Raja Kerta sendiri yang mendengar hal ini tidak mempersoalkan, baginya itu lebih baik, daripada nanti dua anak kembarnya sama-sama dewasa dan berakibat fatal bagi kerajaaanya kelak.
Sejak saat itu, hilanglah kisah soal Bik Selai dan bayi yang hilang misterius, tapi bagi Permaisuri Kirna, sampai detik ini dia tetap beranggapan salah satu bayi kembarnya itu masih hidup.
Diam-diam dia menemui Panglima Perang Ki Parong yang merupakan kerabat dekat sekaligus orang yang sangat di percayanya, dia minta sang panglima menyelidiki kemana lenyapnya salah satu bayi kembarnya itu.
Panglima pun bergerak dengan mengutus dua pengawalnya yang sangat dia percayai, yakni Ki Surai dan Ki Bidu. Tapi bertahun-tahun mencari, bayi itu tetap tak diketahui di mana berada alias hilang misterius.
Ki Surai dan Ki Bidu sampai harus berkelana ke kerajaan tetangga, saking penasarannya kenapa satu bayi itu bisa lenyap begitu saja.
Namun usaha itu tetap sia-sia, Panglima Ki Parong pun akhirnya memutuskan menyetop pencarian dan meminta kedua orang kepercayaannya itu kembali ke kerajaan, lalu sang Panglima ini melaporkan hasilnya ke permaisuri.Walaupun sangat kecewa, namun permaisuri tak bisa berbuat apa-apa, apalagi dia khawatir kalau sampai yang Raja tahu soal ini, maka akan menjadi masalah besar kelak.
Permaisuri yang kini sudah mulai renta ini terus menyimpan rahasia besar ini, bahkan sampai akhirnya sang Prabu Kerta mangkat, rahasia itu tetap tak pernah bocor.
Saat melihat salah satu putera kembarnya, yakni Raja Dipa, permaisuri ini membatin pasti saudara kembar sang raja berusia sama.
“Tapi dimana anak itu sekarang…kalau dia masih hidup, paling tidak dia pasti sudah memiliki anak dan istri!” guman permaisuri kalau lagi termenung seorang diri di istananya yang merupakan hadiah dari mendiang suaminya Raja Kerta.
Semenjak sang prabu mangkat, sang permaisuri yang sudah berubah jadi ibu suri hanya berdiam diri saja di Istana nya, jarang mau terlibat lagi urusan kerajaan, kecuali anaknya yang kini sudah jadi raja memintanya.
Itupun tak mau lama-lama, begitu acara utama selesai di lanjutkan hiburan-hiburan, berupa tarian-tarian, sang Ibu Suri pun permisi dengan Raja Dipa dan beralasan sudah tua dan tak bisa lagi berlama-lama ikut acara kerajaan.
Demikian sekilas kondisi kerajaan Hulu Sungai saat ini…!
*****
Perjalanan Pendekar Pekok dan Dusman serta Nalini berjalan lancar, tak ada kendala berarti, selain cepat karena menggunakan kuda, mereka jarang beristirahat lama. Kadang kalau terang bulan, malam pun mereka tetap meneruskan perjalanan.
Setelah 10 harian, akhirnya mereka tiba di padepokan Ki Jarong yang terdapat di lereng bukit dan lumayan jauh dari perkampungan.
Terlihat puluhan murid-murid Ki Jarong sedang berlatih silat dan ada juga yang sibuk bekerja membelah kayu atau sibuk di kebun. Bahkan ada juga yang sedan bersemedhi sambil berjemur di sinar matahari, itu katanya berguna untuk melatih fisik agar semakin kuat, sekaligus menyedot hawa murni, agar tenaga dalam makin kuat.
Padepokan bertingkat dua itu lumayan luas, terutama halamannya, selain bangunan utama merangkap rumah pribadi Ki Jarong, juga terdapat beberapa bangunan dari kayu yang merupakan asrama bagi para murid-muridnya.
“Mari Bang, kita langsung saja ke ruang utama guru, beliau pasti di sana sedang bersemedhi,” kata Dusman setelah menaruh kuda dan mengikatnya di halaman dibantu 2 orang murid baru, ketiganya berjalan cepat menuju ruang utama.
Semua murid Ki Jarong mengangguk hormat saat melihat Dusman dan Nalini, karena dua murid ini termasuk murid utama dan memiliki ilmu kanuragan yang jauh di atas mereka, boleh dibilang keduanya merupakan murid senior dan paling di percaya Ki Jarong.
