Home / Sci-Fi / Penyintas / #40 Cuma Kenalan

Share

#40 Cuma Kenalan

Author: Mint.Nata
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Alam bawah sadar, sesuatu yang dimiliki oleh setiap makhluk hidup, entah itu hewan maupun manusia. Berisikan akan kenangan, memori, perasaan, hasrat, maupun trauma yang tidak mengenakkan sekalipun. Dan alat ini, adalah alat yang dapat memvisualisasikan 'hal yang paling ditakutkan' tersebut.

Mind Interpreting System, atau yang biasa disebut sebagai MIS ini, kerap kali digunakan dalam bidang psikologis. Namun, diperlukan sebuah kondisi sebagai salah satu syarat utama untuk menjalankan sistemnya, yakni orang yang akan ditafsirkan harus dalam keadaan tertidur…

atau tidak sadarkan diri.

|

Bip.. bip.. bip..

Bunyi sebuah mesin dengan monitor yang menampilkan layar hitam kosong.

“Bagaimana?” tanya Dua.

“Seperti yang kau lihat, tidak ada respon apapun dari otaknya.” jawab Empat.

“Ini sudah yang kedua kalinya lho… Kemarin hasilnya juga seperti ini…” ujar Satu.

“……” Tiga hanya diam.

Tiba-tiba Barrelth keluar dari ruangan pengawas, berjalan masuk ke dalam ruangan pasien dan mulai mencab
Mint.Nata

Terimakasih telah membaca chapter <#40 Cuma Kenalan> ini. Sampai jumpa di chapter selanjutnya! (Kritik dan saran sangat diapresiasi)

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Penyintas   #41 Bayang-Bayang

    “Hmm~ hmm~ hm~~” Dengan langkah kecilnya ia berlari-lari kecil menyusuri koridor. Sebuah robot berbentuk rakun berwarna putih bercampur biru melayang dan mengikutinya dari belakang. Lalu ia mengintip melalui celah-celah jendela kaca yang berada di depan sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu terlihat seorang anak perempuan remaja yang sedang duduk di balik layar sebuah komputer. Melayang dua buah layar hologram di sebelah kiri dan kanannya. “??” Anak itu menyadari kedatangannya. Lalu ia terlihat mengucapkan satu atau dua patah kata dan pintu ruangan pun terbuka. “Kakak!” teriaknya berlari masuk dan langsung melompat ke pangkuan sang kakak. “Hmm? Ada apa?” balas sang kakak. “Tidak. Manggil aja! Ehehe!” Sang kakak tersenyum. “Bagaimana dengan kelas senimu hari ini?” Kemudian ia menjelaskan dengan panjang lebar dan tingginya. “Wa-wah… seru ya…” ucap sang kakak yang bingung harus merespon apa setelah mendengar kisah tak jelas tersebut. “Oh iya, kak! Hari ini mama buat kue ungu lagi

  • Penyintas   #42 Konferensi Tiga Kursi

    -Lantai xxx, ruang ABCD- Serpihan-serpihan cahaya biru keputih-putihan mulai bermunculan di sudut ruangan, semakin banyak dan semakin banyak hingga berkumpul menyerupai seorang manusia. “Aku masih tidak terbiasa melihat ini. Silau sekali seperti cahaya Ilahi.” ujar Sharon yang sudah beranjak dari tempat duduknya. “Wajar, kamu kan selalu datang yang paling terakhir setiap kita kumpul-kumpul di sini.” balas Monic. “Enak saja! Kalian kadang juga datang yang paling terakhir! Kali ini saja Haylee yang datang terakhir…” Monic hanya menangguk-angguk dan menggumamkan, “oh... gitu, oh… gitu… iya iya iya…” iya-in aja dah. Kembali ke serpihan-serpihan cahaya. Ketika penggabungan telah sempurna, cahaya tersebut meredup dan menampilkan sebuah avatar dengan kode nama… [ Hei ] “Haylee, Haylee! Jadi apa yang kalian bicarakan bulan kemarin…?!” ujar avatar dengan kode nama ‘Sharr’ itu bahkan sebelum ia selesai membuka matanya. “…..tu-tunggu dulu. Sabar.” jawab Haylee berjalan melewati. Kemudian ia

