Keesokan paginya, Ryan melihat Alena duduk di tepi tempat tidur, matanya tampak kosong memandang ke arah ruang kosong di depannya. Wajahnya masih pucat, dan senyum yang biasanya menyelimuti bibirnya telah menghilang. Sepertinya Alena masih mengalami trauma pasca menjadi korban penculikan Geng Black River.Ryan duduk di sampingnya, menatap putrinya dengan penuh kekhawatiran. "Sayang, bagaimana perasaanmu?"Alena mengangkat pandangannya perlahan, matanya bertemu dengan mata Ryan. "Aku masih merasa takut, Ayah. Aku takut mereka akan datang lagi."Ryan merasakan getaran hati putrinya. Ia memeluk Alena dengan lembut, mencoba memberikan rasa nyaman dan keamanan. "Jangan khawatir, Ayah di sini. Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu lagi."Alena menggenggam tangan Ayahnya erat. "Tapi aku masih takut."Ryan tersenyum lembut. "Tahu tidak, Ayah punya ide bagus. Bagaimana kalau kita pergi bermain?"Alena menatap Ayahnya dengan mata heran. "Bermain?""Iya, bermain. Ayo, kita pergi ke Tunjung
"Sebagai pegawai yang telah bekerja di sini enam bulan, seharusnya kamu bisa menilai, pengunjung mana yang mampu membeli dan tidak! Dasar wanita bodoh! Wajahnya saja yang cantik, tapi otak tidak dipakai!" tegas wanita dengan make-up tebal.Pegawai wanita bernama Indah itu merasa seperti ditampar. Matanya berkaca-kaca dan wajahnya memerah karena merasa direndahkan di depan pelanggan. Sejak hari pertamanya bekerja, wanita berdandanan tebal tersebut telah mengincar Indah. Tidak ada hari tanpa memarahinya. Jika Indah tidak melakukan kesalahan, maka wanita tersebut akan membuat-buat kesalahan dan menyalahkan Indah.Selama ini, Indah sama sekali tidak melawan. Akan tetapi, kali ini, kesabaran Indah telah menipis. Indah lalu menunduk dan berkata sembari menahan tangis, "Maafkan saya Bu Monika. Tapi, menurut saya, semua pengunjung yang datang memiliki hak yang sama. Terlepas Bapak ini akan membeli atau tidak, kita sebagai pegawai di sini harus memberikan pelayanan yang baik.""Kau!" Mendenga
Setelah menutup teleponnya, Ryan melihat ke arah Monika dengan senyum lebarnya. "Saya sudah menemukan beberapa set pakaian yang cocok. Semua rekomendasi Indah sesuai sekali dengan preferensi saya.""Kalau begitu, saya undur diri dulu," balas Monika dengan senyum palsunya.Ryan kemudian memilih 20 set pakaian dengan hati-hati, mengambil kemeja-kemeja yang elegan, dasi-dasi yang sesuai, celana kain berkualitas, dan bahkan beberapa set jas mewah. Semua pilihan ini merupakan puncak dari rekomendasi yang telah diberikan oleh Indah. Ryan merasa sangat puas dengan hasilnya.Pegawai berambut panjang sebahu tersebut dengan cekatan mengambil semua set pakaian yang dipilih oleh Ryan. Tidak lupa, Ryan juga memilih beberapa sepatu pantofel yang cocok untuk melengkapi gaya pakaian barunya.Melihat kinerja Indah, Ryan semakin puas. "Terima kasih atas bantuannya tadi."Indah tersenyum dengan tulus, "Tidak masalah. Saya senang bisa membantu Anda."Karena begitu banyaknya barang yang diambil Indah, par
