Malam semuanya <( ̄︶ ̄)> maaf othor terlambat rilis. Tadi ada sedikit kesibukan. Terima kasih Kak Rubei', Kak Ahmad, Kak Hari, Kak Nyoman Rudipta, Kak Icci, Kak Ari, Kal Jimmy, Kak Purwanto, Kak Yan, Kak Hendri, Kak Dedy, Kak Komang Kak Dan, Kak Pengunjung0716, Kak Jaz, Kak Alberth, Kak Etris, Kak Sanjaya, Kak Yudi, Kak Ahmad, Kak Aldi, Kak Rismanto, Kak Saifatullah, Kak Jajang, Kak Roni, Kak Avta, Kak Dewi, Kak Ayub, Kak Nyoman, Kak Badrus, Kak Ahmad, Kak YDv57123, Kak Dwi, Kak Riyantob59, dan Kak Pengunjung3041 atas dukungan Gem-nya (. ❛ ᴗ ❛.) Ini adalah bab terakhir hari ini. selamat membaca (◠‿・)—☆ Bab Bonus: 6/6 Bab (komplit) Bab Reguler: 1/1 Bab (Komplit)
Ryan menepuk bahu Lancelot dengan gestur menenangkan. "Masalah ini tidak mendesak," ujarnya tenang. "Aku akan berangkat ke Ibu Kota lebih dulu. Kau dan yang lain dari Guild Round Table bisa menyusul nanti. Saat ini, fokusmu haruslah meningkatkan kekuatan." "Baik, Ketua Guild," Lancelot membungkuk hormat. Setelah berpamitan dengan kedua bawahannya, Ryan teringat sesuatu. Eagle Squad pasti memiliki pengaruh di Ibu Kota–akan lebih mudah jika mereka yang mengatur perjalanannya. Baru saja ia hendak menghubungi Sammy Lein, sebuah mobil yang terparkir di luar vila membunyikan klakson. Ryan menggeleng geli sebelum melangkah menuju kendaraan itu. Seperti dugaannya, Sammy Lein dan Patrick telah menunggu di dalam. "Jangan bilang kalian menunggu di sini selama sepuluh hari," godanya sambil masuk ke dalam mobil. "Aku tak akan percaya." Sammy Lein tertawa canggung. "Tuan Ryan mungkin tidak tahu, tapi Eagle Squad telah beberapa kali mencoba menemui Anda. Nona Rindy selalu mengatakan Anda
Pagi itu, suasana Bandara Riveria tampak ramai seperti biasa. Di area keberangkatan domestik, Ryan berdiri dengan santai diapit oleh dua wanita cantik–Adel dan Rindy. "Kau yakin tidak mau kami ikut?" tanya Adel dengan nada khawatir. Tangannya menggenggam lengan Ryan erat, enggan melepaskan. Ryan tersenyum tipis. "Tidak perlu. Selain itu, Galahad dan Lancelot akan menjaga kalian selama aku pergi." Ia melirik kedua pengawalnya yang berdiri tak jauh dari sana. "Lagipula, aku hanya pergi sebentar. Paling lama satu minggu." "Tapi..." Adel masih tampak ragu. "Sudahlah," Rindy menyela sambil tersenyum jahil. "Biarkan saja dia pergi. Toh dia pasti akan kembali–kecuali kalau dia berani selingkuh di Ibu Kota." Ryan tertawa kecil mendengar ancaman terselubung itu. Ia mengacak rambut Rindy dengan gemas. "Mana berani aku selingkuh kalau punya dua wanita secantik kalian?" "Gombal!" Rindy menepis tangan Ryan dengan wajah merona. Pengumuman keberangkatan pesawat RD8978 menggema di terminal,
Pramugari yang dipanggil segera membuat pengumuman mencari dokter di pesawat. Tak lama kemudian seorang dokter datang memeriksa kondisi wanita itu. "Apa penyakit ibumu?" "Dokter, ibu saya menderita CORD stadium akhir," Yura menjelaskan panik. "Selama ini bergantung pada obat, tapi sekarang obatnya hilang..." "Apa?!" sang dokter melotot. "Kenapa bepergian dengan penyakit seserius itu? Kau tidak tahu ini butuh pengobatan rutin?" Tanpa buang waktu ia memberi instruksi pada pramugari. "Cepat beritahu kapten untuk mendarat di kota terdekat! Kalau tidak, bahkan dokter ajaib pun tak akan bisa menyelamatkannya!" Tepat saat pramugari hendak berlari ke kokpit, sebuah suara tenang terdengar. "Tidak perlu mendaratkan pesawat. Aku bisa menolongnya." Semua mata tertuju pada Ryan. Yura masih panik–dia tahu betul betapa mengerikannya PPOK stadium akhir. Tanpa obat dan peralatan medis profesional, mustahil mengobatinya! Sang dokter mendengus. "Jangan bercanda! Nyawa sedang dipertaruhkan!"
