Di salah satu sisi gurun pasir, lebih sari selusin pemuda berkumpul. Ada yang berdiri menantang langit, ada juga yang duduk. Di bawah mereka, yang digunakan untuk duduk dan pijakan merupakan puluhan kadal yang sebelumnya mengejar Akara. Mereka berpakaian putih tipis, dengan sebuah lencana di dadanya. Lencana berbentuk matahari berwarna keemasan.
Dua orang terbang dari arah badai petir dan mendarat dan berlutut kepada pemimpin mereka."Tuan muda Sukro!" serunya pada pemuda dengan baju tanpa lengan, memperlihatkan otot lengannya yang terbentuk. Sorot matanya begitu tajam namun tengil, dengan pupil mata hitam dengan garis-garis keemasan."Terkonfirmasi benar, Esensi itu membentuk wujud Wyvern!" lanjutnya membuat laporan.Pemuda bernama Sukro itu langsung tersenyum menyeringai, menunduk sambil mengangkat satu tangannya yang menguat, memperjelas otot-ototnya."Dapat!" teriaknya dengan wajah penuh semangat yang berkobar begitu besar, hinggaPemuda berjaket hitam itu melayang dengan latar langit biru yang cerah. Kedua tangannya berlumuran darah, yang di tangan kanannya membeku menjadi kristal es berbentuk cakar Naga. Benda kecil berbentuk ∞ melayang di genggaman cakar naganya. Energi yang bergerak memutar berbentuk infinite itu berwarna putih, namun energi dan listrik yang menyelimutinya berwarna ungu. "Agk!" Ia tiba-tiba merasa kesakitan dan tangan kirinya langsung memegangi dadanya. Walau masih merasakan sakit, ia malah terkekeh geli, mengingat secara gila-gilaan menggunakan Aura Naganya. Crangg!! Secara tiba-tiba ada pancaran cahaya laser berwarna keemasan mengenai cakar Naga miliknya hingga hancur. Dengan darah yang melumuri tangannya yang gemetaran, ia menoleh ke arah datangnya laser tadi. Di bawah sana sudah ada sekumpulan pemuda berpakaian putih, dengan pemimpinnya yang melambai-lambai tangan sok asik. Kebahagiaan di wajah Akara pudar, ia langsung mengeratkan giginya dengan
"Awas kau!" Akara memukul kubah pelindung dengan begitu keras, hingga berhasil menggetarkannya. Akan tetapi, fokusnya lalu tertuju pada Drake bernama Komo."Komo, apa yang terjadi!?" Akara lalu mengeluarkan botol obat, bahkan sampai melepaskan Esensi Petir Surgawi. Setelah diberikan pil, Komo lalu menjelaskan apa yang terjadi padanya. Ia hanya menjelaskan tentang dirinya yang terlempar ke dunia asing, lalu diselamatkan oleh Sin. Ia terbayang-bayang ancaman dari pria bernama Segoro. "Akhirnya dapat juga?" Komo menoleh ke arah Esensi Petir Surgawi yang melayang di samping Akara. Pemuda itu lalu bergegas mengambilnya dan masuk ke dalam Oasis. Lina sudah tidak ada di sana, namun dia tidak terlalu memperdulikannya. Ia langsung melompat ke tengah -tengah danau, membekukan air sebagai pijakannya dan duduk bersila di sana. Komo hanya menonton dari pinggir danau saat ketiga Esensi muncul di dada tuannya. Dengan Aura Alkemis yang menyala, aliran energi dari ketiga Esensi Surgawi berkumpul, ber
Akara tidak bisa menemukan lokasi resletingnya, hingga membuat Lina melepaskan ciumannya dan tersenyum tipis. Pemuda itu hanya bisa nyengir merasa malu, lalu Lina menghembus energi di dada Akara, membuatnya langsung terhempas ke arah ranjang. Ia terlentang dan berusaha berdiri, namun berhenti saat melihat Lina. Gadis itu sudah di ujung ranjang, walau saling kontak mata, namun tangannya bergerak untuk melepaskan pakaiannya sendiri. Pakaiannya jatuh saat ia melangkahkan kakinya ke atas ranjangnya, lalu merangkak maju hingga sepenuhnya terlepas. Kini tinggal pakaian dalamnya saja yang masih menempel.Gadis itu mendominasi Akara, berada di atasnya dengan terus mencumbuinya dan tangannya bergerak untuk melepaskan bajunya. Begitu otot perutnya terlihat, ia langsung menyentuhnya, lalu dengan halus merabanya turun. Ia menyusupkan jari-jari lentiknya masuk ke dalam celana dan menggenggam benda yang sudah mengeras di sana. Ciumannya dilepaskan, lalu sambil tetap menggengam isi celana, tangan s
Dengan cahaya kemerahan yang menerpa akibat matahari yang sudah di ujung cakrawala, beberapa pemuda sudah babak belur penuh luka. Sukro, pemuda yang memimpin mereka juga tidak ada bedanya, pakaiannya sudah berlubang-lubang bekas pukulan. Di depan mereka, ada seorang pemuda bercelana panjang hitam, mengenakan kemeja yang juga hitam dengan tidak adanya beberapa kancing atasnya hingga dada bidangnya terlihat.Pakaiannya juga mengalami sobek-sobek di banyak tempat, namun ia terlihat masih begitu bugar. Pemuda dengan raut wajah acuh tak acuh itu lalu mengulurkan tangannya ke depan, srekk... Muncullah pecahan benda yang terbuat dari emas dengan jumlah 9 keping. Para pemuda di depannya langsung terkejut, melihat benda yang diselimuti oleh energi itu."Kepingan Catatan Kuno sebanyak itu!?" seru mereka, lalu kepingan itu bergerak secara acak dan begitu cepat, hingga akhirnya ada benturan dari dua keping. Jlengg... Benturan dengan percikan api, disusul hentakan energi saat pecahan seperti puzz
