menghindari Gabriel. Langkah cepat kaki Isabella melewati bagian depan front row tempat duduk Jonas dan Audrey serta Dokter Daniella Hawkins. Dia se
"Total belanja Anda seratus dua puluh ribu dolar, Mister Benneton!" ujar karyawati Isabella yang bertanggung jawab untuk melayani penjualan busana on the spot setelah fashion show usai. "Okay, aku akan membayar via transfer mobile banking, Miss. Sebentar!" Jonas melakukan transaksi pembayaran langsung ke rekening Isabella MacConnor, pemilik perusahaan apparel yang juga istrinya.Audrey menerima gaun sebanyak lima potong dengan kemasan khusus agar tidak kusut. Dia sangat tak nyaman dengan pemberian mahal bosnya. Lemarinya sudah muntah-muntah berisi pakaian branded mahal, total harga busana haute couture ini pun belasan kali gaji bulanannya di kantor Jonas."Ayo kita pulang, Audrey Darling, acaranya sudah selesai!" ajak Jonas seraya mengambil alih kelima gantungan baju yang dipegang oleh Audrey tadi."Mister Benneton, Anda terlalu baik. Saya tak enak hati menerima pakaian mahal ini!" ujar Audrey takut-takut bosnya akan marah.Jonas melangkah di sebelah Audrey menuju ke pintu keluar. "J
"Jangan pikirkan hal rumit semacam itu, Bunny. Aku ... aku belum ingin hubungan berkomitmen serius seperti menikah!" tolak Audrey dengan halus. Dia tak ingin membicarakan masalah pribadi dengan orang asing.Jonas menghela napas panjang karena harapannya pupus begitu saja oleh jawaban Audrey. Dia semakin penasaran siapa pacar wanita pujaan hatinya itu, sepertinya harus diselidiki oleh detektif swasta saja agar jelas. Apakah pria itu juga CEO seperti dirinya? Akan tetapi, kenapa Audrey masih sibuk melayani napsu laki-laki lain dengan imbalan sejuta dolar?"Ahh sudahlah, ayo kita nikmati malam Minggu ini dengan seru!" balas Jonas seraya membimbing Audrey masuk ke lift dari lantai basement. Mereka berbincang tentang hobi masing-masing hingga memasuki penthouse Jonas lalu duduk santai di sofa. Pria itu mengecupi punggung tangan Audrey lalu menjalar ke lengan hingga lehernya. Rasa menggelitik dari tindakan manis Bunny itu membuat Audrey kegelian dan terkikik. Akan tetapi, dia maklum karena
"Berani-beraninya kau menamparku, Jonas!" Isabella memegangi pipinya yang perih sembari melotot kepada Jonas.Jonas pun menyahutnya, "Kau yang keterlaluan. Aku tak mengira bahwa putri tunggal keluarga MacConnor akan sangat buruk cara bicaranya. Mulutmu itu harus ditertibkan, Bella!" "Huhh, sudahlah. Aku akan masuk dan menyeret pelacur di dalam sana keluar. Toh aku lebih berhak berada di sini, bukan?!" Isabella berderap meraih gagang pintu untuk masuk ke penthouse suaminya.Namun, Jonas tak setuju, dia segera meraih perut dan pinggang Isabella dari belakang agar menjauh dari penthousenya. Dia mengangkat tubuh ramping itu menuju ke lift "LEPASKAN AKU, JERK!" teriak Isabella meronta-ronta seraya memukuli badan kekar Jonas.Jonas segera menjejalkan wanita tersebut ke dalam lift dan menekan tombol lantai lobi sebelum menutup pintunya. "Byebye, Bella. Mandi ... kau kusut dan tak enak dilihat!" ejek Jonas dengan seringai puas melambaikan tangannya."BERANINYA KAU!" seru Isabella menunjuk J
Skylar dan Shine yang telah siap untuk naik ke panggung pertunjukan talent show sekolah dasar siang itu masih menantikan kehadiran sosok ayah mereka."Apa dad terjebak kemacetan lalu lintas?" tanya Skylar ke saudari kembarnya.Shine menghela napas melihat mata biru Skylar yang berkaca-kaca. Dia menghibur kembarannya itu seraya berkata, "Entahlah, kita berdoa saja agar dad bisa segera tiba!" Pembawa acara talent show mengumumkan pertunjukan tari balet berpasangan bertema Swan Lake Dance. Kedua putri kembar Jonas-Audrey mulai naik ke pentas di balik tirai hitam yang masih menutup panggung. Musik rekaman orkestra mengalun merdu seiring tirai yang terangkat ke atas.Tepuk tangan riuh dari para penonton yang sebagian besar adalah orang tua siswa-siswi SD tersebut membahana di auditorium. Sekilas Skylar dan Shine menatap ke bangku penonton, mereka pun tersenyum ceria karena sang ayah tercinta duduk di baris terdepan membawa handicam bersebelahan dengan mommy serta kedua kakak laki-laki mer
