"Assalamualaikum Pah. Apa ada Papa di dalam?" Dimas mengetuk ruangan kerja Papanya, dan berharap papanya ada di dalam."Ya, masuk saja lah Dimas. Pintunya nggak dikunci" ujar sang Papa yang kemudian melanjutkan teleponnya."Nanti saya telepon lagi ya Pak" tutur Reza kemudian menutup telepon itu.Reza melototkan matanya menghadap kepada sang putra yang kini sedang memakai seragam OB sesuai dengan perintah atasannya yaitu William."Pakaian macam apa yang kamu kenakan Dimas?" Tanya Reza yang keheranan menatap wajah sang Putra yang terlihat menyedihkan itu."Itu kan pakaian OB kantor kita?" tanyanya lagi kepada Dimas. Dimas tertunduk malu menghadap kepada sang Papa yang kini terus menanyainya dengan setumpuk pertanyaan perihal yang menimpa Dimas."Ini ulah William pa. CEO baru kita. Dia dengan sengaja membalas Dimas dengan menurunkan Dimas dari posisi CEO menjadi office boy .Betapa menyedihkannya nasib Dimas sekarang Pa." Dimas melaporkan setiap tindak dan tanduk William terhadap dirinya y
"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan" Zein mencoba menghubungi nomor teleponnya Celine namun sudah beberapa kali Zen mencoba meneleponnya tidak ada sambungan zen yang masuk satu kali pun."Sial lho Celine di saat Gue butuh bantuan lo kayak gini nomor telepon lo malah nggak aktif sama sekali. Lu ke mana sih Celine?" Umpat Zein secara terus-menerus memaki wanita yang sudah bekerja sama dengannya untuk menodai Lusi."Bagaimana saudara Zein apa sudah diangkat oleh temannya Pak Zein?" tanya Pak Yudha kepada Zein yang beberapa kali mencoba menelepon nomor teleponnya Celine namun tidak ada tanggapan sama sekali ."Maaf Pak Sepertinya saya, saya tidak jadi menelpon. Lain kali saja saya menelepon saya teman saya itu" dengan sangat terpaksa Zein memutus upayanya untuk menghubungi nomor rekan kerjanya itu.Dengan langkah gontai dan penuh ketidakberdayaan ia kembali memasuki jeruji besi, dan mendekam didalamnya. Baju tahanan berwarna oranye itu terpasang lengkap d
"Hai gadis cantik, om punya permen nih. Kamu mau nggak permen dari om ini?"Dimas mengeluarkan dua permen telapak kaki berwarna merah dan bermaksud untuk memberikannya kepada Rindu yang berdiri mematung di depan gerbang sekolah menunggui mamanya Seina yang akan datang menjemput.'Wah permen telapak kaki kesukaannya Rindu tuh, tapi mama bilang kalau ada orang asing yang datang mendekati Rindu, Rindu harus jauh-jauh dari dia" pikir Rindu yang mengingat setiap ucapan dari Seina untuk segera menjauh apabila ada orang asing yang hendak memberikan sesuatu kepadanya maka Rindu harus segera menghindar dari orang itu.Rindu pun segera mundur dari tempat berdirinya sekarang Ia pun hendak masuk kembali ke dalam gerbang sekolah namun Dimas yang melihat aksi ketakutan di wajahnya Rindu pun sedikit menahan langkah kepinggir agar gadis kecil itu segera menjauh dirinya.'Mungkin aku sebaiknya tidak terlalu memaksakan supaya Rindu langsung mau menerimaku, aku harus pikirkan cara lain agar aku bisa men
"Ayo cepetan Mas William kamu ngebut dong nyetirnya, kalau kamu lelet kayak keong gini kita bisa telat nih ke sekolahnya Rindu" di sepanjang perjalanan menuju ke sekolahnya Rindu seina begitu cemas dan mengkhawatirkan keadaan Rindu. Ia terus menguji kesabaran beliau yang sedang menyetir."Seina, kamu bisa diam bentar nggak sih? ntar aku sumpal tuh mulut biar nggak ngedumel terus. Kamu nggak lihat apa di depan ada kemacetan panjang akibat kecelakaan bisa diam bentar nggak?"William malah balik memarahi Seina yang tidak mau diam sedikitpun menutup mulutnya terus saja menyerocos tidak beraturan."Ada-ada aja deh orang depan, masak aku lagi mau buru-buru ke sekolah Rindu kayak gini pakai acara kecelakaan segala. Gimana nih dengan Rindu, aku takut dia diapa-apain orangnya sekolahnya"lagi-lagi Seina tidak bisa menahan kegelisahan yang menggerogoti hatinya kini."Seina Seina, kamu pikir orang kecelakaan tuh pengen kalau dia celaka. Ada-ada aja kamu kalau ngomong. Kalau mau ngomong tuh yang b
