Beranda / Pendekar / Pendekar Tengil / Bab 33: Kesialan Indra

Share

Bab 33: Kesialan Indra

Penulis: Jajaka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Hahaha..” Senopati malah tertawa lebar, semua pengawal Senopati juga ikut tertawa mendengarnya. Hal itu tentunya membuat Indra bingung.

“Hihihi..” Indra memilih ikut tertawa karena dia pikir Senopati memang tertawa gara-gara paham bahwa telah salah paham.

“Sudah aku bilang tingkah polosmu itu tidak akan mempengaruhiku. Jika bukan milikmu kenapa kau bisa memilikinya? Asal kau tahu bahwa kami juga tahu bahwa mendapatkan ikat pinggang seperti itu sangatlah sulit, kami juga tahu bahwa selain terdiri dari orang-orang kuat, kelompok kalian juga memiliki orang yang pintar. Karena itu aku tidak akan tertipu oleh kalian,” kata Senopati.

“Eh?” gumam Indra, padahal dia pikir kesalahpahaman itu sudah berakhir.

“Tapi ini beneran loh Tuan Senopati. Saya dapat ikat pinggang ini dari mayat orang yang menyerang perguruan saya, sekarang saya mau balas dendam,&rdqu

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pendekar Tengil   Bab 34: Indra vs Senopati Saktiwaja

    “Aku berikan kesempatan terakhir, katakan dimana pemimpinmu!” kata Senopati Saktiwaja.“Aduh tuan, kalau saya memang tahu tempat penjahat itu sudah saya katakan. Cuma saya sekali lagi bukan kelompok mereka,” kata Indra yang sudah kehilangan harapan.“Sudah aku bilang meski pura-pura polos seperti itu kamu tetap tidak akan bisa membodohiku!” tegas Saktiwaja.“Tuh kan. Tetap saja begitu,” gumam Indra sambil mulai melihat sekelilingnya.Tapi Saktiwaja langsung melesat mengayunkan tinju tangan kanan, saat itu juga Indra mengelak ke samping sambil menggerakan sikutnya mengincar dagu Saktiwaja. Tapi seorang Senopati Kerajaan memang tidak mudah ditumbangkan, Saktiwaja dengan gesit menunduk seraya mengangkat lututnya mengincar dada Indra.‘Tap’Indra menahan lutut Saktiwaja dengan kedua tangannya, tapi Sakti

  • Pendekar Tengil   Bab 35: Kelicikan Ki Bisara

    “Hihihi.. sudah aku katakan bahwa Tuan Senopati hanya salah paham saja. Saya bukan mau menguji kekuatan tuan. Tapi saya hanya berpikir apa yang akan terjadi kalau saya sampai ditangkap oleh tuan,” jawab Indra seadanya karena dia sedang sibuk memikirkan cara untuk melarikan diri.“Sudah jelas bukan. Kau akan mati!” tegas Saktiwaja.“Hihihi.. kalau begitu, itu sudah cukup bagi saya,” tukas Indra dengan wajah serius.Indra langsung menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada dengan posisi tegak sempurna. Saat itu juga riuh angin langsung bergemuruh, udara di tempat itu mendadak terasa sangat panas bagaikan dikelilingi oleh kobaran api besar. Detak jantung Saktiwaja langsung berdegup semakin kencang.Para pengawal Saktiwaja langsung melompat jauh karena rasa panas yang begitu hebat. Saktiwaja tertegun sejenak, dia akhirnya ingat apa yang terjadi dua puluh tujuh ta

  • Pendekar Tengil   Bab 36: Kondisi Rima Kritis

    Indra berlari sekuat tenaga menyusuri hutan di tengah gelapnya malam, tubuh Rima terasa semakin panas. Bahkan kini Rima sudah tidak sanggup lagi menggerakan bibirnya, melihat kondisi Rima seperti itu Indra terus berlari kencang. Dia harap jauh di depan sana ada pemukiman penduduk, lebih baik lagi kalau ada seorang tabib.Namun diluar dugaan ternyata setelah cukup lama Indra berlari, hutan yang dia telusuri masih belum terlihat ujungnya. Rima sendiri tampak sudah terdiam lemas tidak mampu berbicara seperti tadi lagi. Melihat hal itu Indra serasa dibodohi oleh kata-kata Ki Bisara tadi, jika seperti itu akhirnya mungkin dia sebaiknya tadi menitipkan Rima terlebih dahulu di tabib yang ada di Desa Rahong.“Haduh..” gerutu Indra sambil berhenti sejenak, nafasnya sudah tersengal-sengal karena sejak tadi dia tidak berhenti berlari. Perlahan Indra menidurkan Rima di rumput, tubuhnya masih terasa panas.“Bertahan

