Berulang kali Cynthia menyalakan dan menghidupkan layar handphonenya, menunggu pesan atau panggilan dari Ardi. Sudah sekitar 3 hari lamanya semenjak mereka bertengkar di atas pesawat waktu itu. Ardi belum juga menghubunginya semenjak saat itu. “Hebat juga lu, padahal seingat gua lu baru baca itu naskah 2 hari yang lalu kan?” Kamila yang baru saja kembali untuk membeli makanan, langsung bertanya kepada Cynthia yang sedang beristirahat di dalam mobilnya di sela-sela jeda pembacaan naskah pertama. “Im-pro-vi-sa-si!” Cynthia berusaha menjawab tanpa menunjukkan kegalauannya.“Tapi lu tetap harus waspada, penulisnya dikenal cukup galak dalam pemilihan pemeran. Kalau ada yang tidak sesuai dengan keinginan mereka, lu bisa diganti di tengah jalan,” ujar Kamila. “Ah, yang cewek kacamata dengan rambut di kuncir kebalakng itu ya?” Cynthia teringat dengan salah satu perempuan yang duduk di kursi penulis saat sesi pembacaan naskah. “Tapi kok ngak kelihatan galak sama sekali ya?” “Yup.” Kamila k
Cynthia langsung menjatuhkan handphonenya. Dia berlari menuju mobilnya.“Ke Polres xxxx sekarang!” dia langsung memerintahkan sopirnya begitu kakinya menginjak lantai mobil.“Kenapa? Ada apa?” Kamila tampak kebingungan.Namun Cynthia tidak menjawab sama sekali. Dia dengan segera langsung menghubungi Pak Dwi terlebih dahulu; sebab pikirannya langsung teringat dengan chip canggih yang pernah di ceritakan Ardi.“Halo pak, tolong lacak keberadaan Ardi sekarang juga!”“Tapi..”“Ini Darurat!” Cynthia berseru dengan suara yang cukup keras dan membuat Kamila semakin kebingungan.“Sebenarnya ada apa?” Kamila kembali bertanya begitu Cynthia mengakhiri panggilan singkatnya dengan Pak Dwi dan lanjut untuk menghubungi Joe.Tapi sekali lagi, Cynthia tetap tidak menjawab dan terus fokus dengan usahanya untuk mengatur cara untuk menemukan Ardi secepat mungkin.&ldqu
Alih-alih menjelaskannya secara langsung. Pak Dwi mengajaknya ke dalam sebuah tempat yang penuh dengan rak-rak server dan pipa-pipa di atas mereka; yang kalau dia harus menebak, kemungkinan adalah pipa untuk mengalirkan cairan untuk mendinginkan semua server di dalam ruangan tersebut. Mereka lalu berhenti di depan salah satu rak server yang penutupnya di buka.“Ini adalah server khusus yang di gunakan untuk menyimpan semua data yang dikirimkan oleh chip dalam pergelangan tangan Ardi.” Pak Dwi mulai berbicara sembari mengetikkan sesuatu di laptop yang terhubung dnegan server via kabel. “Dan semenjak sehari yang lalu, tidak ada downlink atau uplink dari chip tersebut.” Pak Dwi menunjukkan data terbaru dari chip Ardi yang memang paling atas hanyalah data kemarin pagi. “Lalu, saat peretasan waktu itu, kami tidak mengetahui kalau data penelitian dan design teknologi untuk chip generasi pertama juga ikut di retas.” Pak Dwi melanjutk
‘No one is perfect’Kata-kata tersebut sepertinya juga berlaku bagi Ardi. Dia berusaha untuk tidak tertawa saat mendengar suara Ardi. Walau kemampuan bermain musiknya sangat bagus, namun hal itu tidak berlaku bagi suaranya.“Don’t laugh,” dia bergumam dalam hatinya.Pada akhirnya dia berhasil menahan dirinya untuk tidak tertawa hingga lagu yang dinyanyikan oleh Ardi hingga selesai. Tapi kejutan yang ada tampaknya tidak sampai di situ saja, sebab sekarang ini Ardi sedang berjalan menuju ke arahnya sembari membawa setangkai bunga dan sebuah kotak kecil.Jantungnya berdegup semakin kencang ketika Ardi semakin mendekat. “Lu kenapa sih jantung?” dia bertanya kepada dirinya sendiri. “Lu ngapain sih?” dia kembali bertanya secara langsung ke Ardi yang tiba-tiba berlutut di depannya.Akan tetapi, Ardi tampak tetap tersenyum lalu membuka kotak yang di bawanya. Tebak apa yang ada dalam kotak tersebut. Sebu