  • Penyintas   #43 Pemberitahuan

    -Lantai 75, Brown’s Manipedi- Pukul tujuh malam, dimana merupakan jam-jam tersibuk kedua pada setiap toko publik, baik yang pusat maupun yang cabang, di berbagai lantai. Setiap staff melakukan tugasnya masing-masing tak terkecuali. “Selamat datang di Brown’s Manipedi!” Hazzel menyambut setiap tamu. “Apa anda ingin menggunakan desain yang kami rekomendasikan ataukah ingin membuat desainnya sendiri?” Fuschia menunjukkan sebuah layar berisi jejeran desain-desain cat kuku yang pernah dipoles di dalam toko tersebut sejak 27 tahun yang lalu. Sang pelanggan pun terkagum-kagum. “Kita lanjut ke proses evaporasi ya kak…” ujar seorang staff lain yang memasangkan sebuah alat seperti helm ke kepala salah seorang pelanggan. “Kayaknya dia ketiduran…” gumam seorang staff lain memaku pandangannya pada sang pelanggan yang sedang mengorok. “Yasudah, biarkan dulu saja lah.” sahut staff yang lain. Pip! “Azure! Kalau sudah selesai, tolong tangani nomor 27!Carob! Nomor 43 sudah siap untuk ke proses s

  • Penyintas   #44 Amber

    “…lalu berikutnya Tuan Anomen!” Terdengar suara tepuk tangan yang cukup meriah dari layar. Visera yang mendengar itu langsung berbalik dan menatap tajam ke arah layar. Dilihatnya sosok pria paruh baya yang terlihat sangat familiar itu sedang tersenyum ramah dan menyapa para khalayak. Itu… papa…? Visera terdiam. Pandangannya masih terpaku ke layar. “Vis? Ada apa?” tanya Dan ikut menoleh ke layar. Terlintas sebuah pertanyaan di benaknya. Ingin ia menanyakan hal tersebut. Namun segera ia urungkan, mengingat banyaknya mata dan telinga yang bisa saja melihat dan mendengar perkataannya. Dan hanya bisa menatap secara bergantian kedua pasang mata berwarna jingga keemasan tersebut. “???” Visera kebingungan dengan tingkah laku Dan. “Yuk, pulang.” ajak Dan. Visera menoleh dan menatap uluran tangan tersebut. “Atau kamu mau daftar ke akademi itu?” tanya Dan lagi. Visera menggeleng. “Tidak, ayo pulang.” ucapnya berjalan mendahului Dan. Dan lalu menurunkan tangannya dan kemudian berjalan menyusul

  • Penyintas   #45 Akasia

    -Lantai 130, gerbang masuk- Dari kejauhan, dapat dilihat dua orang siswi berseragam tengah berjalan melewati gerbang dan menuju aula tempat diadakannya upacara penerimaan siswa baru. “Hehe… hehe…” siswi yang berambut ungu dan dikuncir kuda tidak bisa berhenti terkekeh. “Hish, berisik…!” teriak seorang siswi lain. Rambut merah muda cerahnya digerai hingga menutupi lehernya, membuat setiap pasang mata yang berpapasan dengannya terpaku ke arahnya. Namun bukannya menjadi diam, tawa temannya itu malah semakin menjadi-jadi. | Dua hari yang lalu… -Lantai 49, gudang- Ding! Muncul sebuah pesan notifikasi pada layar hologram yang ada di atas meja. Bayangan rambut berwarna merah muda yang terpantulpun memudar. [ Selamat! Anda dinyatakan LAYAK untuk menjadi bagian dari akademi kami. Untuk perinciannya, dapat diunduh di sini. Jika masih ada hal yang kurang jelas, anda dapat mengirimkan pertanyaan ke alamat surel yang tertera di bagian atas. ] [ Ingin melakukan proses lebih lanjut? ( Ya /