Bastian mengemudikan mobil menuju area parkir di depan rumah. Mereka keluar dari mobil dan berdiri di hadapan sebuah bangunan rumah yang megah ini.Rumah ini benar-benar menakjubkan. Dengan tiga lantai yang megah, ia menjulang anggun di tengah taman yang luas. Fasad bergaya Eropa menghadap ke jalan, dengan detail arsitektur yang rumit dan jendela-jendela kaca besar yang elegan.Ryan merasa seperti sedang berada dalam mimpi. Ia melihat Alena yang berlari-lari kecil di halaman rumah, mengeksplorasi setiap sudut taman yang indah ini.“Ayah, Ayah! Ini seperti istana dalam dongeng!” teriak Alena sambil melompat-lompat di atas rerumputan yang segar.Ryan, Edi, dan Bastian tertawa melihat antusiasme Alena. Mereka berjalan menuju pintu masuk, dan ketika pintu besar itu terbuka, mereka dihadapkan pada kemegahan interior.Foyer luas menggambarkan kemewahan rumah ini. Lantai marmer yang indah dan ornamen-ornamen artistik menghiasi ruangan ini. Alena berjalan dengan hati-hati, hampir tak percaya
Sesuai dengan tiket yang dibeli oleh Arnold, pesawat yang ditumpangi Ryan dijadwalkan berangkat pukul 21.20 WIB. Akan tetapi, ketika Ryan tiba di bandara Juanda, langkah Ryan terhenti begitu melihat Arnold berdiri di dekat meja check-in tiket bersama seorang pria paruh baya yang tidak ia kenal. Selain mereka berdua, di sana juga ada Kakek Liong, Lisa, dan Yudha.Sorotan mata Ryan berpindah dari satu wajah ke wajah lainnya. Sebuah senyuman hangat terukir di wajahnya. "Apa kalian di sini untuk mengantar kepergianku?"Tanggapan datang dari Kakek Liong, "Tentu saja. Sejujurnya, Orang Tua ini juga ingin ikut denganmu dan memberi Rithisak pelajaran. Namun, status Kakek sebagai senior Grand Master membuatku tidak bisa bepergian ke luar negeri sembarangan."Ryan tampak bingung, "Kenapa bisa begitu? Kekuatanku juga setingkat dengan Kakek, tapi aku bisa pergi."Yudha, yang berdiri di samping Lisa, memberikan penjelasan, "Itu karena namamu masih belum dikenal secara luas. Apalagi, kamu baru kema
Tidak butuh waktu lama bagi Bobby untuk membawa Ryan dan rombongan masuk ke dalam Airbus A380 yang tak hanya mewah, tetapi juga melampaui ekspektasi. Begitu pintu pesawat terbuka, mereka dihadapkan dengan suasana mewah yang tak tergambarkan. Ryan, Arnold, Kakek Liong, Lisa, dan Yudha tampak terpesona oleh keindahan interior pesawat yang dihiasi dengan sentuhan elegan dan modern. Cahaya hangat dari lampu langit-langit menciptakan atmosfer yang mempesona, mengundang perasaan nyaman dan kemewahan.Bobby dengan senyum hangatnya memulai perkenalan, "Tuan Ryan, izinkan saya memperkenalkan fasilitas-fasilitas dalam jet pribadi ini, yang dirancang dengan standar tertinggi dan terinspirasi oleh kemewahan istana."Pertama, Bobby membawa mereka ke ruang utama pesawat. Tidak hanya kursi-kursi kulit yang empuk dan pencahayaan lembut, tapi masing-masing kursi dilengkapi dengan penyesuaian elektronik pribadi untuk kenyamanan maksimal. Di hadapan mereka, layar hiburan super lebar menghadirkan resolu
Setelah kedua petugas itu menghilang, Ryan menemukan dirinya berdiri di dalam ruangan yang tenang. Seorang pria tua berambut putih, mengenakan seragam dinas keimigrasian, telah menantinya di sana. Dari aura gelap yang terpancar, Ryan dengan cepat menyadari bahwa pria ini adalah seorang pengguna energi iblis, atau biasa disebut Praktisi Kutukan di dunia ini. Dengan menggunakan kemampuan Mata Batin-nya, Ryan mampu melihat bahwa kekuatan pria tersebut sebanding dengan miliknya sendiri. 'Menarik sekali. Baru saja aku menginjakkan kaki di Kamboja, aku sudah bertemu dengan orang yang kuat,' batin Ryan dalam hati.Pada saat yang sama, pria tua itu juga tengah mengevaluasi kekuatan Ryan. 'Pria ini masih muda, tapi menurut data yang ada, dia telah mencapai tingkat Great Master. Jika data ini benar, maka dia adalah Great Master termuda di dunia! Bahkan mengalahkan rekor Rithisak!' Pikiran ini berputar di dalam benak pria tua tersebut."Silahkan duduk Great Master Ryan," ucapnya sembari terseny
