“Tidak!” Athalia berjengit, mengalihkan pandangannya untuk menghindar dari ciuman—lelaki itu.
Ayaz kembali menjatuhkan tubuh Athalia di ranjang, lalu Ayaz berdiri dan melepaskan kemejanya.
Athalia hendak bangkit dan mencoba melarikan diri lagi. Sialnya Ayaz malah langsung menindihnya hingga Athalia tak bisa kabur.
“Jangan menangis, Athalia! Aku akan lebih suka melihatmu mendesah dan menyebut namaku saat kita mencapai puncak bersama-sama.” Ayaz melempar kemejanya sembarangan. Kemudian bibirnya kembali menyeringai pada Athalia yang menggelengkan kepalanya.
Tangannya yang kekar itu menyentuh baju yang Athalia kenakan, Ayaz hendak melepaskannya. Namun di saat yang sama, suara dobrakan pintu membuatnya terkejut dan menoleh.
“Mahesa!” seru Athalia dengan mata yang berkaca-kaca. Bibirnya langsung tersenyum begitu Mahesa datang.
Sementara Ayaz terkejut dan turun dari atas tubuh Athalia. Ayaz tidak meng
Sampai kemudian mereka tiba di dalam kamar, Mahesa membaringkan tubuh Athalia di kasur. Tanpa basa-basi lagi, bibirnya langsung membungkam bibir Athalia, memagutnya dengan penuh napsu.Athalia sendiri hanya bisa menikmati permainan Mahesa. Tangan lelaki itu tidak tinggal diam. Mahesa mengusap bagian-bagian kesukaannya di tubuh Athalia."Aku akan menghapuskan jejak sentuhan Ayaz di tubuhmu. Sebelum kontrak kita habis, tidak boleh ada satu orang pun yang menyentuh tubuhmu. Aku harus menghapuskan sentuhan Ayaz, hingga malam ini kau hanya akan merasakan sentuhanku saja di tubuhmu," bisik Mahesa di depan wajah Athalia.Athalia pasrah, ia menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Mahesa. Athalia membiarkan Mahesa menelusuri leher jenjangnya dengan menggunakan bibir. Lantas lelaki itu kembali berbisik."Apa Ayaz juga menyentuh bagian ini?" tanya Mahesa lagi, meraba leher Athalia lalu mengusapnya dengan gerakan lembut.Athalia mengangguk pela
"Haha ... Kau apa? Ingin memberiku pelajaran? Heh?" ulangnya sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Ayaz mengangkat dagu, menatap Mahesa dengan wajah menantangnya."Jangan pikir hanya karena kau adalah pemegang sabuk hitam, jadi aku akan takut denganmu? Asal kau tahu, Mahesa. Aku sama sekali tidak takut dengan semua ancamanmu. Karena bagiku, kau tidak lebih dari seorang pengecut," cetus Ayaz yang sukses membuat kedua tangan Mahesa mengepal semakin erat."Kurang ajar kau! Aku akan menutup mulutmu hingga kau tidak akan pernah bisa bicara lagi!" habis sudah kesabarannya, Mahesa segera menarik tubuh Ayaz dan mendorongnya hingga punggungnya menubruk tembok."Aarghh ... " meringis, Ayaz merasakan sakit di bagian punggungnya.Belum sampai di sana, Mahesa sudah memukul rahangnya, meninju pipinya, lalu meninju bagian perut Ayaz dan membuat Ayaz terbatuk seketika."Kau lah yang pengecut, Ayaz! Kau yang pengecut. Selama in
Leuwis memang sudah mulai memosisikan Ayaz sebagai CEO di perusahaannya, sementara dia sendiri menjadi direktur utama. Lebih lagi, Leuwis telah memperkenalkan Ayaz di hadapan kolega kerja serta kliennya.Di mana Leuwis akan menaruh wajahnya andai mereka melihat kasus Ayaz di televisi? Tidak! Ayaz tidak boleh dipenjara.“Mahesa! Jangan masukan Ayaz ke penjara! Aku juga akan pastikan kalau Ayaz tidak akan melaporkanmu ke polisi. Asal kau tetap menjaga nama baik Ayaz dan perusahaanku.”Mendengar itu, Ayaz langsung menoleh dengan raut tidak setujunya ke arah Leuwis.“Pa!” Ayaz hendak menyela, ingin protes.“Diam! Jangan berbuat hal yang bodoh! Keputusanku adalah yang paling benar. Kau tidak boleh melaporkan Mahesa atas penganiayaan ini. Dan Mahesa juga tidak akan melaporkanmu.”“Tapi Mahesa sudah membuatku mengalami luka serius seperti ini. Aku ingin membalasnya dengan menjebloskannya ke dala
