Gleen menarik kembali Lala dalam pelukannya, berjanji dalam hati akan selalu melindunginya dan tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti walau seujung kuku pun.
Dalam pelukan itu Glenn merasakan getaran masih begitu hebat. Terang saja Lala shock karena seumur hidupnya belum pernah diperlakukan sekasar itu. Glenn menciumi pucuk kepalanya dan terus mengelus punggung gadis itu. Tetapi sayangnya itu tidak meredakan tangis gadis itu bahkan terdengar semakin hebat.
Glenn melepaskan pelukannya, mengangkat dagu Lala dengan lembut, kemudian bertanya. “Katakan di mana dia tadi menyentuhmu?” lirih Glenn. Bukan pertanyaan yang baik rupanya karena itu malah memicu air mata Lala kian menganak sungai.
“Apa dia menyentuh ini,” ucap Glenn seraya mengusap bibir Lala lembut. Ditanya seperti itu kejadian beberapa saat yang lalu kembali berputar di otak Lala. Masih teringat jelas bagaimana Alan memaksanya, bahkan karena tidak mendapat balasan Alan bertambah k
Pandangan semua yang ada di ruangan itu terfokus pada Rega. Mereka begitu kaget demi mendengar kalimat yang baru saja terlontar. Glenn mendorong Rega kasar hingga tubuh Rega mundur beberapa langkah, “Maksudmu apa, Ga?! Jangan ngomong sembarangan dengan menyebarkan berita bohong demi menyelamatkan pengecut itu!” “Dia memang adikmu! Aku tidak bohong!!” tegas Rega dengan pandangan tidak kalah tajamnya. “Drama apalagi yang mau kamu tampilkan, Ga?! Aku masih mengingat dengan baik! Mama hanya mengandung dua adik perempuanku, dan tidak ada adik yang lain! Jadi berita yang kamu bawa itu sungguh tidak lucu!” bantah Glenn. “Maksudku, kalian saudara satu Ayah! Maaf aku tadi salah bicara,” ucap Glenn dengan menurunkan nada suaranya. Glenn masih dalam mode tidak percaya dengan ucapan Rega, bahkan Glenn berpikir itu semua hanya akal-akalan Rega saja untuk membuatnya jatuh kasihan pada Alan dan menghentikan pukulannya. Rahang Glenn mengetat, tanggany
“Aku nggak mau tahu, Ma. Jika Mama masih menganggap Glenn adalah anak Mama pulanglah. Glenn nggak peduli siapa sebenarnya ayah Glenn. Hanya saja ini penting agar aku bisa menjelaskan semuanya pada Lala!” Tegas Glenn. “Apa kamu benar-benar serius mencintai gadis itu, Glenn?” “Mama jangan banyak bertanya dulu. Pokoknya mama pulang secepatnya titik!” Glenn menutup sambungan teleponnya. Wajahnya sangat frustasi bahkan semalam dirinya nggak tidur sama sekali. Pagi ini suasana apartemennya masih sangat sepi. Glenn melangkah keluar dan memeriksa Rega. Rega masih tidur dalam damai. Sejenak Glenn mengingat ucapan Rega. Bahwa cinta butuh diperjuangkan. Hati butuh dimegerti dan perasaan wajib disampaikan. Mencoba memahami perasaan sendiri sebelum memahami perasaan orang lain itu adalah bentuk keadilan. Glenn selama hidup ini baru sadar, tidak pernah adil pada dirinya sendiri. Selalu menyembunyikan keinginan dan kemauannya hanya karena menganggap semua itu tidak penting.