Pria muda itu dengan susah payah mengangkat kepalanya, matanya penuh dengan rasa sakit dan putus asa. "Tolong ... tolong selamatkan adik perempuanku. Mereka ... mereka menculiknya."Hatinya berdetak kencang mendengar permintaan bantuan itu. Tanpa ragu, Ryan setuju untuk membantu. "Tentu, aku akan membantumu. Jadi, Ke arah mana mereka membawa adikmu pergi?"Dengan susah payah, pria muda itu mengarahkan Ryan ke tempat terpencil yang ia yakini sebagai tempat di mana para penculik menahan sementara korbannya. Saat Ryan tiba di sana, ia agak sedikit terkejut oleh apa yang ia temukan.Tempat itu adalah gubuk tua yang tampak seperti tempat yang terlupakan oleh waktu. Pintu kayu lapuknya terbuka sedikit, dan dari celah tersebut, cahaya redup memancar keluar, menerangi tanah yang kering di sekitarnya. Ryan mengamati gubuk itu dengan hati-hati, merasakan bahwa ada aktivitas manusia di dalam gubuk terbengkalai tersebut..Namun, sebelum Ryan bisa lebih jauh memikirkan hal itu, ia melihat empat pr
Dari balik dinding rumah mewah di kawasan elit Surabaya, terdengar isak tangis yang merobek kesunyian. Sebuah wanita bertubuh mungil dengan dada yang menonjol, tampak berusaha meredakan tangisan anak laki-lakinya yang masih berusia belia, kurang dari 8 tahun. Wanita itu, Winnie, dengan lembut mengelus punggung anaknya sambil mengayun-ayunkan tubuhnya."Sayang, shhh... sudah ya, jangan menangis lagi..." Suaranya lembut, berusaha menenangkan hati kecil yang sedang sedih itu."Reno, jangan terlalu lemah, kamu kan laki-laki!" ujar seorang gadis berusia 16 tahun, rambutnya yang panjang terurai hingga pinggang."Alena, cukup … jangan mengganggu adikmu," tegur Ryan, meski sudah berusia 46 tahun, penampilannya masih seperti mahasiswa. Banyak yang salah mengira usianya.Alena memutar matanya, rasa kesal tergambar jelas di wajahnya. "Tapi Ayah, Reno itu menggemaskan. Alena tidak tahan melihat pipi tembemnya begitu saja..." katanya sambil berusaha mencubit lagi pipi adiknya yang masih dalam dekap
Setelah berpisah dengan Zeus, kini hati Ryan penuh dengan kekhawatiran yang mendalam. Ia sangat khawatir dengan Istri dan anaknya, serta teman-teman lainnya. Dengan cepat, ia menggunakan Mode Dewa, mengepakkan keempat pasang sayap api dan es, lalu meluncur ke Jakarta, meninggalkan jejak cahaya aurora yang membelah langit, seperti bintang jatuh yang menembus kegelapan.Dalam sekejap, Ryan sudah berada di area parkir Jakarta Expo. Saat mendarat, debu dan angin berhamburan ke segala arah, menciptakan pemandangan dramatis di tengah malam. Di sekeliling Ryan, tumpukan mayat manusia dan juga makhluk modifikasi tergeletak tak bernyawa, mirip dengan tumpukan sampah yang telah dibuang. Cairan merah, yang kini mulai mengering, meresap ke dalam retakan tanah dan paving, menciptakan gambaran yang mengerikan.Melihat semua itu, Ryan memperlihatkan kegelisahan yang mendalam. Kekhawatirannya terhadap keluarga dan teman-temannya membuat wajahnya menjadi suram. Namun, sebelum Rya sempat merasakan apa
