Share

Dua Puluh Enam

Penulis: Nannys0903
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-11 11:05:49

Seketika itu juga, Angel mengingatnya.

"William, iya. Aku pernah melihat mata itu di taman. Dia William, mengapa ia kabur bertemu aku. Tunggu, Will tak suka naik mobil. Lelaki itu tidak bisa mengendarainya. Lalu dia siapa?" ucapnya dalam hati. Angel bingung tak mengerti.

Angel memerintahkan supir pribadinya untuk kembali ke rumah. Di halaman rumah mertua Tiara. Will baru saja datang dengan sepeda motornya. Wajahnya panik dan matanya berair.

"Tiara! Apa benar mama telah tiada? Tiara katakan bahwa ini bohong." Will terus bertanya tanpa jeda. Suaranya bergetar menahan kesedihan. Angel menatap wajah lelaki itu sembab.

Will membuka kacamatanya ia mengusap dengan sapu tangan miliknya. Angel terperangah, bentuk mata Will dengan lelaki yang berada di taman dan mengantarnya pulang berbeda.

Mata Will agak cekung karena ia selalu mengunakan kacamata sedangkan lelaki itu tatapannya tajam.

"Ternyata, dia bukan Will. Siapa lelaki itu? Wajahnya mirip Will namun, sorot
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pembalasan Saudara Kembar    Dua Puluh Tujuh

    Angel mengutus anak buahnya untuk mengecek Bean di gedung Kerinci. Gedung lama yang tak terpakai akibat kebakaran. Angel mengutus lima orang anak buahnya. Hanya ingin mengecek keberadaan lelaki itu. Mereka akan mengawasi gerak-gerik Bean."Awasi dia dan rekam aksinya. Kita butuh bukti untuk menghukumnya," perintah Angel.Lima orang anak buah Angel telah siap. Mereka turun dari mobil dan bersembunyi di balik tembok."Kamu sebelah kiri bersama dia, aku kanan sama kamu dan kamu tunggu di sini. Pasang alat penyadap kalian," perintah salah satu dari mereka. Mereka memasang alat yang mereka bawa dan menempelkan di telinga untuk komunikasi tak lupa pelindung anti peluru.Gedung gelap gulita tak ada penerangan yang menerangi. Dengan langkah mengendap-endap mencari keberadaan Bean, pria misterius. Lelaki yang diduga pembunuh Tiara, kembaran Angel. "Pasang kacamata ultraviolet kalian!" ucap salah seorang di alat komunikasi. Mereka memakai kacamata agar dapat melihat dalam kegelapan. Bayangan

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-13
  • Pembalasan Saudara Kembar    Dua Puluh Delapan

    Angel mendapat kabar dari rumah sakit. Mimi diperbolehkan pulang. Di rumah yang besar ini, Angel masih bertahan untuk mendapatkan bukti. Begitu juga bukti kebiadaban Ros, ia masih satu atap dengannya.Angel tak berubah sedikitpun, ia tetap berkomunikasi dengan Ros. Walaupun, hatinya benci dan kecewa."Hai, Tiara. Sedang apa kamu di dapur?" Ros menyapa Angel. Ia hendak membuat kopi."Hai, Ros. Aku sedang membuat cappuccino. Kamu mau?" tawar Angel. Ia mengaduk pelan."Sejak kapan kamu suka cappuccino, Tiara."Ros memicingkan matanya. Ia tahu kalau Tiara tak suka kopi."Sejak hari ini." Angel tersenyum kepadanya lalu meminumnya perlahan. Pikirannya kembali jernih."Oo, aku kira ....""Aku hanya ingin mencicipinya. Ternyata enak dan harum." Angel membaca raut wajah Ros."Kalau kamu mau, akan aku buatkan.""Tidak terima kasih. Aku masuk dulu." Ros menaiki tangga. Angel melihat noda darah di punggung wanita itu."Sepertinya, ia gagal mencari mangsa. Rasakan kalian," ucapnya dalam hati. Ange

