Daniel masih belum sepenuhnya sadar dari rasa terkejutnya.
Sepertinya Adrian berhasil membuatnya shock tentang fakta yang sebenarnya."Adrian, apa yang dikatakan pria ini benar?" tanya Clara dengan raut wajah yang terlihat bingung.Mereka berada di situasi rumit.Karena antara harus percaya dan tidak dengan ucapan Joseph barusan.Perusahaan Car's Nata.Tentu saja mereka mengenalnya. Perusahaan terbesar dengan anak cabang showroom besar dan mewah yang ada di seluruh penjuru kota besar.Daniel yang hanya sebagai pekerja Bank tidak terlalu paham, tapi dia pernah mendengar nama itu dan tahu kalau pemiliknya masih muda dan dikabarkan menghilang.Begitu juga Clara yang memang pernah bekerja dan sering diajak oleh Baron saat meeting atau bertemu klien perusahaan.Tentu mereka tahu perusahaan-perusahaan besar yang ada, meskipun perusahaan Adrian tidak berdiri di kota yang sama."Car's Nata yang terkenal dengan mobil mewahCindy pun tertawa dengan keras karena menganggap Clara sedang bermain-main dengannya."Sudahlah, Sayang. Jangan ikut-ikutan seperti Papamu! Berhenti berkhayal dan terima saja kenyataan. Dia itu hanya karyawan biasa! Lagipula kalian itu menikah karena terpaksa, jadi untuk apa mengurusi pria seperti dia!" ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya."Mama, Clara bicara serius! Clara sama sekali tidak bercanda. Sekarang Clara bukannya mengigau, Ma! Tadi pagi Daniel datang ke tempat kerja Adrian," ungkap Clara dengan nada yang jengkel."Apa? Untuk apa dia kesana? Apa dia mengganggumu?" tanya Cindy dengan mata yang melotot.Meskipun awalnya dia merestui dan menyukai Daniel saat masih berpacaran dengan Clara, tapi setelah mengetahui pria itu yang berselingkuh, membuatnya kehilangan rasa sukanya pada pria itu.Walaupun dia sangat berharap kalau Daniel menjadi menantunya, tapi apa boleh buat.Pria itu sudah membuat mereka malu dan mengorbankan masa depa
Adrian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.Dia merasa canggung saat Cindy mengatakan itu."Maaf, Nyonya. Aku sedang berkeringat, jadi mau cepat pergi mandi," ucap Adrian meminta izin dengan sopan."Aduh, Adrian! Kamu panggil saja Mama! Kenapa masih seperti itu sih!" ujarnya dengan senyuman manis yang dibuat-buat."Baiklah, Ma!" jawabnya canggung.Adrian merasa sangat aneh dengan memanggil Cindy seperti itu karena sudah terbiasa memanggil Nyonya.Juga suara lemah lembut Cindy yang bicara padanya saat ini sangatlah di luar dugaan.Cindy pun beralih pada Clara yang masih saja duduk manis di sofa."Clara, kenapa kamu diam saja! Ayo cepat susul suamimu! Layani dia dengan baik!" ujarnya dengan mata melotot sebagai kode pada anaknya itu."Iya, Ma!" jawabnya dengan mendesah pelan.Bukan hanya Mamanya saja yang harus dituruti sebagai anak yang baik tapi dia juga sekarang harus berperan sebagai istri.