Dalam pandangan Ryan, tubuh pria tua itu hampir tidak memiliki garis kematian. Hanya dua garis saja yang bisa dilihat, sebuah bukti bahwa pria tua itu hampir mencapai batas keabadian. Seolah-olah, semakin sedikit garis kematian yang dimiliki, semakin jauh mereka dari ambang kematian.Dalam satu hembusan nafas, Ryan telah berada tepat di depan pria tua itu. Dengan keberanian dan kepastian, pedang Aurora di tangannya bergerak, berusaha memotong garis kematian yang berjalan secara diagonal dari punggung kanan pria tua itu hingga pinggang kirinya.Saat ujung pedang Ryan hampir menyentuh garis kematian, sesuatu berkilauan tiba-tiba muncul. Seolah-olah muncul dari ketiadaan, rantai keemasan meluncur keluar, bergerak cepat dan ganas. Mereka melilit pergelangan tangan, betis, dan leher Ryan dengan kekuatan yang membelenggu, menahan gerakannya yang hampir berhasil. Ryan sangat terkejut dengan apa yang dialaminya. Ia berjuang, mencoba untuk bergerak, namun rantai emas yang melilit dirinya sema
Ryan merasakan beratnya hawa kehadiran pria tua itu, membebani udara di sekitarnya. Namun, hal itu tidak menghalangi Ryan untuk mengekspresikan rasa kekecewaanya. "Kenapa … kenapa kau membunuh Albert?!" suaranya bergema, penuh dengan rasa kemarahan."Aku hanya membantumu untuk membunuhnya." Pria tua itu tersenyum, tidak ingin memberitahu Ryan alasan sesungguhnya. "Lagipula, dia sudah kalah darimu. Jadi aku hanya ingin mempercepat kematiannya, demi kegembiraanku dan para penonton lainnya.""Para penonton?" Ryan. mengerutkan dahinya. Ia mengangkat kepalanya dan menatap tajam pria tua itu. "Apa maksudmu?"Pria tua itu menunjuk ke atas langit. Ryan secara tidak sadar ikut mendongak ke atas. Detik berikutnya, mata Ryan melebar. Di atas langit, terdapat sebuah bola mata raksasa samar, mengintip semua yang terjadi di lokasi tersebut."Jadi, semua pertarungan hidup dan mati ini hanya tontonan bagi kalian?!" ucap Ryan dengan nada penuh amarah."Benar, kalian tidak lain hanya hiburan semata di
Ketika serangan keduanya bertabrakan, langit malam itu seketika terang benderang. Kilatan cahaya aurora dan petir menyinari pulau tak berpenghuni di bawah mereka. Gelombang kejut dan angin kencang membelah udara, merusak pepohonan di pulau itu. Gelombang laut naik tinggi, terpengaruh oleh kekuatan serangan mereka.Tabrakan antara kedua serangan ini menghasilkan ledakan yang luar biasa. Suara dentuman yang menggelegar mencapai ke segala penjuru. Energi dari serangan itu menyebar luas, menciptakan riak di laut dan menyapu pohon-pohon di daratan.Kedua serangan tersebut saling melawan, menciptakan tekanan besar di antara keduanya. Mereka sama-sama merasakan kekuatan besar satu sama lain, dan keduanya terus menerus berusaha untuk mendominasi serangan ini. Hingga akhirnya, sebuah ledakan besar tercipta. BOOM!Asap berbentuk kepala jamur membumbung tinggi di langit yang memerah. Suara dentuman keras terdengar hingga jarak ratusan kilometer. Gelombang tsunami setinggi sepuluh meter menengge
Di tengah reruntuhan gedung Jakarta Expo, Ryan dan Albert berdiri saling berpandangan dengan nafas terengah-engah. Dalam jangka waktu satu jam, mereka berdua telah bertarung dengan intens. Namun, sampai sekarang, masih belum ditentukan juga siapa pemenangnya.Ryan sadar, bahwa Albert memiliki pengetahuan mendalam tentang semua kekuatan yang dimilikinya dari pertarungan sebelumnya. Jadi, untuk mengalahkan Albert, ia butuh elemen kejutan yang tidak terduga. Dan sepertinya, Api Surgawi ketiga miliknya–Api Lotus Pengubah Kehidupan, merupakan hal yang cocok dalam mengejutkan lawannya. Tapi, untuk melakukannya, Ryan harus membawa Albert menjauhi kota Jakarta. Jika tidak, serangan pamungkas miliknya bisa saja mengenai Alena dan teman-temannya. Ia tidak mau hal tersebut sampai terjadi.Ryan kemudian berkonsentrasi mengendalikan ketiga Api Surgawi miliknya. Keempat pasang sayap api-es yang sebelumnya telah compang-camping dan agak meredup, kembali pulih seperti semula. Tapi, di belakang keemp