Delapan tahun kemudian."Daddy, besok adalah hari pertunjukan balet kami di sekolah. Apa Daddy bisa datang untuk melihat kami menari?" seru Skylar sambil memperagakan gaya tari balet yang telah dia latih bersama Shine sebulan terakhir ini."Wow, tentu saja, Baby Girl! Daddy bangga kepada kalian!" jawab Jonas sembari merangkul bahu kedua putri kembarnya sepulang kantor. Audrey tahu suaminya pasti lelah setelah seharian bekerja lalu berkata kepada gadis-gadis ciliknya, "Sky, Shine, biarkan daddy kalian mandi sebentar ya. Kita bertemu di ruang makan pukul 19.30, okay?" "Okay, Mommy!" sahut Skylar dan Shine serempak lalu mereka berlari-lari riang ke ruang keluarga untuk menonton serial kartun Nickelodeon favorit mereka. Kedua kakak laki-laki mereka sedang berada di kamar Shawn yang sulung untuk merakit miniatur kota Houston. Permainan lego edisi spesial limited edition itu dibelikan Jonas sebagai hadiah untuk Shawn dan Anthony yang meraih ranking satu di kelas masing-masing. Kedua putr
Jonas tak mampu menghilangkan seringai konyol dari wajah tampannya sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya di Woodlands. Istrinya berusaha untuk mengabaikan hal itu, tapi tak bisa. Audrey akhirnya tertawa seraya berkata, "Hubby, nanti otot wajahmu kram karena terlalu banyak tersenyum lebar seperti itu.""Ohh ... aku sangat gembira. Mungkin pria paling bahagia di planet ini!" jawab Jonas terkekeh. Audrey pun tahu alasannya, suaminya itu sangat mendambakan kehadiran anak perempuan. Dan dia baru saja mendapat berita sepasang anak kembar di rahim istrinya. Sekalipun belum pasti jenis kelaminnya, tetapi jikalau benar itu perempuan tentu saja Jonas semakin senang."Okay, aku ingin bertanya kepadamu. Seandainya anak ini perempuan dua-duanya, akan diberi nama siapa, Hubby?" tanya Audrey iseng."Aku sudah memiliki nama panggilan yang cocok untuk mereka berdua. Skylar dan Shine!" jawab Jonas dengan yakin."Nama yang cantik dan bermakna! Hanya Anthony yang memiliki inisial A. Nanti dia sedih ka
Waktu mengalir begitu deras dari hari ke hari berikutnya, Jonas masih saja memuja istrinya bagaikan titisan dewi cinta. Perubahan tubuh Audrey yang lebih menebal di beberapa tempat tidak menyurutkan perasaan cinta suaminya setelah mengarungi kehidupan bersama dengan terpaan badai problematika yang wajar terjadi dalam berumah tangga.Godaan wanita-wanita yang silau akan harta ke suaminya tak terhitung banyaknya. Audrey berusaha memaklumi hal itu setiap kali dia diminta Jonas mendampinginya ke pesta kalangan atas. Para wanita berlomba-lomba mencari perhatian Jonas dan juga mengajak berdansa. Seperti malam ini ketika mereka menghadiri pesta anniversary pasangan MacConnor senior. Orang tua Isabella telah berhasil melalui 30 tahun pernikahan dengan setia satu sama lain. Pesta dansa megah diselenggarakan di ballroom Hotel Royal Triumph Houston. "Jonas, kuharap kau bisa menemaniku berdansa sekali saja!" ujar Kathrine MacLewis seraya menaruh tangannya di lekuk lengan suami Audrey."Ehm ...
Setahun telah berlalu semenjak bulan madu pasangan Benneton ke Eropa. Seorang putra kecil telah hadir lagi di keluarga Jonas dan Audrey. Sementara Shawn telah berusia hampir dua tahun. Kini keluarga kecil itu telah memiliki dua orang anak yang usianya tak terpaut jauh."Audrey, sepertinya aku harus menanyakan kepada dokter kandungan tentang cara mendapatkan anak perempuan. Bisa jadi aku terlalu perkasa jadi kedua keturunanku laki-laki semua!" ujar Jonas sambil menimang-nimang putra keduanya di kamar tidur usai disusui oleh Audrey."Ohh ... ayolah, masa kau sudah memikirkan tentang anak ketiga, Jonas! Aku ingin jeda hamil dan melahirkan setidaknya dua tahun, kumohon!" rengek Audrey nyaris menangis. Dia merasa tubuhnya terlalu lelah dengan aktivitas merawat newborn.Maka Jonas pun membaringkan Anthony Clark Benneton yang telah tertidur pulas di tempat tidur bayi. Kemudian dia duduk di tepi ranjang merangkul bahu Audrey. "Maafkan aku kalau terlalu antusias memiliki banyak anak, Darling.
