Arshaka Dewangga Romanov seorang pria yang berusia 29 tahun. Ia merupakan kakak dari pria yang bernama Xavier Romanov. Seorang CEO dari Romanov Corp. Arshaka lebih memilih fokus kepada restoran dan juga cafe-cafenya yang menjamur di seluruh negara I. Pria itu lebih memilih untuk mengurusi bisnisnya sendiri dari pada bisnis keluarganya. Sehingga sang adiklah yang saat ini mengurusi perusahaan raksasa itu. Arshaka merupakan pria yang terkenal karena keramahannya. Ia sangat menghargai mahluk yang bernama perempuan. Apalagi saat ini, dia mempunyai seorang adik ipar yang tentu harus dia sayangi sebagaimana mestinya. Awalnya Arshaka tidak percaya jika Xavier berbuat kasar pada istri kecilnya. Perempuan yang dengan ikhlas dan tulus, menggantikan mempelai wanita yang memilih kabur. Tapi sayang, sang adik tidak bersyukur. Arshaka geram. Karena Xavier semakin keterlaluan, menyiksa sang istri. Beruntung ketika Nandini tenggelam, Arshaka berada di sana.
Meylan merasakan kepuasan yang amat sangat. Ketika melakukan hubungan badan bersama dengan tiga pria sekaligus. Sungguh Meylan sudah berubah wujud menjadi wanita haus belaian. Seperti saat ini, ke empat orang itu masih terlentang dengan tubuh yang masih polos tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuh mereka. Meylan sendiri masih berusaha menetralkan deru nafasnya yang masih terdengar memburu. Senyum kepuasan tampak terlihat di wajah mereka. "Kapan-kapan kita main berempat lagi," ucap Meylan sambil menatap kepada salah satu dari mereka. Salah seorang pria itu pun tersenyum smirk. Tentu lah mereka mau, secara gratis. Dan mereka bertiga akan memanfaatkan Meylan sampai mereka puas dan bosan. "Ya kamu benar, Mey! Kamu atur-atur saja waktunya." "Hmm, tenang saja! Terus bagaimana dengan permintaanku, kalian akan membantuku bukan?" Tanya Meylan serius. Lalu mereka bertiga pun mengangguk bersamaan. Meylan tersenyum. Dendam dan obsesinya akan
Seorang dokter sedang memeriksa Nandini. Gadis itu tampak menyenderkan tubuhnya. Nandini masih lebih banyak diam, hanya saja pandangan matanya tidak terlalu kosong seperti kala itu. Xavier memperhatikan istri kecilnya. Ia pun dengan sabar menunggu para medis memeriksa sang istri. Tak berselang lama, pemeriksaan itu pun berakhir. "Bagaimana!" Tanya Xavier datar. Dokter pun menoleh. Salah satu perawat sedang membereskan peralatan. Dan dokter itu pun menghampiri sang tuan. "Sejauh ini, keadaan nona sudah jauh lebih baik dari pada sebelumnya, hanya saja---" ucapannya terjeda. "Hanya apa?" Tanya Xavier tidak sabar. "Tidak apa-apa tuan. Saya hanya mau memberitahukan, jika nona sudah mulai sedikit merespon meski hanya untuk beberapa orang contohnya paman Jordhan." Xavier diam. Ia terlihat menghela nafasnya kasar. Wajar jika Nandini hanya mau berbicara dengan pria paruh baya itu, sebab hanya Jordhan yang baik padanya di rumah ini
Lama Meylan merenung di dalam kamarnya. Kenangan-kenangan indah saat bersama dengan Xavier menari-nari dalam ingatan Meylan. Rasa sesak menelusup di dalam dada. Perlahan Meylan mulai terisak. Ia menangis sejadi-jadinya. Menyesali semua yang sudah terjadi. "Argghhh," teriak Meylan. Rini yang sedang berada di kamarnya pun sontak berlari ke kamar sang putri. Begitu pintu terbuka, keadaan kamar Meylan kacau balau. Pecahan kaca terjatuh di mana-mana. "Ya ampun! Meylan apa yang kamu lakukan!" Teriak Rini. "Argghh!" Lagi dan lagi Meylan hanya berteriak. Melampiaskan kemarahannya pada barang-barang yang berada di sekitarnya. Meylan kalap. Bahkan rambutnya juga sudah acak-acakkan. Sudah seperti orang gila. Rini hanya menggeleng tidak percaya. Putrinya akan berkelakuan seperti ini. "Meylan, stop!" Seru Rini. Bukannya berhenti. Wanita muda itu malah mengambil sebuah pecahan kaca. Lalu menggoreskannya pada urat n