“Rooaar—!”Suara auman dari manusia yang telah dimodifikasi itu terus terdengar secara bergantian. Alena yang berada di dalam mobil bersama Winnie, Ratna, Latisha, Rahmad, Arin, dan juga Arnold, tampak sangat ketakutan. Sebagai tangan kanan Ryan, Arnold bertekad melindungi semua teman dan juga anaknya dari marabahaya. Arnold kemudian memberi aba-aba pada rekan-rekan gangster dan Praktisi Bela Diri untuk melawan monster tersebut. Di bantu oleh 500 anggota mafia Cosa Nostra, lahan parkir kawasan Jakarta Expo tersebut pun menjadi medan perang.Dududududu—!Suara derap senapan mesin meraung memecah kegelapan malam. Peluru demi peluru dimuntahkan senapan milik anggota Cosa Nostra, meluncur dengan liar ke arah beberapa monster yang berada di dekat mereka. Akan tetapi, begitu peluru tersebut menyentuh kulitnya, bagaikan peluru karet, peluru-peluru itu malah dimentahkan. Hal tersebut membuat mata orang-orang terbelalak."Ini benar-benar gawat!" gumam Arnold. Ia lalu mengeluarkan pisau dari k
Satu per satu, para tamu bergelagat aneh mulai berubah menjadi makhluk menyerupai monster. Mereka semua adalah manusia yang telah dimodifikasi menggunakan NTZ-461. Berbeda dengan seri sebelumnya, seri NTZ-461 tidak hanya meningkatkan kemampuan otak hingga 100%, tetapi juga meningkatkan kekuatan fisik. Akan tetapi, karena masih belum sempurnanya NTZ-461. Mata merah menyala menunjukkan kekacauan pikiran mereka, yang telah hancur akibat penggunaan obat eksperimental itu. Kekuatan fisik mereka melampaui manusia biasa, tetapi mereka hanya bisa mengikuti perintah Albert seperti mesin tanpa jiwa.Yudha, yang masih terkejut dengan munculnya makhluk modifikasi ini, segera sadar akan prioritasnya. "Percepat evakuasi! Jangan hiraukan makhluk-makhluk ini! Utamakan keselamatan para tamu!""Siap Letnan!" Para personel Pasukan Khusus segera mengevakuasi para tamu undangan, tanpa menghiraukan para monster bertubuh besar itu. Beruntungnya, para manusia hasil modifikasi itu sama sekali tidak menghirau
Melihat kedatangan Ryan, air mata mulai menitik dari sudut mata Dian. Ia merasa terharu dan lega melihat sosok pria yang selama ini menjadi cinta sejatinya. "Ryan…" gumamnya pelan, tapi penuh emosi.Hal itu tidak luput dari pandangan para tamu, membuat mereka saling berbisik, membicarakan Dian dan Ryan."Bukankah itu Ryan Santoso, CEO baru LionKing Indonesia?""Sepertinya Ryan dan calon mempelai wanita memiliki hubungan spesial.'"Pantas saja sang calon mempelai wanita terlihat sedih, tampaknya dia dijodohkan dengan paksa.""Wah kasihan sekali Tuan Albert, calon mempelainya akan direbut oleh Ryan malam ini.""Kalau aku jadi Tuan Albert, aku pasti akan malu tujuh turunan."Pembicaraan yang senada seperti itu, menyebar di antara para tamu, membuat Albert sedikit jengkel. Faktanya, Albert tidak merasa malu dengan semua ini. Karena kejadian ini sudah masuk dalam salah satu prediksinya."Ryan, apa yang kau lakukan di sini? Jika kamu ingin memberiku selamat, silahkan minggir dulu. Biarkan k