Suara tembakan terdengar lagi di udara, membuat gerombolan itu ketakutan dan lari pontang-panting meninggalkan rumah Kumi. “Mereka sudah pergi.” Aji mendekati Kumi. Ia membimbing Kumi mendekati keluarganya. Ibu langsung memeluk Kumi dan cucunya. Rasa sedihnya tidak bisa diuraikan dengan kata-kata. Ia tidak tahu kesalahan apa yang mereka perbuat hingga ada orang jahat yang merusak rumah mereka. Dengan langkah lesu Ibu mengajak Kumi masuk ke rumahnya, diikuti oleh suaminya, Khandra dan Aji. Mereka duduk di ruang keluarga tanpa bersuara. Ibu merangkul Kumi yang masih menangis sesenggukan. “Maafkan Kumi Bu, maafkan.” Rasa bersalah yang besar muncul dalam dirinya. Andaikan waktu bisa diputar, ia takkan tega meninggalkan keluarganya tadi. Nasi telah menjadi bubur. Kumi hanya dapat menyesali perbuatannya. Aji berinisiatif mengambil seceret air minum dan gelas untuk menenangkan keluarga yang sedang terk
“Apa hari ini kamu tidak bisa mengambil libur dulu, Nduk?” tanya Ibu pada Kumi yang sedang mengupas pisang untuk Yashi.“Tidak bisa Bu, hari ini Kumi sibuk sekali. Ada meeting penting dengan clien Dream Land.”Ibu kelihatan masygul. Hatinya tidak tenang sejak kemarin. “Ibu takut kamu disakiti orang di jalan.” Dilihatnya Kumi sekali lagi, wajah anak perempuannya tampak sedang bersedih, ia sedang menyembunyikan sesuatu darinya.“Ibu tenang. Kumi tidak apa-apa. Kumi kan bisa silat.’ Wanita itu tersenyum tipis. Ia mengerti kekhawatiran ibunya.“Tumben Nak Shaka kok gak ada telpon, apa kamu tidak cerita rumah kita di serang. Siapa itu juga Hong. Ibu baru denger namanya,” tanya Ibu sambil menata meja makan.“Shaka sedang ke luar negeri. Kumi tidak mau mengganggunya, terus Nyonya Hong. Itu partner bisnis Shaka.” Kumi terpaksa berbohong. Ia tidak mau Ibu turut bersedih dan memikirkannya.“Terus kenapa Nyonya Hong merusak rumah kita? Apa kamu punya salah Nduk?”“Entahlah Bu, Kumi juga tidak ta
Suara Nenek terdengar tenang.Namun, entah kenapa hak itu justru mencabik-cabik hati Kumi.Hati Kumi kini terguncang hebat. Kegelisahannya kian membelenggu kewarasaan dan membuatnya panik."Tolong jelaskan pada Kumi, kesalahan fatal apa yang Kumi lakukan?" tanyanya setengah terisak. Ia syok dengan keputusan Nenek.Nenek berdeham. Ia melihat Kumi dengan tatapan meremehkan."Nenek tertipu dengan kepolosan kamu Kumi. Kamu ternyata tak lebih dari seekor ular berbisa. Sebenarnya dari dulu kamu sudah mengincar harta kami, bukan? Kamu berpura - pura baik dan lugu. Padahal kamu marah dengan perjodohan Shaka!" Wanita tua itu mencibir.kemudian dia meneruskan kalimatnya. "Nenek punya bukti-bukti kuat kamu dan Shaka liburan ke Bali. Nenek juga punya bukti kamu berencana merusak perkawinan Shaka. Nenek pikir, kedua bukti itu sudah cukup kuat. Kamu tak perlu panjang lebar menjelaskan, " ucap Nenek tersenyum sinis.Di sebelahnya Nyonya Hong tertawa kecil.Dada Kumi sesak, ia mulai kesulitan bernapas