Ibu Yura Dustin yang tadinya tak sadarkan diri perlahan membuka mata. "Ibu! Ibu baik-baik saja?" Yura nyaris menangis bahagia. "Air... aku mau air hangat..." pinta sang ibu lemah. Semua orang terkesiap dan menoleh ke arah Ryan. Permintaan itu persis seperti yang ia prediksikan! Seorang pramugari bergegas mengambilkan air hangat. Setelah meminumnya perlahan, warna mulai kembali ke wajah ibu Yura. Wanita itu menatap Ryan dengan sorot mata penuh rasa terima kasih. Namun melihat pemuda itu sedang beristirahat, ia memilih diam. "Berkat pemuda ini aku baik-baik saja," ujarnya lembut pada kerumunan. "Semuanya silakan bubar." Sang dokter masih ingin protes, namun petugas keamanan segera membawanya pergi ke belakang. Keributan mereda, namun tatapan penasaran terus tertuju pada Ryan sepanjang sisa penerbangan. Para penumpang kelas satu yang kebanyakan pebisnis dan tokoh berpengaruh bisa merasakan ada yang istimewa dari pemuda misterius itu. Banyak yang ingin menyerahkan kartu nama,
Setengah jam kemudian, sebuah BMW melaju memasuki jalan kecil menuju sebuah kompleks vila. Suasana di sana sangat tenang, pepohonan rindang berjajar di sepanjang jalan memberikan kesan asri dan nyaman. Bangunan-bangunan vila tampak masih baru, dengan desain modern minimalis yang elegan. Mobil berhenti di depan salah satu vila. Ryan turun, matanya menyapu sekeliling mengamati lingkungan barunya. Udara sejuk menyapanya, membuat suasana hatinya sedikit membaik setelah perjalanan panjang yang melelahkan. Pasangan ibu dan anak itu membawa Ryan memasuki vila. Begitu pintu terbuka, mereka disambut pemandangan ruang tamu yang luas dan nyaman. Seorang pria paruh baya tengah duduk di sofa, fokus membaca koran di tangannya. Mendengar suara pintu terbuka, pria itu bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari korannya, "Yura, bagaimana perjalananmu ke Provinsi Riveria? Apakah kamu menikmatinya?" Orang yang berbicara adalah ayah Yura Dustin, Gordon Dustin. Pria itu telah berkecimpung dala
Ryan menatap kartu itu sejenak sebelum mendengus pelan. Tanpa peringatan, ia menampar kartu itu hingga terjatuh ke lantai. Bersamaan dengan itu, Gordon Dustin merasakan gelombang udara tak kasat mata menyapu ke arahnya. Tubuhnya terdorong mundur lima hingga enam langkah tanpa bisa ia kendalikan, nyaris membuatnya jatuh terjengkang. "Aku tidak peduli dengan uang sebanyak ini," ujar Ryan dingin. "Aku tidak akan mengganggumu." Dengan itu, Ryan berbalik dan melangkah keluar, menutup pintu di belakangnya tanpa menoleh lagi. "Ayah, kau sudah bertindak terlalu jauh," Yura Dustin berseru marah sebelum bergegas mengejar Ryan. Namun begitu ia membuka pintu, sosok pemuda itu telah lenyap tanpa jejak. Yura Dustin mengedarkan pandangan ke sekeliling, namun tak menemukan tanda-tanda keberadaan Ryan. Nyonya Dustin melirik suaminya dengan tatapan kecewa. Di menghela napas panjang sebelum berkata, "Gordon, kali ini kamu benar-benar buta! Tuan Ryan baru saja datang, jadi aku tidak bisa berka
