“Kau tak apa-apa, Azzalyn?” Reinhart menepuk pelan pundak Azzalyn.Gadis itu sudah seharian ini termenung. Bahkan ia belum ada makan sama sekali. Wajar saja, hatinya sekarang pasti sedang hancur lebur karena kematian Krisna, ayahnya.“Om juga sedih, Azzalyn. Sebagai sahabatnya, Om nggak bisa datang ke sana untuk memberikan penghormatan terakhir buat Krisna. Padahal selama ini dialah yang telah membantuku hingga bisa tetap hidup sampai hari ini. Tak disangka, justru dia yang tak bisa bertahan.” Reinhart terdengar seperti sedang berbicara dengan dirinya sendiri.Azzalyn hanya melirik sekilas pada Reinhart. Hatinya semakin lebur mendengar kalimat terakhir yang baru saja diucapkan sahabat ayahnya itu. Azzalyn tak menyangka, kalau kedatangannya ke rumah sakit waktu itu adalah pertemuan terakhir dengan sang ayah. Berita meninggalnya Krisna mereka dengar pertama kali dari Rudi. Dan saat kabar duka itu mereka terima, hanya beberapa jam setelah kunjungan Azzalyn dari rumah sakit.Azzal
Jiman tampak menggeram menahan marah. Kalau saja kedua tangannya tak diikat, mungkin ia sudah menerkam dan menghajar semua orang yang ada di dalam ruangan ini.“Kalian memang nggak punya hati nurani! Kenapa bawa-bawa Rahayu?! Dia sedang hamil, dan kalian tahu kan kalau kami sudah begitu lama menanti kehadiran anak ini?” mata Jiman menyalang, menatap Azzalyn, Bintang dan Koma secara bergantian.“Mas Jiman, sebenarnya ini ada apa? Ayu dijemput, katanya Mas Jiman menikah lagi. Makanya Ayu langsung ikut mereka. Tapi kenapa Mas Jiman malah diikat kayak gini? Sebenarnya siapa mereka?” Rahayu kebingungan. Ia tampak mulai ketakutan.Jiman terkejut. Pantas saja Rahayu semudah itu ikut orang yang tak dikenal. Ternyata mereka memfitnah dirinya agar sang istri marah dan ikut tanpa berpikir panjang.“Beraninya kalian memfitnahku! Bagaimana kalau sampai istriku keguguran karena cerita bohong kalian?!” Jiman berteriak.“Ya nggak gimana-gimana. Kalaupun kau kehilangan anak itu, aku rasa sepadan
Riska dan Bu Narti saling berpandangan. Terlihat sekali kalau ada keheranan di wajah mereka.“Mau apa polisi datang ke sini? Apa mungkin soal kasus bunuh diri Abyl?” terka Bu Narti.Riska tak menjawab, perasaannya mulai tak enak. Entah kenapa ia merasa kalau kedatangan polisi ke rumahnya kali ini bukan karena hal itu.“Anu Bu...” Bi Lini -si pembantu- terlihat berkata dengan ragu. “Polisinya datang sama mantan pacarnya Den Abyl.” “Apa?! Ada Azzalyn juga? Mau apa dia?!” Riska kebakaran jenggot mendengar nama gadis yang sangat ia benci itu disebut.“Anak tak tahu diri itu, buat apa datang ke sini sambil membawa polisi? Seharusnya dia yang masuk penjara karena telah membuat cucu lelakiku meninggal.” Geram Bu Narti.“Usir mereka Bi. Bilang kalau saya sendiri yang akan datang ke kantor polisi buat memberi kesaksian atas kejahatannya.” Perintah Riska.“Nggak perlu...!!!”Bu Narti dan Riska kompak menoleh. Mata keduanya langsung membesar tatkala melihat Azzalyn berjalan mendekat ber
“Sudah, jangan menangis lagi, Misty. Om pasti akan datang ke sini sesekali untuk menjengukmu.”Reinhart masih berusaha membujuk Misty yang menangis sejak tadi dalam pelukannya. Gadis itu seakan tak mau melepaskan tubuhnya.“Om tidak pernah bilang kalau akan pergi keluar negeri.” Suara Misty nyaris tak tertangkap dengan jelas, namun Reinhart masih bisa mendengarnya.“Maafkan Om, Misty. Om harus menemui anak istri di Amerika. Mereka tak mau pulang ke Indonesia karena tak ingin berurusan lagi dengan Riska. Meski dia sudah dipenjara, tak ada yang bisa menjamin kalau dia tak membalas dendam dan berbuat ulah. Om akan tetap menjagamu meski kita berjauhan, Misty. Setiap bulan Om akan mengirimi kamu uang, bukankah kamu bilang ingin lanjut kuliah?”Misty menggeleng. “Misty Cuma ingin Om tetap di sini. Kalau Om pergi, tidak ada yang menjaga Misty lagi.” Rengeknya.Reinhart hanya tersenyum sambil mengelus pucuk kepala Misty.“Siapa bilang? Masih ada Bintang dan jug
