Malam Semua ( ╹▽╹ ) Terima Kasih Kak Eny Rahayu, Kak Patricia Inge, Kak Pengunjung5804, Kak Sendy Zen, Kak Agus Fitriawan, dan Kak Pengunjung1805 atas hadiah Koinnya (. ❛ ᴗ ❛.) Terima Kasih juga kepada para pembaca yang teleh mendukung Novel ini dengan Gem (◍•ᴗ•◍) Total Koin telah tercapai, yang artinya ada Bab Bonus Hadiah (≧▽≦) Bab Bonus Hadiah akan othor rilis sekitar jam 8an WIB. Ditunggu (◠‿・)—☆ Bab Bonus: 3/3 Bab (Komplit) Bab Reguler: 2/2 Bab (Komplit) Bab Bonus Hadiah: 0/1
Zoku Sano yang tadinya memejamkan mata menunggu kematian merasa ada yang aneh. Saat membuka mata, dia melihat seseorang berdiri memunggunginya. Sosok itu terasa familiar, namun dia tak yakin benar mengenalnya. "Anak muda, kamu tidak perlu mengambil risiko untukku," ucapnya lemah. "Aku sudah tua dan tidak akan hidup lama, tetapi kamu masih muda!" Dia merasa menyesal telah membuat orang lain terlibat dalam masalahnya. Ryan mengabaikan kata-kata itu dan melangkah tenang mendekati Frendor Geiss yang masih meringis kesakitan. "Aku akan memberimu pilihan," ujarnya dingin bagai es. "Berlututlah dan hancurkan kultivasimu sendiri. Jika kau melakukannya, aku akan mempertimbangkan untuk memberimu mayat yang utuh." Suaranya sedingin Malaikat Maut yang siap menghakimi. Para tamu terkesiap mendengar nada arogan itu. Belum pernah mereka melihat orang yang begitu berani! Di ruangan ini hadir begitu banyak kultivator, namun pemuda bertopeng ini tetap bersikap seolah sedang menghadapi semu
Seluruh Restoran Drunken Immortal berguncang hebat menahan kekuatan dua binatang buas itu, seolah hendak runtuh kapan saja. Para tamu undangan bergegas mundur menjauh. Tak ada yang ingin terlibat dan kehilangan nyawa dengan sia-sia. Di mata mereka, pemuda bertopeng dan Zoku Sano sudah pasti akan mati menghadapi gabungan dua kekuatan sebesar itu. Bahkan sepuluh kultivator Ranah Saint tak akan mampu bertahan! Yuna Dee menyipitkan mata, sempat terpikir untuk membantu si pemuda bertopeng. Namun setelah pertimbangan matang, dia memutuskan untuk tidak ikut campur. Meski tak takut pada Keluarga Laurel, melawan dua keluarga besar sekaligus akan terlalu merepotkan. Terlebih dia bahkan tak tahu nama pemuda itu. Untuk apa mengorbankan diri demi orang yang mungkin tak bernilai? Kedua binatang raksasa mengamuk, qi pedang menyapu seluruh aula. Namun Ryan tetap tenang bagai danau tak beriak. Dia tersenyum dingin melihat dua sosok buas itu mendekat bagai sungai yang meluap. Dengan ge
Ryan berhenti beberapa langkah dari targetnya. Tatapan dinginnya mengunci Xena Laurel dan Frendor Geiss. "Sekarang, apakah saya memenuhi syarat untuk mengetahui jawabannya?" Wajah cantik Xena Laurel memucat. Dia tak menyangka ada kuktivator sekuat ini yang membela Sengoku Sano! Terlebih, dia tahu betul kematian Sengoku Sano adalah perbuatannya. Begitu pemuda bertopeng ini tahu kebenarannya, dia pasti akan mati! Dengan panik Xena Laurel mendekati ayahnya sambil menggenggam tangan Frendor Geiss. Saat ini hanya mereka berdua yang bisa membuatnya merasa aman. "Ayah, apa yang harus kita lakukan..." Hulk Laurel memasang ekspresi muram. Dia tak bisa membayangkan seberapa kuat pemuda ini. Auranya memang setingkat Ranah Heavenly Soul, tapi kekuatan yang ditunjukkan jauh melampaui itu. Jelas dia menyembunyikan kekuatan sebenarnya. "Tuan, apakah Anda tidak bertindak terlalu jauh?" Hulk Laurel menelan ludah. "Keluarga Laurel dan Keluarga Geiss adalah keluarga besar di daerah ini, fo
