“Apa yang tadi kalian bicarakan?” tanya Ryan terdengar santai, setelah melihat Mira keluar dari kamarnya saat dia masuk lagi.‘Sepertinya aku harus jujur saja—apa saja yang aku tanyakan dan apa saja jawaban Mira. Aku tidak tahu apa saja yang sudah dokter Ryan katakan padanya, juga Mira katakan pada lelaki itu’ pikir Dzurriya sembari berpura-pura tersenyum hangat pada lelaki itu.“Biasa teman lama, lama nggak ketemu, ya tanya-tanya kabar gitu. Ternyata dia sungguh beruntung ya, punya seseorang yang bisa dijadikan sandaran di tempat asing seperti ini,” sindir Dzurriya dengan sengaja, sambil meringis nyengir ke arah lelaki itu.Dan sepertinya apa yang dikatakannya begitu menohoknya, jakunnya sampai naik turun dengan cepat.“Tapi dia lebih banyak tanya tentang diriku sih,” lanjut Dzurriya berusaha mencairkan suasana, sembari duduk di atas ranjangnya.“Oh, ya?” tanya lelaki itu kembali santai, sambil duduk di kursi di depannya.“Aku dengar kalau kalian masih sering teleponan?”“Itu nggak s
Kaki Dzurriya terasa kaku, wajahnya menunduk dalam, suaminya itu tengah mendekat ke arahnya dengan heran. Sementara Alexa sudah masuk membawa bayinya ke dalam. “Siapa kamu?”‘Kalau aku bicara sekarang, dia mungkin akan mengenali suaraku. Apa yang harus aku lakukan?’ pikir Dzurriya kebingungan, keringat pun mulai mengucur di kedua sisi pelipisnya.“Dasar pengawal gak becus! kemana kalian semua?” teriak lelaki itu dengan suara membentak keras.“Dan kau, kenapa kau diam saja?” lanjut suaminya itu berujar sembari semakin mendekat ke arahnya, membuat Dzurriya sontak melangkahkan kakinya mundur.Sementara itu, beberapa pengawal terlihat berlari berhamburan keluar dari dalam rumah, dan taman belakang ke arah mereka dengan tergupuh-gupuh. “Dimana saja kalian? Bukankah harus ada yang menjaga gerbang depan?” tanya suaminya itu tampak sangat marah.‘Benar, ini sangat aneh! tak biasanya rumah itu lengang dari penjagaan, bahkan gerbang rumah itu juga terbuka lebar, hingga mobilnya tadi bisa masu
“Masya Allah Sayang, cantiknya kamu!” ujar Dzurriya sambil mengelus-elus pipi buah hatinya yang sekarang tengah digendongnya tersebut.Sesekali diarahkannya matanya ke seluruh ruangan tersebut, kamar yang sama yang penuh banyak kenangan dengan suaminya.Kamar yang sama di mana ia untuk pertama kalinya di dekap sang suami dalam tidurnya, kamar tamu yang sungguh mewah, yang sekarang jadi kamarnya dan bayinya tersebut.‘Kalau kau tahu ini aku, masih mungkinkah kau memberikan kamar ini untukku? atau kau akan menempatkan aku di kamar pembantu yang dulu aku tinggali saat pertama kali aku berada di rumah ini?’ pikir Dzurriya.‘Tapi mengapa kau taruh bayi ini begitu jauh darimu, Mas?’ gumamnya kembali bertanya-tanya dalam hati dengan mata berkaca-kaca.“Tidak apa-apa sayang, ada bunda di sini, bunda yang akan merawatmu,” bisiknya lirih pada bayi mungilnya tersebut, sambil tersenyum hangat.Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar tersebut terbuka, ia segera menoleh ke belakang.Tampak dokter Rya