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-13
  • Pembalasan Saudara Kembar    Dua Puluh Sembilan

    "Papa, ingin bertemu dengan siapa? Mengapa bawa bunga?" tanya Angel memicingkan mata."Papa ... bukan urusanmu! Sudahlah, Papa telat." Papa mertua melewati Angel menuju lift. "Papa tunggu, Mimi Hilang!" Angel berharap Ronald membantu untuk menemukan teman dekatnya. "Hilang? Bagus kalau ia hilang. Papa gak perlu repot mengaji dan membiayai pengobatannya." "Astaga Papa! Mengapa berbicara begitu?""Uang papa habis membayar semua biaya rumah sakit pembantu itu dan juga biaya lainnya." "Dia bekerja dengan kita tentu saja kita yang bayar. Lebih baik aku lapor polisi." "Untuk apa kamu lapor polisi hanya buang waktu saja." Mengibaskan tangan ke udara. Ronald meninggalkan Angel tanpa memedulikan kekhawatirannya. Gadis itu mendengkus kesal menatap lelaki tua berkemeja putih."Mau ke mana dia bawa bunga segala. Dasar lelaki tua!" Tangan lentik Angel menekan nomor ponsel milik salah satu polisi. Melaporkan hilangnya Mimi di rumah sakit. Beberapa menit kemudian, petugas keamanan negara dat

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-13
  • Pembalasan Saudara Kembar    Tiga Puluh

    Flash Back Ronald dan Silvia"Papa, aku butuh pelayan lagi untuk membantuku. Mereka telah pergi lagi." Rengek Rebeca kepada suaminya. "Oh, jadi kamu membuat mereka pergi lagi?" Ronald memutar bola mata malas. Entah sudah berapa puluh kali wanita itu melakukan hal tersebut. "Kenapa aku yang disalahkan?" "Kamu yang selalu memaki mereka. Sudah pasti mereka tak betah di rumah. Seharusnya kamu sadar diri!" "Mereka itu pembantu. Sudah pasti harus mengikuti keinginanku sebagai majikan. Kenapa kamu membela mereka?" Memukul dada bidang suaminya. "Bukan membela kenyataannya seperti itu. Sudahlah! Aku lelah dan capai. Mandi dan ganti pakaianmu. Layanin aku dengan benar." Rebecca berdecis kesal. Membersihkan tubuhnya, menutup tubuhnya dengan lingerie merah memoles wajahnya dengan makeup tak lupa parfum kesukaan sang suami. Ronald menatap tubuh istrinya yang semakin membesar. Bagian lemak berada di mana-mana. Hasratnya menghilang begitu saja. "Kemarilah! Mainkan peranmu." Ronald terbaring

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-17
  • Pembalasan Saudara Kembar    Tiga Puluh Satu

    Flashback Ronald (2)Jantung Rebeca berpacu dengan cepat. Aliran darah memanas. Melihat pemandangan memilukan hati. Pemandangan yang membuat dirinya tersingkir. Kakinya tak bisa menahan bobot badannya. Berkali-kali meremas knop pintu. Napasnya wanita itu memburu tak beraturan. Rebeca tak percaya dengan semua yang terjadi. "Apa yang mereka lakukan?" geramnya dalam hati. Pemandangan yang menusuk hati."Papa!" Membuka pintu kasar. Benturan antara pintu dan dinding mengema di kamar.Mata Ronald terbelalak, menatap sang istri berdiri di depan pintu. "Rebeca!" Ronald berada di atas tubuh Silvia beranjak mengambil pakaian yang tergeletak di atas keramik putih. "Dasar penghianat!" Rebeca melayangkan tangannya ke udara dan mendarat di pipi Silvia. "Hentikan, Rebeca!" Ronald kecolongan ketika mengenakan celana. Ronald menarik bahu istrinya dan membalas tamparan wanita itu dengan keras. Tubuh Rebeca terhuyung ke belakang. Bongkongnya terasa nyeri akibat benturan dengan lantai. "Papa!" "