Tanpa memberi lawannya kesempatan pulih, Ryan melancarkan serangan lagi. Pedang Surgawi EX-Caliburn bergerak bagai kilat, memancarkan cahaya merah darah yang menyilaukan.Hulk Laurel dengan paksa menelan pil dan menstabilkan tubuhnya. Jari-jarinya kembali menari di atas senar zither.Angin kencang bertiup, membawa ribuan anak panah cahaya yang melesat ke arah Ryan."Serangan penghancur senjata spiritual," Ryan menggumam pelan. Dia segera menarik Pedang Surgawi EX-Caliburn kembali ke tangannya.Begitu pedang itu mendarat di genggamannya, Ryan merasakan kekuatan tak terbatas mengalir masuk ke tubuhnya. Seolah seluruh dunia berada dalam kendalinya."Hari ini, kau dan aku akan bertarung berdampingan," Ryan menepuk lembut pedangnya. "Ini akan menjadi langkah pertamaku dalam penaklukan Gunung Langit Biru! Teknik Pedang Tak Terbatas–Hasrat!"Niat pedang yang dibumbui energi petir meledak dari tubuh Ryan. Aw
Wajah Frendor Geiss mengeras. Dia–seorang jenius yang terdaftar dalam Ranking Jenius Spiritual–berlutut di depan makam seorang sampah? Lebih baik dia mati!"Kau tidak bisa membunuhku!" gertaknya berani. "Jika aku mati, kau akan menyinggung Keluarga Geiss! Fondasi Keluarga Geiss jauh melampaui Keluarga Laurel. Lagipula, aku terdaftar dalam Rangkinh Jenius Spiritual! Jika kau..."JLEB!Kilatan dingin memotong ucapannya. Kepala Frendor Geiss terpisah dari tubuhnya bahkan sebelum dia menyadari apa yang terjadi."Kau terlalu banyak bicara," Ryan mengibaskan pedangnya santai, "jadi kuantar kau pulang duluan."Para hadirin terkesiap ngeri. Tak seorang pun menduga pemuda misterius ini benar-benar akan membunuh Frendor Geiss dengan begitu dingin. Bahkan beberapa dari mereka nyaris memuntahkan darah saking terkejutnya.Mengabaikan keterkejutan di sekelilingnya, Ryan meraih pakaian Xena Laurel. "Kurasa aku suda
Senyum di wajah David Qlipper membeku. Amarah pekat menguar dari tubuhnya bagai badai. "Bocah, beraninya kau menghancurkan Zither of Dawn Moon-ku!" raungnya murka. "Kau sedang mencari kematian!" Baginya, zither itu adalah kesempatan besar yang sudah ditunggunya selama puluhan tahun. Kini melihatnya hancur begitu saja, api kemarahan berkobar dalam dadanya. Tanpa pikir panjang, David Qlipper menyerang. Energi spiritual dan qi sejati berkumpul di telapak tangannya saat dia mencengkeram ke arah kepala Ryan. Namun sebelum serangannya mencapai sasaran, sesuatu yang tak terduga terjadi. Serpihan Zither of Dawn Moon mendadak meledak, mengeluarkan api spiritual setinggi seratus kaki! Api itu bergerak bagai naga raksasa yang mengamuk, menerjang ke arah David Qlipper tanpa ampun. David Qlipper tersentak namun tidak gentar. Dengan kekuatan seorang praktisi Ranah Saint King, dia melancarkan pukulan telapak tangan ke arah naga api. Namun alih-alih padam, api itu justru mendorong tan
Ryan sendiri tercengang melihat reaksi berlebihan ini. Dia tahu Gunung Langit Biru gentar pada Arthur Pendragon–mengingat kekuatan yang ditunjukkan saat itu adalah milik Lex Denver. Tapi apakah perlu sampai seperti ini? Meski begitu, Ryan tidak berniat mengklarifikasi apapun. Dengan tenang dia memasukkan Pedang Surgawi EX-Caliburn ke sarung barunya. Naga darah melilit tubuhnya bagai mahkota, menciptakan pemandangan yang begitu mengintimidasi. Matanya berkilat tajam saat menatap David Qlipper. "Aku tidak menyangka identitasku akan terungkap. Awalnya aku ingin tetap rendah hati, tapi tampaknya seseorang memutuskan untuk mengujiku." Jeda sejenak sebelum dia melanjutkan dengan nada dingin, "David Qlipper, apakah kamu masih menginginkan Zither of Dawn Moon?" "Aku penasaran apakah ada pohon bunga sakura di dekat sini?" Ada nada berbahaya dalam kata-katanya yang tenang. Mendengar kata-kata "pohon bunga sakura", seluruh hadirin gemetar ketakutan. Keringat dingin mengucur deras memb