"Papa! Papa kenapa?" pekik Cindy panik.Dia pun membantu suaminya agar kembali duduk dengan benar."Clara! Bi Dina!" teriaknya memanggil semua orang."Mama, ada apa?" Clara yang panik karena mendengar teriakan Mamanya segera berlari ke arah ruang tamu.Bi Dina mematikan kompor dan langsung menyusul majikannya."Papa kenapa, Ma?" tanya Clara ikut panik."Sepertinya penyakit jantung Papa kumat lagi, Sayang!"Cindy segera melepas dasi yang Baron kenakan dan membuka kancing kemeja suaminya.Baron pun mengatur napas dengan menghirup dari hidung dan mengeluarkannya dari mulut.Begitu terus sampai beberapa kali.Setelah merasa baikan, dia pun mulai terlihat tenang."Papa baik-baik saja kan?" Cindy terlihat khawatir."Iya, Ma!" jawabnya pelan."Syukurlah. Papa kenapa bisa kaget begitu sih! Mama bicara soal apa pada Papa?!" selidik Clara curiga."Mama cuma bilang soal Adri
Setelah makan malam selesai, Adrian ingin segera naik ke kamarnya seperti biasa.Meskipun Baron dan Cindy mengucapkan kata basa basi supaya Adrian mengobrol bersama mereka, tapi pria berambut hitam itu menolaknya dengan halus."Lain kali saja ya, Tuan dan Nyonya. Masih ada beberapa hal yang harus aku kerjakan," jawabnya dengan tersenyum tipis."Oh, baiklah. Mulai sekarang kamu harus panggil kami papa dan juga mama seperti Clara. Ok, Adrian?" pinta Cindy dengan memasang wajah seramah mungkin.Dia harus bisa mengambil hati Adrian secepat mungkin untuk mendapatkan simpati dan juga uang tentunya."Iya, Ma. Adrian naik dulu," Adrian bangkit dari duduknya dan bergegas menaiki tangga.Setelah memastikan Adrian sudah tidak terlihat lagi. Cindy pun tidak tahan untuk bicara."Clara, kenapa kamu diam saja dari tadi?!" Cindy jadi heran melihat sikap putrinya yang tidak mau mendekati Adrian sedangkan mereka kan su
Sementara itu di Showroom One Car…Adrian memakai setelan jas berwarna hitam lengkap dengan dasi berwarna biru tua dan juga sepatu hitam yang mengkilat.Penampilannya sedikit berbeda hari ini.Adrian yang memang memiliki tubuh tinggi dan tampan terlihat sangat berwibawa dan juga gagah.Apalagi saat Adrian berjalan dengan gaya yang sangat khas di dampingi oleh pria yang tak kalah tampannya yaitu Joseph.Bukan hanya karyawan yang ada di showroom itu saja yang terpana melihat sosoknya tapi juga para pelanggan yang datang, sampai-sampai mereka berbisik siapa sih sebenarnya Adrian."Kenapa dia begitu terlihat mencolok di antara para karyawan yang lain?"Adrian sedang dan juga Joseph sedang berbincang serius di ruangannya."Bukankah dia karyawan di sini? Hari ini terlihat tampan sekali ya?" tanya salah satu pengunjung wanita cantik pada Gio.Gio yang mendapat pertanyaan seperti itu pun merasa kesal. Dia bahkan menjawab
Seketika itu juga Gio dan Bayu serentak membalikkan badan mereka ke belakang.Dua pemuda itu terkejut saat melihat siapa orang yang berdiri di hadapan mereka saat ini.Gio menelan ludahnya kasar. Sementara Bayu langsung menundukkan kepalanya.'Apa tadi dia mendengar semua pembicaraan kami?!' hatinya gelisah."Kenapa kalian diam saja? Apa kalian tuli?!" kali ini intonasi suaranya lebih tinggi dari ucapannya tadi."Ma-maaf, Pak. Kami bicara soal pekerjaan!" jawab Gio gugup.Pria yang memergoki mereka saat ini adalah Joseph.Dia tadinya ingin pergi ke toilet tapi malah melihat dua orang karyawan yang sedang bergosip.Joseph memicingkan matanya, memperhatikan Gio dan Bayu bergantian."Fokus pada pekerjaan kalian! Aku tidak mau ada karyawan yang mengobrol saat bekerja, tidak bagus kalau dilihat oleh pembeli! Paham kalian?!" Joseph langsung memberikan ult