"Rindu putri mama. Kamu dimana sayang?" Aku terus berteriak memanggil nama Rindu di sekitar taman depan sekolahnya Rindu. Aku sangat mengkhawatirkan keadaan Rindu saat ini. Memang aku yang salah telah datang untuk menjemput putriku itu ke sekolah. Namun Rindu biasanya tidak sepeti ini. Keluyuran di luar sekolah. Ia akan setia menungguiku di depan gerbang sekolah sampai aku datang nanti."Mas William. Bagaimana ini mas? Kalau Rindu diculik ornag bagaimana mas? Aku sangat khawatir mas sama Rindu" air mataku meluruh tanpa bisa aku tahan sedikitpun. Dadaku terasa berat kala membayangkan putri semata wayangnya itu tidak bisa aku temui. Jika sesuatu yang buruk menimpa Rindu,maka aku tidak akan bisa lagi untuk hidup. Ragaku seakan mati rasa. Hatiku akan hancur seiirng dengan kepergian separuh jiwaku itu."Kamu tenang dulu ya Seina. Saya akan berusaha menemukan Rindu untuk kamu. Tidak akan ada yang menyakiti Putri kita!" Kata-kata dari William tadi kembali membuat batinku terenyuh. Baru kali
"Selamat siang dokter Billy saya Dimas Aditya, saya datang kemari untuk mencocokkan DNA saya dengan rambut ini dokter apa bisa lakukan di Rumah Sakit ini dok?"Dimas baru saja mendatangi sebuah rumah sakit swasta di Jakarta. Ia ingin mencocokkan DNA miliknya dengan rambut yang telah ia curi dari Rindu tadi."Tentu pak Dimas. Akan tetapi tes ini akan memakan biaya yang cukup besar pak. Yaitu sekitar sepuluh juta rupiah. Apa bapak masih setuju untuk melanjutkan tes ini?" Tanya dokter Billy, S.p.PD itu. Dimas mendatangi salah satu rumah sakit swasta yang bisa dibilang cukup terkenal itu. Sehingga biaya pengobatannya pun terbilang mahal. Dengan posisi pekerjaan Dimas yang sekarang hanya OB begini sudah barang tentu gajinya tidak akan cukup untuk membayar itu semua. Untunglah Dimas masih mempunyai sisa tabungannya yang tidak sampai dua puluh juta lagi setelah habis dipakai oleh Celine untuk membayar Zein kala itu."Berapa pun biayanya tetap lakukan saja dok berapapun biayanya saya akan mena
"Perut kamu mas.."ucapku dengan senyuman yang cengengesan. Aku mendengar suara cacing diperutnya mas William yang sudah bergemuruh sejak tadi."Perut saya? Emang kenapa? Datar kok nggak berisi sama sekali" aku kembali mengulum senyuman. Mas William masih saja bersifat angkuh dan belum menyadari kalau dia sedang kelaparan. Aku pun buru-buri untuk menarik lengan mas Wiliam menuju ke meja makan. Disana sudah ada Ibuku yang menata makanan untuk hidangan makan siang."Kamu mau ngapain narik saya terus ke sini?" Tanya mas William keheranan. "Makan siang disini dulu nak Wiliam. Ibu baru saja selesai masak hidangan kesukaannya Seina. Ayam penyet dan sambal terasi." Tak lupa Ibu memberikan satu piring kepada William. Aku kemudian menyuruh mas William untuk duduk bersamaku. Rindu juga sudah duduk manis disamping mas William."Iya om ganteng. Makan dulu sama Rindu disini" ujarnya dengan logat khasnya yang sangat menggemaskan. Kemudian William pun duduk bersamanya. "Baiklah kalau si kecil ini me
" Iya bu Ningsih saya begitu serius dengan hubungan saya dengan Seina, bahkan sejak 10 tahun yang lalu"jawab William dengan mantap. Sepertinya William benar-benar mantap untuk mencintai Seina bahkan akan menerima Rindu menjadi bagian dari hidupnya nanti. Ibu tersenyum lebar kala mendengar ucapan William tadi."Alhamdulillah kalau begitu nak William. Ibu begitu senang mendengar jawaban nak William. Satu yang ibu pinta dari kamu nak, tolong kamu jaga nanti cucu dan anak Ini dengan setulus hati kamu. Seina begitu rapuh William asal kamu tahu. Dia memang terlihat kuat diluar. Namun didalam ia begitu rapuh dan goyah." Ibu terlihat menyeka air matanya. Matanya yang keriput itu amsih saja harus menanggung kesedihan yang mendalam akan penderitaan yang selama ini harus aku jalani." Tentu Bu Ningsih. Saya janji sama ibu dan juga sama kamu Seina." Tanpa terasa aku juga larut dalam suasana hangat ini. Laki-laki yang dihadapanku ini sekarang begitu gentel dalam mengungkapkan isi hatinya dihadapan
