Stella menggeleng, lalu berseru, “Aku tidak akan meminumnya!” Dominic yang mendengarnya semakin geram, lalu menjepit pipi Stella, dan membuka paksa mulut Stella, mau tidak mau Stella terpaksa menerima pil yang diberikan Dominic padanya. “Telan! Kau tahu ... apa pun yang terjadi, kau tidak boleh memliki anak dariku. Aku tidak menginginkan anak darimu!” sahut Dominic. Dominic pun berdiri dan bergegas keluar dari dalam kamar Stella. Stella terbatuk, dari balik lidahnya, di mengeluarkan obat yang diberikan Dominic padanya, dan membuangnya ke tempat sampah kecil yang berada tidak jauh dari tempat tidur. Tidak lama kemudian, Dominic kembali masuk ke dalam kamar membawa segelas air hangat. Dia memberikan gelas tersebut ke tangan Stella, lalu bertanya dengan datar, “Kau sudah menelannya?” Takut-takut Stella menganggukkan kepalanya, dia tidak ingin Dominic sampai tahu jika dia sama sekali tidak menelan pil yang diberikannya pada Stella. “Bagus. Kalau sampai aku tahu kau tidak meminumnya,
“Baiklah, aku akan membawa surat itu, dan membuktikan pada Dominic jika aku bisa hidup tanpanya,” kata Stella. Dylan terdiam untuk sesaat, tidak mungkin dia membiarkan Stella menemui Dominic seorang diri. Dia tahu betul perangai dan watak Dominic, jika dia mengijinkan Stella bertemu hanya berdua, tentu saja Stella akan menjadi sasaran empuk kemarahan Dominic lagi. “Aku akan menemanimu, Stella. Aku tidak akan membiarkanmu bertemu dengan Dominic seorang diri. Atau begini saja, bertemulah dengannya di tempat umum,” kata Dylan. Dia benar-benar mengkhawatirkan Stella. Tidak, dia tidak akan membiarkan Dominic menyakiti Stella lagi dan lagi. Terdengar Stella mendesah pelan, sepertinya dia pun ikut memikirkan kata-kata Dylan barusan. “Ok, aku berpikir mungkin sebaiknya kau memang harus menemaniku. Aku belum siap bertemu dengannya seorang diri setelah apa yang dia lakukan padaku selama ini. Aku ... takut,” jawab Stella di seberang sana. Setidaknya jika Dylan menemani Stella, Dominic akan
Dominic menepis bulpen yang disodorkan Stella padanya. Shania yang melihat adegan kedua suami istri sedang perang dingin di hadapannya, hanya tersenyum. “Cepat tanda tangan,” ucap Stella sekali lagi, seraya membungkukkan badan dan memungut bulpen yang terlempar ke arah lantai. Dylan ingin sekali menghajar wajah tampan tanpa cela milik Dominic, jika saja dia tidak mengingat resikonya, mungkin Dominic akan membalaskannya pada Stella jika sampai Dylan memukulinya. Dominic menggebrak meja dan bangkit berdiri. Dia tidak terima jika dia yang lebih dulu diceraikan oleh Stella. “Letakkan saja di atas meja, lalu kalian berdua, pasangan selingkuh, silakan pergi dari ruanganku!” seru Dominic. Darahnya terasa mendidih melihat Stella datang bersama Dylan, pria yang sangat dibencinya, tanpa sebuah alasan. Dylan melipat kedua tangan di depan dadanya, lalu dengan santai dia menjawab, “Pasangan selingkuh? Lalu apa yang kau dan wanita itu lakukan berdua di dalam ruangan? Apakah dia ada