  • Penyintas   #46 Alarm

    Samar-samar ia membuka kelopak matanya. Dilihatnya langit-langit ruangan yang sejajar dengan batang hidungnya. Jaraknya cukup dekat. Mungkin dia tidak bisa menegakkan tubuhnya jika berdiri di atas ranjang. Dari kejauhan, sebuah jendela bertirai menghadap lurus ke arahnya. Tunggu, ini kan?! sontak ia langsung bangun dari tidurnya dan melihat ke sekelilingnya. Ah… bukan… batinnya memasang ekspresi kecewa begitu melihat sesosok manusia yang sedang terlelap di tempat tidur seberangnya. Tergantung sebuah wig berwarna merah muda di atas dinding. “Sekarang ini kita sedang berada di lantai 131, tepatnya di APPT Dormitory!” Celetuk sebuah suara di telinganya. “Iya, aku tahu. Kamu selalu muncul di saat-saat yang tidak berguna.” balas Rosa ketus. “…..” Lalu tidak ada balasan apapun lagi. Tuh kan, ngilang lagi… “Hmph! Yasudahlah, ayo lanjut tidur lag-” DURU DUDUM DUM DUDUM DUM Suara dentuman drum yang keras itu mengejutkannya. Kemudian berlanjut dengan suara musik yang cukup berisik. Jad

  • Penyintas   #47 Mimpi

    Langit telah berwarna biru kehitaman. Rembulan memutuskan untuk bersembunyi di balik awan- enggan untuk menampakkan wajah bundarnya. Lampu-lampu jalanan pun bekerja sama dengan lampu-lampu yang berada di teras-teras rumah, di sepanjang dinding pagar, dan di tiap-tiap balkon, bersama-sama menerangi area di sekitar. “Uuh…” rintihnya ketika hawa dingin berhembus dan menusuk ke tulang, membuat ia yang tengah terbaring di atas sebuah bangku taman semakin meringkuk Krik… krik… “…….” Krik… krik… krik… “……” Krik… krik… krik… krik… krik… Merasa terganggu, ia langsung bangun dari tidurnya dan duduk menatap lurus ke arah depan. Suara jangkrik itu langsung berhenti. “Huh, dasar… ganggu orang tidur aja… Hooaahhmm….” gerutunya sembari merenggangkan tubuhnya. “Eh? Ini di… lho? Lho?” Ia lompat berdiri dan langsung celingak celinguk kebingungan. Panorama yang terlihat familiar di matanya itu membuatnya terdiam seribu bahasa. Drrt… drrt… Tiba-tiba terdengar suara getaran dari dalam sebuah t

  • Penyintas   #48 Gundah

    -Lantai 33, kediaman Gray- “Memindai Identity Chip.” Nguunngg… “Memindai sidik jari.” Nguunngg… “Memindai retina.” Nguunngg… “Pemindaian berhasil. Silahkan masuk.” Tap... tap... tap… Suara langkah kaki yang berjalan hingga ke tengah-tengah ruangan. “Lapor, tuan.” ujar seorang pria berjas hitam dengan atribut-atribut yang lengkap. “Hmm.” jawab seorang pria lain yang tak lain dan tak bukan adalah sang tuan yang dimaksud tersebut. Dengan menggenggam segelas minuman yang berwarna kebiru-biruan, ia bersandar di atas sebuah kursi. “Berikut laporan yang barusan telah kami terima dari Mister Osmus…” lanjut bawahannya itu yang kemudian mengeluarkan sebuah layar hologram dan mengantarkan layar tersebut hingga ke hadapan matanya. “…..” ia mengerutkan dahinya. “Sudah berapa kali kubilang, jauhkan sedikit layarmu itu…!” Mendengar perintah itu, bawahannya langsung menggeser layar tersebut menjauhi matanya. “Baik. Mohon maaf, tuan.” Mood-nya sedang buruk… “…..” Sang tuan menatap isi l