Mendengar itu, Mahesa pun membungkam bibirnya. Dia hanya menarik nafas kasar tanpa berani bicara apapun lagi. Tahu Mahesa sudah menyerah, Atalia pun melengkungkan sedikit senyum di bibirnya. Dia senang karena akhirnya lelaki itu mengalah padanya.Selain karena enggan berdebat dengan Athalia, Mahesa juga merasakan sakit di punggungnya semakin luar biasa. Tetapi sebagai lelaki, dia tetap menahannya hingga tampak biasa saja.“Darimana kau mendapatkan luka separah ini di punggungmu? Apakah kau habis kecelakaan?” Atalia tidak tahan lagi untuk bertanya. Sekarang ia sudah duduk di samping Mahesa yang memunggunginya.Mahesa tetap diam, enggan menjawab pertanyaan Athalia. Dia tidak ingin Athalia tahu kalau sebenarnya luka itu didapatnya karena Mahesa baru saja memberikan pelajaran kepada Ayaz.“Ya. Aku habis mengalami kecelakaan kecil. Jadi kupikir tidak perlu berangkat ke dokter. Aku masih bisa bekerja dengan baik.” jawab Mahesa deng
"Mahesa ... Tolong hentikan! Hentikan!" Athalia gelisah kegelian, menggeleng-gelengkan kepalanya. Mahesa sudah bermain di bawah sana dan membuatnya semakin tidak bisa menahan diri.Mahesa menarik sebelah ujung bibirnya, tersenyum miring. Dia selalu suka saat melihat Athalia tidak tahan dengan sentuhannya."Katakan kau menginginkanku! Katakan kau milikku! Baru aku akan menghentikannya," pinta Mahesa pada Athalia.Dengan cepat Athalia menjawab."Aku menginginkanmu, aku milikmu, Mahesa!" jerit Athalia, membuat Mahesa semakin puas menatap wajahnya yang cantik itu.Kemarin Mahesa masih kesal pada Athalia. Hingga dia pun memutuskan untuk pisah kamar. Namun, setiap kali tidur tanpa sosok Athalia di sampingnya, Mahesa tidak pernah bisa memejamkan mata, hatinya selalu resah.Lebih lagi hasratnya sebagai seorang lelaki, terus memuncak dan menanti untuk dipuaskan. Siapa sangka ternyata Athalia justru datang ke kamarn
Athalia sendiri tertegun di tempatnya, matanya menatap terkejut pada Baron yang balas menatapnya dengan wajah berang."Sudah. Waktu besuknya sudah habis. Sebaiknya Anda pulang saja, Nona!" ucap salah satu dari kedua polisi itu pada Athalia, sebelum kemudian mereka menuntun Baron untuk kembali ke balik jeruji besi yang akan menahannya.Athalia berjalan keluar dari kantor polisi itu, wajahnya terlihat kuyu, ada segelintir rasa kasihan di hatinya. Tapi rasa kasihan itu akan percuma jika diperuntukkan pada orang yang tidak tahu diri seperti Baron."Athalia! Sayang!""Kak Athalia! Kakak baik-baik saja, 'kan?"Athalia menoleh saat mendengar ada yang memanggil namanya. Ternyata Narsih dan Yasna juga datang ke kantor polisi. Mungkin mereka mendapat kabar dari Mahesa kalau Baron masuk penjara.Narsih dan Yasna baru saja sampai, mereka segera lari dan memeluk Athalia. Athalia yang merasa rapuh pun membalas pelukan mereka,