“Coba kau katakan sekali lagi?” tanya Matt, meminta putranya mengulangi perkataannya barusan. Dia tidak menyangka jika Dominic akan meminta sebuah permintaan yang sangat aneh menurut Matt! Dominic tertunduk, dia paham betul dengan watak dari ayahnya. Ayah dan kakeknya memiliki watak yang sama kerasnya, jika dia membantah, dia tahu apa yang akan dilakukan oleh kedua pria berbeda generasi padanya! Dominic menjawab tanpa berani memandang wajah Matt, “Aku ingin bercerai dan menikah dengan Shania Travis.” Matt menggebrak meja, lalu bangkit berdiri. Dia tidak mengerti apa yang ada di dalam otak putranya itu. Dia ingin menceraikan seorang wanita yang memang telah dipilih Matt dan ayahnya untuk menikah dengan cucunya itu, lalu sekarang dia berkata akan menikah dengan seorang janda bernama Shania Travis! “Konyol! Kau ingin taruh di mana mukaku, Dominic!” maki Matt pada Dominic. Dominic menundukkan wajahnya semakin dalam. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, Shania telah hamil akibat ulahny
Shania tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan William. Dia menganggap kalimat William padanya barusan adalah sesuatu yang sangat lucu. Siapa yang bisa membuktikan jika dia adalah penyebab kematian Garreth? Sungguh ... dia mencintai Garreth, hanya saja dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memberikan kehangatan pada mertua laki-lakinya. William sendiri tidak mengira jika Shania bisa membuat dirinya terjatuh dalam pelukan wanita itu. Selama ini dia selalu setia kepada isterinya yang telah meninggal dunia jauh sebelum Garreth menikah dengan Shania. Tetapi pertahanan yang dibangun selama ini hancur begitu saja ketika Shania hadir di dalam kehidupannya. Entah bagaimana dia harus melukiskan seorang Shania, tetapi benar ...Shania terlihat seperti seorang iblis wanita yang baru saja datang ke bumi, lalu memanipulasi pikiran-pikiran mereka untuk berbuat sesuai apa yang diinginkannya. Terlalu berlebihan memang, tetapi ... banyak yang sempat berpikiran seperti itu pada drinya.
Daniel rasanya ingin tertawa terbahak-bahak mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh bosnya yang sangat keras kepala itu. Dia pikir akan mudah menghindari karma? Memang yang membuat karma itu siapa?“Terserah Tuan Muda saja, hanya saya merasa iba dengan apa yang sudah Tuan Muda lakukan pada Nyonya Muda selama ini. Dia sama sekali tidak bersalah bagi saya, bukan keinginan Nyonya ingin menikah dengan Anda, kenapa Anda selalu saja melihat semua hal dari sisi Nyonya Muda?” ucap Daniel.“Apakah Tuan Muda pernah berada di dalam posisi Nyonya? Coba Tuan Muda bayangkan perasaannya harus menggantikan seseorang menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia cintai. Setelahnya mendapat perlakuan buruk berkali-kali, apakah menurut Anda ... itu benar?” kata Daniel sekali lagi seraya memberikan penekanan pada nada bicaranya.Meski Daniel tidak sering bertemu dengan Stella, karena Stella tidak pernah diperbolehkan oleh Dominic untuk datang menemuinya di kantor, tetapi Daniel pernah beberapa kali
Rupanya Dominic melihat Stella yang membalikkan badan, batal untuk masuk ke ruangannya. Dia pun dengan geram memanggil Stella, seraya mempercepat langkahnya, “Stelly! Tunggu! Kau harus bicara denganku!”Dominic mengejar Stella, secepat apa pun langkah Stella untuk menghindari Dominic, tetap saja langkah Dominic jauh lebih cepat darinya. Stella berlari ke arah tangga darurat dan berlari menuruni anak tangga, sesekali dia melompati dua ruas anak tangga, dan lupa jika saat ini dia tengah mengandung anaknya dan Dominic? Dia benar-benar merasa cukup satu kali dia merasakan betapa menyakitkan perlakuan Dominic padanya, beberapa waktu yang lalu. Dia sadar, pria yang pernah tinggal bersama satu atap dengannya bukanlah pria yang memiliki hati seperti orang lainnya!“Stelly! Berhenti!” Dominic kembali meneriakkan nama Stella. Dia semakin mempercepat langkahnya membuat Stella cukup kesulitan untuk menyeimbangi langkah kakinya. Tidak lama kemudian, Stella merasa ada sesuatu yang sangat menyak