Di Perusahaan Bryan…Setelah makan siang, Ronald kembali mengecek ponselnya.Dia penasaran apa balasan dari pesan yang dikirim pada sepupunya tadi yaitu Clara.Dia akan memanfaatkan kepolosan gadis itu untuk mendapatkan informasi.Ronald yakin Clara pasti tidak akan keberatan dan mengatakan semuanya dengan jujur padanya.Ternyata Clara sudah membalas pesannya beberapa menit yang lalu.(Aku tahu soal itu, Kak. Tapi aku tidak tahu secara detailnya. Kak Ron tanya saja nanti pada Adrian ya!)Setelah membaca pesan itu, wajah Ronald terlihat kesal. Dia merasa tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Clara.Tapi dia tetap membalas pesan itu agar Clara tidak curiga dan berpikir macam-macam tentangnya.(Oke. Terima kasih ya, Clara!)Pesan terkirim.Dia pun meletakkan ponselnya dengan kasar."Tinggal menunggu informasi darinya," gumamnya seorang diri.Ronald pun berusaha untuk bersa
Baron dan Clara sudah pulang ke rumah lebih dulu.Hari ini Adrian pulang sedikit terlambat dari biasanya karena masih ada yang harus dikerjakan di showroom bersama Joseph.Kali ini pun Joseph yang mengantar Ardian pulang ke rumah.Setelah sampai di ruang tamu, Cindy langsung menyambut Adrian dengan senyum manis dan juga ramah."Kamu sudah pulang, Adrian? Aduh, pasti capek sekali ya! Oh ya, segera bergegas mandi lalu berganti baju! Setelah itu kita makan malam bersama, ya?!" ucapnya dengan senyum mengembang yang tak pernah lepas dari wajahnya."Oke, Ma. Adrian naik ke kamar dulu!" jawab Adrian santai."Iya, Sayang! Silahkan istirahat sebentar!"Ya, kalau mengingat Cindy bukan Mama mertuanya, mungkin Adrian sudah malas meladeni Cindy.Tentu saja dia tahu kalau Mama mertuanya itu berubah drastis memperlakukannya dengan baik setelah mengetahui kalau dia adalah pria kaya raya.Mama mertuanya itu memang wanit
Adrian menatap lekat lembaran foto di tangannya secara bergantian.Sorot matanya yang tajam meneliti setiap detail petunjuk yang ada.Raut wajahnya penuh tanda tanya. “Siapa pria ini, Jo? Lalu apa yang dia lakukan dengan Pamanku?” Joseph pun duduk dan terlihat antusias sekali.“Aku yakin pria ini adalah orang penting sampai mereka harus bertemu di tempat tersembunyi, Tuan!” ungkapnya bersemangat.Kening Adrian berkerut mendengar itu. Masih tetap tidak puas dengan penjelasan Asistennya.“Tapi, kenapa kau memberikan foto ini padaku? Memangnya apa yang menarik dari dia?” ucapnya kesal dan melempar asal ke meja.Dia sudah pusing dengan masalah perusahaan dan sekarang harus mengurusi orang asing pula!“Nah itu dia, Tuan! Apa Tuan tidak penasaran siapa dia sebenarnya? Tapi, tenang saja karena aku sudah mencari tahu siapa pria itu!” ucap Joseph dengan senyuman misterius.Dia pun membuka Tab miliknya dan mendekatkan lay
Pria paruh baya itu memberikan tatapan menusuk.Sementara pemuda lajang di seberang sana tampak duduk dengan gelisah, susah payah menyembunyikan raut wajah kesal karena kembali mendengar kata-kata yang sangat ia benci.‘Huh! Lagi-lagi cuma bisa menyalahkanku!’ hanya berani menggerutu dalam hati.Tangan kanannya mengambil gelas whisky, menghabiskan sisa minuman itu hingga tandas dan meletakkannya kembali ke atas meja kaca.Butuh sesuatu yang menantang untuk berbicara dengan pria itu.“Aku sudah mengatur semuanya, Bos! Dia gadis yang bodoh. Bahkan tidak memberitahuku kalau si cecunguk itu punya rekaman videonya!” jelasnya berkelit.Yup!Sandy dan Bastian bertemu diam-diam hari ini.Tentu untuk membahas situasi yang makin rumit karena rencana pemuda itu yang hanya ampuh di awal dan menguap begitu saja setelah Adrian berhasil memutar balikkan keadaan.Sandy menyenderkan punggungnya ke sofa.Senyuman miring pun terbit di sudut bibirnya, “Hahaha! Kalian berdua itu sama-sama bodoh! Kau itu s