“What? Kau sudah gila ya? Kau itu seorang artis besar, bahaya kalau keluar sendirian.” sesuai dengan dugaannya, Kamila pasti akan marah-marah saat mendengar kalau dia akan mencari Ardi ke suatu tempat yang jarang di ketahui orang lain.Tapi bagaimanapun juga, Kamila tidak akan bisa melarangnya sekarang; setidaknya tidak saat 10 menit menjelang dia harus boarding.“Ya sudah, nanti aku kabarin lagi ya kak, bye.” Dia mengakhiri percakapan tersebut dengan cepat saat dia mendapatkan telepon dari Pak Dwi. “Halo, bagaimana dengan lokasi yang saya kirimkan?”“Cukup sulit untuk di katakan. Jika dilihat menggunakan satelit, tempat itu seperti mempunyai semacam blind spot dimana kamera satelit tidak akan berfungsi di sana.” Pak Dwi menjelaskan. “Dan untuk apa yang kau sampaikan soal Ardi. Dia memang betul pernah ke daerah itu sekitar sehari yang lalu. Kami tidak bisa melacaknya lebih jauh karena kurangnya kamera cctv ya
“Selamat Pagi,” seorang perempuan memakai keja putih di balut dengan jas hitam menyambutnya begitu mobil yang dia kendarai sampai di tempat yang tampaknya merupakan pintu masuk utama ke dalam hunian yang tampak mewah tersebut.Dia menatap perempuan di depannya ini dengan penuh curiga semenjak turun dari mobil. Siapa yang tidak akan curiga bukan jika tahu-tahu langsung di sambut begitu saja dengan senyuman, seolah kedatangannya memang sudah di tunggu-tunggu.“Maaf, tapi pemilik rumah ini siapa ya?” dia bertanya saat mereka berjalan melewati sebuah ruangan yang tampaknya adalah ruangan tengah; karena terdapat sofa besar dan sebuah perapian.Tapi perempuan itu tampak tidak menjawab sama sekali dan terus mengantarnya melewati berbagai ruangan yang di penuhi dengan barang-barang pajangan berupa patung maupun lukisan besar yang tampaknya cukup mahal.Mereka lalu berhenti di depan sebuah pintu besar yang berwar
“Mana anak itu!!” dari dalam ruangan yang biasa digunakannya untuk berkonsentrasi dengan naskahnya, dia bisa mendengar suara Kamila yang terdengar sedang marah-marah. Padahal, ruangan ini termasuk ruangan yang mempunyai fitur kedap suara. Tidak ingin di marahi terlalu lama, dia menaruh naskahnya dan tiduran di sofa; berpura-pura seperti orang yang sedang galau. “Dasar anak ini...” begitu pintu terbuka, Kamila langsung termakan jebakannya; raut wajahnya langsung berubah dari yang cemberut menjadi orang yang berempati. “Hei, kau ngak apa-apa?” rasanya dia ingin tertawa saat melihat raut wajah khawatir yang di tunjukkan oleh Kamila saat ini. Tapi di satu sisi, dia juga terharu saat melihat Kamila yang kalau di depan orang luar selalu bersifat tegas, namun saat menyangkut dirinya, pasti akan menjadi seorang kakak sekaligus ibu yang begitu perhatian. Dengan perlahan—seperti orang yang betul-betul sedang lesu—dia bangun dan duduk di sofa. “Kak,” dia mengubah suaranya seperti orang yang