Mereka hanya memandang Pendekar Pekok, karena tak kenal dan segan untuk menegur, kecuali menunduk hormat. Apalagi pakaian yang Pendekar Pekok kenakan juga sangat perlente, mereka pikir sang pendekar ini pasti tamu agung mahaguru mereka dari kalangan bangsawan.
Setelah mengetuk pintu dan dibukakan seorang murid yang berjaga di ruangan itu, Dusman mempersilahkan Pendekar Pekok masuk.
“Terima kasih sudah mau datang Malaki!” Ki Jarong membuka mata sambil tersenyum dan menatap Pandekar Pekok. Pendekar Pekok memuji dalam hati kesaktian Ki Jarong, karena langsung kenal dengannya, padahal matanya tadi masih tertutup.
Pendekar Pekok menatap Ki Jarong yang bertahun-tahun tak pernah berjumpa, sepintas melihat dia sudah tahu kalau Ki Jarong keracunan, imbas dari pukulan musuhnya. Agaknya kalau tidak cepat dikeluarkan, racun itu akan merembet ke jantungnya dan tentu saja umur pendekar tua ini akan selesai.
Badan Ki Jarong terlihat kurus dan pucat, karena dia tak bisa makan secara maksimal selama beberapa bulan.
“Ki Jarong, kamu buka baju dan berbaliklah, aku akan mengeluarkan racun yang ada dalam tubuhmu, kita tidak bisa menunggu lama-lama, karena pengaruh racun itu sudah menyebar ke dada Ki Jarong!” Pendekar Pekok kemudian menunggu Ki Jarong melepas baju luarnya dan lapisan dalamnya, kini dia hanya mengenakan celana selutut.
“Saat tenaga dalamku masuk, jangan melawan…rasakan saja dan kalau ingin muntah, langsung muntahkan, jangan di tahan-tahan!” perintah Pendekar Pekok yang kini sudah duduk dibelakang Ki Jarong lalu menempelkan tangan kirinya di punggung Ki Jarong.
Pertama-tama Ki Jarong merasakan hawa hangat, lama-lama berubah panas dan terus panas sampai badan Ki Jarong mengeluarkan keringat dan ada asap berwarna abu-abu keluar dari ubun-ubunnya.
Sesuai perintah Pendekar Pekok, Ki Jarong mematikan indera kekuatannya dan dia pasrah saja, tak lama kemudian panas makin tak tertahankan dia rasakan. Tak lama kemudian dari perutnya mulai terasa bergejolak dan terasa ingin muntah.
“Huekkk…huekkk…huekkkkkk…!” tiga kali Ki Jarong muntahkan darah berwarna kehitaman dan anehnya tubuhnya yang tadi panas sekali, kini berubah jadi enak setelah ia muntahkan darah yang bercampur racun.
Tiba-tiba Pendekar Pekok merubah tenaganya, yang asalnya panas berubah jadi dingin, lama-lama tubuh Ki Jarong kembali menggigil. Sama seperti tadi, Pendekar Pekok minta agar Ki Jarong jangan melawan tenaga dingin yang masuk ini.
Lama-lama tubuh Ki Jarong kini tidak lagi dingin, malah berubah jadi sejuk, dadanya makin plong, bahkan tanpa bisa di tahan, Ki Jarong sampai sendawa yang sangat nyaring. Terlihat Pendekar Pekok menarik nafas lega dan menghentikan pengobatan.
Setelah itu Pendekar Pekok meminta Nalini agar mengambilkan air putih.
“Yang agak hangat, jangan dingin biar badan Ki Jarong kembali normal!” Nalini langsung mengangguk dan bergegas ke luar ruangan menuju dapur.
Dusman yang melihat gurunya mulai pulih, makin kagum pada kehebatan Pendekar Pekok ini, tanpa bertanya sudah tahu penyakit gurunya dan langsung mengobatinya. Yang hebatnya, begitu di obati Pendekar Pekok, kini kondisi Ki Jarong sudah lebih baik.
Setelah minum air putih hangat, wajah Ki Jarong yang tadi pucat pelan tapi pasti kembali normal. Wajah Ki Jarong pun kini bisa tersenyum lega, tidak seperti sebelumnya, setiap kali ingin bicara, ia merasakan dadanya sangat sesak, bak di tindih benda berat ber ton-ton.