Xena Laurel menghela napas lega. Namun tiba-tiba Ryan menembakkan selusin jarum perak ke tubuhnya! Rasa sakit luar biasa menjalar ke seluruh tubuh Xena Laurel, seakan ribuan semut menggigitnya tanpa henti. Tubuhnya mulai membusuk, bahkan jiwanya terkoyak! "Senior, bukankah kau... berjanji... Ahh!" Xena Laurel menjerit dan berguling-guling kesakitan. Ryan dengan tenang membentuk segel untuk mencegah darah kotornya mencemari makam Sengoku Sano. Sepuluh menit penuh siksaan berlalu sebelum Xena Laurel akhirnya menghembuskan napas terakhir, jiwanya terhapus dari dunia. Ryan melepas penyamarannya, kembali ke wujud asli. "Paman Zoku, apa rencanamu untuk masa depan? Meski Kakak Sengoku sudah tiada, dia pasti ingin kamu terus hidup dengan baik." Zoku Sano menatap batu nisan dalam-dalam sebelum berlutut di hadapan Ryan. "Tuan Ryan, terima kasih atas semua yang telah Anda lakukan untuk putra saya!" Ryan bergegas membantu lelaki tua itu berdiri. "Sengoku Sano dan aku adalah teman satu se
Ryan melirik Blacky yang terjerat dan tertelan oleh petir ilahi. Melihat pengorbanan harimau itu, Ryan menggertakkan giginya dan tidak ragu lagi. Dia membentuk segel dengan jari-jarinya dan menyalurkan Energi Qinya ke tangannya.Tangan kanannya meraih petir ilahi dan mulai memurnikannya dengan panik. Petir ilahi yang tak berujung mengalir ke dalam tubuhnya, dan mata serta dantiannya bersinar terang."Aaarrrgghh!" Ryan berteriak kesakitan saat energi petir menjalar ke seluruh tubuhnya.Awan hitam bergulung di langit, dan kilat menyambar-nyambar liar. Sebuah lubang hitam besar langsung terbentuk di sekitar Ryan dan Blacky, saat tanah mulai retak dan hancur.Kekuatan petir di sekitar tubuh Ryan semakin kuat, dan tubuhnya mulai berderak seperti akan hancur setiap saat."Naga Darah, berikan aku kekuatan!" panggil Ryan.Ketika Naga Darah mendengar suara Ryan, ia menukik turun dari langit dan membuka mulutnya untuk melahap petir itu. Pada saat yang sama, tubuhnya yang besar melingkari Ry
Sambil menghela napas panjang, Ryan melepaskan topengnya dan mengusap keringat yang membasahi dahinya. Petir ilahi pemberian Lex Denver merupakan harta tak ternilai, namun tak ada gunanya jika ia tak bisa mengendalikannya."Mungkin aku harus bertanya pada seseorang yang lebih memahami petir ilahi," Ryan berpikir sejenak. "Monica mungkin tahu sesuatu tentang hal ini."Membentuk segel tangan khusus, Ryan mencoba memanggil Monica dari Kuburan Pedang. Energi spiritual berputar di sekitarnya, membentuk formasi rumit yang bersinar keemasan.Begitu dia selesai berbicara, sesosok sosok elok melayang di depannya. Itu Monica, dengan gaun putih yang berkibar lembut meski tak ada angin berhembus. Rambutnya yang hitam tergerai menutupi sebagian wajahnya yang cantik."Tuan Pemilik Kuburan Pedang, kekuatan petir ilahi itu istimewa sejak awal," Monica menjelaskan dengan suara merdu. "Petir itu mengandung kesadaran spiritualnya sendiri, yang sangat berbeda dari rune kehidupan di tubuhmu. Mustahil u