Yura Dustin dan ibunya, merasakan ada yang tidak beres, bergegas menghampiri pintu. Begitu melihat pemandangan di luar, mata mereka terbelalak kaget. Keduanya berdiri terpaku, seolah berubah menjadi patung. 'Apakah pemalsuan Ryan telah ditemukan?' batin Yura Dustin panik. 'Apakah militer seefisien ini?' "Kalian berdua, ini…" Gordon Dustin akhirnya menemukan suaranya kembali, meski terdengar gemetar. Salah satu pemuda melangkah maju, tatapannya tajam saat berkata dengan serius, "Halo, kami di sini untuk menjemput pemimpin kami." Kata-kata itu bagaikan petir di siang bolong bagi keluarga Dustin. Berbagai emosi berkecamuk dalam dada mereka–kaget, bingung, dan sedikit... takut? 'Mungkinkah anak itu benar-benar memiliki identitas itu?' pikiran itu terlintas dalam benak mereka bertiga. 'Mustahil!' Memang benar, tanda pengenal mungkin saja palsu. Tapi dua orang berseragam dan kendaraan militer di depan mereka? Itu jelas bukan sesuatu yang mudah dipalsukan. Gordon Dustin, berusaha
Nada suara Ryan lebih terdengar seperti perintah daripada pertanyaan, membuat wanita di hadapannya semakin waspada. Wanita dengan rambut kuncir dua itu mengerutkan kening, ekspresinya campuran antara bingung dan kesal. "Jika kau bertanya padaku, siapa yang harus kutanyai?" balasnya sengit. "Kau adalah orang kedua yang menanyakan hal ini padaku hari ini! Baru saja, seorang paman juga menanyakan hal ini padaku…" Tanpa peringatan, Ryan mencengkeram pergelangan tangan wanita itu. Matanya berkilat berbahaya saat ia berkata dengan tegas, "Di mana orang yang bertanya tadi? Sudah berapa lama dia pergi?" Wajah wanita itu membeku, terkejut dengan tindakan tiba-tiba Ryan. Dia ingin melawan, namun seketika menyadari bahwa teknik bela dirinya tidak akan berguna melawan pemuda di hadapannya. Aura Ryan terlalu kuat, membuatnya merasa seperti seekor kelinci yang berhadapan dengan harimau. Dengan enggan, wanita itu mengulurkan tangannya dan menunjuk ke arah jam dua. "Dua menit yang lalu," uja
"Kau harus pergi ke suatu tempat..." Namun tiba-tiba Lex Denver teringat sesuatu dan mengubah kata-katanya. "Lupakan saja. Tempat itu ada di Gunung Langit Biru. Hal pertama adalah yang perlu kau lakukan terlebih dahulu."Tatapan Ryan tertuju pada nisan pedang kedua yang kini bersinar terang. Dia bisa merasakan aura kuno yang sangat kuat berkumpul di sekitarnya, jauh lebih pekat dari yang pernah dia rasakan sebelumnya."Guru, apakah kultivator kuno ini seorang alkemis?" tanyanya penasaran."Dia bukan hanya itu." Lex Denver menggeleng dengan senyum misterius. "Kau akan mengerti saat melihatnya nanti."Tanpa ragu lagi, Ryan mengulurkan tangan dan menyentuh nisan pedang. Seketika itu juga, cahaya yang dipancarkan semakin terang hingga menyilaukan mata. Seluruh Kuburan Pedang berguncang hebat, bahkan Dragon Vein yang biasanya kokoh pun mulai menunjukkan retakan!Ryan mengira nisan pedang itu akan segera retak dan sosok sang kultivator kuno akan muncul, namun setelah menunggu lima menit
Ryan memejamkan mata, merasakan dantiannya yang kini telah mengembang berkali-kali lipat. Dengan gerakan santai, dia melancarkan sebuah pukulan ke udara kosong. Gelombang kejut tak kasat mata merambat cepat, dan sebuah pohon raksasa yang berjarak lebih dari sepuluh meter langsung hancur berkeping-keping!"Wow," gumamnya takjub. "Dan itu bahkan saat aku menahan diri. Bagaimana jika aku mengeluarkan kekuatan penuhku?"Seulas senyum percaya diri tersungging di bibirnya. Dengan kekuatan ini, dia yakin bisa melindungi diri di Gunung Langit Biru. Bahkan jika harus menghadapi Tetua Zigfrid sekalipun, dia tidak akan gentar!Tiba-tiba Ryan teringat sesuatu. Matanya beralih pada naga darah yang perlahan turun kembali ke tubuhnya dari langit. Selama terobosan tadi, dia sempat merasakan transformasi makhluk spiritual itu. Bukan hanya ukuran tubuhnya yang membesar, tapi aura dan pola di permukaan kulitnya pun mengalami perubahan signifikan."Muridku, kau tidak menyia-nyiakan tiga tetes esensi