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-17
  • Pembalasan Saudara Kembar    Tiga Puluh Dua

    Mimi terikat di kursi kayu, mulutnya tersumpal kain putih. Darah menetes dari denyut nadinya. Tubuhnya lemah tak berdaya.Perlahan matanya terbuka, memandang sekeliling ruangan. Wajah seorang wanita dengan memakai masker di bagian mulut dan hidung. Ia juga mengenakan topi. Wanita itu melepaskan kain yang menutupi mulut Mimi."Ka-kamu siapa? Mengapa aku berada di sini?" Mimi mengernyit heran. Ia sepertinya pernah melihatnya. Namun, wajahnya tertutup masker.Seorang lelaki menghampiri Mimi, ia tersenyum ramah. Mimi tak mengenali lelaki tersebut. Ia bukan tak mengenali akan tetapi lupa dengan wajahnya."Bagaimana keadaanmu, gadis manis?" tanya lelaki berkacamata. Tangannya terlipat di dada.Mimi diam tak menjawab pertanyaannya. Ia masih menatap lelaki itu dengan tanda tanya. Memicingkan mata dengan sinis. Penjahat mana yang masih menanyakan keadaan korban."Apa mau kalian? Salahku apa?" u

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-18
  • Pembalasan Saudara Kembar    Tiga Puluh Tiga

    "Buka'lah masker dan topimu. Dia akan semakin bingung dan akan bertambah parah penyakit di kepala." ucap lelaki itu. Ia melepaskan topi di atas kepala wanita itu. Rambut berwarna pirang dengan panjang sepinggang memperlihatkan bahwa wanita itu cantik dan sempurna. Warna mata coklat dan alis mata hitam dan lebat tanpa harus memberikan pensil alis. Perlahan wanita itu membuka maskernya. Wajah cantik terlihat jelas. Mimi menghampiri wanita itu dan memeluk erat. "Aku kangen, kamu ke mana saja. Aku sendirian di rumah itu. Mengapa tak menghubungiku?" Mimi mencerca pertanyaan demi pertanyaan. "Kamu jahat! Menakuti aku dengan menculik.Lihatlah, sakit sekali ini." Mimi menunjukkan luka yang diplester. "Begitu saja takut. Mana Mimi yang pemberani," ledeknya. Ia menarik hidung Mimi kencang. Mimi meringis dan menyentuh hidungnya. "Sakit, jangan tarik hidungku!" pekiknya. Mimi melirik lelaki berkacamata apakah ia kenal dengan pria itu. "Siapa dia, apa itu pacar

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-18
  • Pembalasan Saudara Kembar    Tiga Puluh Empat

    Angel terus mencari keberadaan Mimi. Ia khawatir dengannya. Berjalan mondar mandir bagaikan setrikaan listrik. Menghela napas berkali-kali."Apa Mimi telah diculik? Apa Bean yang melakukannya? Untuk apa dia menculik Mimi." Angel menggigiti kuku jarinya.Semua anak buah sudah diberi tahu. Namun, Angel tak memiliki foto Mimi. Ia keluar kamar dan menuruni tangga. Papa mertua sedang menghubungi seseorang. Lelaki itu bergegas mengakhiri panggilannya."Papa sedang apa?" tanya Angel sopan."Bukan urusanmu!" ketusnya meninggalkannya sendirian.Angel tersenyum sinis. Ia tak menyangka kalau rencananya berhasil. Papa mertua tak bisa menjalankan bisnisnya. Ia kesulitan mencari korban. Ros juga frustasi. Antoni sedang koma kepada siapa meminta uang.Malam hari tiba, Angel mendengar pintu Ros tertutup. Tak berapa lama lagi suara mobil keluar rumah. Angel mengintip dari balik tirai kamarnya.Sudah bis