“Ada urusan apa lo ke sini malam-malam begini. Dan bagaimana caranya?” spontan saja, dia langsung bertanya kepada Kurniawan yang sedang berdiri sambil bersandar di dinding dengan kedua tangan di dalam saku celananya.“Mulai hari ini, aku adalah penghuni baru di apartemen ini. Unitku ada di lantai 76,” Kurniawan berbicara dengan senyuman aneh di wajahnya.Melihat gerak-gerik dari mata Kurniawan saat ini membuatnya sangat tidak nyaman. Dia merasa seperti sedang berhadapan dengan penguntit yang punya pikiran mesum.“Selamat kalau begitu,” dia menjawab dengan nada dan ekspresi jutek sembari berjalan menuju unit miliknya. Yang diinginkannya saat ini adalah cepat-cepat menghindar dari Kurniawan. “Kalau tidak ada lagi hal yang..”Dia kemudian di kejutkan ketika Kurniawan tiba-tiba mendorong pintu yang dia buka sedikit hingga kembali tertutup dan terkunci. “Apa yang kau laku..” dia hendak memprotes, namun tidak bisa berkata apa-apa begitu melihat Kurniawan yang sekarang ini berdiri begitu dek
Setelah mendengar perkataan salah satu staf agensinya tadi, Cynthia langsung berlari menuju tempat parkir; yang mana sudah banyak orang yang berkumpul di sana.“MINGGIR!!” Cynthia berteriak, menghardik semua orang di situ untuk membukakan jalan baginya. Air matanya langsung mengucur keluar dari matanya saat melihat kondisi Kamila yang kepalanya bersimbah darah.Ardi yang baru saja sampai, memegang kedua lengan Cynthia yang saat ini seperti sedang linglung dan mulai hilang keseimbangan. “Bagaimana keadaannya pak?” sambil menjaga Cynthia agar tidak jatuh, dia bertanya kepada petugas medis yang tampak sedang memberikan pertolongan pertama.“Beliau baik-baik saja. Untung saja kami sampai cukup cepat. Walau pendarahannya cukup banyak, nyawanya masih bisa tertolong,” jelas petugas medis tersebut.Ardi dan Cynthia terus berdiri di situ sampai Kamila di naikkan ke atas ambulans. Awalnya Cynthia ingin ikut naik ke dalam ambulans. Akan tetapi, Ardi mencegatnya—karena khawatir dengan kondisi Cyn
“Bagaimana?” Joe yang dari tadi diam semenjak Ardi keluar dari ruangan Niel, langsung bertanya begitu mereka kembali masuk ke dalam mobil.“Entahlah, orang itu hanya terdiam meski gua mengajukan sesuatu yang cukup sulit di tolak perusahaan seperti mereka,” jawab Ardi.Dia sendiri juga bingung dengan reaksi yang di tunjukkan oleh Niel tadi. Walau untuk sesaat dia bisa melihat keraguan dari mata orang itu, namun ekspresi wajahnya menunjukkan sebaliknya.“Tapi kenapa lu ngak langsung menghancurkan Kurniawan dan mereka saja sekalian? Kan lebih mudah, dan pastinya akan lebih efektif dari pada melalui jalan negosiasi seperti ini?” Joe kembali bertanya.“Untuk sementara ini, ada baiknya kalau kita mengurangi hal-hal yang bersinggungan dengan The Collector’s... Setidaknya sampai semuanya jelas tentang siapa yang kita hadapi, dan seberapa besar pengaruhnya di dalam negeri ini.Dan kali ini, kita harus bermain bijak dan bertahan dari pada terus bersifat agresif... Lagipula, kita punya apa yang