  • Pendekar Tengil   Bab 37: Tabib Desa Sakerta

    Indra terus berlari ke arah timur. Setelah cukup lama akhirnya di kejauhan dia bisa melihat rumah-rumah sederhana milik penduduk Desa Sakerta yang dia tuju. Indra langsung mempercepat langkahnya dan turun ke tanah mencari warga desa untuk menanyakan apakah ada tabib di sana atau tidak.“Maaf nyai. Apakah di sini ada tabib?” tanya Indra dengan nafas memburu.“Eh.. ada..” ucap wanita yang ditanya oleh Indra seakan ragu. Wanita itu tampak menggerakan lehernya melihat Rima yang digendong oleh Indra.“Di mana nyai? Teman saya harus segera di obati,” tanya Indra lagi dengan raut wajah senang.“Eh.. di sebelah sana..” jawab wanita itu tampak masih ragu-ragu sambil menunjuk arah dengan jari tangannya.“Terima kasih nyai,” kata Indra yang langsung berlari ke arah yang ditunjuk wanita tersebut. Setelah cukup jauh menyusuri pedesaa

  • Pendekar Tengil   Bab 38: Desa Halimun

    “Aku akan kembali ke perguruan Pancasagara,” sambung Rima.“Kamu sendiri mau mencari para pendekar jahat itu ke mana?” tanya Rima sambil menatap Indra.Indra hanya terdiam cukup lama sambil menatap langit. Saat ini dia tidak memiliki tujuan yang pasti, entah kemana dia harus mencari para pendekar yang menyerang perguruannya. Satu-satunya petunjuk yang dia miliki hanyalah ikat pinggang hitam bergambar tengkorak itu, teringat juga olehnya bagaimana Saktiwaja malah salah paham kepadanya.Namun entah apa yang membuat Saktiwaja bersikap seperti itu, bahkan dia terlihat tidak mau mendengarkan penjelasannya sedikitpun. Dia pikir mungkin beberapa orang penting sudah tahu tentang kelompok pendekar dengan ikat pinggang seperti itu.“Argh.. kalau dipikir rasanya makin bingung,” gerutu Indra sambil menggaruk-garuk kepalanya.“Kamu bingung mau ke mana

  • Pendekar Tengil   Bab 39: Ilusi Hutan Halimun

    “Kau ini tega banget,” gerutu Indra.“Kayaknya aku mulai ketularan ketengilanmu,” balas Rima sambil tertawa.“Memangnya penyakit,” ujar Indra sambil mulai menyantap ikan yang sudah mulai dingin.Setelah melepas rasa lapar akhirnya mereka berdua bersiap untuk melanjutkan perjalanannya kembali menuju Perguruan Pancasagara. Kini mereka hanya tinggal melewati Hutan Halimun dan mendaki Gunung Sagara saja. Mereka berdua mulai berjalan mendekati Hutan Halimun, sebuah hutan belantara yang rapat oleh pepohonan.Namun selain banyaknya pepohonan besar, di sana juga ada keanehan lainnya. Meski sudah siang hari namun Hutan Halimun terlihat masih saja diselimuti oleh kabut putih yang begitu tebal, padahal sinar sang surya sudah bersinar dengan teriknya. Udara dingin mulai mereka rasakan saat mulai mendekati hutan.“Indra kamu jangan sampai lengah dan j

  • Pendekar Tengil   Bab 40: Gunung Sagara

    Tanah kembali terasa bergetar, riuh angin yang bergemuruh kembali menderu kencang. Pepohonan besar di sekitar Indra terlihat bergerak karena guncangan tanah yang semakin lama semakin terasa kencang. Tapi tiba-tiba saja dada Indra seakan dihantam pukulan yang begitu keras, getaran tanah kembali mereda, riuh angin yang bergemuruh juga mulai lenyap seiring dengan tubuh Indra yang terpental ke belakang.“Uhuk..” Indra langsung memuntahkan darah dari mulutnya lalu menengadahkan kepalanya lagi ke depan, kini terlihat Rima sudah berdiri di depannya sementara kelima bayangan pendekar yang dihadapinya sudah lenyap.“Maafkan aku, tapi jika tidak seperti itu aku tidak bisa menyadarkanmu,” kata Rima sambil mendekat.“Apa maksudmu? Di mana mereka? Mereka adalah para pendekar yang aku cari selama ini,” tanya Indra sambil buru-buru bangkit.“Tidak ada siapapun di hutan ini.