Perjalanan bulan madu Jonas dan Audrey ke Swiss dan Italia dilalui dengan banyak kenangan manis. Mereka kembali ke Texas setelah seminggu lamanya berada di benua biru itu dan hari selanjutnya Jonas mulai bekerja normal di kantor seperti sedia kala. Audrey di rumah mengurus Shawn sekaligus beristirahat pasca liburan panjang yang cukup melelahkan. Dia menyadari bahwa jadwal menstruasinya terlambat dari tanggal yang seharusnya. Nampaknya dengan segala aktivitas ranjang yang dia jalani bersama Jonas setiap hari tanpa absen, kehamilan kedua terasa nyata di depan mata. "TING TONG." Pelayan rumah Audrey bergegas membukakan pintu untuk tamu yang berkunjung siang itu. Namun, ternyata bukan tamu melainkan seorang tukang pos yang mengirimkan sepucuk surat. "Hello, Miss. Ada surat untuk Nyonya Audrey Newman. Apakah benar tempat tinggalnya di sini?" ujar tukang pos berusia tiga puluh tahunan itu seraya mengulurkan sepucuk surat beramplop putih yang tidak terlalu tebal dengan tulisan tangan."O
Pesawat yang membawa Jonas dan Audrey dari Bandara Zurich menuju ke Bandara Naples mendarat dengan mulus di landasan. Hari sayangnya telah sore sehingga mereka praktis hanya bisa berkendara dengan taksi menuju ke hotel yang terletak di Amalfi Coast.Pesisir pantai di sebelah selatan Italia itu terbentang sejauh kurang lebih 100 kilometer dengan tiga belas kotamadya yang berbeda karakteristiknya sekalipun masih sama-sama menghadap Laut Tirenian dan Teluk Salerno. Jonas sengaja mengajak Audrey langsung ke kota Positano yang paling terkenal akan keindahannya. Mereka berencana menghabiskan lima hari di Amalfi Coast. Dia menunjuk dari jendela taksi yang melaju daerah perkebunan lemon, zaitun, dan jeruk yang tumbuh mencolok di sisi tebing daerah Positano. "Wow, indah sekali tampilan kota ini, Jonas. Gedung-gedungnya dicat berwarna-warni dengan bentuk vertikal karena memang terletak di daerah tebing yang langsung menghadap ke laut. Aku tak bisa tidak takjub melihat panorama di sini!" desah
"Good morning, Audrey Darling! Bersyukur kita tidak terkena hipotermia karena listrik padam semalam ya, bagaimana kondisimu pagi ini?" sapa Jonas ketika istri tercintanya menggeliat terbangun dalam dekapannya.Audrey tersenyum menatap wajah Jonas dan menjawab, "Untungnya aku baik-baik saja. Apa rencanamu hari ini?""Aku ingin bermain ski, apa kau suka juga main ski?" sahut Jonas dengan santai sembari berbaring miring di samping Audrey."Ohh ... tentu saja, pasti asik. Apa kita bisa mandi dan sarapan terlebih dahulu?" Audrey bangkit dari tempat tidur dan merenggangkan otot-ototnya yang kaku sembari melangkah ke kamar mandi.Jonas segera menyusulnya dan menjawab, "Okay, kita mandi lalu turun ke bawah."Setelah mandi singkat dan berpakaian, pasangan Benneton pun turun dengan lift yang telah mulai beroperasi normal sejak listrik padam semalam. Mereka menikmati menu buffet yang disediakan di restoran resort bersama tamu-tamu lainnya yang menginap di tempat yang sama.Sekitar pukul 08.00 wa
Malam pertama yang dilalui Audrey bersama Jonas di Pegunungan Alpen begitu melelahkan, suaminya seperti banteng yang baru saja dikeluarkan dari gerbang arena matador. Memang sedari mereka awal berkenalan gairah pria itu kepadanya begitu tak terkendali. "Baby, suhu udaranya dingin membeku di sini. Bolehkah aku mengenakan pakaian dan tidak bertelanjang di bawah selimut?" tanya Audrey yang masih berkeringat pasca pergumulan marathon bersama Jonas di atas ranjang. Jonas merasakan tubuh istrinya bergidik karena kedinginan. Salju di luar kaca jendela seolah tak akan berhenti tercurah dari langit yang gelap. "Yes, pakailah baju tebal yang hangat, Darling. Tunggu, akan kuambilkan di koper!" jawabnya lalu menyibak selimut untuk turun dari tempat tidur."Terima kasih, Jonas!" ucap Audrey sembari menatap punggung bidang berotot liat itu dari belakang. Kaos berbahan katun dan sweater merah maroon menjadi pilihan Jonas untuk dikenakan oleh Audrey, dia tidak mencarikan bawahan dan berlanjut meng