"Zain. Sayang. Maaf Ibu mengganggu waktumu sebentar nak. Ibu mau bicara sama kamu" Ibunya Zein memanggil putra satu-satunya itu dalam sambungan telepon. Setidaknya Ibunya juga sedikit berpanas sekarang seiring pembebasannya Zein."Ya Buk. Maaf Buk. Zein lagi sibuk. Lagi bicara sama klien tentang proposal bisnisnya Zein. Nanti saja ibuk televonnya"Tuuut.Tuuut. Tuuut. Lansung saja panggilan itu diputus paksa oleh anaknya sendiri.'Zein. Padahal Ibu pengen ngomong kalau Ibu butuh sedikit uang untuk makan sehari-hari dari hasil penjualan sawah kemaren' gumam Bu Siti dalam tangis direlungnya."Oke. Kalau gitu gue setuju. Ini sepuluh juta buat depenya. Tapi Lo harus ingat. Jangan pernah bawa-bawa gue jika kalian gagal dalam tugas ini." Amplop besar dilempar begitu saja oleh Zein. Seperti tidak ada harganya ketimbang misinya saat ini."Lakukan sesuai perintah gue. Buat Lusi menderita dengan kehilangan bayinya. Dan juga pastikan pernikahannya gagal dengan laki-laki brengsek itu. Buang dia se
"Aku bahagia mas karena ada kamu disamping aku. Kamu datang disaat aku butuh sandaran mas. Kamu seperti air di gurun oase yang begitu terik. Kamu memberiku kesejukan akan dahagaku yang terhempas oleh bayang masa laluku. Dan aku juga sangat terharu akhirnya Lusi akan segera melepas masa lajangnya. Dan itu semua juga berkat dirimu mas" aku menenggelamkan wajahku dalam pelukan laki-laki yang saat ini menjadi junjunganku.Tiada niat sedikitpun aku untuk berpaling darinya. Hati ini sepertinya juga sudah dipenjara dan diborgol erat oleh mas William."Seina. Sayang. Sudah. Kamu jangan mellow lagi. Hari ini adalah hari bahagia di keluarga kamu dan keluarga kita. Hari ini adalah pesta pernikahan adik kamu satu-satunya. Dan juga sekaligus perayaan tujih bulanan kamu bukan?. Hari ini tidak boleh air mata yang terbit dari sudut mata indah kamu ini. Jika pun masih terbit. Itu haruslah air mata kebahagiaan. Bukan duka sayang. Saya mencintai kamu. Mencintai ketulusan dan keikhlasan hatimu. Saya berj
"Nak Gery. Kenapa malam-malam datang ke sini? Apa Lusi yang menyuruhmu untuk buru-buru datang kesini?" Bu Ningsih tampak begitu khawatir mengetahui laki-laki yang sebentar lagi resmi mempersunting putrinya itu sedari tadi memencet bel tanpa ada seorang pun yang mendengar kecuali dirinya."I-Ibu. Maafkan saya Bu. Sudah datang selarut ini. I-Ini Bu." Gery menyodorkan kresek hitam ke hadapan Bu Ningsih yang membuat Bu Ningsih semakin bingung."Apa ini Gery?" Bu Ningsih mengerutkan dahinya. Ia sama sekali tidak tahu apa sebenarnya yang ada didalam kantong kresek itu.Perlahan tanganny mulai membuka buhul itu. Betapa kagetnya Bu Ningsih dengan pemandangan yang ada di depannya saat ini. Emosinya pun memuncak seolah tidak tertahankan lagi."Mangga muda? Gery! Apa maksud semua ini? Kenapa kamu malam-malam mengantar mangga muda kesini? Apa ini untuk Lusi? Apa kamu juga sudah melakukan itu kepada Lusi. Kurang aj*r kamu!'Plaaaakk' Bu Ningsih menamoar punya Gery yang membuat laki-laki kekar itu