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-19

Bab terbaru

  • Pembalasan Saudara Kembar    Ending

    Bab 88"Angel," sapa Tiara dengan suara tegas. Angelica menatap manik kembarannya. Ia bangkit dari duduk yang disediakan oleh petugas polisi untuk para pengunjung. Bagaimana bisa Tiara mengenalnya. "Angel? Aku Angelica." Wanita berparas manis tersenyum tipis. Bibirnya bergetar. Tak mungkin Tiara mengenalinya. Wajahnya saja tak seperti dulu lagi. "Kamu Tara, saudara kembarku. Aku yakin kamu Tara." "Siapa Tara. Siapa Angel?" Angelica berusaha untuk tenang. Ia tak boleh gegabah hingga Tiara curiga mimik wajahnya pasrah. "Tara kembaranku." "Loh, bukankah ia sudah kamu bunuh?" Tiara terdiam, ia ingat kejadian itu tapi penjelasan dari polisi membuat dirinya yakin kalau Angelica adalah Tara. "Ia tidak mati. Saudaraku masih hidup. Aku yakin itu kamu. Kamu adalah Tara." Suara Tiara meninggi, ia mengungkapkan apa yang dilihat dengan matanya sendiri. Walau wajahnya berbeda, ciri-ciri Angelica sama dengan Angel atau Tara. Ketika mereka berada di laut, Tiara merasa tak asing dan dekat d

  • Pembalasan Saudara Kembar    Delapan Puluh Tujuh

    Bab 87Luka Tiara sudah tak terlalu parah. Ia dapat berjalan seperti biasa. Para petugas berjaga di pintu masuk ruang inap Tiara. Mereka tetap mengawasi wanita itu. "Hai, bagaimana keadaanmu?" tanya Angelica menyapa Tiara. Ia membawa boneka beruang berwarna coklat. Tiara dan Lola mendapatkan izin khusus untuk keluar masuk ruangan Tiara. "Baik. Lebih baik." Tiara menyungingkan senyum. Ia menatap boneka di tangan wanita yang mengenakan dress coklat di atas lutut. Rambut panjangnya digerai indah hingga wajahnya semakin memesona. "Boneka ini?" tanya Tiara mengingat momen semasa kecil. Ia suka dengan boneka beruang. Entah ke mana boneka itu. Boneka pemberian almarhum ibunya. "Untukmu. Hanya ada warna ini tak ada yang lain." Tiara mencium aroma boneka berbau rosberry. Aroma yang ia sukai. "Dari mana kamu tahu aku menyukai boneka beruang dengan aroma rosberry?" "Hanya menebak saja. Tipe wanita sepertimu pasti suka boneka." Tiara hanya tersenyum simpul. Ia merasa ada teman dalam deka

  • Pembalasan Saudara Kembar    Delapan Puluh Enam

    Bab 86"Angelica!" panggil Lola melambaikan tangan. Gadis itu senang ketika teman barunya selamat. Angelica meletakkan tangan kanannya di bahu Tiara. Langkah Tiara terseok-seok. "Tolong bantu dia!" ujar Angelica kepada Lola."Ayo Non Tiara kita ke sana!" Tiara memilih diam, ia mengikuti langkah Lola ke sebuah tempat lebih aman. Lola melihat luka bakar Tiara. Ia segera berlari ke mobil dan mengambil kotak P3K. Lola menyobek celana panjang orange Tiara agar bisa melihat luka lebih jelas. "Astaga, lukanya terlihat parah. Kejam sekali pria itu." Tangan Lola mengunting celana panjang Tiara hingga ke paha. Tiara meringis ketika Lola menyentuh luka bakarnya. "Rumah sakit jauh, kita harus mengobatinya lebih dulu." Angelica berdiri dekat Lola, memperhatikan luka Tiara. Ia meringis melihat kulit Tiara melepuh seperti balon. "Aku kasih salep saja. Ini ada salepnya." Tiara tak berkata sepatah katapun. Ia hanya menatap kedua perempuan yang ada dihadapannya. "Ayo Nona kita ke mobil." L