Sedang Athalia mengerutkan dahi mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut lelaki itu."Aku adalah orang yang terang-terangan. Aku tidak mau menerima ucapan terima kasih saja darimu. Kau harus memberiku imbalan yang pantas kudapatkan. Baru aku akan menerima ucapan terima kasihmu itu." kening Athalia semakin berkerut bingung, ia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang Mahesa katakan."Imbalan apa yang kau maksud? Apa yang kau inginkan dariku? Kau tahu sendiri kalau aku bukan lah orang kaya sepertimu. Aku tidak bisa memberimu imbalan uang, perhiasan, atau pun jam tangan mewah," cerocos Athalia mengutarakan keberatannya terhadap ucapan Mahesa.Demi mendengar apa yang Athalia katakan, Mahesa mengepalkan sebelah tangannya di depan mulut, menahan kekehannya."Memangnya siapa yang bilang kalau aku meminta jam tangan mewah, perhiasan, dan uang darimu? Tidak ada, 'kan? Lagipula aku ini adalah seorang pemimpin perusahaan. Kekayaanku s
"Tentu saja. Jika aku datang ke sini, orang yang ingin kutemui pasti Mahesa. Jadi kurasa kau tidak perlu bertanya lagi." Athalia bingung, wajah Kiran terlihat ketus padanya, wanita itu melewatinya begitu saja dan masuk ke dalam ruang kerja Mahesa.Melihat kehadiran Kiran yang tidak pernah diundangnya, Mahesa berdecak kesal dan menyentak bolpoint ke atas meja sebagai tanda kekesalannya."Apa kabar, Baby? Aku sangat merindukanmu, Mahesa. Apa kau juga merindukanku?" dengan lancang, Kiran menghampiri Mahesa dan memeluknya dari samping, lalu bibirnya mengecup bibir lelaki itu di depan Athalia.Sontak saja Athalia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, hatinya berdenyut sakit, ia cemburu melihat Mahesa yang berciuman dengan Kiran.Karena tak ingin menambah sakit di hatinya, Athalia pun memilih keluar dari ruangan bossnya itu dan membiarkan mereka berdua di sana.Seperginya Athalia, Mahesa mendorong tubuh Kiran hingga
Mahesa menatap pada dokter dengan sorot penuh harap. Dan dokter itu menarik napas sebelum akhirnya berkata.“Keadaan Nyonya Athalia tetap sama. Tapi kita masih bersyukur operasi ini tak memperparah kondisinya. Setelah pulih dari melahirkan, Nyonya Athalia sudah bisa melakukan terapi kankernya di Indonesia. Dia wanita yang kuat, tak banyak yang berhasil bertahan sampai di titik ini,” ungkap dokter itu yang akhirnya membuat Mahesa mendesah lega.Mahesa sangat kagum pada Athalia. Kini ia menatap wajah bayi mungilnya yang tampak memerah. Bayi itu menangis, lalu perawat mengambil alihnya dari tangan Mahesa.“Maaf, Tuan. Kami harus segera memindahkan bayi perempuan Anda ke ruang inkubator.”Mahesa mengangguk mendengar ucapan perawat itu. “Boleh aku ikut mengantar bayiku?” tanya Mahesa, seakan tak rela jika harus berpisah barang hanya sejenak dengan malaikat kecilnya.Perawat dan dokter itu saling pandang,
Meski usia kandungan Athalia baru menginjak delapan bulan, namun dokter menyarankan agar bayi Athalia segera dikeluarkan dari kandungannya. Karena akan makin membahayakan kondisi Athalia.Awalnya Athalia sempat menolak dan berdebat kecil dengan Mahesa. Athalia takut terjadi hal buruk pada bayi mungilnya andai dilahirkan premature. Namun Mahesa bersikukuh meyakinkan bahwa dokter tahu yang terbaik. Mahesa juga takut terjadi hal buruk pada bayinya. Tapi ia lebih takut kehilangan Athalia.Akhirnya Athalia luluh setelah Mahesa meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja.Dean dan Narsih sudah ada di rumah sakit. Mereka berdua datang ke Jerman. Sedangkan Yasna, Dirly dan keluarga Dean masih di Indonesia. Sengaja sekali Dean tak mau memberitahukan kabar Athalia yang akan dioperasi ini pada mereka agar tak merasa khawatir.“Mahesa, jangan pergi!” Athalia menggenggam erat tangan Mahesa saat perawat mendorong ranjangnya menuju ke ruang operasi.