Ki Jarong kemudian memerintahkan Nalini membuat kopi panas dengan gula aren, minuman yang sangat dia sukai dan dia juga tahu Pendekar Pekok sangat suka ngopi.
Semenjak ia sakit, terpaksa puasa minuman kesukaannya ini, kini dia sudah yakin kalau semua racun sudah bisa di keluarkan Pendekar Pekok melalui demonstarsi tenaga dalam tingkat tinggi yang hanya pendekar temannya ini miliki.
Muntahan Ki Jarong sudah dibersihkan Dusman bersama penjaga pintu yang juga murid Ki Jarong, sehingga ruangan ini kembali bersih. Dusman juga permisi ingin beristirahat ke belakang, karena baru datang menempuh perjalanan yang sangat jauh hingga bermingu-minggu.
Kini Ki Jarong dan Pendekar Pekok menikmati kopi panas yang di buat Nalini, Ki Jarong juga tanpa takut kini enak-enakan menikmati rokok tembakau dari cangklongnya.
Sementara Pendekar Pekok dari dulu memang tak suka merokok ia hanya melihat kelakuan Ki Jarong sambil tersenyum dan bilang kini tubuhnya sudah bebas dari racun, hanya saja tenaganya belum pulih 100%, perlu semedhi serta makan agar pulih lagi.
“Berbulan-bulan aku puasa rokok tembakau, gara-gara pukulan beracun itu, yang membuat aku harus menahan sakit setiap kali menarik nafas!” ungkap Ki Jarong, sambil menghembuskan asap tembakaunya ke udara, rasanya benar-benar lega bukan main.
*****
BERSAMBUNG
“Terima kasih Malaki, andai kamu terlambat datang, mungkin umurku tak lebih dari 2 minggu lagi!” Ki Jarong menatap wajah Pendekar Pekok sambil menghirup kopi panas, yang juga otomatis menggugah selera makannya yang selama 2 bulanan terganggu.“Ki Jarong siapa musuh kamu itu?” tanya Pendekar Pekok, sambil memakan ubi yang di rebus dan baru saja di hidangkan Nalini, baunya tak kalah harumnya dari kopi tadi.“Namanya Ki Samut, dia merupakan musuh sejak kami sama-sama muda, dia marah karena dulu kalah bersaing denganku merebut seorang hati seorang wanita!” Ki Jarong menghela nafas.Ki Jarong menambahkan, kemarahan Samut saat muda karena dulu kalah di ajang perlombaan jodoh di sebuah kampung.“Saat itu kepala kampung yang sangat terkenal mengadakan lomba mencari jodoh bagi putrinya, aku yang masih muda tentu saja tertarik. Setelah melalui berbagai pertarungan yang semuanya ku menangkan, sampailah aku di pertandingan pu
Samut yang kini tinggal sendirian tak punya kesempatan melarikan diri, dia pun melakukan perlawanan sebisanya. Di saat kritis dan tinggal selangkah lagi nyawa Samut akan melayang, Jarong tiba-tiba terjengkang ke belakang, sebuah pukulan jarak jauh membuat dia tak mampu bertahan.Jarong pun ber salto menghindari serangans susulan, ia tak mau kalah, Jarong membalas serangan yang datang tiba-tiba ini, ia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya menyerang orang yang baru datang itu.Tapi kembali serangannya bak membentur tembok keras, sampai-sampai tubuh Jarong terlempar hingga terguling-guling ke tanah, tapi Jarong yang sudah sangat marah kembali bangkit dan bersiap melancarkan serangan susulan kembali.Saat berbalik dan kembali berdiri, Jarong kaget karena tubuh Samut sudah lenyap dan dari kejauhan dia melihat musuh besarnya ini di gendong seseorang yang tak di kenalnya lalu menghilang cepat dalam hutan.Jarong menahan diri untuk mengejarnya, dia sadar orang yan