“Apanya yang ketahuan? Apa ada yang kalian sembunyikan dariku?”Dzurriya mulai menelan ludahnya, jangan-jangan suaminya itu melihat keakraban mereka, dan menyadari kalau sebenarnya ia tidak fobia pada lelaki.‘Pasang wajah takut dan gemetarmu!’ bisik lelaki itu begitu pelan, kemudian berbalik menatap Eshan dengan begitu santainya.“Memangnya apa yang bisa kami sembunyikan dari Kakak, Dzurriya menyuruhku untuk menyembunyikan fobianya dari orang lain, ia tidak mau semua orang mengasihaninya. Ia ingin sembuh dan akan berusaha untuk sembuh, sementara kebanyakan phobia itu semua karena terus berani untuk dihadapi,” jelas Ryan.“Benarkah?” tanya Eshan sepertinya tidak mempercayai ucapan sepupunya itu, dia kemudian berjalan menghampiri Dzurriya perlahan.SementarabDzurriya berusaha untuk terlihat gemetaran. Ia mundur perlahan ke belakang menghindari lelaki itu sembari menyatukan alisnya dan menyayukan matanya.“Kau jangan begitu, Kak! kau malah membuatnya takut,” cegah Ryan.Tapi suaminya it
“Jadi kau sudah tidak phobia lagi dengan lelaki?”Dzurriya terjingkat hebat mendengar ucapan suaminya tersebut, dan langsung menjatuhkan dirinya ke belakang seolah-olah pingsan.‘Kenapa aku konyol sekali?’ umpat Dzurriya dalam hati pada dirinya sendiri, ia tak punya pilihan lain. Kalau ia berteriak kembali seperti tadi siang, ia bukan hanya akan membangunkan seisi rumah, tapi membuat heboh seisinya.“Jadi salah satu hobimu adalah mengagetkan orang lain, ya?” bisik lelaki yang baru saja menangkap tubuhnya itu lirih, Dzurriya berusaha tidak terpengaruh dan tetap tenang, meski hatinya penuh dengan was-was, jangan-jangan lelaki itu mengenalinya.Terasa kemudian badannya diangkat oleh lelaki itu, Dzurriya berusaha tetap tenang, meski jantungnya berdebar begitu kencang.Beberapa kali ditelan ludahnya untuk menurunkan kegugupannya yang semakin tak terkendali itu.Tak Berapa lama, terasa kakinya diangkat sebelah oleh lelaki itu, diikuti suara gagang pintu yang ditekan ke bawah, bersamaan deng
“Kenapa? apa kau masih takut melihatku?” tanya suaminya itu dengan tatapan begitu dingin.‘Apa ini Dejavu? kenapa aku merasa dia kembali ke dirinya yang dulu, sebentar-bentar lembut, sebentar-bentar begitu dingin’ pikir Dzurriya.Ia kemudian menggelengkan kepalanya perlahan dengan ekspresi berpura-pura takut, sambil terus mundur ke belakang pelan-pelan, meski lelaki itu tetap diam di tempat dan tak menghampirinya.Sementara itu, lelaki yang tadi memanggil suaminya itu kini terlihat berlari ke arahnya, sembari menenteng sebuah handphone.Lelaki itu kemudian memberikan handphone pada Eshan, kemudian berbalik dan berjalan masuk kembali ke dalam rumah.Sementara itu Eshan terlihat membalikkan badannya membelakangi Dzurriya, membuatnya merasa lega.Sebenarnya berada di rumah itu membuat jantungnya sport setiap hari, tapi meski ia sudah sekian lama di sana, entah kenapa Ia masih tidak terbiasa dengan berbagai kejutan yang muncul tiba-tiba dalam hidupnya bersama lelaki itu.‘Apa aku ajak sa
“Ada apa?” tanya Eshan, membuat Dzurriya sontak menoleh ke arahnya dengan sedikit linglung dan bingung.“Hem!”Dzurriya hanya berani membalas lelaki itu dengan bergumam lirih sambil menggelengkan kepalanya.“Dasar wanita aneh, lepasin!” hardik suaminya sinis, membuat Dzurriya sontak melepaskan pegangannya dan bergeser menjauh dari lelaki itu.“Apa kamu kurang kerjaan?” tambah Eshan lagi.Namun Dzurriya tak begitu menghiraukannya, Ia malah kembali mengalihkan pandangannya pada lelaki asing yang tadi sedang bersandar di seberang toko tersebut.“Mana dia?” pikir Dzurriya merasa aneh, seraya celingukan bingung. Padahal ia yakin, jelas-jelas lelaki itu tadi ada di sana dan seperti sedang mengawasinya.Sementara itu sang suami tampak mengikuti pandangan mata Dzurriya lalu menoleh ke arahnya. “Apalagi sekarang, kenapa kau hanya bengong saja di situ?” tanya lelaki itu dengan nada begitu sarkastik.Dzurriya memicingkan matanya sambil tersenyum lebar dengan begitu kesal, kemudian kembali meng