  • Pendekar Tengil   Bab 41: Penghinaan dari Murid Pancasagara

    “Kok tiba-tiba sepi ya?” tanya Indra sembari melirik ke arah Rima.“Mungkin mereka sedang beristirahat,” jawab Rima tanpa menoleh sedikitpun.Mereka berdua terus berjalan menuju lokasi perguruan, samar-samar di kejauhan terlihat beberapa orang pendekar sedang duduk-duduk di bawah pepohonan. Tak jauh dari tempat mereka duduk tampak ada sebuah lapangan besar, di sekitar lapangan terlihat banyak pondok-pondok sederhana berukuran sedang. Di tengah-tengah pondok-pondok tersebut tampak sebuah rumah sederhana dari bambu namun berukuran besar dengan teras luas menghadap ke arah lapangan.Di sekitar lapangan dan di beberapa pondok sederhana itu juga terlihat beberapa pendekar sedang berbincang bersama temannya, kebanyakan pendekar yang Indra lihat di sana adalah perempuan. Rima berjalan di paling depan sementara Indra berjalan di samping kanannya agak di belakang. Tiba-tiba saja para pendekar yang tengah d

Bab terbaru

  • Pendekar Tengil   Penutup

    Selamat siang sobat semuanya. Mudah-mudahan sobat semua dalam keadaan sehat selalu. Novel Pendekar Tengil di Tanah Para Jawara akhirnya tamat juga. Cerita novel ini hanyalah fiktif belaka. Karena masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin masih ada beberapa misteri yang belum terungkap di novel ini karena masih berhubungan dengan Novel Jawara, jadi di sana ada jawabannya. Jika di sana tidak menemukan jawabannya maka bisa request ke saya di media sosial tentang jawabannya. Saya ucapkan terima kasih banyak kepada sobat semua yang sudah mendukung saya selama ini. Semoga support yang telah sobat berikan kepada saya nanti akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipatnya. Mungkin untuk sementara saya tidak akan membuat novel baru di GN dulu, jika ingin tahu perkembangan karya lama atau karya baru saya selanjutnya silahkan ikuti media sosial saya di bawah. Sampai jumpa lagi. Igagram: @jajakareal Fanebuk: jalanfantasy Yoshzube:

  • Pendekar Tengil   Bab 137: Sampai di Kampung Halaman

    Waktu berlalu dengan cepat. Dalam jangka waktu tiga hari tiga malam saja Indra sudah sampai di Desa Kowala. Dia juga tak lupa menyempatkan waktu untuk singgah di kediaman Badra dan Surti. Setelah menginap satu malam di sana, Indra kembali melanjutkan perjalanannya ke tepi pantai guna mencari nelayan yang bersedia membawanya ke kapal yang hendak pergi ke Kerajaan Panjalu.Tanpa perlu kesulitan Indra berhasil menumpang di kapal yang pergi menuju ke Kerajaan Panjalu. Dua hari dua malam lebih yang dibutuhkan oleh kapal untuk sampai ke Dermaga Nanggala. Dari Nanggala, Indra bergegas segera pergi ke Kadipaten Mandala untuk singgah di Desa Panungtungan sekalian berziarah ke pusara Braja Ekalawya dan Lingga.Dalam waktu kurang dari tiga hari saja Indra sudah sampai ke Desa Panungtungan, rasa gembira bisa langsung dia rasakan. Risau dan cemas yang sempat terlintas saat dia di Perguruan Jatibuana kini sudah terlupakan. Indra buru-buru pergi ke Pasir Gede untuk menziarahi pusara Braja Ekalawya,