Dusman yang menyambut serangan Pendekar Pekok dari atas langsung terguling, dia seakan menerima ribuan pukulan yang susul menyusul menerpa wajah dan tubuhnya. Untungnya Pendekar Pekok membatasi tenaganya, sehingga Dusman tak cedera parah, hanya terkaget-kaget saja, tapi itu saja sudah membuktikan bagaimana hebatnya pendekar muda ini. “Kamu lebih fokus lagi Dusman, jangan sungkan, gunakan tendangan!” kata Pendekar Pekok memberi petunjuk. Dusman yang mulai ngos-ngosan mengikuti saran ini, dia pun fokus pada serangan, kali ini Pendekar Pekok kembali mulai membalas. Begitu Dusman melompat dan menendang dengan gaya memutar, kakinya langsung kena tendang secara kilat oleh Pendekar Pekok, Dusman yang baru mengangkat kaki langsung terjatuh ke tanah. Semua murid yang menyaksikan ini kaget bukan main, sebab jatuhnya Dusman tak terlihat di tendang oleh pendekar sakti ini. “Udah cukup Dusman, kamu segera berdiri!” Dusman langsung bangkit dan menunduk horm
Sambil melayang di udara, pendekar ini langsung mendorong dan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata dia menuju ke guru Ki Samut, Ki Samut sendiri sudah menjauh menyelamatkan diri, dia baru sadar musuhnya yang terlihat bak seorang bangsawan terpelajar ini sangat sakti, sekaligus kejam karena langsung membalas dan menyerang dengan pukulan maut. Guru Ki Samut terdorong ke belakang, kakinya mencetak garis di tanah, saking kerasnya dorongan pukulan sambil melayang di udara yang dilancarkan Pendekar Pekok. Padahal pukulan menari di atas awan baru 30% dikeluarkan pendekar ini, belum ia keluarkan hingga 100%. Pendekar Pekok cukup cerdik, ia ingin mengukur dulu sampai di mana kekuatan guru Ki Samut yang tak banyak bicara ini. Kini satu tangan Pendekar Pekok dan guru Ki Samut bertemu, atraksi tenaga dalam pun tersaji, tak cukup hanya satu tangan, guru Ki Samut menambah dua tangan, sedangkan Pendekar Pekok hanya menggunakan tangan kirinya. Dia juga terlihat santai-sa
Setelah mendapat petunjuk ini dan itu dari Ki Jarong, hari itu juga Pendekar Pekok pamit dan bermaksud akan menuju ke kaki pegunungan meratus bagian barat, yang jaraknya lebih satu bulan perjalanan. “Semoga kita bertemu di sana Malaki, selamat jalan dan terima kasih atas bantuan kamu menumpas musuh besarku. Aku puas, semoga kini arwah istriku dan mertuaku berikut anak buahnya tenang di alam sana, dendam mereka sudah kutuntaskan melalui kamu!” Ki Jarong dan Pendekar Pekok berpelukan, pendekar ini juga bersalaman dengan seluruh murid Ki Jarong, termasuk Dusman dan Nalini. Setelah bersalaman, pendekar ini sekali lagi menoleh dan melambaikan tangan, lalu diapun naik kuda dan menghela kudanya ini, dan kuda hitam ini seakan terbang saking cepatnya meninggalkan padepokan itu. Nalini yang diam-diam jatuh cinta dengan pendekar sakti ini, tiga hari kemudian minta izin untuk ke kaki pegunungan meratus. Tentu saja keinginan Nalini di tentang keras Ki Jarong. “Nal
Sejak saat itu, Malaki benar-benar bak budak di sarang para perampok ini, dia disuruh memasak, mencuci dan juga merawat kuda-kuda di persembunyian para perampok tersebut. Kalau dia salah bekerja, tendangan dan pukulan akan ia terima dari anak buah Jambrong.Akibatnya Malaki makin dendam dengan para perampok ini, tapi dia tak berdaya, sedangkan 5 wanita malang dari desa yang sama mereka dijadikan budak nafsu oleh para perampok.Selain 5 orang wanita itu, terdapat juga 10 wanita lainnya, yang sebelumnya juga dijadikan hal yang sama, tapi lama-lama mereka malah di paksa jadi istri-istri oleh para perampok sadis tersebut, bahkan ada yang telah memiliki anak.Tak ada yang berani kabur, sebab tempat itu berada di sisi jurang dan di sekelilingnya hutan lebat penuh dengan binatang buas atau ular-ular beracun, juga terdapat lembah berlumpur, yang bila masuk ke dalamnya, lumpur itu akan menyedot apapun yang jatuh dan tak bisa keluar lagi.Jambrong sendiri memiliki