Eshan terlihat begitu marah, setelah mengajak para pengawalnya tersebut beserta Dzurriya untuk segera pulang, begitu selesai menerima telepon dari seseorang tadi. Dia bahkan mengumpulkan semua orang di rumah itu. Dan semua tampak menunduk takut, apalagi urat wajah suaminya itu terlihat menegang dengan raut yang begitu dingin. Hanya Alexa yang terlihat begitu tenang.Tiba-tiba, terdengar derap langkah kaki Tikno berlari menghampiri suaminya itu, kemudian menggelengkan kepala ke arah lelaki itu.‘Sebenarnya apa yang terjadi?’ pikir Dzurriya menangkap sesuatu yang tidak beres, apalagi tentang keberadaan Alexa disana, bukannya dia tadi bilang pulang malam, kenapa siang-siang begini dia sudah ada di rumah. ‘Dan senyuman itu—kenapa dia tersenyum nyengir di depanku? apa hanya perasaanku saja atas jangan-jangan….?’ pikir Dzurriya mendapati gerak-gerik Alexa yang begitu mencurigakan di depannya.“Jadi di sini ada pencuri sekarang?”Dzurriya langsung membelalak kaget mendengar suaminya Itu me
“Jadi ini rumahnya?” ujar Eshan sembari menilik keluar jendela, menatap rumah bercat hijau tanpa pagar dengan halaman yang tidak cukup lebar. Tampak sebuah pohon mangga besar dan rindang yang tengah berbuah banyak berada di tepi samping halamannya, dengan beberapa macam bunga di tepi depannya, rumah milik orang tua Dzurriya itu sungguh terlihat sederhana, tapi menyejukkan mata yang memandang.Terlihat kemudian pintu mobilnya dibuka oleh pengawalnya, ia segera keluar dari mobilnya dan masih menatap rumah itu dalam-dalam.Rumah itu kelihatan sepi seperti rumahnya, tapi kenapa hatinya merasa adem, seperti ada aura yang berbeda di rumah itu.“Apa Saya mau ketukan pintu, Tuan?” tanya salah seorang pengawalnya.Eshan hanya menggelengkan kepala, aku akan melakukannya sendiri.Ia kemudian mulai berjalan ke arah teras rumah itu, saat tiba-tiba seorang anak perempuan berlari ke arahnya sambil memegang-megang jasnya seperti hendak bersembunyi “Jangan lari kau! Dasar anak nakal!”Eshan langsun
“Apa kamu bisa menjamin bahwa kalian akan baik-baik saja, jika tidak bersamaku?”Dzurriya terdiam mendengar ucapan suaminya tersebut.“Setidaknya mereka tidak akan tahu bahwa aku dan Angel adalah keluargamu?”“Sampai kapan?” tanya lelaki itu balik.Sekali lagi Dzurriya hanya terdiam. “Apa kamu bisa menjamin tidak akan ada yang mengejar kalian?” lanjutnya membuat Dzurriya semakin tercenung diam.“Jika kalian ada di sini, justru tempat yang menurutmu paling aman, bisa menjadi tempat yang paling berbahaya di dunia ini, apa kau sadar itu Dek?” Ucap lelaki itu terdengar masuk akal.“Aku ingin memberi kalian status, supaya tidak ada lagi orang yang berani menyentuh kalian Aku hanya ingin kebaikan itu untuk kalian, setidaknya dengan bersamaku, aku bisa memastikan bahwa kalian aman dan baik-baik saja,” jelas suaminya itu.Dzurriya menelan ludahnya mendengar ucapan suaminya tersebut.“Aku mencintaimu Dzurriya,” ucap lelaki itu sambil menatapnya dengan lembut.Dzurriya terkesiap diam dan mena
Dzurriya menatap keluar jendela mobil tersebut, kampungnya tampak tak berbeda jauh dengan setahun setengah yang lalu.Terlihat beberapa orang yang tengah bersantai di depan rumah tetangganya, memandang mobil yang dinaikinya itu dengan heran.Dzurriya tersenyum dalam-dalam menatap mereka, matanya tampak berkaca-kaca.“Akhirnya aku kembali Aba, Ummi,” gumam Dzurriya dalam hati setelah menghela nafas panjang, kemudian berbalik menatap Putri kecilnya lagi.“Sayang! akhirnya Bunda bisa membawamu pulang,” seru Dzurriya dengan senang, kemudian mengecup pipi mungil putrinya dengan gemas.Tiba-tiba ia mendengar suara berisik dari luar mobil tersebut.Ia segera menoleh ke arah jendela kembali tampak beberapa mobil mewah terparkir di depan rumah budenya yang terbilang sangat luas itu, yang tepat bersebelahan dengan rumahnya.‘Ada apa, kok banyak mobil? apa Mas Erwin sedang lamaran?” pikirnya bertanya-tanya, sampai lehernya menoleh mengikuti gerak mobil itu yang semakin menjauh dari pekarangan r
Dzurriya menatap jauh ke arah suaminya yang tengah duduk di taman rumah sakit itu dengan pandangannya yang kosong.Sudah sejam lelaki itu berada di sana dengan matanya yang sesekali berkaca-kaca.Lelaki itu tadi terlihat sangat bahagia mendapati Dzurriya berada di sampingnya tadi, namun tiba-tiba berubah murung saat mengetahui bahwa istri pertamanya telah tiada.‘Secinta itu kau padanya Mas,” pikir Dzurriya sembari menelan ludahnya.“Apa yang kau pikirkan?”Dzurriya tersentak kaget mendengar pertanyaan Ryan barusan, ia kemudian menoleh ke arah sepupu iparnya tersebut.“Kenapa kau tak menghampirinya saja? Sepertinya dia butuh teman bicara,” tanya lelaki itu lebih jauh.Dzurriya tersenyum ringan, kemudian berbalik menatap jauh ke arah suaminya.“Apa kau tahu apa yang ditanyakannya tadi padaku saat dia baru siuman?” tanyanya tanpa menoleh ke arah Ryan sedikitpun.“Apa dia bertanya kalau kau baik-baik saja?”Dzurriya tersenyum sambil menunduk ke bawah, mendengar jawaban Ryan tersebut, kem
“Mas!” teriak Dzurriya panik dengan mata yang nanar dan berkaca-kaca. Ia memeluk suaminya dalam perempuannya tersebut.Lelaki itu tampak berusaha tersenyum padanya, sambil berbicara dengan nada terbata-bata, “ S–sekarang kita sudah impas… A—aku sudah ti—dak berhutang lagi padamu.”“Tidak! ini belum cukup! kau harus membayarnya seumur hidupmu! kau dengar itu?” ujar Dzurriya di antara air matanya yang terus-menerus mengalir ketakutan.Eshan kembali terlihat tersenyum, sebelum akhirnya tubuhnya tiba-tiba tersentak hebat, dan dari dalam mulutnya memancar darah yang begitu banyak, hingga menciprat ke sebagian pakaian Dzurriya dan mukanya.Lelaki itu pingsan dan langsung menutup mata setelahnya, membuat Dzurriya menangis histeris dengan begitu panik. Ia berusaha menggoyang-goyang tubuh suaminya itu, namun tidak ada respon sekali.Dengan ketakutan ia mulai berteriak minta tolong.Tiba-tiba beberapa orang datang bersama dengan Alexa yang tadi lari begitu saja setelah menikam suaminya.Di
“Lepaskan dia!” Sayup-sayup terdengar teriakan begitu kera, setelah suara pintu yang terdengar digebrak dan dibanting tiba-tiba. Diikuti kemudian oleh suara langkah kaki yang berlari dan berderap begitu berat, tampak tubuh Alexa tertarik ke belakang. Dzurriya langsung terbatuk-batuk, nafasnya yang tertahan begitu lama langsung tersengal-sengal keluar. ‘Apa dia benar-benar sudah gila?’ pikir Dzurriya sembari memegang lehernya dan melirik ke arah istri pertama suaminya itu. “Kamu nggak pa-pa?” tanya suaminya yang tengah berdiri di hadapannya dengan wajah begitu khawatir, sambil memegang kedua lengan atasnya. “Sayang, aku bisa jelaskan,” sela Alexa yang baru saja bangkit dan menghampiri suaminya itu, terdengar begitu gupuh. Jakun Ehsan tampak naik turun mendengar ucapan wanita itu yang kelihatan terus berusaha berkilah, sedang giginya tampak mencengkeram dengan kuat sambil membuang muka ke atas. Lelaki itu tampak begitu kesal, namun sepertinya masih berusaha untuk menahannya. “T