  • Pembalasan Saudara Kembar    Delapan Puluh Lima

    Bab 85 Tubuh Angelica terjun ke dalam laut. Tangan dan kaki bergerak cepat mencari keberadaan sebuah mobil yang mulai tenggelam.Angelica menoleh ke sekitar, melihat bayangan hitam di kedalaman laut. Ia terus berenang menuju ke arah benda yang biasa di gunakan untuk menuju ke tempat lain dalam waktu singkat. "Tiara, bertahanlah!" ucapnya dalam hati. Tangan dan kaki berusaha mengapai mobil itu. Hingga ia berhasil mendekatinya. Angelica melihat isi mobil tak ada Tiara di dalamnya hanya ada bangku kosong tak berpenghuni.Ia melihat ke arah bagasi. Bisa jadi Tiara berada di dalamnya. Tangannya menyentuh pintu yang terbuka sedikit dan masuk ke dalam . Jari menyentuh tombol pembuka bagasi hingga seseorang keluar dari tempat itu. Tiara berusaha untuk berenang ke atas permukaan ketika mendapat cela. Angelica mengikuti tubuh adiknya hingga mereka berhasil muncul ke permukaan. Uhuk! Uhuk! Tiara menatap wanita yang berada dekat dengannya. Ia terkejut Angelica berusaha menolong. Padahal,

  • Pembalasan Saudara Kembar    Delapan Puluh Empat

    Bab 84 Angelica masih berusaha mencari keberadaan adiknya. Ia harus menemukan wanita itu sebelum Seno membunuh. "Ke mana lagi kita Nona?" tanya supir yang mengemudi di depan mereka. Sejak tadi hanya berkeliling saja tanpa tujuan jelas. "Jalan saja terus. Ikuti jalan ini hingga ke atas." Hanya ada satu jalan saja. "Baik, Nona." Pohon-pohon menjulang tinggi, jalan becek akibat hujan semalam. Tak ada rumah yang tinggal di daerah itu. Angelica dan Lola masih menatap jalan sekitar. Di kejauhan, Lola melihat sebuah mobil di antara pepohonan. Walau tak jelas benda itu berjalan menuju arah atas. "Lihat itu!" Tunjuk jari Lola. "Pak, kejar dia!" Jalan tanah dan bebatuan membuat kendaraan sulit untuk melaju. Kecepatan tak bisa ditambah lagi. Situasi dan keadaan tak mendukung. "Apa tak bisa cepat?" omel Angelica tak sabaran karena mobil Seno sudah tak terlihat. "Tidak bisa Nona. Jalannya hancur." Angelica hanya pasrah. Ia berpikir ke mana Seno membawa adiknya itu. "Seno pasti membawan

  • Pembalasan Saudara Kembar    Delapan Puluh Tiga

    Bab 83 Setelah Angelica bekerja sama dengan polisi mencari mobil milik Seno. Mereka semua mencari keberadaan mobil itu dengan bantuan para polisi daerah lain terutama polisi lalu lintas. Angelica dan Lola mengikuti para polisi di belakangnya. "Kayaknya kita lewat jalan biasa saja jangan jalan tol. Aku yakin Seno tak lewat situ." "Tapi, para petugas bilang Seno menuju ujung kota." Lola menimpali ucapan Angelica. "Gak semua CCTV terpasang di jalan. Kita jalan lewat biasa saja, Pak," ucap Angelica kepada supir. "Kenapa kamu gak bawa anak buah?" "Gak mungkin aku bawa mereka sedangkan aku masih tahap penyamaran. Mereka gak akan kenal wajahku." "Itulah manusia kalau terfokus dengan dendam," sindir Lola. "Memangnya kamu tak dendam dengan adikku?" "Aku biasa saja. Karena aku tahu dendam itu akan membuat petaka." Angelica merasa tersindir. Sejak pertama penyamaran hingga sekarang hatinya penuh dengan dendam. "Bagaimana kamu bisa memaafkan mereka?""Biarkan saja karma yang akan memb