Latest chapter

  • Penyintas   #55 Bayang

    Fungus Co. , salah satu dari lima perusahaan terbesar se-nasional yang bergerak di bidang jasa. Didirikan oleh seorang pebisnis misterius yang sampai saat ini hanya segelintir orang yang mengetahuinya. Jasa yang mereka tawarkan ini sedikit unik. Meskipun memiliki ribuan pekerja (termasuk AMAH & AMAPOB), tetapi mereka hanya melayani satu jenis layanan, yakni membasmi musuh-musuh kecil yang terus muncul di sepanjang dinding-dinding bunker yang lazim disebut jamur. Memang tersebut terdengar sederhana, bahkan sepele. Namun, mengingat maraknya pertumbuhan jamur di dinding-dinding bunker yang terus menerus muncul semenjak tiga puluh tahun yang lalu membuat mereka selalu mendapatkan permintaan setiap harinya. Entah jam berapa pun itu. Budi, salah satu pekerja di Fungus Co., sedang melaksanakan pekerjaannya. Namun, ruangan tempat ia berada saat itu sangat gelap meskipun waktu menunjukkan jam satu siang. Hanya ada lampu-lampu kecil berwarna merah yang memiliki jarak sejauh empat meter dengan

  • Penyintas   #54 Sambungan

    -Lantai 33, kediaman utama Gray, ruang tidur tamu- Klang! “Aduh, jatuh deh, haha!” Tuan Anomen tertawa canggung sembari membungkuk untuk mengambil sendok yang terjatuh. “Sepertinya kita harus menambahkan fitur di bagian telapak tangan. Para AMAH masih susah untuk menggenggam benda-benda yang kecil.” ujarnya. “Apa karena aku sudah terlalu tua…?” lanjutnya bergumam. “Toras!” serunya. Robot berang-berang yang berdiri di sampingnya sedari tadi langsung menyala kembali. “Ya, tuan?” “Ambilkan sendok yang baru.” “Baik, tuan.” Kemudian robot itu langsung bergerak meninggalkan ruangan. “Kita tunggu dulu ya…!” ucap Tuan Anomen menoleh ke arah kirinya. Rosa yang sedari tadi menyaksikan monolog yang tidak bisa dipahaminya itu hanya mengangguk pelan. . Beberapa menit kemudian… . Wungg…. Pintu terbuka. “Ini, tuan.” Robot berang-berang itu membuka bagian perutnya dan memperlihatkan sebuah ruang kecil yang menampung sebuah sendok di dalamnya. Tuan Anomen langsung mengambil dan menyendok

  • Penyintas   #53 Pertanyaan

    -Lantai 130, ruang kelas- Di atas tempat duduknya Visera termenung. Saat itu, waktu terasa sangat amat lambat baginya. Entah sudah berapa kali ia memeriksa jadwal pembelajarannya itu- berharap agar jam istirahat segera datang. Penjelasan yang dilontarkan oleh gurunya pun sama sekali tidak ada yang masuk di otaknya. Tau gitu aku telat-telatin aja tadi… batinnya yang tadi terburu-buru karena bangun kesiangan. Ia menoleh ke sebelah kiri dan kanannya. Pantas saja banyak kursi yang kosong- Eh, ngga sih, cuma delapan… Mana gurunya cuma rekaman lagi…! Canggih apanya! Ini mah namanya pembodohan! batinnya menatap sinis hologram bergerak yang menyerupai seorang wanita dewasa itu. Yaah, wajar sih. Toh biaya pembelajarannya gratis. Mana mungkin mereka menyediakan pengajar yang berpendidikan tinggi. Memutar rekaman materi dari internet yang sudah diubah ke bentuk hologram saja sudah cukup. Memang cara yang jenius, paman Gray. “Demikian pemaparan materi untuk hari ini, selanjutnya kita akan m