Cahaya kekuningan yang halus menembus kabut tipis yang memenuhi oasis, tertahan oleh kubah pelindung. Akara masih terbaring di ranjang, tertutup selimut putih yang menghangatkan tubuhnya. Saat ia membuka matanya, sudah tidak ada lagi gadis cantik di sisinya, gadis yang semalam ia renggut kegadisannya dengan permainan yang begitu panas. Alisnya sedikit melengkung ke bawah saat itu, lalu menyibakkan selimut dan menemukan bercak darah di atas sprei putihnya. Ia terdiam beberapa saat, terlihat begitu sedih hingga membuat morning woodnya melemah. Cbrushh... Mendengar suara riak air, membuatnya bergegas berdiri dan mendekati danau di tengah Oasis. Ia kibaskan tangan, membuat hembusan angin yang menyapu kabut di depannya. Danau di depannya terlihat jelas, dengan air yang beriak ombak dari suatu titik. Di pusat gelombang, nampaklah seorang gadis yang berenang di sana, mengibaskan rambut putihnya hingga air menciprat. Begitu indah. Rambut putih panjang yang serasi dengan kulit seputih susuny
Di bawah pohon yang ada di Oasis, Lina duduk bersandar dengan Akara yang tiduran di pahanya. "Siapa pemuda tadi?" Lina bertanya tentang Sin dengan begitu geram. Sebab, pemuda itu dengan mudahnya lolos dari serangannya, bahkan berteleportasi kabur begitu saja.Melihat raut wajah kesal kekasihnya, Akara tertawa canggung sebelum menjawab."Dia Sin, beberapa kali menolongku, namun yaa... Dia meminta bayaran yang seperti tadi, selalu menyerap energiku dan bisa dia gunakan." Di saat santai itulah, Akara menceritakan perjalanannya. Dari mulai malapetaka, bertemu Komo dan gadis bernama Sania saat menuju kota hutan Araves. Konflik dengan pohon sihir yang membuatnya dikejar oleh Marbun Bidara. Lina mendengarkan dengan seksama sambil mengusap rambut Akara dengan lembut, hingga akhirnya Akara bercerita tentang kenaikan ranah Sinom. Dengan gamblang ia menceritakan kejadian setelah kenaikan ranah bersama Sania. Tangan Lina yang tadinya mengusap-usap rambutnya sontak berhenti, dengan tatapan mata y
Mereka menemukan sebuah altar yang berada tepat di bawah danau. Memiliki langit-langit berupa energi pelindung yang transparan, membuat sinar matahari tembus samar-samar menyinarinya. Tanpa basa-basi keduanya naik ke atas altar, tanpa berbuat apa-apa dan otomatis altar menyala. Sajak bergerak begitu cepat, hingga akhirnya berhenti secara tiba-tiba dan mengejutkan. Tidak terjadi apa-apa hingga membuat keduanya saling pandang."Rusak mungkin?" ucap Akara sebelum. Swush brushhh... Energi pelindung di atas mereka lenyap, membuat air kolam langsung menghantam mereka. Walaupun tenggelam, tidak ada kepanikan yang terjadi dan mulai berenang ke permukaan. Akan tetapi, keduanya tidak bisa bergerak, seakan ada tentakel yang melilit tubuh mereka. Bukan kelelahan atau kehabisan energi, mata mereka tiba-tiba terpejam dan tidak sadarkan diri. Pandangan mereka berubah, seakan jiwa mereka berada di suatu tempat. Lina muncul di tempat yang amat gelap dengan cahaya yang begitu tipis dari atas seakan be
Tidak hanya seluruh lantai dan kubah pelindung saja yang membeku, namun lautan di sekelilingnya juga ikut membeku. "Nona mohon tenang! Semuanya sudah terjadi dan dia sudah saya beri pelajaran!" seru Segoro dengan panik, membuat Lina memejamkan matanya untuk menstabilkan emosi. Cukup lama ia diam hingga akhirnya membuka mata, dengan mata ular yang menyala berwarna biru terang. (Apa sekarang aku ubah jadi Mata Naga ya? Aku tulis Mata ular agar tidak berlebihan. Naga, keberadaan yang begitu luar biasa, jadi gak seenaknya aku gunakan.)"Segoro," panggilnya membuat Segoro mendongakkan kepalanya dan seketika mematung gemetaran."Nona?" Ia begitu ketakutan melihat gadis itu yang mendekatkan wajahnya."Jadi kau selama ini di dalam Oasis dan melihatnya?" Segoro yang berlutut bahkan sampai terjengkang ke belakang, ia melambai-lambai tangan seperti anak kecil yang akan dipukul menggunakan sapu oleh emaknya."Tidak tidak Nona! Saya tidak akan bisa menembus kubah pelindung yang tuanku buat!" ser
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak