"Daun teh ini baru dipetik dari Gunung Merah. Rasanya enak. Cobalah," ujar lelaki tua itu sambil menyesap tehnya dengan anggun.
Ryan langsung menghabiskan tehnya dalam satu tegukan dan meletakkan cangkir di atas meja batu.Saat dia melepaskannya, cangkir itu seketika hancur menjadi bubuk–bukti nyata betapa mengerikannya kekuatan serangan sebelumnya.Pupil mata lelaki tua itu mengecil melihat sisa cangkir yang hancur."Ryan," dia menatap tajam, "sepertinya aku meremehkanmu. Mari langsung ke intinya. Aku memanggilmu kemari untuk meminta pertanggungjawabanmu! Sudahkah kau pikirkan akibat dari keributan besar yang kau timbulkan?"Aura lelaki tua itu meningkat pesat, jelas menunjukkan kemarahannya.Dia mengamati Ryan, mengira pemuda itu akan gentar.Namun Ryan justru tetap tenang dan kalem, seolah seluruh masalah itu tak layak dibicarakan."Anak ini terlalu ambisius!" batin sang lelaki tua.Sudut bibir RyaPada akhirnya, lelaki tua itu tetap menolak dengan tegas. "Berapa pun yang kau berikan padaku, jawabanku akan tetap sama. Kau boleh pergi sekarang.""Gons, antar tamu kita keluar!"Tak lama kemudian, seorang pria beraura kuat melangkah masuk. Meski berpakaian kasual, setiap gerakannya menunjukkan latihan bertahun-tahun. Dia melirik Ryan dengan tatapan menilai. "Tuan Ryan, silakan."Ryan menyipitkan mata, berdiri, dan pergi dengan jentikan lengan bajunya yang anggun. Jika orang tua ini tak mau bicara, dia akan mencari cara sendiri–dengan atau tanpa bantuan.Namun baru beberapa langkah, deringan tajam telepon memecah keheningan. Lelaki tua itu merogoh saku, melirik ID penelepon, dan ekspresinya langsung berubah drastis begitu mendengar suara di seberang."Ryan, berhenti!" serunya setelah menutup telepon dengan tergesa. "Jika kau ingin tahu lokasi kediaman Keluarga Ravenclaw, aku bisa mengatakannya. Tapi kau har
Suara pekikan kecil terdengar diikuti oleh suara dentingan piring yang jatuh, membuat suasana pesta menjadi hening.Ryan Pendragon menoleh ke arah sumber suara dan melihat seorang gadis kecil, mungkin berusia sekitar 10 tahun, berdiri kaku dengan wajah pucat. Di depannya, seorang pria tinggi besar dengan mata tajam berdiri menjulang, jasnya yang mahal kini bernoda makanan yang tumpah."Ma-maafkan saya, Tuan," gadis kecil itu terbata-bata, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.Pria itu menatap gadis kecil tersebut dengan tatapan dingin yang menusuk. Tangannya terkepal erat, dan Ryan bisa melihat urat-urat di lehernya menegang karena menahan amarah.Melihat situasi yang semakin tegang, Ayah Ryan–William Pendragon bergegas menghampiri mereka. Ia berlutut di samping gadis kecil itu, mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya."Tidak apa-apa, Nak. Itu hanya kecelakaan," ujar William lembut sambil mencoba membersihkan noda di sepatu gadis itu. Kemudian ia berdiri dan menghadap pria
“Terima kasih,” ucap Ryan setelah turun dari taksi dan memberikan bayaran ke sopir.Beralih menatap sebuah bangunan kantor yang menjulang tinggi di hadapan, Ryan membaca lagi secarik kertas yang diberikan oleh gurunya, memastikan ini adalah tempat yang harus dia tuju.“Snowfield Group,” ulang Ryan, lalu mengangkat pandangan untuk melihat plang besar yang terpatri nyata di depan gedung. “Benar ini,” ucapnya sebelum masuk ke dalam lobi.Awalnya, Ryan berniat untuk langsung pergi ke Ibu Kota–Riverdale dan mencari Master Lucas, pria yang muncul di kediamannya lima tahun lalu dan membunuh ayahnya. Bagaimanapun, dia adalah orang yang paling ingin Ryan bunuh selama lima tahun terakhir. Namun, gurunya bersikeras agar Ryan terlebih dahulu pergi ke Golden River dan menemui seorang wanita bernama Rindy Snowfield. Oleh karena itu, di sinilah Ryan sekarang, di lobi perusahaan Snowfield Group.Mengenakan kaos, topi, dan tas selempang kusam yang tersampir di bahunya, penampilan Ryan yang sederhana