BrakTerdengar suara benturan dari bagian belakang kursi roda yang dinaiki Dzurriya karena menabrak dinding. Kursi roda itu tiba-tiba saja ditarik ke dalam sebuah ruangan oleh seseorang, kemudian kerangka sandarannya didorong ke belakang dengan cepat.Kejadian yang begitu cepat itu spontan membuat Dzurriya tersentak dengan tarikan nafasnya yang terjeda yang kemudian terengah-engah.Pria segera berusaha menguasai dirinya yang berdebar hebat dengan menelan ludahnya, kemudian perlahan mendongakkan kepalanya ke atas, menatap siapa yang sudah menariknya ke dalam ruangan tersebut.‘Mas!’Tampak wajah sang suami terlihat merah padam, sepertinya laki-laki itu sedang kesal.“Apa sebenarnya yang kau inginkan?” ucap suaminya itu terdengar begitu sinis dan dingin.“Yang kuinginkan? Apa maksudmu?” tanya Dzurriya tak mengerti dengan apa yang diucapkan lelaki itu padanya.“Jangan pura-pura lugu kau sedang memanfaatkan kami berdua, kan?” tuduh Eshan tampak menatapnya semakin dekat dan semakin dingin.
“Kenapa kau membiarkannya pergi?” tanya Ryan tampak menatap Dzurriya dengan heran, setelah kepergian Eshan yang terlihat kesal, saat mendapati dirinya dan Ryan bersama.“Bukankah kau juga menginginkannya?” ucap Dzurriya bertanya balik padanyaLelaki itu tampak memicingkan matanya sembari melirik ke arahnya, “jangan berbohong padaku! bahkan kau melakukannya bukan untukku, apa kau cemburu karena Alexa tadi tiba-tiba datang dan menciumnya?”“Jangan bicara omong kosong! untuk apa aku cemburu pada wanita murahan seperti dia? cepat dorong aku!” ujar Dzurriya berusaha mengalihkan pembicaraan.Ryan tampak terkesiap mendengar penuturannya tersebut.“A–apa maksudmu? Kenapa kau menyebutnya murahan?” tanya lelaki itu terdengar terbata-bata dan berhati-hati.Dzurriya kembali menoleh ke belakang dan menatap lelaki itu dalam-dalam.‘Apa kau benar-benar yakin mau mendengarnya dariku?’ pikir Dzurriya kemudian menelan ludahnya.“Apa kau benar-benar tidak ingin membawaku untuk keluar? aku begitu penat b
“Apa?” Tampak Eshan berusaha memastikan apa yang barusan ia dengar tersebut, dengan alisnya yang tampak saling mendekat dan hampir menyatu.“Jadi jangan sia-siakan dia! atau aku akan segera merebutnya darimu,” ujar Ryan tiba-tiba menarik kerah Eshan, sambil menatap begitu tajam ke arah kakak sepupunya tersebut.‘Hah!” desah Dzurriya penuh sesal, Iya begitu terkesiap sekaligus tak menyangka kalau mantan kekasihnya itu bakal bicara sembarangan seperti itu.Sementara Alexa terlihat nyengir kegirangan, Ia bahkan terlihat sangat menikmati pemandangan itu.Berbeda dengan dirinya yang mulai was-was, apalagi melihat suaminya itu memegang tangan Ryan yang tengah mencengkeram kuat kerah bajunya, kemudian perlahan menurunkan tangan adik sepupunya itu, dan mulai menatapnya dengan tajam.‘Jangan-jangan mereka akan berkelahi!’ pikir Dzurriya.Tapi apa yang akan terjadi melampaui perkiraannya.“Kalau kau sangat menyukainya…”‘Apa yang mau kau katakan, Mas?’ pikir Dzurriya sambil menatap mata suamin