“Dia baik-baik saja.” dokter berkata pada suster setelah ia memeriksa keadaan Athalia.“Tapi dia mengigau terus, dok.”“Tidak apa. Selama kondisinya stabil. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” pungkas dokter yang menangani Athalia. Dokter itu bernama Dokter Greg.Suster itu mengangguk. “Baik, dokter. “ sebenarnya suster itu khawatir terjadi apa-apa pada Athalia, juga karena ia dibayar oleh Dean untuk terus memantau kondisi Athalia dan menginformasikan setiap perkembangannya.Tepat di saat dokter baru saja akan berbalik keluar dari ruangan itu, tiba-tiba mereka mengerutkan kening saat melihat sosok lelaki yang tak dikenal, melangkah memasuki ruang ICU dan menghampiri ranjang Athalia.“Siapa dia?” dokter berbisik pada suster.“Saya tidak tahu, dok,” balas suster itu menggelengkan kepala.Lelaki asing itu adalah Mahesa. Yang ketika melihat pintu ruang ICU tak di
Tak ingin membuang waktu, Mahesa langsung mengurus keberangkatannya ke Jerman. Dan sebagai seorang ayah yang telah mendukung Mahesa, Leuwis turut membantu segala persiapan putranya.Kini mereka pun telah tiba di bandara. Sebelum masuk ke gate penerbangan, Leuwis menggenggam tangan kanan Mahesa dengan erat.“Apa kau yakin Papa tidak perlu menyusulmu ke sana?” tanya Leuwis, yang sebenarnya ingin ikut.“Tidak perlu, Pa. Papa tunggu saja di sini dan berikan doa yang terbaik untukku.” “Itu pasti. Kau tak perlu memintanya. Papa akan selalu mendoakanmu.”Mahesa tersenyum, sesaat memeluk ayahnya, sebelum kemudian mengurai pelukan dan pamit untuk pergi.Leuwis menghela napas pelan sambil melambaikan tangan, melepaskan kepergian Mahesa yang kini telah menghilang dari pandangan mata.“Semoga keberuntungan dan kebahagiaan selalu menyertaimu, Mahesa,” gumam Leuwis.***Tiba
Meski sudah larut malam, Dean tak bisa tidur. Ia masih duduk di ruang tengah sambil menonton TV.Namun, tiba-tiba terdengar suara bell rumahnya yang berdenting.“Ck! Siapa yang bertamu di malam-malam buta begini.” Dean bergumam lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju ke pintu utama.Saat pintu itu dibuka, Dean langsung menghembuskan npaas kasar ketika melihat sosok Mahesa yang berdiri di hadapannya dengan penampilan yang cukup berantakan.Sepertinya Mahesa habis berkelahi. Terlihat dari rahang dan sudut bibirnya yang lebam dan berdarah.“Apa kau sudah gila? Bisakah kau bertamu di waktu yang tepat?” Dean menyindir, baru saja ia akan kembali menutup pintu rumahnya namun tangan Mahesa lebih dulu menahannya dengan kuat, hingga Dean menyerah dan pintu itu pun kembali terbuka lebar.“Sebenarnya apa maumu?” sentak Dean, kesal.“Aku mau kau beritahu aku di mana Athalia berada?” tegas
Leuwis tak sanggup saat melihat Mahesa yang sedang kacau seperti ini.“Mahesa,” desah Leuwis bersimpuh duduk di samping Mahesa dan membuat Mahesa membuka kedua matanya hingga bertemu pandang dengan bola mata ayahnya.“Pa … “ Mahesa berbisik pelan. Namun kedua matanya menyiratkan kesedihan. Terihat dari matanya yang memerah dan berkaca-kaca.“Kemarilah, Nak! Kemarilah!” Leuwis membuka tangannya lebar-lebar.Mahesa tahu isyarat itu. Ia pun beringsut duduk dan segera masuk ke dalam pelukan Leuwis. Menghambur memeluk tubuh Leuwis dan menumpahkan tangisnya di dada ayahnya.Mahesa menangis tanpa suara. Hanya saja Leuwis merasa bagian depan bajunya yang basah.“Pa, aku telah kehilangan dia! Aku telah kehilangan Athalia dan anakku! Athalia sedang hamil, Pa. Dia hamil darah dagingku. Berkali-kali aku membujuknya tapi dia tak mau kembali. Aku terlalu banyak menyakitinya. Aku ini lelaki bejat yang sangat menji