Keheningan mencekam menyelimuti lobi gedung Snowfield Group. Semua mata tertuju pada sosok pemuda yang berdiri tenang di tengah kekacauan. Dua penjaga keamanan tergeletak tak sadarkan diri di dekat pecahan kaca, sementara pemuda itu hanya berdiri diam, seolah tak terjadi apa-apa."Astaga, apa yang baru saja terjadi?" bisik salah seorang karyawan, matanya terbelalak ketakutan."Ssst! Jangan keras-keras. Kau mau jadi korban berikutnya?" balas temannya, menarik lengan si karyawan untuk menjauh.Para resepsionis muda bersembunyi di balik meja, ketakutan. Mereka bahkan tidak melihat pemuda itu menyerang. Semuanya terjadi begitu cepat, seolah-olah kedua penjaga itu tiba-tiba saja terpental dan tak sadarkan diri.Ryan melirik kedua penjaga yang tak sadarkan diri itu dan menggelengkan kepalanya dengan jengkel. Tanpa menghiraukan tatapan ketakutan dari orang-orang di sekitarnya, ia melangkah santai dan duduk di sofa. Dengan tenang, ia mengambil koran yang tergeletak di meja, mulai membacanya
Adel menghela napas lega saat melangkah keluar dari gedung Snowfield Group.Hari ini sungguh tidak terduga, tapi setidaknya situasi dengan pemuda misterius itu sudah mereda. Dia membuka pintu Mercedes-nya, bersiap untuk pergi ke pertemuan berikutnya.Tepat saat dia hendak masuk, pintu penumpang terbuka. Adel terkejut melihat Ryan meluncur masuk dengan santai."Hei! Apa yang kau lakukan?" seru Adel, matanya melebar.Ryan menatapnya dengan serius. Dia bisa melihat aura gelap menyelimuti Adel, tanda adanya bahaya yang mengintai. Teknik Matahari Surgawi-nya memperingatkan bahwa gadis ini akan menghadapi ancaman besar dalam waktu dekat."Kupikir kau mungkin butuh teman ngobrol dalam perjalanan," jawab Ryan ringan, menyembunyikan kekhawatirannya.Adel mengangkat alisnya. "Oh, benarkah? Dan sejak kapan kita jadi teman ngobrol?"Ryan tersenyum. "Sejak aku memutuskan untuk berterima kasih atas bantuanmu tadi."Adel memutar matanya, tapi ada senyum kecil di bibirnya. "Baiklah, tuan misterius.
Keheningan mencekam menyelimuti ruangan. Semua mata tertuju pada sosok Ryan yang baru saja membela Adel dengan berani. Tak seorang pun menyangka akan ada yang berani menentang Effendy Shaw, apalagi di wilayah kekuasaannya sendiri."Hei, kau!" Yohan, salah satu penjilat Effendy, berdiri dengan wajah merah padam. Dia menunjuk ke arah Ryan dengan jari gemetar, suaranya bergetar menahan amarah. "Dasar orang bodoh! Apa kau tahu siapa yang kau hadapi? Lihat pakaianmu, bahkan itu tidak sampai bernilai ratusan ribu. Beraninya orang desa sepertimu menyinggung Tuan Muda Shaw!"Ryan hanya melirik Yohan sekilas, tatapannya dingin dan menusuk. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, aura intimidasi yang dipancarkannya membuat Yohan mundur selangkah.Merasa terhina oleh sikap acuh tak acuh Ryan, Yohan melanjutkan ancamannya dengan suara bergetar, "A-aku hanya perlu menelepon, dan kau bisa mengucapkan selamat tinggal pada kehidupanmu di Golden River!"Ryan mendengus pelan, seolah menganggap ancaman it