ARK IVCH 99Merasa kalau Joe cukup bisa di percaya untuk masalah seperti ini—karena pekerjaan Joe yang selalu berurusan dengan hidup dan mati—dia mengajak Joe ke ruangannya dan menceritakan semua mimpi buruk yang menghantuinya semenjak kematian ibunya.“Lu sudah ke psikiater yang kartu namanya gua kasih waktu itu?” Joe bertanya.“Nope. Sudah banyak psikiater yang gua hadapi. Tapi semuanya percuma saja,” jawab Ardi.“Lu coba saja dulu ke tempat yang gua kasih. Terlebih lagi dia memang kerap berurusan dengan kasus kaya lu, apalagi kliennya kebanyakan adalah orang-orang kaya gue,” jelas Joe.“Akan gua pertimbangkan... Lu ada urusan apa ke sini?” Ardi bertanya.Sebab kedatangan Joe ke kantornya mungkin bisa dihitung dengan jari semenjak orang ini kembali ke Indonesia. Kalau bukan berurusan dengan keamanan atau Ayu, penyelidikan The Collector’s lah yang menjadi penyebabnya.“Ah...” ucap Joe. Dia lalu mengeluarkan benda hitam kecil yang tampaknya sebuah flashdisk dari dalam saku jas yang d
ARK IVLicik... Tapi BijakPart II“Sudah dari awal kan gua bilang, jangan terlalu bombastis dalam mempromosikan proyek ini. Apalagi soal teknologi yang belum betul-betul bisa digunakan dalam waktu dekat…”Begitu Ayu mulai mengomel. Ardi menghela nafas panjang. Dia pergi ke kursi di belakang meja kerjanya dan duduk di sana sembari mendengarkan omelan yang terlontar dari mulut kawan sekaligus asistennya tersebut.“Wah, lu lama-lama persis seperti dosen kita yang super duper cerewet waktu itu deh,” ucap Ardi setelah Ayu berhenti berbicara; dan tampak lebih santai.“Ngak usah mengalihkan perhatian. Bagaimana cara lu untuk memperbaiki keadaan sekarang?”“Santai sedikit lah,” ujar Ardi dibarengi dengan senyuman tipis. “Jadwalkan rapat dengan bagian Marketing, Humas, dan Keuangan… Ah, jangan lupa hubungi bank yang kita jajaki kerja sama untuk menstabilkan harga saham kita. Sebagai langkah darurat, beli sebanyak mungkin saham yang ada di pasaran saat ini,”“Goreng saham? Itu plan darurat lu?
ARK IVLicik, Tapi Bijak...PART I Begitu kembali ke Indonesia, Ardi langsung di hadapkan kembali dengan pekerjaan yang menumpuk. “Lain kali, kalau lu liburan sama besti gua, lu harus ajak-ajak gua lah,” ujar Ayu sembari menaruh beberapa map di atas meja kerja Ardi dengan cukup keras; cukup untuk membuat Ardi yang sedang memejamkan mata untuk beristirahat sejenak terkejut.“Maklumlah, namanya gua siap-siap untuk menikah. Dan kebetulan, di sana ada designer yang cukup bagus dan terkenal. Dan kalau lu ikut, betis gua bisa meledak karena nungguin kalian berlama-lama,” ucap Ardi. Kenangan buruk di mana dia sampai harus duduk hingga bosan karena menunggu duo tukang belanja—Cynthia dan Ayu—di spanyol masih tidak bisa lepas dari benaknya hingga sekarang. Walau begitu, di satu sisi dia cukup lega karena Ayu tampaknya tidak tahu soal apa yang sebenarnya terjadi di Singapura. Dia sebenarnya cukup was-was kalau Joe akan menceritakan semuanya kepada Ayu. Apalagi di tengah-tengah hubungan kedua
ARK IV : PERTARUNGAN TERAKHIRFORGIVENESSFINAL“Kau tidak akan pernah bisa menangkap bayangan, hanya bisa di lenyapkan,” Ardi mengutip perkataan Xin Luan di pesta tadi yang cukup menganggunya sedari tadi. “Dan bagaiaman cara untuk membuat bayangan itu menghilang?”“Dengan mematikan cahayanya,” jawab Alona tanpa berpikir terlalu lama. “Tapi kenapa? Kenapa dia meninggalkan petunjuk seperti itu?” Alona bertanya.Ardi masih tetap bungkam meski semua orang sedang menatapnya saat itu. Belajar dari kesalahan yang sudah-sudah, dia tidak ingin jika nantinya apa yang dia ucapkan ternyata adalah sebuah kekeliruan.“Wait,” Joe memecah keheningan. “Itu tidak seperti apa yang gua pikirkan?” Dia melempar tatapan penuh curiga ke arah Ardi.“Apa?” Alona bertanya.Ardi tampak menghela nafas. Dia sebenarnya sedikit kesal dengan Joe yang terlalu peka dan to the point dalam saat seperti ini.“Ada kemungkinan kalau Xin Luan adalah…”Sebelum dia selesai mengatakan kesimpulan awal yang ada di dalam kepalany