  • Pendekar Tengil   Bab 136: Kejanggalan di Perguruan Jatibuana

    Tak lama kemudian muri Jatibuana yang tadi pergi meninggalkan Indra sudah kembali lagi. Dia mengatakan bahwa Mahaguru Waluya bersedia bertemu dengan Indra. Saat itu juga Indra dan dua murid Pancabuana lainnya segera pergi menuju Perguruan Jatibuana. Suara ramai murid yang latihan mulai terdengar dari kejauhan, rasanya suaranya jelas lebih ramai dibandingkan saat dulu Indra datang ke Jatibuana.Setelah sampai di area perguruan, tampak ada puluhan pendekar sedang berlatih gerakan silat di halaman perguruan. Saat melihatnya Indra tersentak kaget sebab tidak hanya ada satu atau dua orang saja pendekar yang pernah dia lihat sebelumnya, kebanyakan pendekar lainnya sama sekali belum pernah Indra lihat. Saat Indra datang tampak semua pendekar mengalihkan pandangannya kepada Indra. Sementara itu di pendopo perguruan terlihat Mahaguru Waluya sedang duduk bersila bersama dengan Darga.“Silahkan temui Mahaguru di sana,” tukas dua pendekar yang mengantar Indra, mereka berdua segera pergi lagi ke d

  • Pendekar Tengil   Bab 135: Sampai di Jatibuana Dalam Sekejap

    “Itu mustahil. Aku belum pernah ke Paguron Jatibuana. Aku hanya bisa sampai ke kaki Gunung Jatibuana saja,” potong Laila.“Itu sudah bagus. Lagipula Indra kelihatannya tidak akan keberatan jika diantar sampai ke sana,” kata Purnakala.“Eh? Sebenarnya apa yang kalian maksud sejak tadi?” tanya Indra yang masih kebingungan dengan percakapan dua anggota Balapoetra Galuh tersebut.‘Set’‘Tap’Tiba-tiba saja secepat kilat Laila melayangkan tangan kanannya mengincar leher Indra, namun kemampuan Indra sudah meningkat pesat jika dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Dia dengan mudah menangkap tangan Laila menggunakan tangan kirinya.“Ada apa ini?” tanya Indra dengan waspada.“Cih, gesit juga,” gerutu Laila.‘Beukh’“Heukh..” pekik Indra. Tanpa dia sadari Purnakala sudah menotok lehernya dari belakang, sontak saja tubuh Indra menjadi lemas, pandangannya juga samar-samar mulai kabur.“Maafkan aku Indra, ini adalah bagian dari perjanjianku,” terdengar suara Purnakala pelan.“Kenapa?” batin Indra

  • Pendekar Tengil   Bab 134: Pamit dari Pancabuana

    Malam itu semua murid Perguruan Pancabuana tampak senang karena sudah lama sekali mereka tidak mengadakan jamuan seperti itu. Indra sendiri merasa lega karena malam ini kemungkinan adalah malam terakhir dia menginap di Pancabuana. Setelah selesai makan, Indra juga tidak langsung tidur dan memilih untuk mengobrol bersama dengan Dewa dan murid Pancabuana lainnya.Esok paginya. Setelah selesai sarapan Indra langsung pergi ke kediaman Mahaguru Adiyaksa guna berpamitan. Kali ini di sana juga sudah ada Purnakala dan Jaka yang seakan sudah menunggu kedatangan Indra. Saat itulah Mahaguru Adiyaksa memberikan wejangan untuk terakhir kalinya kepada Indra, dia juga meminta Indra untuk mengamalkan ilmu yang dia dapat di Pancabuana dalam jalan yang benar.“Aku juga tidak keberatan jika kau mengajarkan ajian gelap ngampar yang kau kuasai itu kepada muridmu kelak, tapi kau harus berhati-hati agar kau tidak salah dalam memilih murid yang ingin kau ajari ajian terlarang itu. Sebab kau akan bertanggung

  • Pendekar Tengil   Bab 133: Akhir Masa Perjanjian (part 2)

    “Saya juga sudah berniat untuk mengambil jalan pintas saja Mahaguru, soalnya kalau berputar seperti jalan awal saya ke sini mana mungkin cukup satu atau dua bulanan. Kalau begitu saya akan menunggu sampai Purnakala pulang saja,” ucap Indra sembari tersenyum.Indra kemudian pamit dari kediaman Mahaguru Adiyaksa. Dia memutuskan untuk menunggu sampai satu minggu lagi, lagipula sebisa mungkin dia juga ingin pamit dulu kepada Purnakala. Tapi jika Purnakala tidak kunjung pulang maka mau tidak mau dia akan langsung pamit saja tanpa menunggu Purnakala dulu.“Padahal aku juga berharap bisa bertemu dengan kang Raka Adiyaksa, tapi tampaknya aku tidak akan bertemu dengannya di sini,” batin Indra. Selama hampir dua tahunan ini dia berguru di Pancabuana, dia belum pernah juga bertemu dengan Raka Adiyaksa.***Hari kembali berlalu sejak Indra berniat meminta izin meninggalkan Pancabuana dari Mahaguru Adiyaksa, lima hari sudah Indra kembali menjalani aktifitasnya di Perguruan Pancabuana. Hari keenamn