Dominic mengangguk dan setengah berlari membawa tubuh Stella masuk ke dalam rumah sakit. Sesampainya di depan pintu dia berteriak sekuat tenaga tanpa mempedulikan tatapan orang lain yang berada di ruangan tersebut, “Tolong, bantu istriku! Dia mengeluarkan darah!” Rasa sakit semakin mengiris-iris tubuh Stella. Dia benar-benar tidak berdaya dengan apa yang saat ini dirasakan. Seakan sekujur tubuh Stella pelan, pelan, tersayat oleh ujung pisau. Satu tangan Stella mencengkram kuat lengan Dominic. Dominic bisa merasakan kuku-kuku Stella menusuk lengannya, tetapi dia tidak menghiraukan rasa sakit akibat kuku-kuku Stella yang mencengkramnya. Jujur, dalam hati kecilnya dia sangat mengkhawatirkan keadaan Stella. Meski dia sendiri tidak bisa mengerti perasaan yang sedang dirasakan oleh dirinya! “Stella, bertahanlah,” bisik Dominic. Seandainya saja perlakuan seperti ini diterima Stella jauh-jauh hari sebelumnya, sebelum Stella memutuskan untuk melepas Dominic, tentu dia masih bisa berusaha u
Stefani terisak di dalam dekapan Dominic, berkali-kali dia merutuki dirinya sendiri, mengatakan jika dirinya benar-benar bodoh dan terlalu murahan. Hanya untuk membuat Dominic merasa bersalah pada dirinya. Seandainya Dominic tahu, wanita yang berada di dalam dekapannya, adalah iblis dari segala iblis, tentu dia akan memilih untuk tidak pernah mengenal Stefani lagi selamanya.Saat sedang mendekap Stefani, tiba-tiba saja pikiran Dominic terbagi pada Stella. Tidak sedikit pun dia memikirkan mengenai Stella saat ini, semua terjadi begitu tiba-tiba. Stella yang menatap dengan tajam ke arahnya, lalu dengan kasar mengusir dari dalam ruangan, semua kembali berputar pada ingatannya.Apa mungkin ... dia sedang merasakan sebuah penyesalan? Lalu Dominic tidak menyadarinya?“Apa yang sedang kau pikirkan, Dominic?” tanya Stefani seraya mengusap wajah Dominic. Tidak biasanya Dominic terlihat murung saat bersamanya! Pikir Stefani saat itu.“Aku sedang memikirkan Stella,” jawab Dominic jujur. Membuat
“Keluar!” seru Stella sekali lagi seraya menunjuk ke arah pintu dengan jari telunjuk. Dia tidak memedulikan jika akan dimarahi oleh perawat atau pun dokter.Hatinya belum juga lega meski dia telah mengusir Dominic dari dalam ruangan. Dia takut setelah dia keluar dari rumah sakit, pria yang dianggapnya setengah waras itu akan kembali menghampirinya, dan berbuat nekat.‘Dominic, Dominic, di saat aku mencurahkan seluruh perasaanku padamu, kau justru mengingkari kehadiranku di sisimu. Saat aku ingin menjauh dan melepaskan, kenapa kau bersikeras ingin bertahan? Ini bukan perasaan cinta, tetap kau menganggapku hanya sebagai barang!’ ucap Stella dalam hati dengan penuh penyesalan, Seandainya dia menolak untuk menggantikan Shania, dia tidak perlu merasakan cinta pada Dominic yang berakar begitu dalam seperti saat ini!Tidak lama setelahnya Stella dipindahkan ke ruang perawatan. Bersamanya, di dalam ruangan ada satu orang pasien lain. Setidaknya, dia bersyukur jika Dominic masih bersikeras in