ARK IV : PERTARUNGAN TERAKHIRFORGIVENESSPART IIIDi saat yang sama, Ardi dan Cynthia langsung berjalan mendekati orang yang teridentifikasi sebagai Xin Luan. Dadanya mengembang dan mengempis ketika dia menarik nafas panjang untuk sejenak saat dia berusaha menenangkan dirinya; menahan emosi untuk tidak melakukan tindakan sembrono di kesempatan yang sangat langka ini.“Hi,” dia menyapa dengan singkat sebagak pendekatan pertama. Tapi sedikit berikutnya, dia bisa mendengar kalau Xin Luan mendengus.“Tidak usah banyak basa basi, Pak Ardi. Anda pasti mendekati saya karena tahu identitas saya kan?” perkataan Xin Luan tersebut membuat Ardi mengatupkan rahangnya cukup kuat hingga otot-otot rahangnya sempat menonjol; tangannya bahkan saat ini di kepal kuat-kuat hingga urat-urat nadinya terlihat.“Biar saya kasitahu anda satu hal,” Xin Luan kembali berbicara. Tapi kali ini, dia sedikit mendekat ke Ardi dan menyerahkan sebuah flashdisk secara diam-diam tanpa terlihat oleh orang lain. “Kau tidak
ARK IV : PERTARUNGAN TERAKHIR FORGIVENESS PART II “Bagaimana dengan perilisan film barumu? Semua berjalan dengan lancar?” Ardi bertanya saat dia dan Cynthia sedang dalam perjalanan menuju tempat acara. “Ya begitu lah. Tahap post productionnya sudah selesai, tanggal perilisan filmnya sudah di set, kemarin juga sudah mulai pembicaraan soal strategi untuk marketingnya. Mereka kayanya ingin mendompleng perusahaan kamu lagi, tapi agak malu-malu untuk mengungkapkannya secara langsung.” “Jadi... mau aku bantu secara diam-diam... atau tidak usah?” sambil mengucapkannya, Ardi sudah standby dengan memegang handphonenya. “Terserah kamu. Kan kamu yang paling tahu soal perhitungan bisnisnya. Kalau menguntungkan ya silahkan, kalau tidak ya terserah kamu,” Ardi mendengus mendengar perkataan Cynthia—yang baginya terdengar seperti menyuruhnya secara halus untuk berinvestasi lagi. Tanpa banyak berpikir, dia mengirimkan pesan singkat ke Diana untuk langsung menghubungi pihak production house film
ARK IV : PERTARUNGAN TERAKHIRFORGIVENESSPART I“Bukannya seharusnya kamu mengajak Diana atau Ayu juga ya?” Cynthia bertanya. “Memangnya kamu hafal semua tamu penting yang akan hadir di sana?”Ardi menghela nafas. Dia kemudian mengambil dompetnya dan mengeluarkan selembar uang 100 dollar dari dalamnya. “Aku sangat kecewa sama kamu sayang,” ucapnya sambil menatap Cynthia.“Liat kan?” Alona tersenyum lebar. “Sudah aku bilang kalau Kak Cynthia sendiri akan meragukan kemampuan IQ kakak,” ledek Alona.“Ada sesuatu yang aku lewatkan ya?”“Tidak ada kok kak. Hanya permainan sederhana soal bagaimana yakinnya kakak dengan kecerdasan orang yang ada di samping kakak itu,”“Awas kau ya begitu kita kembali ke Indonesia lagi,” ucap Ardi lagi. Dia lalu menjetikkan jarinya; membuat lampu di ruangan mereka sekarang duduk menjadi redup. Dan tidak lama setelahnya, sebuah layar hologram yang ibarat tablet tanpa bentuk fisik, melayang di depan mereka bertiga. “Bisa kita kembali membahas rencana kita?”“O