  • Pendekar Tengil   Bab 132: Akhir Masa Perjanjian (part 1)

    Hari berganti hari sejak Indra secara resmi menjadi murid Perguruan Pancabuana. Dia berlatih dengan giat demi menyempurnakan gerakan silat serta ilmu kanuragan miliknya. Tentunya dia tidak terlalu kesulitan untuk menyesuaikan latihan dengan murid-murid lainnya, sebab sejak awal dia sudah memiliki dasarnya yang dia dapatkan dari Maung Lara.Waktu terus berlalu dengan cepat, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Tanpa terasa satu tahun lebih sudah Indra berada di Perguruan Pancabuana. Hampir dua tahun sudah dia berada di Kerajaan Galuh meninggalkan Kerajaan Panjalu. Murid Perguruan Pancabuana yang jumlahnya dulu hanya sepuluh orang dengan dirinya kini kedatangan empat murid baru, dua murid laki-laki yang bernama Taryana dan Pala serta dua lainnya adalah murid perempuan.Kini jumlah murid Perguruan Pancabuana berjumlah sebelas orang karena ada tiga orang yang memutuskan keluar dari perguruan. Dua murid laki-laki yang memutuskan untuk meninggalkan perguruan dan mengembara di du

  • Pendekar Tengil   Bab 131: Akhir Ujian Pancabuana (part 2)

    “Apakah tidak ada cara lain yang bisa saya lakukan agar Indra bisa menjadi murid di sini?” tanya Jaka dengan raut wajah serius.“Tidak ada. Dalam ujian ini dia harus bergantung kepada dirinya sendiri, entah itu pemikirannya atau keberuntungannya,” tegas Adiyaksa.“Yahuuu! Huaaaahh!” tiba-tiba saja dari kejauhan samar-samar suara Indra berteriak kencang.“Apakah dia sudah mengerti petunjuk yang aku berikan?” batin Jaka sambil berdiri menatap ke arah suara terdengar.Mendengar suara teriakan Indra seperti itu mendadak para murid pria keluar dari pondoknya dengan tatapan bingung, para murid wanita yang berada di pondok yang berbeda juga segera keluar menuju ke halaman perguruan. Adiyaksa sendiri segera berdiri dengan mengerutkan keningnya, baginya suara teriakan Indra tersebut tidak seperti orang yang akan menyerah dalam ujian.Semua orang yang ada di Perguruan Pancabuana kini berdiri menatap ke arah asal suara teriakan Indra. Tak lama kemudian semilir angin pagi mulai berhembus, dari ke

  • Pendekar Tengil   Bab 130: Akhir Ujian Pancabuana (part 1)

    “Mira, apakah jika kau ada di posisiku saat ini kau bisa memikirkan cara lain?” batin Indra seraya membayangkan wajah pujaan hatinya.“Hmmh..” Indra menghela nafas panjang sambil bangkit dan menatap permukaan sungai.Semakin lama Indra berpikir semakin pusing dia dibuatnya, karena itulah Indra memilih untuk segera turun lagi ke sungai guna mencari batu yang dilemparkan Mahaguru Adiyaksa. Berpikir diam saja juga rasanya tidak akan membuahkan hasil. Indra terus menyusuri dasar sungai sesuai tanda yang telah dia buat di tepi sungai menggunakan bambu.Hari demi hari terus berlalu, Indra terus menyisir dasar sungai membolak balik batu yang dia lihat di dalamnya. Tanda yang dia buat di tepi sungai semakin lama semakin jauh dari tempat awal dia membuat tanda. Dia tidak bisa memikirkan cara lain yang lebih efektif untuk menemukan batu yang dia cari, karena itulah dia terus menggunakan cara yang sejak awal mampu dia pikirkan.Tanpa terasa enam hari sudah berlalu sejak dia pertama kali mencari

DMCA.com Protection Status