  • Pembalasan Saudara Kembar    Delapan Puluh Dua

    Bab 82 "Api! Panas!" Seno melihat Tiara tak merasa iba. Baginya kesakitan Tiara adalah kebahagiaan yang hakiki, harus ia resapi hingga masuk ke dalam hati. Suara penuh penderitaan terasa indah di telinga Seno. Pria itu tertawa terbahak-bahak menatap kesakitan Tiara. Tubuh Tiara merasakan panas di sekitarnya. Tiara bagai kambing yang siap di bakar. Asap tebal mulai memenuhi rumah tua itu. Tak ada yang tahu apa yang terjadi. Mereka hanya tahu ada seseorang yang membakar di sekitar rumah tua itu. Seno merekam Tiara yang kepanasan akibat ulahnya. Ia terkekeh berkali-kali. Adegan demi adegan ia rekam hingga wajah kesakitan Tiara terekam sempurna. Hingga Seno tak menyadari pakaian Tiara dibagian kaki mulai terkena api. "Api!" Tiara menatap api menyentuh celananya. Kulitnya terasa melepuh. Pria itu mengambil air untuk memadamkan api tersebut. Belum waktunya Tiara mati. Wanita itu harus mendapat siksaan secara perlahan. Uhuk! uhuk! Tiara terbatuk-batuk menghisap banyak asap. Kedua m

  • Pembalasan Saudara Kembar    Delapan Puluh Satu

    Bab 81 Seno mengikat tubuh Tiara di kursi kayu. Ia menatap wajah cantik mantan istrinya. "Cantik doang tapi hatinya busuk," maki Seno dengan tatapan benci. Seno tak pernah menyangka kalau dirinya akan seperti ini hanya karena cinta. Tangan kekar Seno melayang di udara dan berakhir di wajah Tiara. Wanita itu terbangun, merasakan perih di pipi kanan. Rintihan kecil terdengar di bibir Tiara."Bangun Tiara!" Wanita yang terikat di kursi kayu dengan pakaian serba orange membuka mata perlahan. Ia tahu hidupnya akan berakhir di tangan sang mantan. "Seno." "Selamat datang putri tidur. Sudah waktunya kamu bangun." "Aku di mana?" "Di istana yang akan menjadi tempat paling indah untukmu." Seno menyeringai menatap mangsa yang tak akan bisa pergi lagi dari hidupnya. Sudah waktunya untuk mengakhiri semuanya. "Seno aku ...." "Sst! Diam Sayang. Jangan berbicara. Sudah waktunya kamu menikmati indahnya dunia ini. Tanpa ada rasa sakit sedikitpun." Tiara menatap wajah Seno, pria yang dulu san

  • Pembalasan Saudara Kembar    Delapan Puluh

    Bab 80 Angelica menetap beberapa barang yang diperlihatkan oleh Seno. Wanita itu tahu benda apa itu. Angelica harus menghentikan kegilaan Seno yang semakin merajalela. Ia takut Tiara akan mengalami hal yang lebih parah. Rasa benci Seno akan adiknya begitu besar. Hingga pria itu nekad melakukan hal gila. Angelica tak ingin Seno terjebak lebih dalam. Ia ingin Tiara mendapatkan hukum setimpal atas perbuatannya. "Ya Tuhan, semoga saja tak terlambat." Angelica menatap ponsel berharap ia bisa mencegah kejadian itu. Seno berdiri di tempat yang tepat. Ia menunggu sesuatu terjadi di kantor polisi itu. Tubuhnya terbalut jaket hitam. Seno memandang tempat Tiara berada, wanita yang telah membuat hatinya terluka. Menatap jam tangan yang melingkar di lengan. "Satu, dua, tiga, duar!" Seno tersenyum licik ketika dua mobil polisi meledak hingga terbakar. Semua petugas keluar dari dalam kantor. Mereka mencoba memadamkan api dalam mobil. "Cepat singkirkan kendaraan lain!" teriak salah satu petuga

DMCA.com Protection Status