"Kurasa tidak lama lagi Tuan Arthur akan menjadi mimpi buruk bagi banyak kekuatan dan sekte. Yang pertama menderita pastilah Sekte Hell Blood," lanjutnya serius. "Jika Paviliun Ivoryshroud tidak mengambil tindakan yang tepat, itu akan berbahaya bagi mereka juga." Saat mereka berdua mengobrol, seekor naga suci panjang turun dari langit! Meski sudah siap secara mental, Tetua Juan masih sangat terkejut. Bahkan seorang ahli Ranah Saint tidak semengerikan ini–apakah Arthur Pendragon benar-benar menantang surga? Lalu mereka melihat naga darah Ryan membubung ke langit, menghantam petir Ilahi yang menyambar-nyambar dari langit. Di tengah angin dingin yang menderu dan kilatan petir yang membutakan, samar-samar terlihat sosok Ryan berdiri tegak tanpa gentar. Ryan telah bersiap di puncak gunung untuk menyambut petir Ilahi, memenuhi permintaan Lex Denver! Bagaimanapun, setelah apa yang telah mereka saksikan hari ini, tidak akan ada seorang pun yang berani mengganggunya. Arthur Pendrago
Ryan membentuk segel tangan rumit, menciptakan jimat spiritual berisi tandanya. "Ini untukmu. Kau bisa menghubungiku bila perlu." Hestia dan Tetua Juan nyaris tak bisa menahan kegembiraan mereka. Jimat spiritual dari Arthur Pendragon! Ini benar-benar sepadan dengan hadiah mereka. "Tuan Arthur, kalau begitu saya tidak akan mengganggu lebih lama," Hestia tersenyum manis sambil menyerahkan sebuah liontin giok. "Liontin ini berisi lokasi wilayah Keluarga Jirk. Jika Anda lewat, Anda harus mampir." "Baiklah." Ryan menerima liontin itu dengan anggukan singkat. Setelah kepergian Hestia dan Tetua Juan, Ryan bertanya pada Lex Denver, "Guru, Anda ingin saya mengambil ini? Apa yang ada di dalamnya? Mengapa saya merasakan gerakan di dalam?" Lex Denver tersenyum misterius. "Jangan kembali dulu. Cari tempat yang tenang, bentuk formasi, dan mulailah menerobos. Aku akan melindungimu." "Baiklah." Ryan menemukan sebuah gua di tepi yang curam, mengusir binatang buas yang mendiaminya, lalu duduk
Ryan menyipitkan matanya, memikirkan situasi ini dengan cermat. Ia harus kembali ke Ibu Kota. Karena Tetua Zigfrid telah tiba di Nexopolis, Ryan seharusnya bisa mendapatkan informasi lebih banyak dari Eagle Squad dan lelaki tua itu. Adapun Floridas Kennedy, dia tahu lokasi pasti markas besar Sekte Hell Blood dan merupakan kunci untuk Ryan bisa menyusup ke sana. Karena itu, untuk sementara nyawanya masih berguna. Lagipula sekarang dia sudah menjadi budak, kesetiaannya tidak perlu diragukan lagi. "Tuan Ryan," Shiki Seiho tiba-tiba berkata pelan, "saya merasakan dua aura mendekat. Mereka tidak memiliki niat buruk. Menurut perkiraan saya, mereka adalah dua orang dari Keluarga Jirk." "Bagaimana kita harus menangani hal ini?" Keluarga Jirk? Ryan tentu saja tidak mengira keluarga itu akan menyerangnya. Setelah berpikir sejenak, dia melirik ke arah tertentu dan memberi instruksi, "Shiki Seiho, bawa Floridas Kennedy kembali ke ibu kota dulu. Aku akan menyusul nanti." "Baik, Tuan Ryan.