“A-apa? Ti-tidak mungkin!” ucapnya dengan bibir bergetar. “Kalian pasti salah orang!”[“Tidak, Pak. Kami sudah memeriksa di dalam selnya dan memastikan informasi ini dengan dokter terkait,” jelasnya lagi.]Tangan Bryan lemas dan ponselnya pun jatuh ke lantai.Pria di seberang sana masih bicara, tetapi pria paruh baya itu sudah tidak peduli.“Ti-tidak! Putraku tidak mungkin mati! Ronald … tidak mungkin! Tidaakkkkk!!!”Suaranya menggema di ruangan kerjanya.“Tidak mungkin! Hu-hu-huaaaaa!” Tangis pria itu akhirnya pecah.Kedua bahunya berguncang karena terisak pilu.Setelah semua kejadian yang dialaminya, dia selalu berusaha untuk kuat.Namun, sekarang adalah puncaknya.Putra satu-satunya dan kebanggaan baginya sudah pergi untuk selamanya.Dan dalam beberapa jam saja, berita kematian Ronald langsung laris manis mengisi stasiun televisi.Semua orang pun membicarakan berita itu dengan berbag
Sementara itu…Seorang pria paruh baya baru saja ingin merebahkan badan karena lelah seharian bekerja.Namun atensinya teralihkan saat mendengar bunyi ponsel yang ada di samping ranjang.Saat melihat nama yang ada di layar, raut wajahnya langsung berubah menjadi masam.“Halo! Untuk apalagi kau menelponku?” jawabnya ketus.Pria di seberang sana mencoba bersabar walaupun juga sama kesalnya.[“Tidak usah ketus begitu, Baron! Aku hanya ingin minta keringanan hukuman untuk Ronald! Kau bisa kan bicara pada polisi?” ucapnya sedikit memaksa.]Ya, Bryan menghubungi Baron untuk minta potongan masa tahanan putranya dan mereka tidak tahu sama sekali soal kedatangan Adrian dan rencana licik Ronald yang terbongkar.Belum ada yang memberitahu kedua pria ambisius itu.Jadi, apapun akan dia lakukan meskipun mengemis pada Adik satu-satunya.Baron merasa sangat emosi mendengarnya tetapi berusaha tetap tenang demi kesehatannya
Semua orang di ruangan terkejut mendengar ucapannya barusan.Tanpa banyak basa-basi lagi, Adrian melangkah mendekat ke arah pria yang dulu sangat sombong padanya.Orang yang menghancurkan keluarga istrinya, meskipun ada satu pengecualian karena berkat hal itu dia bisa menikah dengan Clara.Dengan cepat kedua tangannya menarik kerah baju berwarna oranye itu.Wajahnya berbalik ke belakang menatap Asistennya, “Berikan pisaunya, Jo!” teriak Adrian murka.Joseph yang tersadar langsung menaikkan celana kainnya di kaki kiri dan terlihat di balik kaos kaki itu sebuah benda tajam terbungkus dengan kulit khusus berwarna coklat.Dia pun mengambil bilah pisau lipat itu dan tanpa ragu memberikan pada Adrian.“Ini, Tuan!” ucapnya pelan.Adrian langsung mengambilnya dengan cepat dan kasar tanpa peduli kalau tangannya akan terluka.Dia langsung mengarahkan ke leher Ronald.Melihat itu salah satu petugas melarang Adrian untuk melakukan niatnya.“Jangan lakukan apapun, Pak Adrian! Ini kantor polisi dan