“Jika ada hal buruk yang saya dapatkan setelah pemeriksaan, dokter harus tahu, saya akan mempertahankan kandungan saya apa pun resikonya,” kata Stella sekali lagi dengan memberi penekanan pada dokter. Dia berkata seperti itu, seakan memiliki firasat, sedangkan pemeriksaan sendiri belum dilakukan.Dokter yang menangani Stella hanya bisa terdiam begitu mendengarkan kata-kata Stella. Wanita berusia 23 tahun terlihat begitu serius pada kalimat yang diucapkannya, membuat dokter menjadi bingung. Di satu sisi, pria yang berada di luar ruangan adalah suaminya, jika dokter harus berbohong, lalu di kemudian hari terjadi sesuatu, yang akan disalahkan nantinya bukanlah pihak pasien, melainkan pihak rumah sakit, dianggap melalaikan kewajibannya.“Saya tidak tahu harus berbicara apa, Nyonya Stella. Memangnya kenapa Anda tidak ingin memberitahukan pada suami Anda mengenai masalah ini? Apa yang Anda khawatirkan?” tanya dokter mencoba mengorek keterangan lebih dalam pada Stella.Stella mencengkram tan
Dominic mengangguk dan setengah berlari membawa tubuh Stella masuk ke dalam rumah sakit. Sesampainya di depan pintu dia berteriak sekuat tenaga tanpa mempedulikan tatapan orang lain yang berada di ruangan tersebut, “Tolong, bantu istriku! Dia mengeluarkan darah!” Rasa sakit semakin mengiris-iris tubuh Stella. Dia benar-benar tidak berdaya dengan apa yang saat ini dirasakan. Seakan sekujur tubuh Stella pelan, pelan, tersayat oleh ujung pisau. Satu tangan Stella mencengkram kuat lengan Dominic. Dominic bisa merasakan kuku-kuku Stella menusuk lengannya, tetapi dia tidak menghiraukan rasa sakit akibat kuku-kuku Stella yang mencengkramnya. Jujur, dalam hati kecilnya dia sangat mengkhawatirkan keadaan Stella. Meski dia sendiri tidak bisa mengerti perasaan yang sedang dirasakan oleh dirinya! “Stella, bertahanlah,” bisik Dominic. Seandainya saja perlakuan seperti ini diterima Stella jauh-jauh hari sebelumnya, sebelum Stella memutuskan untuk melepas Dominic, tentu dia masih bisa berusaha u
Rupanya Dominic melihat Stella yang membalikkan badan, batal untuk masuk ke ruangannya. Dia pun dengan geram memanggil Stella, seraya mempercepat langkahnya, “Stelly! Tunggu! Kau harus bicara denganku!”Dominic mengejar Stella, secepat apa pun langkah Stella untuk menghindari Dominic, tetap saja langkah Dominic jauh lebih cepat darinya. Stella berlari ke arah tangga darurat dan berlari menuruni anak tangga, sesekali dia melompati dua ruas anak tangga, dan lupa jika saat ini dia tengah mengandung anaknya dan Dominic? Dia benar-benar merasa cukup satu kali dia merasakan betapa menyakitkan perlakuan Dominic padanya, beberapa waktu yang lalu. Dia sadar, pria yang pernah tinggal bersama satu atap dengannya bukanlah pria yang memiliki hati seperti orang lainnya!“Stelly! Berhenti!” Dominic kembali meneriakkan nama Stella. Dia semakin mempercepat langkahnya membuat Stella cukup kesulitan untuk menyeimbangi langkah kakinya. Tidak lama kemudian, Stella merasa ada sesuatu yang sangat menyak
Daniel rasanya ingin tertawa terbahak-bahak mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh bosnya yang sangat keras kepala itu. Dia pikir akan mudah menghindari karma? Memang yang membuat karma itu siapa?“Terserah Tuan Muda saja, hanya saya merasa iba dengan apa yang sudah Tuan Muda lakukan pada Nyonya Muda selama ini. Dia sama sekali tidak bersalah bagi saya, bukan keinginan Nyonya ingin menikah dengan Anda, kenapa Anda selalu saja melihat semua hal dari sisi Nyonya Muda?” ucap Daniel.“Apakah Tuan Muda pernah berada di dalam posisi Nyonya? Coba Tuan Muda bayangkan perasaannya harus menggantikan seseorang menikah dengan pria yang sama sekali tidak dia cintai. Setelahnya mendapat perlakuan buruk berkali-kali, apakah menurut Anda ... itu benar?” kata Daniel sekali lagi seraya memberikan penekanan pada nada bicaranya.Meski Daniel tidak sering bertemu dengan Stella, karena Stella tidak pernah diperbolehkan oleh Dominic untuk datang menemuinya di kantor, tetapi Daniel pernah beberapa kali