Sementara itu, di salah satu kamar Skyline Suite, Shaka duduk termenung di teras yang menghadap ke laut Dubai dengan pemandangan sunset yang spektakuler. Warna keperakannya memantul indah pada gelas Champagne yang berada tepat di depannya. Gelas Champage terbuat dari kristal dengan sebotol Champagne merk ternama yang isinya tinggal setengah. Champagne itu hadiah dari hotel untuk bulan madunya dengan Nada. Shaka menuangkan isi Champagne itu ke dalam gelas, lalu menyesapnya sedikit.Matanya lalu menatap sendu cakrawala dengan warna perak berkilauan membawa suasana romantis yang indah. Andai saja Shaka menikmati pemandangan itu bersama Kumi. Tentu dia akan bahagia.Senyum Kumi menggoda pikirannya.Sejauh apapun Shaka menepis baying Kumi, wajah ayu perempuan itu masih melekat kuat dalam ingatannya. Pria itu menarik napas panjang. Perasaan bersalah menggelayuti hatinya. Ia sadar telah menyakiti hati perempuan yang amat dicintainya itu. Shaka tertundu
Dengan gusar Nada menelpon Yumi. ”Beb, Shaka meninggalkan aku, dia mau kami berpisah. Bodoh sekali sekali dia!” Dia lalu menceritakan semuanya pada kekasihnya itu. Yumi terlihat kaget sekaligus senang. “Tenanglah, kita bisa atasi masalah ini. Apakah kamu sudah memberitahu keluargamu soal hal ini?” Nada mendesah. “Belum. Aku pusing sekali. Kamu tahu orang tuaku kan? Mereka bisa membunuhku jika tahu alasan Shaka meninggalkan aku gara-gara aku belok.” Dia lalu mengambil sebatang rokok di dalam tasnya, menghidupkannya dan menghisapnya pelan-pelan. “Apa yang harus kulakukan Beb?” Nada mendengar tarikan napas halus Yumi di telepon. “Beb, sorry. Sebenarnya, aku telah membeberkan hubungan kita pada mamamu?” kata Yumi dengan suara tertekan. Nada terlonjak dari tempat duduknya. “Hah! Apa?!! Serius? Kapan? Apa yang Mama katakan?” “Seminggu sebelum rencana perkawinan kalian. Aku sangat mencintaimu Beb dan takut kehilangan kamu. Maka tanpa sepengetahuanmu a
“Kamu ada masalah apa Nduk? Seminggu ini kamu membuat hati Ibu resah melihatmu diam terus di dalam kamar?” tanya Ibu hati-hati. “Apa kamu sedang ada masalah pekerjaan?” Dia takut menyinggung perasaan Kumi. “Kumi tidak apa-apa. Kumi hanya ingin membenahi hidup Kumi,” jawabnya dengan mata sembab. Ia menyembunyikan foto Shaka di bawah bantalnya. Ibu memandang anaknya. Ia tak percaya, menilik bobot Kumi turun drastis, wajahnya juga kuyu. Pasti ada masalah berat yang sedang dipikirkannya. Dia duduk di samping Kumi, lalu dibelainya rambut Kumi. “Kamu masih punya Ibu Nak. Kamu bisa cerita apa saja masalahmu pada Ibu. Jangan simpan sendiri laramu” Kata-kata Ibu membuat hati Kumi luruh, ia menjatuhkan dirinya dalam pelukan Ibu. Tanpa bersuara ia menangis mengeluarkan beban yang menghimpitnya belakangan ini. “Kumi sakit hati Bu. Kumi bekerja sepenuh hati tapi apa yang Kumi dapatkan? Kumi malah didepak Nenek dengan tudu
“Siapa kamu Nak?” desak Ayah waspada. Ia menyeka keringat yang bergerombol di dahinya. Aji diam. “Saya tidak akan memanggil Kumi, jika Nak Aji tidak memberi tahu saya terlebih dahulu siapa Nak Aji sebenarnya,” elak Ayah. Matanya seperti elang yang ingin merobek wajah pemuda di depannya itu. Aji lalu mengeluarkan kartu identitasnya dan memberikannya pada Ayah. Kening Ayah berkerut saat membacanya. “Apa maksud dari semua ini?” Ia masih kebingungan mencerna. “Saya sudah lama menyelidiki kasus money laundering yang Teguh lakukan. Bisa jadi ini masih ada kaitannya dengan Kumi. Jadi tolong ijinkan saya bertemu dengan Kumi.” “Nak Aji jangan menuduh anak saya macam-macam. Anak saya bersih, dia tidak ada sangkut-pautnya dengan mantan mertuanya itu. Sebaiknya Nak Aji pergi saja dan jangan ganggu anak saya!” Ayah mulai ketakutan Kumi mendapatkan masalah besar. “Sabar dulu Pak, sebaiknya Bapak ijinkan saya bertemu dengan Kumi, supaya saya bisa bertanya pa