“Apa?!” teriaknya dengan raut wajah terkejut.Dia sampai bangkit berdiri dari kursi.Helaan napas panjang langsung keluar dari mulutnya.'Ini tidak mungkin!’ hatinya menolak percaya.Tentu saja!Bagaimana caranya dia membayar orang?Karena Joseph yakin kalau saat itu Ronald sedang berada di dalam penjara.“Kenapa pria itu masih bisa … ah, sudahlah. Cepat berikan semuanya pada kantor polisi atas nama Tuan Adrian. Aku akan menyusul ke sana!” putusnya cepat.[“Baik, Bos!”]Napas Joseph memburu lalu secepat kilat melangkah masuk ke dalam ruangan Tuannya.“Tuan, a-aku ada kabar buruk!” ucapnya sedikit ragu.Adrian memijat keningnya yang pusing karena dari pagi moodnya sudah jelek, ditambah informasi yang diterima dari Asistennya itu semua adalah masalah.“Ada apalagi, Jo?” jawabnya dengan ketus.Adrian terlihat malas meladeni Asistennya itu.Joseph pun duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adrian.“Orangku bilang, kalau pria yang menabrak Tuan kemarin dibayar oleh Ronald. Dia pelaku
Klik!Panggilan telepon itu dimatikan sepihak oleh Bastian.“Ha-halo! Hei, aku belum selesai bicara!” teriaknya kencang.Nayla menatap layar ponselnya dengan nanar. Tanpa basa-basi lagi dia pun langsung membantingnya ke lantai.“Aarrgghhhh!!! Aku benci kalian semua! Dasar brengsek!”Tubuh gadis itu merosot ke lantai.Kedua bahunya berguncang karena menangis dengan histeris.Tidak ada lagi yang bisa membuatnya merasa aman di sini.Dengan cepat dia menghapus air matanya dan segera bangkit menuju kamarnya.Nayla akan melakukan rencana yang terakhir supaya bisa hidup dengan tenang.Di Apartemen Joseph…Baru saja pria itu ingin merebahkan badan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan.Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan keningnya pun berkerut saat melihat nomor asing di layar.Meskipun ragu, ia akhirnya mengangkatnya juga.“Halo? Siapa ini?” ucapnya langsung.[“Halo, Bos. Maaf mengganggu malam-malam. Tapi, aku sudah mendapatkan lokasi gadis itu!” ungkap pria di seberang s
Pria itu menarik sudut bibirnya dan tetap santai saja. Setelah seharian sengaja mengabaikan semua pesan dan telepon yang masuk, sekarang barulah ia tertarik meladeni gadis itu.[“Aku tentu saja sedang di kantor. Ada apa?” pria itu bertanya dengan nada malas.]Nayla semakin geram mendengar Bastian yang bersikap cuek padanya. Bahkan dia yakin kalau pria itu pasti sudah menonton berita yang mengguncang dirinya.Meskipun memakai inisial tapi semua karyawan perusahaan Adrian bisa menebak siapa orang yang dimaksudkan. Dan bukannya mendukung, malah mereka semua pasti akan menyalahkan dirinya.Kedua kaki Nayla menghentak ke lantai, “Kenapa kau membuat berita gosip tanpa persetujuan dariku? Kenapa membawa namaku, hah? Aku tidak terima!” teriaknya dengan kencang.Bastian sampai harus menjauhkan ponsel itu dari telinganya.Tetapi, bukannya merasa bersalah malah menampilkan senyuman licik di sudut bibirnya.[“Memangnya aku harus minta pendapatmu kalau ingin melakukan sesuatu? Tidak ‘kan? Kau ti
"Baik, Tuan!" jawab Joseph patuh. Adrian membuka jasnya dengan cepat dan memberi perintah lagi, “Hapus berita murahan itu sekarang!”Pria itu pun mengangguk dan segera ke luar dari sana sebelum Tuannya semakin murka. Adrian pun mendudukkan tubuhnya di kursi dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya yang berdenyut pusing dengan kedua tangannya. "Apalagi sekarang?!" teriaknya frustasi. Tentu saja karyawan di perusahaan ini tahu siapa yang dipecat secara tidak hormat olehnya. Sebagian orang pasti ada yang percaya dengan berita itu dan Adrian tidak ingin hal itu memperngaruhi kinerja mereka. Juga dengan inisial nama yang sudah jelas merujuk pada Nayla. Adrian tidak menyangka kalau gadis itu masih berani bermain api dengannya setelah apa yang terjadi. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjauh dan tidak pernah memberikan celah pada wanita manapun untuk mendekatinya. Sedetik kemudian ia teringat kalau ponselnya masih dalam mode silent. Dengan terburu-buru Adrian merogoh saku jasnya.