Shania tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan William. Dia menganggap kalimat William padanya barusan adalah sesuatu yang sangat lucu. Siapa yang bisa membuktikan jika dia adalah penyebab kematian Garreth? Sungguh ... dia mencintai Garreth, hanya saja dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memberikan kehangatan pada mertua laki-lakinya. William sendiri tidak mengira jika Shania bisa membuat dirinya terjatuh dalam pelukan wanita itu. Selama ini dia selalu setia kepada isterinya yang telah meninggal dunia jauh sebelum Garreth menikah dengan Shania. Tetapi pertahanan yang dibangun selama ini hancur begitu saja ketika Shania hadir di dalam kehidupannya. Entah bagaimana dia harus melukiskan seorang Shania, tetapi benar ...Shania terlihat seperti seorang iblis wanita yang baru saja datang ke bumi, lalu memanipulasi pikiran-pikiran mereka untuk berbuat sesuai apa yang diinginkannya. Terlalu berlebihan memang, tetapi ... banyak yang sempat berpikiran seperti itu pada drinya.
“Coba kau katakan sekali lagi?” tanya Matt, meminta putranya mengulangi perkataannya barusan. Dia tidak menyangka jika Dominic akan meminta sebuah permintaan yang sangat aneh menurut Matt! Dominic tertunduk, dia paham betul dengan watak dari ayahnya. Ayah dan kakeknya memiliki watak yang sama kerasnya, jika dia membantah, dia tahu apa yang akan dilakukan oleh kedua pria berbeda generasi padanya! Dominic menjawab tanpa berani memandang wajah Matt, “Aku ingin bercerai dan menikah dengan Shania Travis.” Matt menggebrak meja, lalu bangkit berdiri. Dia tidak mengerti apa yang ada di dalam otak putranya itu. Dia ingin menceraikan seorang wanita yang memang telah dipilih Matt dan ayahnya untuk menikah dengan cucunya itu, lalu sekarang dia berkata akan menikah dengan seorang janda bernama Shania Travis! “Konyol! Kau ingin taruh di mana mukaku, Dominic!” maki Matt pada Dominic. Dominic menundukkan wajahnya semakin dalam. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, Shania telah hamil akibat ulahny
Dominic menepis bulpen yang disodorkan Stella padanya. Shania yang melihat adegan kedua suami istri sedang perang dingin di hadapannya, hanya tersenyum. “Cepat tanda tangan,” ucap Stella sekali lagi, seraya membungkukkan badan dan memungut bulpen yang terlempar ke arah lantai. Dylan ingin sekali menghajar wajah tampan tanpa cela milik Dominic, jika saja dia tidak mengingat resikonya, mungkin Dominic akan membalaskannya pada Stella jika sampai Dylan memukulinya. Dominic menggebrak meja dan bangkit berdiri. Dia tidak terima jika dia yang lebih dulu diceraikan oleh Stella. “Letakkan saja di atas meja, lalu kalian berdua, pasangan selingkuh, silakan pergi dari ruanganku!” seru Dominic. Darahnya terasa mendidih melihat Stella datang bersama Dylan, pria yang sangat dibencinya, tanpa sebuah alasan. Dylan melipat kedua tangan di depan dadanya, lalu dengan santai dia menjawab, “Pasangan selingkuh? Lalu apa yang kau dan wanita itu lakukan berdua di dalam ruangan? Apakah dia ada