Dwita mengamuk dan melempar apa pun yang berada di dekatnya. Suara tangisannya bercampur jerit histeris, cukup memekakkan telinga.“Dwita, Oma mohon jangan seperti ini. Sadarlah! Berhentilah berteriak.” Bu Narti menangis sambil berusaha memeluk tubuh Dwita yang terlihat kurus.Penampilan gadis itu sungguh sangat berbanding terbalik dengan yang dulu. Hal itu juga yang membuat Bintang kini tercengang tak percaya.Dwita yang dulu ia kenal sebagai seorang gadis ceria yang cantik dan berbadan berisi, kini terlihat tinggal tulang yang dibalut kulit. Badannya pun tak lagi cerah bercahaya seperti dulu. Rambutnya apalagi, entah sudah berapa lama rambut panjang itu tak disisir.“Bintang, bisakah kau membantu Oma mendiamkannya? Tolonglah, mungkin kalau mendengar suaramu dia bisa sedikit tenang. Sejak pindah ke rumah ini malam itu, Dwita selalu menyebut namamu.” Suara Bu Narti mengejutkan Bintang yang sejak tadi seakan terhipnotis.Spontan ia mengangguk dan mendekati Dw
“Apa yang terjadi? Bagaimana bisa Azzalyn menghilang?” Bintang terlihat panik, padahal ia baru saja turun dari mobilnya dan menemui Misty yang menunggu di teras rumah mewah Azzalyn. “Misty sendiri tidak yakin, Kak Bintang. Semalam Mbak Azzalyn pergi keluar sebentar, mau beli makanan buat kami. Tapi Misty tunggu sampai malam dia tak pulang-pulang.” Misty menangis, karena takut terjadi apa-apa dengan Azzalyn. Andai saja semalam dia tak menolak untuk ikut, pasti Azzalyn tak akan menghilang. Sementara itu, Bintang yang bingung hanya bisa mondar-mandir. “Aku khawatir hilangnya Azzalyn ada hubungan dengan Tante Riska yang kabur dari penjara.” Bintang berkata pelan, seolah sedang berbicara sendiri. “Apa sebaiknya kita tanya dengan Om Rudi?” Misty memberikan ide. “Mungkin saja sebagai orang yang pernah dekat dengan keluarga Tante Riska, dia tahu di mana biasanya Tante Riska menyembunyikan musuh-musuh yang diculik.” “Benar juga. Kenapa aku tak bisa berpikir samp
“Di mana ini?” Azzalyn berjalan terhuyung-huyung sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tempat ia berdiri sekarang terasa asing. Ia baru saja siuman dari tidur panjang akibat pengaruh sesuatu yang disuntikkan oleh Riska, setiap kali ia tersadar.Azzalyn tahu, kalau Riska telah membawanya ke suatu tempat yang sangat jauh. Namun ia tak tahu pasti di mana keberadaannya kini.Sementara Riska, sejak ia terbangun dan keluar dari mobil, tak terlihat sama sekali. Entah apa maksud wanita itu membawanya sampai sejauh ini. Bukankah kalau memang Riska berniat untuk membunuh, sekarang ia sudah pasti berada di alam yang berbeda?Tapi Azzalyn dapat memastikan kalau dia masih hidup. Hanya saja ia sekarang berada di daerah antah berantah yang sepi dan hanya dikelilingi oleh pepohonan. Apa mungkin ini adalah sebuah hutan?Kepala Azzalyn pusing, namun ia tetap harus melangkahkan kaki untuk mencari pertolongan. Mobilnya tak bisa hidup sama sekali, seakan sengaja dirusak. Sementara hari seben
“Azzalyn....”Bintang memeluk Azzalyn yang kini sedang duduk dengan sebuah selimut tebal membungkus tubuhnya. Hati pemuda itu senang sekali karena melihat Azzalyn dalam keadaan baik-baik saja.“Bintang...” Azzalyn membalas pelukan pria yang sedang dekat dengannya itu.“Syukurlah kau tak apa-apa Azzalyn. Aku senang sekali begitu mendapat telepon dari kantor polisi. Aku dan Misty langsung kemari.”“Misty juga ke sini?”“Iya, tapi dia masih ada di mobil, menunggu Koma yang menyusul di belakang bersama Om Rudi. Kami semua mengkhawatirkanmu.” Bintang kembali memeluk Azzalyn. Seakan tak ingin kehilangan gadis itu lagi.“Terima kasih karena sudah mengkhawatirkan aku. Aku baik-baik saja.” Azzalyn tersenyum.“Apa kau terluka?” Bintang memindai tubuh Azzalyn, dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Memastikan kalau tak ada luka sedikit pun di sana.“Tidak. Mungkin hanya luka kecil atau tergores. Tapi aku sungguh tidak apa-apa.”“Tapi kudengar Tante Riska sempat berusaha untuk menembakmu.”“Mema