Ibu dan Ayah tercekat mendengarnya. “Apakah Nak Aji menakut-nakuti putri Kami?” sambar Ibu. “Kenapa mereka mau mencelakakan Kumi? Memangnya siapa mereka?” “Pertanyaan Ibu sama denganku. Aku kenal mereka sebatas pekerjaanku. Jadi apa salahku?” ucap Kumi dengan nada cemas. “Aku tidak terlibat apapun dengan mereka. Aku hanya membantu mengurusi perkawinan Nada dan Shaka, itu saja.” Tiap Kumi membicarakan Shaka, ia seperti menabur garam pada lukanya yang masih basah. Perih sekali. Mata wanita itu berkaca-kaca. Aji bisa menangkap kesedihan dalam mata wanita itu. “Maaf, aku memahami rasa ingin tahumu, tapi ini bukan waktu yang tepat untukku bercerita. Aku pamit sekarang.” Aji pamit. Ia bergerak ke pintu. Giliran Kumi yang gusar. Ia menyusul Aji. “Ini tidak adil, Aji! Kamu tadi menginterogasi kami, sekarang kamu malah meninggalkan sebuah pertanyaan yang menimbulkan ketakutan padaku. Aku tidak mengijinkan kamu pergi sebelum kamu menjelaskan semuanya kepadaku secara gamblang.” “Jangan tak
Bab 189 - episode terakhir Kumi buru-buru memakai gaun malamnya lalu menyusul Shaka di kantornya. Lelaki itu sedang menghidupkan laptop. Ia berdiri di depan pintu memandangi suaminya. “Apakah aku terlihat sangat buruk sehingga kamu tidak bernafsu denganku?” tanyanya sedih. “Tidak sayang, sama sekali tidak. Kamu membuatku bahagia,” senyum Shaka menghiasi wajahnya. Ia mendekati Kumi dan memeluknya hangat. “Tapi kenapa kamu tidak meneruskan tadi? Apa kamu tahu, aku sudah memimpikan malam pertama kita,” kata Kumi malu-malu. Shaka tertawa terbahak-bahak. “Dasar nakal.” Dia memencet hidung Kumi. “Aku sama denganmu, sama-sama merindukan malam pertama. Sayangnya kamu sedang menstruasi. Aku tidak tega melakukannya, meski aku sangat menginginkannya.” Ia lalu membopong Kumi dan memangkunya. Kumi tertunduk malu dan bergelayut manja pada Shaka, membaui aroma parfum yang membuatnya tergila-gila. “Untuk mengalihkan pikiran tadi, bolehkah aku bekerja dulu. Pekerjaanku menumpuk.” “Baiklah sayang
Bab 188 “Maaf Pak Shaka, Nenek Anda sudah meninggal dunia, jenazahnya baru saja dibawa ke kamar jenazah.” “Innalillahi wa inna illaihi rojiun.” Tubuh Shaka langsung lunglai, dia terduduk di lantai rumah sakit yang dingin. Lelaki itu menangis tergugu. Perasaan bersalah menghantam dadanya. Ia menyesal tidak mendampingi neneknya saat sakaratul maut. “Maafkan Shaka Nek, maafkan Shaka. Kenapa Nenek tidak menunggu Shaka sebentar saja.” Kumi membawa kepala Shaka ke dadanya dan memeluknya erat. Dia tidak berkata apa-apa, selain memeluk Shaka. Menenangkan pria itu dan turut merasakan kesedihan yang kekasihnya rasakan. Alex sopir Shaka datang dengan setengah berlari dan kaget sewaktu melihat Kumi dan keluarganya datang. “Maaf Pak, kami berusaha menghubungi Bapak, tapi telpon Bapak tidak aktif.” Dengan mata sembab, Shaka memeriksa ponselnya. “Maaf Alex, telpon saya mati. Saya lupa membawa charger saat ke Bali.” Itu adalah sederet kebodohan yang ia lakukan. Pikirannya sulit fokus setelah