"Tidak, aku harus kembali ke Gunung Langit Biru dan melaporkan ini pada pemimpin sekte!" seru seorang pria tua panik. "Kita harus menggambar potretnya sebelum wajahnya terlupakan!" "Mulai hari ini, tidak ada seorang pun yang boleh menyinggung Arthur Pendragon," tambah yang lain dengan wajah pucat. "Benar, benar! Aku khawatir Arthur Pendragon akan memasuki Gunung Langit Biru suatu hari nanti. Kita harus segera memperingatkan sekte kita. Jika tidak, siapa pun yang berani menyinggung iblis ini akan membuat seluruh sekte mereka dihancurkan oleh dahan pohon bunga sakura!" Di tengah kepanikan itu, seorang wanita tampak tersadar akan sesuatu. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia bergegas mengejar ke arah Ryan pergi. Tetua Juan dari Keluarga Jirk juga melakukan hal yang sama! Setelah semua yang terjadi, mereka harus menunjukkan pendirian Keluarga Jirk. Tetua Juan tidak lagi berambisi memenangkan hati Arthur Pendragon–dia hanya ingin memastikan sosok mengerikan itu tidak menjadi mu
Pemikiran itu segera terhenti. Bagaimanapun, baik Brandy Shroud maupun para pengikutnya tidak dianggap sangat kuat di Gunung Langit Biru. Terlalu banyak kultivator di sana yang jauh lebih mengerikan. Brandy Shroud hanyalah kepala cabang Paviliun Ivoryshroud di Nexopolis. Para kultivator di cabang lain di Gunung Langit Biru jelas tak akan semudah ini ditangani. Dan kali ini, Ryan tidak hanya menyinggung Sekte Hell Blood, tetapi juga Paviliun Ivoryshroud. Namun Ryan justru tersenyum tipis. Lalu kenapa? Jika orang-orang dari Gunung Langit Biru ingin mencari masalah, mereka akan mencari Arthur Pendragon. Dan setelah hari ini, yang akan mereka temui hanyalah Ryan. 'Meski begitu,' pikirnya sambil merapikan jubahnya yang ternoda darah, 'nama Arthur Pendragon mungkin masih berguna sebagai jimat penyelamat nyawa di masa depan.' Mulai hari ini, nama itu akan mengguncang seluruh Gunung Langit Biru. Jika suatu saat dia perlu mengungkapkan identitasnya sebagai Arthur Pendragon, mungkin
"Dahan pohon bunga sakura menghancurkan formasi kuno dan membunuh Brandy Shroud!" seru seseorang tak percaya. "Pengungkapan kekuatan ini sendiri sudah cukup untuk mengguncang seluruh Gunung Langit Biru!"Tetua Juan dari Keluarga Jirk gemetar hebat. Sebagai anggota terkuat dari rombongan Keluarga Jirk, ini adalah pertama kalinya dia merasakan ketakutan yang begitu mencekam. Penyesalan memenuhi hatinya–dia tahu telah kehilangan kesempatan terbaik.'Jika saja aku mendengarkan nona muda dan berdiri di pihak Arthur Pendragon tanpa ragu,' pikirnya getir. 'Mungkin Keluarga Jirk masih bisa membangun hubungan dengannya.'Berkat bakat Shirly Jirk yang luar biasa, Keluarga Jirk terbiasa unggul dalam hal negosiasi dan perekrutan orang-orang jenius. Namun penampilan Ryan tampak bahkan melampaui kejayaan Shirly Jirk yang selama ini menjadi kebanggaan keluarga.'Selama dua puluh tahun terakhir, mengapa tidak ada berita di Gunung Langit Biru tentang seorang jenius seperti ini?' Tetua Juan bertanya
"Astaga... Ini adalah petir Ilahi!""Bagaimana mungkin? Arthur Pendragon benar-benar memiliki kekuatan petir Ilahi!""Mungkinkah dahan pohon bunga sakura itu? Apakah itu harta karun yang dapat memicu petir Ilahi?""Kali ini Brandy Shroud akan mati!"Bisikan-bisikan ketakjuban memenuhi arena. Para anggota Keluarga Jirk yang hadir saling berpandangan dengan ekspresi tak percaya. Bahkan Tetua Juan dari Keluarga Jirk membelalakkan matanya lebar-lebar. "Dari mana Arthur Pendragon berasal?" gumamnya heran. "Kekuatan seperti ini... dia pasti bukan orang biasa!"Sementara itu, wajah Brandy Shroud semakin memucat. Dia bisa merasakan kematian mengintai dari balik petir ilahi yang menari-nari di sekeliling Ryan. Namun ego dan harga dirinya tidak mengizinkan dia mundur."Pergi kau ke neraka!" teriaknya sambil melancarkan serangan pamungkas.Pedang spiritualnya melesat bagai meteor merah yang siap menghancurkan segalanya. Namun Ryan hanya tersenyum dingin."Hari ini, aku akan mengajarimu kon