Beberapa waktu berlalu, dan suasana di ruangan itu semakin mencekam. Adel, dengan wajah pucat, mencondongkan tubuhnya ke arah Ryan."Dengar," bisiknya, suaranya bergetar, "kau tidak tahu apa yang kau hadapi. Keluarga Shaw mungkin baru naik daun dalam lima tahun terakhir, tapi pengaruh mereka di Golden River tidak bisa diremehkan."Ryan menoleh, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Oh ya? Ceritakan padaku."Adel menarik napas dalam-dalam, matanya menyiratkan kekhawatiran yang mendalam. "Keluarga Shaw... mereka bukan sekadar keluarga kaya biasa. Lima tahun lalu, mereka hanya pemilik beberapa properti di Golden River. Tapi sekarang? Mereka menguasai hampir setengah pasar real estate kota ini."Ryan mendengarkan dengan seksama, matanya menyipit sedikit mendengar perkembangan pesat keluarga Shaw."Bukan hanya itu," Adel melanjutkan, suaranya semakin pelan. "Mereka punya koneksi politik yang kuat. Walikota, kepala kepolisian, bahkan beberapa anggota dewan kota—semuanya berada di bawah pe
"Seekor semut, katamu?" Ryan tersenyum dingin. "Mungkin kau perlu memeriksa matamu, Pak Tua."Tetua Zimmer mendengus mendengar balasan Ryan. Dia mengambil posisi bertarung, kedua tangannya terangkat di depan dada. "Anak muda, aku akan memberimu kesempatan terakhir untuk berlutut dan memohon ampun. Jika tidak, jangan salahkan aku jika kau tidak bisa meninggalkan tempat ini dengan utuh."Ryan hanya mengangkat alisnya, ekspresinya masih tenang. "Oh? Lalu apa yang akan kau lakukan? Membunuhku dengan omong kosongmu?"Kemarahan melintas di wajah Tetua Zimmer. Tanpa peringatan lebih lanjut, dia melesat maju, telapak tangannya mengarah langsung ke dada Ryan."Teknik Telapak Angin Topan!"Serangan Tetua Zimmer begitu cepat hingga mata biasa nyaris tidak bisa mengikutinya. Angin kencang berputar di sekitar telapak tangannya, menciptakan pusaran udara yang mampu meremukkan tulang.Namun, Ryan tetap berdiri di tempatnya, tidak bergerak sedikitpun."Ryan, awas!" teriak Adel panik, tangannya menu
Pada akhirnya, lelaki tua itu tetap menolak dengan tegas. "Berapa pun yang kau berikan padaku, jawabanku akan tetap sama. Kau boleh pergi sekarang.""Gons, antar tamu kita keluar!"Tak lama kemudian, seorang pria beraura kuat melangkah masuk. Meski berpakaian kasual, setiap gerakannya menunjukkan latihan bertahun-tahun. Dia melirik Ryan dengan tatapan menilai. "Tuan Ryan, silakan."Ryan menyipitkan mata, berdiri, dan pergi dengan jentikan lengan bajunya yang anggun. Jika orang tua ini tak mau bicara, dia akan mencari cara sendiri–dengan atau tanpa bantuan.Namun baru beberapa langkah, deringan tajam telepon memecah keheningan. Lelaki tua itu merogoh saku, melirik ID penelepon, dan ekspresinya langsung berubah drastis begitu mendengar suara di seberang."Ryan, berhenti!" serunya setelah menutup telepon dengan tergesa. "Jika kau ingin tahu lokasi kediaman Keluarga Ravenclaw, aku bisa mengatakannya. Tapi kau har