Sonto langsung menerjang Malaki, dia melancarkan pukulan lurus ke tubuh Malaki. Malaki dengan mudah menghindar, latihan diam-diam yang dia lakukan kini menemui ujian dari Sonto.Sonto kaget Malaki mampu menghindar dengan mudah, bocah cilik ini langsung emosi dan dia kembali melancarkan serangan-serangan, tapi lagi-lagi semuanya gagal.Sonto makin emosi, terlebih Rani malah bertepuk tangan melihat Malaki mampu menghindari semua serangan Sonto dengan mudah. Rani juga tanpa sungkan memberi semangat pada Malaki, akibanya Sonto makin emosi.Tiba-tiba Sontoh berhasil memeluk tubuh Malaki, keduanya lalu bergumul hingga berguling-guling di tanah. Malaki kali ini tak mau mengalah, dia langsung memukul wajah Sonto, akibatnya bibir Sonto langsung berdarah dan dia menangis kesakitan.Malaki pun berdiri dan menjauh dari tubuh Sonto, Rani tertawa mengolok-olok saudaranya yang suka pongah dan sombong ini, Sonto bangun dan berlari.“Awasss kamu yaa, ku lapor
Pendekar Jubah Tengkorak ini melompat-lompat jauh bahkan jarak lompatannya sampai 10 tombak, setelah hampir dua jam lebih berlari tanpa henti, Ki Sunu berhenti dan menurunkan dua calon muridnya ini.“Hmmm…mulai sekarang kalian murid-muridku, ayoo kalian berlari menuju arah matahari terbenam, mulai sekarang kalian harus berlatih ilmu gingkangku!” Ki Sunu lalu mengibaskan tangannya dan kedua anak kecil ini terdorong ke depan.Rani yang paham karena dia lama berlatih dengan ayahnya, langsung berlari, Malaki tak mau kalah, dia malah lebih gembira kini seakan telah bebas dari cengkraman Jambrong, setelah 1 tahun lebih jadi budak perampok itu, Malaki mengerahkan tenaganya, akibatnya Rani malah tertinggal kini.Rani kaget, tak menyangka tenaga Malaki malah mampu mengalahkan dia, gadis cilik ini tak mau kalah, dia mengerahkan kekuatannya, kini dia bisa sejajar dengan Malaki.Rani terkenal sebagai gadis cilik yang berhati keras, kalau sudah ada
Yang bercadar satunya yang ternyata Putri Milina juga melepas penutup wajahnya, hingga Malaki bengong melihat kecantikan si putri ini. Putri Milina mendekati Malaki dan memeluk bocah tampan ini. “Kamu siapa..?” Malaki menatap bengong melihat si putri jelita ini. “Malaki…ayo beri hormat pada calon kakak ipar kamu…Putri Milina!” Putri Dafina mendekat dan Putri Milina langsung bersujud di hadapan wanita yang masih cantik jelita ini. Putri Dafina buru-buru mengangkat calon mantunya ini dan memeluk erat, sambil mengecup pipi glowing Putri Milina, sehingga si putri jelita ini terharu, tak menyangka orang tua kekasihnya sehangat dan se ramah ini. Setelah memeluk Putri Remi, Sembrana juga bersujud di hadapan ayahnya Pangeran Remibara dan langsung di tarik ayahnya agar berdiri. Lalu keduanya di ajak masuk ke dalam Istana Pasir Berlumpur, Putri Remi sangat senang bertemu kembali dengan Putri Milina. Kedua gadis jelita yang berbeda usia hingga 4 tahunan ini bak sahabat lama, selalu bersenda