Ryan merasakan kecemasan menyelimuti hatinya. "Lalu bagaimana dengan kita, Guru?""Kamu mungkin aman untuk saat ini, tapi kamu harus membuat dirimu lebih kuat sesegera mungkin. Kalau tidak, konsekuensinya akan sangat serius. Kami tidak bisa melindungimu selamanya!" suara Lex Denver bergetar.Ryan mengangguk serius. "Guru, faksi apa yang kamu bicarakan ini? Dan, di mana mereka?"Lex Denver tidak langsung menjawab. Tubuhnya semakin meredup, efek Pil Ilusi Archaic telah menghilang, dan dia sudah terlalu lama berada di dunia luar."Muridku, ada sesuatu yang tidak bisa kusembunyikan darimu," Lex Denver berkata lemah. "Aku menggunakan teknik untuk menyelidiki beberapa hal tadi, dan menemukan bahwa murid yang disebutkan pemuda itu sebenarnya berasal dari Keluarga Pendragon di Gunung Langit Biru."Ryan terkesiap. "Keluarga Pendragon?!""Tuan Pemilik Kuburan Pedang berasal dari Keluarga Pendragon, dan murid salah satu kultivator perkasa kuno juga berasal dari keluarga yang sama..." lanjut Lex
Petir ungu meluncur dari langit dengan kecepatan luar biasa, memancarkan aura kematian yang mencekam. Ryan dengan panik mengaktifkan rune kehidupan, menciptakan perisai petir keemasan di sekelilingnya. Namun, seolah menembus kertas tipis, petir ungu itu melewati perisainya tanpa hambatan. "Apa?!" Ryan tersentak. Ini pertama kalinya rune kehidupannya tidak mampu menyerap energi petir. Dalam hitungan sepersekian detik, petir ungu itu menembus tubuh Simon Dexter. Tubuh pria itu seketika mengejang hebat, matanya membelalak lebar menunjukkan ekspresi ketakutan yang luar biasa sebelum cahaya kehidupan padam sepenuhnya. "AAARGHHH!" Teriakan kesakitan Simon terdengar menyayat hati sebelum tubuhnya lenyap menjadi abu. Sebuah lubang yang dalam muncul di tanah di depan Ryan, tempat Simon Dexter berada beberapa saat yang lalu. Tanah di sekitarnya hangus, menguarkan bau terbakar yang tajam. Petunjuknya mengenai faksi tersembunyi itu telah terputus. "Brengsek!" Ryan menggeram marah, mem
Melihat musuhnya tidak berniat bekerja sama, dia membalikkan pedangnya dan menghantamkan bagian belakang pedang tepat di pipi Simon Dexter. PLAK! Suaranya terdengar keras dan jelas, bahkan membuat wajahnya berubah bentuk. "Jangan menguji kesabaranku. Jika kau tidak mulai bicara, aku akan membuatmu merasakan sakit yang tak berujung," Ryan mengancamnya. Jika tingkat kultivasi orang ini lebih rendah darinya, dia akan menggunakan teknik rahasia untuk memeriksa ingatannya. Namun, ini bukan pilihan dalam kasus ini. Oleh karena itu, tentu saja jauh lebih sulit untuk menginterogasi orang ini. Simon Dexter menyentuh pipinya dengan pandangan dingin. "Rasa sakit? Aku terlahir kembali dalam rasa sakit. Apa yang bisa kau lakukan padaku?" Ryan tidak ingin membuang-buang napasnya lagi pada orang ini. Selusin jarum perak langsung muncul di tangannya. Dia mengisinya dengan kekuatan api abadi, lalu menembakkannya ke tubuh Simon Dexter. Jarum-jarum yang dipenuhi api itu menggali ke dalam tubu
Simon Dexter juga memperhatikan batu giok yang melayang di udara, dan matanya tampak seperti melihat hantu. Keringat dingin mengalir di dahinya saat melihat batu giok naga itu berkilau dengan cahaya misterius. Batu ini sebenarnya bertepatan dengan sesuatu yang pernah diperlihatkan kepadanya sebelumnya. Itu sama persis! "Tidak mungkin..." gumamnya dengan suara bergetar. "Bukankah itu..." Ada yang menyebut batu ini sebagai benda jahat kuno, dan mengatakan bahwa mendapatkan benda ini berarti kematian pasti! Namun, kultivator yang hebat itu justru menganggap batu ini sebagai benda suci yang harus ia dapatkan. Simon ingat betul bagaimana ekspresi khidmat terukir di wajah sang kultivator saat membicarakan batu itu. Oleh karena itu, tanpa ragu-ragu, dia mengulurkan tangan kirinya yang masih utuh dan mencoba meraih batu giok itu! Matanya dipenuhi dengan keserakahan yang tak terbendung. Begitu dia mendapatkan batu ini dan mempersembahkannya kepada kultivator agung itu, kultivasinya