"Daun teh ini baru dipetik dari Gunung Merah. Rasanya enak. Cobalah," ujar lelaki tua itu sambil menyesap tehnya dengan anggun.Ryan langsung menghabiskan tehnya dalam satu tegukan dan meletakkan cangkir di atas meja batu. Saat dia melepaskannya, cangkir itu seketika hancur menjadi bubuk–bukti nyata betapa mengerikannya kekuatan serangan sebelumnya.Pupil mata lelaki tua itu mengecil melihat sisa cangkir yang hancur."Ryan," dia menatap tajam, "sepertinya aku meremehkanmu. Mari langsung ke intinya. Aku memanggilmu kemari untuk meminta pertanggungjawabanmu! Sudahkah kau pikirkan akibat dari keributan besar yang kau timbulkan?"Aura lelaki tua itu meningkat pesat, jelas menunjukkan kemarahannya. Dia mengamati Ryan, mengira pemuda itu akan gentar.Namun Ryan justru tetap tenang dan kalem, seolah seluruh masalah itu tak layak dibicarakan."Anak ini terlalu ambisius!" batin sang lelaki tua.Sudut bibir Rya
Keesokan paginya di Universitas Negeri Riverdale, Ryan menerima telepon dari Sammy Lein dan bersiap menuju pintu gerbang kampus. Sebelum pergi, ia memberikan beberapa pil dan teknik bela diri pada ibunya. Ryan tahu ibunya bertekad untuk melangkah di jalur kultivasi, jadi tentu saja dirinya harus mendukung.Di depan gerbang, sebuah mobil modifikasi sederhana terparkir mencolok di antara deretan mobil mewah. Pintu mobil terbuka menampakkan Sammy Lein di dalamnya."Tuan Ryan, silakan masuk," dia melambai pada Ryan.Ryan mengangguk dan masuk ke dalam mobil yang langsung melaju ke arah selatan."Tuan Ryan, ada hal penting yang harus saya sampaikan," Sammy Lein memulai dengan nada serius. "Saat bertemu orang itu nanti, mohon kendalikan diri Anda."Dia khawatir Ryan akan membuat masalah. Meski sangat kuat, pemuda ini seperti magnet masalah yang tak ada habisnya."Aku tahu apa yang kulakukan," Ryan menenangkan. "Aku akan menaha
"Ada apa? Jangan-jangan tentang calon menantuku?" godanya sambil tersenyum jenaka.Ryan terkekeh dan menggeleng. "Bukan, Bu. Coba lihat ini," dia menyerahkan tabletnya. "Menurut Ibu lokasi mana yang terbaik?"Eleanor Jorge mengamati isi tablet dan langsung paham maksud Ryan."Kamu benar-benar serius mau mendirikan Keluarga Pendragon di ibu kota? Sudah memilih lokasi segala?" dia memandang Ryan. "Menurutku apartemen ini sudah cukup bagus. Lingkungannya tenang, tidak ada yang mengganggu.""Ibu," Ryan menatap ibunya serius. "Sejak Ibu meninggalkan Keluarga Jorge, kita selalu dipandang rendah. Mereka menghina Ayah dan menganggapku anak haram. Bahkan Ibu pun tidak luput dari hinaan mereka.""Terkadang daripada menyingkirkan orang-orang seperti itu, lebih baik kita tunjukkan dengan tindakan nyata untuk membungkam mulut mereka!""Jika mereka begitu bangga dengan keluarganya, kita akan tunjukkan bagaimana membangun keluarga yang sesunggu
William Pendragon hendak menghindar namun tekanan kuat seolah membekukan tubuhnya.Jari Master Qiu bersinar ungu saat memasuki pikiran William Pendragon. Senyum sombong tersungging di bibirnya. Keluarga Ravenclaw telah membayar mahal untuk jasanya, namun ternyata hanya untuk membaca pikiran orang biasa yang tak ubahnya semut di matanya.Ini akan sangat mudah!Mata ayah dan anak Ravenclaw dipenuhi antisipasi.Satu detik... dua detik... tiga detik...Pada detik kelima, senyum Master Qiu mendadak membeku.Kekuatannya yang mencoba memasuki pikiran William Pendragon terhalang sesuatu. Tiba-tiba kekuatan misterius melesat keluar dari pikiran targetnya!Wajahnya berubah panik. Dia berusaha menarik tangannya namun sesuatu menahannya di tempat."Tidak mungkin!" jeritnya ketakutan.Belum sempat Lucas Ravenclaw dan ayahnya bereaksi, Master Qiu memuntahkan darah segar. Tangannya meledak dalam sekejap!Darah berceceran ke segala arah, namun anehnya tak setetes pun mengenai William Pendragon."