“Dia ayah kandungku…kenapa aku harus kualat dengan dirimu? Siapakah kamu sebenarnya?” Sembrana bertanya heran, hingga amarahnya jadi turun seketika.“Aku Jalina dan dia adikku Jalini, asal kamu tahu, kami berdua bekas istri ayahmu, tangan kami buntung karena dulu membela ayah kamu itu!”Sembrana sampai terdiam saking kagetnya, masa ayahnya punya istri kedua wanita ini, walaupun kini sudah tua, memang masih terlihat bekas-bekas kecantikannya, tapi penampilan keduanya agak menor.“Hmm…begitu yaa…baiklah, aku ampuni jiwa kalian hari ini, sekarang juga pergilah dari sini, karena tempat ini milik sahabatku 3 Pendekar Tikus Kuburan yang kalian rampas dulu!” sungut Sembrana.Sembrana lalu berpaling ke arah Ki Paju yang celakanya masih hidup, karena dia memiliki ilmu kanuragan yang hebat.Sangat mengerikan melihat tokoh jahat ini dalam kondisi yang mengenaskan, tubuhnya terlihat masih berkelonjotan, dari mulutnya terdengar suara seperti babi di sembelih, matanya melotot menahan penderitaannya
“Hmm…kamu pasti sudah lupa, saking terbiasanya berbuat kejahatan, lupakah kamu di Kampung Marawis dulu, kamu hampir saja memperkosa seorang wanita yang ku sayangi, lalu dengan kejam menyeret tubuh seorang bocah, hingga hampir mati…?”Ki Paju terdiam sesaat, mata julingnya terus menatap wajah pemuda ini, bahkan 3 Pendekar Tikus Kuburan juga terdiam.Termasuk Putri Milina yang kini muncul dari persembunyiannya, hingga anak buah Ki Paju melotot melihatnya.Mereka bak melihat seorang bidadari keluar dari empang, mereka tak memperdulikan Ki Paju yang masih melongo, serta 3 pendekar tikus kuburan yang menatap Ki Paju, mereka lebih aseek menatap wajah si jelita ini.“Huhh sudah ratusan bahkan mungkin ribuan wanita yang ku perkosa, lalu ku bunuh, aku tak kenal siapa kamu, juga wanita dan bocah yang kamu omongkan!” sentak Ki Paju.Blarrrr…sebuah pukulan dingin langsung Sembrana lontarkan, akibatnya tubuh Ki Paju terjengkang dan menimpa teras bangunan ini.Teras ini hancur berantakan, tubuh Ki
Sembrana terpaksa menghentikan aksinya, walaupun Putri Milina terlihat mulai terpancing dan pasrah.Sebagai pendekar sakti, pemuda ini mendengar suara kresek-kresek walaupun masih jauh, tapi agaknya sedang menuju ke tempat mereka.“Bangun sayang, kayaknya kita kedatangan tamu!” bisik Sembrana, hingga Putri Milinna kaget dan buru-buru bangkit sambil merapikan pakaiannya.“Pangeran Sembranaaa…!” teriak seseorang dengan logat agak-agak ngondek.Ternyata yang datang adalah Ki Jerink dan dua rekannya, si Jenggot serta si Gendut, alias 3 pendekar tikus kuburan.Sembrana dan Putri Milina kini sudah berdiri menyambut ke tiganya.“Hadeuhh capek dehh, kalian berdua cepat banget lari-nya!” Ki Jerink terlihat ngosan-ngosan.Hingga Putri Milina senyum sendiri melihat pria yang agak melambai tapi pintar merias ini, lucu sekali di matanya.“Ki Jering, Ki Gendut dan Ki Jenggot ada apa kalian menyusul kami?” Sembrana menatap ketiganya bergantian.“Maaf sebelummya Pangeran Sembrana, Tuan Putri Milina,
Wanita kalau di tembak terang-terangan akan malu, begitu juga dengan Putri Milina, si jelita ini malah meninggalkan Sembrana.Bukan merajuk atau marah, justru merasa jengah dan bingung harus berbuat apa, padahal dulu saat bersama selama 3 tahunan dalm sebuah gua, mereka bak lintah selalu lengket dan tak mau jauh-jauhan.Melihat hal ini pemuda inipun cepat-cepat menyusul dan menggandeng tangannya adik angkatnya yang kini sudah di lamarnya, tapi belum ada jawaban ya atau tidak dari Putri Milina.Tapi Putri Milina langsung mengibaskan tangannya, karena kini mereka jadi pusat perhatian para prajurit, bahkan ada yang nakal mensuiti keduanya, sehingga wajah Putri Milina makin merah dadu.Begitu sampai di depan Pangeran Remibara, yang masih bersama Putri Remi dan Pangeran Dursana, Sembrana langsung bersujud di depan ayah kandungnya ini.Sebagai pendekar berpengalaman Remibara paham, ada sesuatu yang ‘spesial’ diantara dua orang muda ini, dalam hati tentu saja dia mendukung hubungan keduanya.