"Ohh jadi kamu yang datang? Mau bikin keributan atau sengaja mau nantang aku?" ucap Adrian spontan saat melihat Glenn sedang berdebat dengan Narti. Glenn maju beberapa langkah mendekati Adrian, "Maaf kak, aku hanya ingin bertemu Lala itu pun jika kakak dan keluarga mengizinkan," ucap Glenn sopan. Meskipun dalam hati jengkel, kalau saja di depannya itu bukan kakaknya Lala. Tentu saja sudah dipukulnya. "Ada perlu apa kamu menemui adik saya? Kamu mau mempermainkan perasaanya?" sinis Adrian. "Aku hanya ingin melihat keadaannya, Kak. Tentu saja aku khawatir, pasti Lala shock dengan semua kejadian ini!" tutur Glenn tetap berusaha sabar. "Ohh ... Selama berada dengan keluarganya Lala akan baik-baik saja dan kami memutuskan untuk menjaganya. Kami menyesal membiarkan Lala dekat dengan orang semacam kalian!" "Kak! Kita itu sama-sama laki-laki! Jangan seenaknya bicara! Bukan
"Iya buktikan!" Kalimat itu hanya terdiri dari dua kata, tapi memberikan makna yang luar biasa untuk Glenn. Berbekal kalimat itu Glenn membawa semangat barunya. Dia terburu-buru kembali ke apartemennya. Intinya lampu hijau sudah dikantonginya. Persis seperti seorang anak yang keinginannya hampir terwujud hatinya begitu riang. Hari ini dirinya ingin menuntaskan semuanya, tentang berita bohong yang sudah terlanjur disebarkan Rega. Bagaimana pun Glenn harus membersihkan nama baiknya. Seenaknya saja menyebut dirinya adalah bersaudara dengan orang yang paling dibencinya. "Rega! Rega!" teriaknya setelah langkah kaki itu memasuki apartemennya kembali. Terlihat Rega sedang menikmati secangkir kopi dengan kondisi pakaian yang sudah rapi. "Dari mana aja kamu? tak satu pun panggilanku kamu angkat!" Protes Rega. &nbs
"Benarkah kamu anak Sintia? Kenalkan aku Wijaya Ayahnya Alan," ucap lelaki itu to the point. Sejak mendengar kabar tentang putranya, dosa masa lalu itu kembali berputar. Menyesal telah egois tapi apalah daya semua akal sehatnya kalah akan nafsu yang mengatas namakan cinta. "Untuk apa kamu tanya itu?! Pergilah aku tidak punya urusan apa pun dengan kalian. Dan kamu Alan ngapain kamu bawa orang tua ini ke sini. Belum puas kamu bikin masalah?" Glenn menolak kedatangan mereka. Bahkan melihat muka Alan dirinya begitu benci, bagaimanapun dia selalu menyakiti Lala. Apalagi menatap orang yang mengaku bernama Wijaya itu. Glenn bertanya dalam hati, "Ayah macam apa, hingga tega menelantarkannya?" "Nak! Jangan emosi seperti itu. Biarkan kami masuk dan bicara baik-baik?" pinta Wijaya. "Tidak! Pergilah aku sibuk tidak terima tamu hari ini!" tolak Glenn. "Setelah kita bicara aku
Glenn mendengar penuturan Sintia dengan seksama. Mencoba mencerna setiap kalimat yang terucap, cinta pedih yang dialami sang Mama dimasalalu cukup membuatnya trenyuh. Kesalahan sang mama dan takdirnya harus lahir di dunia ini memang sudah suratan. Glenn belajar tentang penerimaan bukan penolakan. Dari sana Glenn mulai mengerti dan sedikit memahami. Bahwa rasa sakit hai yang dia alami selama ini tidak sebanding dengan pengorbanan Mamanya. Glenn bahkan bangga melihat sang mama yang masih terlihat kuat saat cinta diminta berpisah dan mampu menjalani hidup dengan membangun cinta baru. Glenn membayangkan jika posisinya sama, seandainya Lala dipaksa menikah dengan orang lain dan dia harus terpisah. "Tidak, Ma!" gumamnya. "Apa kamu tidak mau terima masa lalu Mama dan tetap marah?" "Tidak, Ma! Ini tidak boleh terjadi! Aku tidak bisa melanjutkan hidup dengan
Lala menyelesaikan kunyahanya. Meletakkan sendok pelan-pelan kemudian meraih jus alpukat di hadapannya. Setelah selesai Lala menatap Glenn."Apa kamu menunggu jawabanku?" tanyanya kemudian."Tentu saja. Ngapain lagi aku menatapmu seperti ini jika tidak menunggu jawabanmu?" Jawab Glenn kesal."Oke, aku akan menjawab pertanyaanmu. Jadi jika ternyata kamu adalah saudara Alan itu sungguh tidak ada hubungannya dengan aku mau jadi pacarmu atau tidak," jawab Lala bijak."Mengapa demikian?""Kita lahir dari rahim siapa, kita lahir di hari apa, jam berapa, di tolongin siapa kemudian ternyata kita lahir sebagai seorang laki-laki atau perempuan dan ternyata kita adalah saudaranya si a, b dan c. Itu mutlak kuasa Allah. Jadi kita hanya bisa terima dan tidak boleh menolak!""Kesimpulannya kamu tetap mau jadi pasanganku? Meskipun aku bersaudara dengan Alan?" tanya Glenn pen
Hari ini Lala masuk kuliah untuk yang pertama sejak peristiwa itu. Rasanya malas, karena mau tidak mau akan bertemu Alan dan Dewi. Jujur saja Lala masih sakit hati dengan perbuatan mereka berdua. Apalagi setelah semua itu tidak ada di antara mereka yang berinisiatif untuk datang dan minta maaf. Mungkin saja harga maaf sudah mahal, sehingga mereka tidak mau mengusahakan. Mungkin pula ini perkara harga diri atau rasa malu? Ahhh ... Sepertinya Lala tidak mau menduga-duga karena takut malah jadi prasangka buruk. "La ..." panggil seseorang dan suara itu siapa pemiliknya, bahkan Lala belum lupa. Sahabat yang sudah dianggapnya saudara sendiri sejak Lala berada di kota ini. Lala menoleh tetapi membatalkan senyumnya. "Wi, kamu pucat sekali. Apakah kamu sakit?" tanya Lala menatap wajah Dewi yang begitu pucat. "Nggak, La! Aku hanya kurang tidur," terang Dewi. "Ooh aku kira sakit,"