William Pendragon menggelengkan kepalanya saat mendengar ancaman Lucas Ravenclaw, wajahnya menunjukkan kejengkelan yang tak ditutup-tutupi."Sudah berapa kali kamu bertanya padaku? Aku tidak tahu apa-apa!" sergahnya dengan nada frustrasi. "Karena kau terus memaksakan pertanyaan tentang ayahku, kau harus tahu bahwa dia dan ibuku meninggal secara mendadak! Bagaimana mungkin mereka punya waktu untuk memberitahuku atau memberiku sesuatu? Sebaiknya kau berhenti membuang-buang energi dengan pertanyaan yang sama!"Sikapnya tegas dan tak tergoyahkan, meski berhadapan dengan ancaman nyata.Lucas Ravenclaw bangkit dari duduknya, aura dingin menguar dari tubuhnya dan mencekik William Pendragon. Inilah perbedaan nyata antara seorang praktisi bela diri dan orang biasa.Wajah William Pendragon seketika memucat. Batuk keras meluncur dari tenggorokannya yang tercekat."William Pendragon," Lucas Ravenclaw mendesis, "Karena kau sangat suka menyimpan rahasia, mungkin aku akan membiarkanmu merasakan sen
"Bu," Ryan menatap ibunya penasaran, "Apa keluarga kita punya silsilah? Kenapa aku tidak pernah bertemu kakek, nenek, atau anggota Keluarga Pendragon lainnya?"Eleanor Jorge menggeleng. "Kakek-nenekmu meninggal cukup dini. Setahuku mereka hanya orang biasa. Mereka termasuk keluarga berada beberapa dekade lalu, tapi aku tidak tahu banyak tentang mereka.""Lalu, apa ada hal aneh tentang Keluarga Pendragon di Kota Golden River? Atau tempat misterius yang mereka miliki? Mungkin buku atau catatan kuno?"Eleanor Jorge tampak berpikir keras meski tidak mengerti alasan di balik pertanyaan putranya. Tiba-tiba matanya berbinar saat teringat sesuatu."Ada beberapa keanehan sebenarnya," ujarnya. "Pertama, kau dan ayahmu sama sekali bukan penduduk asli Kota Golden River.""Kedua, kakek-nenekmu meninggal bersamaan tanpa tanda-tanda sakit sebelumnya, seolah mereka telah merencanakan kematian mereka.""Yang ketiga, upacara pemakaman mereka sangat tidak biasa," lanjut Eleanor Jorge. "Sekelompok orang
Eleanor Jorge masih tampak khawatir. Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam benaknya. Dari mana kekuatan bela diri Ryan berasal? Ke mana dia menghilang selama lima tahun? Apa ramuan ajaib yang digunakannya? Untuk pertama kalinya, ia merasa putranya tampak sedikit asing. Ryan yang sekarang sangat berbeda dari anak yang dikenalnya dulu. Ryan tentu saja menangkap kekhawatiran ibunya. Ia berniat menjelaskan semuanya, tapi tidak sekarang. Ada hal yang lebih mendesak. Dia meletakkan gelas airnya dan menatap sang ibu. "Bu, mengapa Ibu pergi ke Keluarga Jorge hari ini? Pasti ada hubungannya dengan Ayah, kan? Dia tidak kembali ke Kota Golden River, kan?" Mendengar pertanyaan itu, mata Eleanor Jorge berkedip gelisah, mengonfirmasi kecurigaan Ryan. "Ibu," Ryan menekan, "Ibu tahu seberapa kuat aku sekarang. Daripada memohon bantuan Keluarga Jorge, mengapa kita tidak mengandalkan kekuatan sendiri? Katakan padaku, ke mana Ayah pergi?" Eleanor Jorge mengepalkan tangannya erat-erat hingga be
Tawa dingin menggema dari mulut Ryan. Bayangan pepohonan membuat wajahnya tak terbaca. "Hanya ada tiga hal yang ingin kukatakan," ujar Ryan tenang. "Pertama, aku tidak peduli menjadi bagian dari Keluarga Jorge!" "Kedua, jika kau ingin melanjutkan masalah ini, aku siap menunggu kapanpun." "Ketiga, dalam sebulan akan kutunjukkan seperti apa keberadaan Keluarga Pendragon yang sebenarnya!" "Bu, ayo pergi." Ryan menarik tangan Eleanor Jorge dan keduanya menghilang ke dalam formasi, meninggalkan anggota Keluarga Jorge yang masih membeku ketakutan. Wajah Kepala Keluarga Jorge menjadi gelap. Rahangnya mengeras menahan amarah yang membuncah. Dia telah memberikan jalan keluar kepada Ryan dan Eleanor Jorge, namun anak ini sama sekali tidak menghiraukan ranting zaitunnya. "Anak ini... benar-benar ingin membentuk Keluarga Pendragon menjadi semacam faksi? Hanya mereka berdua?" gumamnya dengan nada mencemooh. Teruslah bermimpi! Kepala Keluarga Jorge mendengus dalam hati. Fondasi dan k