“Percuma kalian lari, kali ini aku tak bakal melepaskan kalian lagi!” Sembrana menebarkan ancaman sehingga kedua orang ini makin keder saja.Saat mereka mengeroyok pemuda ini saja dengan 6 orang sakti lainnya mereka keok, apalagi kini hanya berduaan.Ki Bado dan Ki Jarot saling pandang, lalu dengan cepat keduanya menerjang maju, keduanya mencabut pedangnya mengarahkan ke dada Sembrana.Sembrana menangkis dengan jurus bangkui menerkam elang, dan tiba-tiba hawa langsung berubah sangat dingin yang menyambar dari samping.Hal ini membuat Ki Badp dan Ki Jarot menggigil dan terhuyung. Sembrana melangkah maju dan menyambar keduanya.Ki Bado dan Ki Jarot memutar pedangnya, tapi keduanya kaget, hawa pukulan tangan Sembrana malah berubah kali ini, yakni serangannya menjadi sangat panas.Sembrana juga menangkis sehingga kedua pedang itu meleset, tiba-tiba Sembrana memekik keras, tubuhnya bergerak sangat cepat dan ia mendorongkan kedua tanga
Sembrana kaget bukan main, tapi pemuda ini justru kagum dengan ayahnya yang tenang-tenang saja.“Pengecut…kalau sampai adiku dan sepupuku kalian penggal lehernya, maka sampai ke lubang neraka pun aku akan mencari kalian dan memotong-motong tubuh kalian, lalu tubuh kalian berdua ku berikan pada anjing liar di hutan!”Keras dan tegas ucapan Sembrana, hingga bikin kaget semua orang, bagaimana seorang keturunan Pendekar Tampan Berhati Kejam ini agaknya tak kalah ganas dengan ayahnya sendiri.Apalagi setelah kini mereka menyaksikan sendiri, bagaimana hebatnya kepandaian pemuda ini, yang tak berselisih jauh dengan Pangeran Remibara.“Sembrana…kamu tenang dulu, hmm…apa keinginan kamu Ki Jarot dan Ki Bado, sebutkan lah. Tak perlu kamu secara pengecut jadikan anakku dan kemenakanku sebagai tameng!” sela Remibara dengan suara pelan, tapi dengan intonasi kuat, karena pendekar ini menggunakan tenaga dalam.Melihat k
Setelah menghela nafas, Pangeran Remibara tersenyum melihat aksi sihir Ki Ucai, kalau orang lain memandang Ki Ucai bak monster yang menakutkan.Tapi bagi Remibara, kakek ini hanya samar-samar bentuk tubuhnya berubah dari semula, bukan seperti monster yang menakutkan.Sembrana pun sama, dia melihat Ki Ucai tetap seperti semula, bertubuh kurus dan berbaju pertapa, bukan seperti monster seperti yang ribut di suarakan ribuan orang yang terpengaruh ilmu sihir ini.Pengaruh batu mestika ular raksasa yang dia makan dulu, ternyata membuat batin dan kekuatan tenaga dalam Sembrana sangat kokoh, sehingga dia tak terpengaruh.Walaupun ada getaran-getaran kuat saat menatap wajah Ki Ucai, tapi Sembrana dengan sekali helaan nafas mampu membuang pengaruh itu.Termasuk Putri Milina, juga tak terpengaruh, dia sama dengan Sembrana, sudah memakan batu mestika itu, sehingga dia senyum-senyum saja melihat Ki Ucai.Tapi memandang kagum ke Pangeran Remibara yang terlihat tenang sekali dengan senyum tak lepas
Tiba-tiba melayanglah 8 orang sekaligus ke atas panggung, yakni Pangeran Ki Jarah, diikuti Arya dan Arjun Kamandani, Pangeran Sultana, Pangeran Uyut, Ki Bado, Nyai Rumpi dan Ki Jarot. Dan mereka kini mengurung Pangeran Remibara di tengah-tengah panggung yang tak terlalu besar ini, semua orang langsung melongo. Sembrana yang melihat ini langsung gelisah, sehebat-hebatnya ayahnya, apakah sanggup melawan 8 orang sakti ini sekaligus? “Hmm…kamu telah menantang kami sekaligus, heii para undangan yang terhormat semuanya, kalian adalah saksi hari ini, di depan kita Pangeran Remibara menantang kami semua sebagai orang yang pun hajat dan mengganggu acara kita." "Jadi kalau dia kalah, jangan dibilang kami main keroyokan, karena si pangeran ini terlalu sombong, dan dialah yang duluan bikin perkara!” Ki Jarah ternyata sangat cerdik, dia mulai memainkan siasatnya liciknya, dia paham, kalau mereka maju satu persatu, maka nasib mereka tak bakal beda jauh dengan Kakek Kofa, yang barusan di perma