Bab 187Being deeply loved by someone gives you strength, while loving someone deeply gives you courage.Shaka mengulum senyum memandang Kumi. Sedangkan Kumi, hatinya bergetar hebat. Dirinya mendadak canggung berdua dengan Shaka di kamar.“Enak juga kamar homestaynya. Aku jadi pingin membuat rumah seperti ini,” kata Shaka mengoyak kesunyian. Dia menduduki kursi yang dipakai Ibu tadi sambil matanya berkeliling menyusuri tiap sudut ruang.“Sama. Aku juga juga pengen tinggal di Ubud dan punya penginapan yang mengacu pada back to nature. Bangunanannya menggunakan bahan lokal, halamannya luas, ada kebun sayur dan binatang seperti kelinci, ayam dan…” Kumi berbicara dengan antusias dia melupakan rasa pening yang mendera kepalanya.“Ikan, kambing.” Shaka tertawa kecil meneruskan kata-kata Kumi dengan mata berbinar-binar. Dia duduk dengan relaks. Kedua tangannya di letakkan di belakang kepalanya.“Menyenangkan sekali hidup di pinggiran kota dengan orang-orang yang kita cintai. Aku bisa semingg
Bab 186“Nenek Shaka kondisinya kritis Nduk. Dia tidak sadar dan hidupnya tergantung pada mesin. Dokter telah meminta Shaka dan keluarganya mengikhlaskannya.” Ibu menjelaskan pada Kumi. “Sebelum terbang ke Bali, kami sempat menjenguknya.”Hati Kumi bertambah berat.“Kumi, jika kamu setuju. Aku mau perkawinan kita diselenggarakan secepatnya bersamaan dengan perkawinan Abang,” kata Shaka semangat. Dia sudah membayangkan bagaimana dia dan abangnya menyunting perempuan yang mereka cintai.“HAH? Dengan siapa? Bagaimana jika Nenek tidak setuju?” Nyali Kumi ciut.“Abang akan menikahi Sulis, aku sudah bertemu dengannya, dan dia setuju.”“Ikuti saja Nduk, keinginan Shaka,” bujuk Ibu. “Kalau bisa sepulangnya dari Bali kalian berdua menikah.”Kumi menoleh kepada ibunya. “Ibu, kapan hari Ibu memaksaku menikahi Arka, sekarang Ibu memaksaku menikahi Shaka. Ibu kenapa plinplan sekali. Sebenarnya diantara keduanya siapa yang paling ibu sukai?” tanyanya. Ia ingin Shaka mendengarnya juga.Bapak berdeha
Bab 185 “Kumi! Kumi! Maafkan Ibu Nak. Ibu menyesal telah menyakiti hatimu. Kamu jangan tinggalkan Ibu.” Ibu menangis sesenggukan memeluk Kumi. “Kumi tidak apa-apa Bu, dia hanya pingsan.” “Mommy… Mommy, wake up.” Yashi menciumi pipi Kumi. Kumi mendengar suara ibunya menangis. Kemudian mendengar suara Ayah menghibur Ibu, dan suara anaknya Yashi. Di manakah dirinya berada? “Aku ada di mana?” tanya Kumi bingung sesaat setelah membuka matanya. “Kamu ada di Bali,” sahut Ibu lega melihat putrinya telah sadar. Kening Kumi berkerut. Ia lalu menoleh dan melihat Ibu, Ayah, Khandra dan Yashi berada di dekat tempat tidurnya. Ia bergeming dan menatap mereka nanar. Namun, Kumi ragu. Apakah mereka semua nyata atau hanya perwujudan wong samar? Rupanya ia masih terpengaruh dengan cerita Bernie. “Kenapa Kumi memandang kita seperti itu Pak? Jangan – jangan ia kesurupan atau hilang akal?” Ibu jadi cemas. “Hush, kamu jangan ngawur, kata Dokter tadi gak apa-apa, luka di kepalanya kecil.” Kumi me
Bab 184“Saya tidak tahu Bu. Semua tamu yang menginap di sini saya hapal. Karena hanya ada 7 kamar dan sekarang hanya 4 kamar yang terisi.” Lelaki itu terdiam. “Eng, siapa tahu Bernie salah satu teman dari tamu kami.”Namun, Kumi tidak begitu yakin dengan yang dikatakan karyawan itu. Wanita itu lalu terduduk lesu di teras kamar Bernie. Kebingungan memeluk dirinya. Ia yakin semalam ia bercengkrama dengan Bernie dan semuanya tampak nyata.“Dia semalam minum bir dan menawari saya Pak? Dia menginap di kamar ini,” kata Kumi berusaha meyakinkan karyawan homestay.“Bagaimana kalau kita ke resepsionis Bu,” ajak karyawan tersebut, untuk meyakinkan Kumi.“Ayo.” Kumi berjalan di belakang karyawan tersebut.Mereka bertemu dengan Pak Dewa sekaligus owner homestay tersebut. “Pagi Bu, bisa dibantu?” sapanya ramah.Karyawan yang bernama Gede itu lalu menceritakan tentang Bernie kepada bosnya. Kumi menyimak pembicaraan mereka.Kemudian Pak Dewa mengajaknya duduk di depan meja penerima tamu, di dekat k