Hanya sebentar Leuwis dirawat di rumah sakit. Ia pun sudah boleh pulang ke rumahnya.Selama ada di rumah sakit, tak ada satu pun anggota keluarganya yang menjenguknya selain Mahesa.Entah karena memang mereka tidak tahu Leuwis dirawat, atau mungkin karena mereka tidak peduli sama sekali terhadapnya.Yang jelas, Leuwis merasa kecewa. Ayaz melihat dirinya yang hampir mati, namun sama sekali tak berniat menolongnya.Justru Mahesa lah yang melarikannya ke rumah sakit dan menemaninya meski mereka hanya saling diam dan tak ada satu pun yang berani bicara.“Kau gila, Ayaz! Kau berani melakukan itu pada Papamu? Bagaimana kalau dia masih hidup lalu mengusir kita semua dari rumah ini?”Baru saja Leuwis akan membuka pintu kamar Ayaz untuk menegur anak tirinya itu, namun gerakan Leuwis terhenti saat ia mendengar suara Jessica yang sepertinya sedang berbicara dengan Ayaz.“Masa bodo tentang Leuwis. Dia bukan Papaku. Aku bosan hidup di ba
“Selama ini aku bekerja untuk memenuhi hidupmu dan keluarga kita. Tapi mengapa kau tak menghargaiku? Setidaknya bantu aku untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Bukannya malah menambah masalah di kepalaku!” sentak Leuwis dengan keras.Leuwis marah, tentu saja.Bisa dibilang, Ayaz adalah anak tertua setelah Mahesa. Meskipun Ayaz hanya anak tirinya. Namun Leuwis pikir, sudah sepantasnya Ayaz ikut mengemban tanggung jawab untuk mengurus perusahaan dan membantunya.Bukannya malah hanya berfoya-foya.“Apa masalahnya, Pa? Aku memanggil dua wanita penghibur itu untuk sedikit menyenangkanku. Bagaimana aku bisa bekerja jika hatiku tidak senang?” Ayaz berkata dengan wajah santainya.Membuat bola mata Leuwis melebar.“Tapi kau bisa bersenang-senang di waktu dan tempat yang tepat! Tidak dalam situasi seperti ini!” Leuwis masih tak habis pikir. Ayaz sempat memikirkan kesenangannya di saat mereka terancam hid
Langit terlihat begitu mendung. Tak secerah tadi pagi, dimana saat mereka asyik bermain sepak bola di halaman belakang rumah Dean.Kini Dean melamun, menatap nanar pada wajah Athalia yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Dean menungguinya. Ia mengusir halus semua orang yang hendak ikut menemani Athalia di rumah sakit, termasuk Narsih dan Yasna.“Athalia, kau harus berjanji padaku! Kau akan tetap hidup sampai nanti, sampai Dirly dan anakmu dewasa. Sampai kau berhasil mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya. Jangan pernah pergi sebelum semua itu terjadi. Berjanjilah padaku, Athalia!” Dean meraih tangan kanan Athalia, lalu menciumi jemarinya.Lelaki bertubuh kekar itu tak bisa menahan saat air mata meluruh jatuh melewati pipinya.Hari ini, saat Athalia dibawa ke rumah sakit, dokter memberitahu sebuah kabar yang membuat semua orang terkejut. Tak menyangka. Bahkan terluka.Bagaimana tidak, dokter mengatakan Athalia menderita kanker darah. Dan tak s