  • Penyintas   #52 Paternal

    TheBarr : Sebelum melewati perbatasan lantai, jangan lupa ganti jaringanmu ke privat. Sangria : roger. | Klang! "Ups.." Untung di atas tempat yang sepi... batin Visera menghela napas. Di dalam terowongan setinggi 60 cm itu ia merangkak. Beberapa barang bawaannya ia rekatkan erat pada tubuhnya. Dengan penuh hati-hati, ia bergerak menuju ke atas sembari sesekali memeriksa peta hasil tiruannya itu. Sepuluh meter lagi.... batinnya mengusap keringat dingin yang mengalir di pelipisnya. [ Berhasil tersambung ke jaringan Privat. ] Ting! TheBarr : Ikuti saja navigasi ini [ TheBarr mengirimkan berkas ] Ia menekan dokumen itu dan muncul sebuah layar baru yang berisikan peta dari area yang telah, sedang, dan akan dilaluinya tersebut, termasuk tempat yang menjadi tujuan perjalanannya. TheBarr : kalau ada gang yang berkedap-kedip merah, itu tandanya ada orang lain di sana. Orang... Lain? Visera terdiam selama beberapa saat. Oh, para pekerja... (tukang AC seperti Dan) Kemudian ia mela

  • Penyintas   #51 Pertemuan di Kuartus (bagian 2)

    Jika ada suatu gagasan dikumandangkan ke orang banyak… Menurutmu apa yang akan terjadi setelahnya? | “…kembali ke permukaan, bukanlah sekedar angan-angan belaka lagi…” Semuanya terdiam, membuat Tuan Anomen menjadi sedikit ragu akan pendapat semuanya tentang gagasan darinya itu, terlebih ketika ia menatap ketiga orang yang sama sekali tidak disangka-sangka olehnya sebelumnya untuk datang menghadiri pertemuan itu. Prok… prok…! Tiba-tiba terdengar suara tepukan dari seseorang. Lantas yang lainnya pun ikut bertepuk tangan. “Ide yang sangat luar biasa, Tuan Anomen! Brilliant! Bukan begitu, para hadirin sekalian??” sahut Tuan Gray mengambil alih panggung sementara yang lainnya sibuk berbisik-bisik ke kanan dan kirinya. “…Saya paham, beberapa di antara anda sekalian pasti masih mempertimbangkan apakah hidup di permukaan dapat menjamin kehidupan yang aman dan nyaman seperti dulu ataukah sebaliknya.” Tuan Anomen kembali buka suara. “Tapi bukan berarti keraguan itu harus dijadikan halan

  • Penyintas   #50 Pertemuan di Kuartus (bagian 1)

    Hari itu, aku menyaksikan semuanya dari dalam ventilasi… . . . Duk… duk… duk… Dengan merangkak, ia terus maju melewati terowongan yang tingginya hanya sebatas 60 cm itu. Mata ambernya terlihat mengkilap setiap kali melewati cahaya menembus penutup ventilasi di bawahnya. Klang! “Ups-!” Tidak sengaja lututnya mengenai bagian besi yang mencembung keluar. Ia langsung terdiam, berusaha mendengar kalau-kalau ada suara lain dari arah ujung depan dan belakangnya. Merasa tidak ada suara apapun, ia pun lanjut merangkak ke depan hingga menemukan satu penutup ventilasi lain yang menjadi tempat tujuannya itu. Duk… Ia merendahkan tubuhnya untuk melihat sisi bagian yang lain dengan jelas. Terlihat sekumpulan beberapa orang dewasa yang sedang berdiri di bawah sebuah panggung. Beberapa dari mereka tengah berbincang dan tertawa. Salah satu suara terdengar familiar di telinganya. ‘Ah, itu papa…’ pikirnya. Begitu menemukan sosok ayahnya yang tengah tersenyum lebar di antara barisan tersenyum, i