Bab 183Kumi menggeliatkan badannya dan bruk! Dia terjatuh di lantai ubin yang keras. Oufff!! Punggungnya sakit.“Hey, are you okay?”Dengan masih menahan rasa kantuk dan sakit di sekujur tubuhnya, Kumi membuka lebar matanya. “Pencuri! Pencuri,” Kumi berteriak dengan wajah pucat pasi melihat ada seorang lelaki jongkok di depannya.Melalui cahaya lampu kamarnya yang redup Kumi bisa menebak, lelaki di depannya adalah seorang bule bukan setan, karena dia sempat melirik kakinya yang menjejak lantai.Sejenak, Kumi memandangi wajah ganteng dengan rambutya yang gondrong, dan lelaki itu hanya memakai celana kolor. Otak Kumi mulai on.“Hey, aku bukan pencuri. Aku tamu di sini, namaku Bernie. Kamarku ada di sebelahmu.” Ia menggunakan bahasa Indonesia dengan lancar dan aksen yang menarik di telinga Kumi.Bernie lalu mengulurkan tangannya ke Kumi dan membantunya untuk bangun.Mata Kumi menyelidik disertai kecurigaan pada lelaki bule di depannya itu. “Kenapa kamu ada di kamarku?” tanyanya setelah
Bab 182 Mata Fuad merah, tangannya yang berotot langsung memegang tubuh Kumi kuat. “Memangnya kamu siapa? Mau ikut campur urusan rumah tangga saya!” katanya geram. Kumi menatap mata Fuad dengan kebencian. Ia muak melihat lelaki itu di hadapannya. “Aku hanya mau membantu mamanya Dara melindungi anak-anakmu,” desis Kumi menahan amarahnya. Jefry berusaha menjadi penyejuk keadaan. “Pak Fuad tolong lepaskan Ibu Kumi dan ini bukan waktu yang tepat untuk berantem. Ada masalah krusial yang harus Anda tangani lebih dulu, yaitu jenazah Ibu Dara. Almarhumah sudah menunggu sejak 3 hari lalu untuk dimakamkan.” Mama Dara langsung menangis histeris. Dia memukul-mukul tubuh Fuad yang berdiri seperti patung. Lelaki itu tak berani menatap mata mama mertuanya yang sudah baik dengan dirinya sejak lama. Sudut hatinya merasa bersalah, telah menyia-nyiakan kebaikan yang wanita itu berikan. Sayangnya dia terlalu arogan untuk mengakui kesalahan yang ia lakukan. “Kamu jahat sekali Fuad. Kenapa kamu tega
Bab 181Respek Arum pada lelaki di depannya itu lenyap tak berbekas. Dia langsung pasang badan membela Kumi. "Astaghfirullah! Keji sekali mulut Bapak mencaci maki wanita yang telah membantu menjaga anak Bapak. Buka mata Pak, siapa yang menjaga anak-anak Bapak selama mereka di Bali.""Heh! Apa yang kamu tahu tentang Kumi! Dia paling hanya mau cari sensasi supaya mendapat simpati orang lain," cetus Fuad. Hatinya telah tertutup amarah.Arum mulai panas."Semenjak di pesawat, saya tahu bagaimana Kak Kumi ikut membantu istri Anda yang kewalahan. Dia juga yang membuat nyaman anak Anda setelah Ibu Dara meninggal. Heran, kok tega-teganya menuduh sembarangan.""Betul, saya tahu bagaimana Ibu Kumi menjaga anak-anak Bapak. Dia sampai ditampar tamu lain, saat anak Bapak rewel mencari ibunya.," sela Jefry membantu support KumiArum kaget dan menoleh pada Kumi. "Benarkah itu Kak?"Kumi mengangguk."Jangan didengerin itu Mas, paling hanya settingan.""Saya ada buktinya Bu," kata Jefry membela.Fuad