Simon Dexter merasakan ada yang tidak beres. Dia tiba-tiba mengangkat kepalanya dan segera melihat siluet raksasa turun dengan cepat dari awan badai! Yang mengejutkannya adalah bahwa itu sebenarnya adalah naga suci. Itu bukan ilusi, tetapi nampak nyata! Naga darah itu memancarkan aura mengerikan saat turun dan langsung melahap puluhan kultivator Ranah Origin yang berada di barisan belakang Simon Dexter! Tak ada satu pun yang dapat menghalanginya! Ryan juga sedikit bingung. 'Kapan naga darah menjadi begitu kuat? Apakah ini curang?' dia bertanya-tanya, kagum pada kekuatan makhluk spiritual miliknya. Dia juga menemukan bahwa tubuh naga darah itu hampir nyata dan padat! Sambil melirik ribuan mayat dalam formasi itu, dia menyadari bahwa ada lebih banyak energi darah dan niat membunuh yang tersisa di sana daripada yang dia duga sebelumnya. Naga darah itu sudah menjadi sangat kuat setelah menyerap energi darah dan niat membunuh dari seratus mayat di Slaughter Land terakhir kali, jadi
Seorang kultivator Ranah Origin tingkat puncak dipandang rendah oleh bocah Ranah Saint. Tak seorang pun akan percaya ini! Namun, serangan ledakan Ryan benar-benar mengejutkan semua orang! Simon Dexter mengerutkan kening, dan sedikit ekspresi terkejut muncul di wajah bangganya. Tiga orang kultivator Ranah Origin telah dibunuh dengan mudahnya oleh pemuda ini! Meskipun mereka meremehkan lawan mereka, kekuatan Ryan yang meledak-ledak sungguh luar biasa. Lebih jauh, dia juga menyadari bahwa anak ini tampaknya terlahir untuk berperang. Aroma darah yang sangat pekat menguar dari tubuhnya. Mungkinkah dia seorang pembunuh dari Gunung Langit Biru? Dia berhenti berpikir dan berkata kepada puluhan orang di belakangnya, "Kalian punya waktu sepuluh detik. Singkirkan sampah ini!" "Baik, Tuan Muda!" serempak mereka menjawab, siap menerjang maju. Akan tetapi, sebelum mereka melakukan apa pun, Ryan telah menyalurkan Energi Qi-nya ke kakinya, dan berlari ke arah Simon Dexter. Untuk menaklukkan
Ini juga menjelaskan alasan mengapa Lex Denver terluka parah. Tidak dapat menggunakan kekuatan kehendak spiritual, para kultivator hebat ini tidak berbeda dengan orang biasa. "Muridku, satu-satunya tujuan mereka adalah membawa Lex Denver pergi bersama mereka, jadi mereka tidak mengirim kultivator tingkat tinggi. Ini kabar baik untukmu," Lin Qingxun menjelaskan. "Namun, kabar buruknya adalah kami tidak dapat membantumu dalam pertempuran ini. Jika kamu tidak dapat menghadapi mereka, kamu harus memikirkan cara untuk melarikan diri!" Ryan menyipitkan matanya dan melirik naga darah yang bersembunyi di awan di atas langit. Dia memiliki kartu As yang tidak diketahui musuh-musuhnya. Niat membunuh naga darah telah memadat secara signifikan setelah menyerap seluruh energi darah di sekitarnya, namun orang-orang ini tidak menyadari kehadirannya. 'Aku bisa menggunakan niat membunuh naga darah, dan bahkan jarum perak Lin Qingxun pun siap digunakan,' Ryan berpikir cepat. 'Menurutku, tidak akan