Jordhan shock melihat wanita yang kini berhadapan dengannya. Ia sungguh tidak menyangka jika wanita itu akan sangat dengan berani mendatangi kediaman tuan mudanya. Sedang wanita itu hanya menatap sinis pada pria paruh baya itu. "Paman!" Panggil Meylan dengan angkuhnya. Jordhan masih bertahan di posisinya. Berdiri tepat di depan pintu utama. Meylan pun menghampiri pria paruh baya itu. Dia menatap remeh. Seolah-olah dirinya lebih baik dari pria itu. "Xavier di mana!" Tanyanya pongah. Jordhan tersenyum tipis. Memang mantan calon istri tuannya itu sungguh tidak tahu malu. Atau bahkan mungkin urat malunya sudah putus?. "Tuan masih tidur bersama istrinya," jawab Jordhan datar. "Bohong!" Sela Meylan cepat. Lalu dengan tanpa permisi, ia menyelonong masuk ke dalam Mansion besar itu. Meylan mengedarkan pandangannya ke seluruh arah. Tapi, ia tidak menemukan keberadaan Xavier. Meylan pun kesal. Lalu ia menanyakan keberadaan pri
Pria tampan nan gagah itu membawa istri kecilnya menuju kamarnya. Pria itu memutuskan untuk membawa sang istri,karena ia khawatir jika sewaktu-waktu istri kecilnya membutuhkan pertolongan. Sebab jarak dari lantai bawah ke lantai atas lumayan lama meski di tepi ranjang ada tombol untuk memanggil maid. Tak lama Jordhan bersama beberapa maid menyusul. Membawakan beberapa menu sarapan untuk sang majikan. Tak lupa obat yang di minta oleh Xavier untuk Nandini. "Tuan,silahkan dan ini obat nona muda!" Ucap Jordhan seraya menunjukkan satu strip obat penenang,setelah menyerahkan obatnya Jordhan beserta para maid pun undur diri. Kasihan gadis itu. Hidupnya saat ini bergantung pada obat. Semoga saja kedepannya ia akan lebih baik,dan tidak terus menerus mengkonsumsi obat. "Sayang,sarapan dulu hmm. Setelah itu kamu minum obat dan istirahat," ucap Xavier lembut. "Obat apa?" Tanya Nandini. Xavier terdiam. Tidak mungkin dia berkata jika dirinya akan memberiny
Plakk Suara tamparan terdengar begitu nyaring di telinga siapa saja yang mendengarnya. Pipi mulus nan putih itu kini tercetak gambar lima jari yang begitu kentara. Wanita yang baru saja di tampar, tampak memegangi pipinya yang terasa kebas dan panas. "K-au me-namparku Vi-er?" Tanyanya terbata. "Hmm, untuk menyadarkan di mana dan bagaimana posisimu sebenarnya," desis Xavier. Pria itu menatap nyalang nan tajam. Seolah akan menguliti kulit si wanita itu. Meylan yang dahulu bak seorang Ratu di mata Xavier, saat ini tak lebih bak seonggok sampah. Meylan masih menatap nanar pada pria itu. Pria yang menempati hatinya sejak dulu hingga saat ini. Hanya karena nafsu selewat, Meylan harus kehilangan semuanya. "A-ku tidak menyangka, jika kau akan berlaku seperti ini padaku! Aku mengaku bersalah karena telah lari di hari pernikahan kita, tapi apakah aku sama sekali tidak ada kesempatan lagi untukku," ucap Meylan mengiba pada Xavier. Tapi pria i
Sebelum pulang ke rumahnya. Perempuan itu menyempatkan pergi ke klinik untuk mengobati luka di tangannya. Dia merasa tangannya patah sebab ia sama sekali tidak bisa menggerakkan sikunya. "Bagaimana tanganku, Dok?" Tanyanya pada dokter yang kebetulan menangani tangannya. Dokter paruh baya itu tersenyum kecil. Luka di tangan wanita muda itu sudah di balut dengan perban. Serta di beri penyangga, untuk menyatukan kembali tulang yang bergeser. "Tanganmu akan sembuh. Hanya saja memerlukan waktu yang agak lama, dan perban di tanganmu jangan sampai terkena air, dan saya akan resepkan beberapa obat yang harus anda konsumsi," kata dokter. "Baik, terima kasih dok! Saya permisi." Meylan pun pergi dari klinik kecil itu. Setelah sebelumnya menebus beberapa resep obat yang akan di konsumsi. Tangannya mulai terasa nyeri. Berbeda ketika tadi. Saat ini, begitu terasa nyerinya. Wanita itu berhenti di depan mobilnya, bingung bagaimana dia akan pulang. "Bagai