  • Penyintas   #49.5 Ekstra1

    -Lantai 44, pintu masuk bagian Barat- Yo, kembali bersama denganku, "(-%&!. Ga kebaca kan? Itu karena namaku… Ra. ha. si. a~ “KyaaAAHahahaHAHA!” tawanya tanpa sadar, membuat pengunjung yang sedang mengantri di kiri, kanan, depan, dan belakangnya menoleh ke arahnya. Ia pun langsung terdiam dan menunduk malu. Huff… Biar kuulang…. Yo! Kembali lagi Bersama denganku, sss… Satu! Ya, Satu! Hari ini H-1 sebelum misi kesekian kami dimulai~! Jadi waktunya untuk apa itu…? ….Ya! Waktunya untuk menghambur-hamburkan uang sebelum menerima gaji yang akan datang! Dan karena aku termasuk senior paling senior di sini, ekhem. Aku jadi diberi wewenang untuk belanja di lantai atas deh! Pip! “Silahkan masuk.” Nah… Kita mulai dari mana ya… Matanya bergerak kesana dan kemari, melirik setiap toko yang berlomba-lomba memasarkan barang dagangannya. Setiap toko setidaknya memiliki satu alat ini yang memiliki fungsi untuk menampilkan produk-produk penjualan mereka dalam bentuk hologram. Baginya, ba

  • Penyintas   #49 Tugas

    Dor! Suara tembakan itu cukup untuk membuat seluruh pasang mata tertuju ke arah belakangnya. Seorang siswa yang berada di barisan paling belakang berdiri mematung dan menatap balik setiap pasang mata yang tertuju ke arahnya dengan raut wajah yang cemas. Beberapa orang siswa di samping kiri dan kanannya terlihat sedang menahan tawa, dan di depan ketika terpampang sebuah layar hologram yang menunjukkan tampilan seperti… game online… Healah… cuma game toh…. batin Rosa mengelus dadanya, merasa lega karena pemikirannya ternyata hanyalah sebatas pemikiran belaka. Kemudian, ia pun lanjut menuruni kendaraan secara perlahan dan bergabung dengan para siswa siswi yang telah berbaris di depan sebuah pintu besar dan tinggi. “Wuah… megah sekali…” gumamnya secara tidak sadar. “-iya, kediaman daerah Quartus memang berbeda ya!” celetuk siswi di sampingnya, orang yang sama dengan siswi yang duduk di sebelahnya tadi. Rosa hanya membalas “O, oh…”. Quartus… Berarti lantai ini dekat dengan lantai bas

  • Penyintas   #48 Gundah

    -Lantai 33, kediaman Gray- “Memindai Identity Chip.” Nguunngg… “Memindai sidik jari.” Nguunngg… “Memindai retina.” Nguunngg… “Pemindaian berhasil. Silahkan masuk.” Tap... tap... tap… Suara langkah kaki yang berjalan hingga ke tengah-tengah ruangan. “Lapor, tuan.” ujar seorang pria berjas hitam dengan atribut-atribut yang lengkap. “Hmm.” jawab seorang pria lain yang tak lain dan tak bukan adalah sang tuan yang dimaksud tersebut. Dengan menggenggam segelas minuman yang berwarna kebiru-biruan, ia bersandar di atas sebuah kursi. “Berikut laporan yang barusan telah kami terima dari Mister Osmus…” lanjut bawahannya itu yang kemudian mengeluarkan sebuah layar hologram dan mengantarkan layar tersebut hingga ke hadapan matanya. “…..” ia mengerutkan dahinya. “Sudah berapa kali kubilang, jauhkan sedikit layarmu itu…!” Mendengar perintah itu, bawahannya langsung menggeser layar tersebut menjauhi matanya. “Baik. Mohon maaf, tuan.” Mood-nya sedang buruk… “…..” Sang tuan menatap isi l

DMCA.com Protection Status