"Aku saja yang menyetir Mas. Aku takutnya dengan kondisi kamu yang seperti sekarang kita akan nabrak dan bisa berabe nantinya""Uuuweekk..uuweeekkk ." Mas William terus saja mual dan hendak muntah namun kembali sama kali tidak mengeluarkan apapun. Hanya beberapa air yang ia muntahkan." Iya Seina. Mas setuju kamu aja yang nyetir. Lagian mas sepertinya ingin muntah terus tidak tertahankan seperti ini. Mas takut tidak konsentrasi nanti kalau menyetir." Mau bagaimana lagi kalau melihat kondisi mas William saat ini memang sangat tidak memungkinkan kalau dia yang menyetir. Jadi terpaksa aku yang ambil alih kemudinya.**" Mas ingin sekali makan mangga muda, tolong belikan Mas sayang" " Yang benar saja kamu Mas, masa tengah malam kayak gini kamu minta mangga muda. Kemana aku harus carikan Mas?" lagi-lagi aku mengerutkan dahiku melihat tingkah aneh mas William saat ini.Masa jam 02.00 pagi kayak gini Mas William meminta aku untuk mencarikannya mangga muda. Bukannya mangga muda yang nanti ak
"Iya Bu Seina, ada dua embrio yang berhasil dibuahi. Itunya artinya Ibu Seina sekarang tengah hamil bayi kembar. Sekali lagi saya ucapkan selamat ya Bu Pak"Mendengar ucapan dokter barusan mendadak mataku berkaca-kaca. Sungguh indah rupanya rencana Tuhan untukku atas semua duka yang selama ini aku alami. Tuhan bahkan menitipkan dua calon bayi kembar di dalam rahimku sebagai teman dari anakku Rindu nantinya.'Alhamdulillahirobbilalamin" tiada henti-hentinya lidah ini mengucapkan syukur itu kepada Ilahi yang begitu adil terhadap hambanya.Aku masih ingat saat itu betapa putus asanya aku dalam berjuang untuk mendapatkan seorang anak dari pernikahanku sebelumnya. Namun kali ini setelah aku menikah dengan mas William tak butuh waktu lama untuk aku mendapatkan karunia itu.'Sungguh nikmat Tuhan yang mana lagi yang engkau dustakan?'2 bulan setelah menikah aku langsung dikaruniai buah cinta kami yang tiada bandingannya di dunia. Harta yang paling mahal telah engkau berikan kepadaku Tuhan. Mud
"Kamu tidak marah kan mas?" Ujarku kemudian yang dibalas oleh kekehan mas Wiliam."Ya. Saya marah. Dan akan lebih marah lagi jika sesuatu yang buruk menimpa calon anak kita" ujarnya kemudian yang membuatku sangat kaget mendengar jawabannya. Aku takut jika Mas William tidak setuju dan marah atas keinginanku itu.Rupanya mas William berpikir positif dan menghargai keputusanku. Iya kemudian memmemelukku dan memberikan kecupan di dahiku. Rasanya sangat nyaman dan tenang sekali mempunyai suami pengertian dan baik seperti Mas William." Terima kasih Mas kamu sudah mau mengerti sama keputusanku""Iya sayang tidak apa-apa. Besok kita ke dokter kandungan Ya. Kita akan cek kondisi janin kamu dan juga Mas mau lihat apakah janinnya sudah kelihatan apa belum" mendengar ucapannya yang sangat perhatian membuat hatiku nyaman. Rasanya hati ini banyak ditumbuhi bunga-bunga indah bermekaran.Aku masih ingat ketika aku hamil Rindu dulu. Aku bahkan memohon dan mengiba kepada mas Dimas supaya mau menemanik
Cepat kamu Jelaskan kepada saya Kenapa bocah tengil ini memanggil papa kepada Dimas?" Bu Siska kembali mendekati aku. Masih dengan tatapan penuh kebencian. Sampai bola matanya hendak keluar dari sarangnya.Aku memang tak pernah benar dihadapannya. Ia begitu membenciku mengingat status keluarga kami yang jauh berbeda dulu."Maaf Bu Siska. Kalau ibu bertanya pada orang, bisa nggak sih kalau bicara yang sopan. Nggak ngegas kayak gini!" Sejak tadi aku mendiami wanita ini. Namun rupanya Bu Siska malah semakin melunjak saja melihatku. Memang benar kata orang dulu. Musuh tidak dicari. Jika bertemu pantang dielakkan."Baik. Saya akan jawab pertanyaannya Siska. Jika ibu penasaran silahkan nanti bertanya kepada Dimas anak Ibu. Itupun jika Dimas maish diberi waktu oleh Tuhan untuk bertaubat dan memperbaiki dirinya. Rindu. Mas. Ayo kita segera pulang. Hawa disini mulai nggak enak." Aku sengaja tidak memberitahu Bu Siska yang sebenarnya. Biar saja wanita bermulut besar itu mati penasaran. Lagi p
"Anda sama sekali tidak mempunyai hak untuk melukai calon ibu dari anak saya. Dia adlah istri sekaligus belahan jiwa saya" mendengar ucapan William membuat Siska tertegun. Matanya masih melotot tajam. Aku masih memegangi pipiku yang memanas oleh gamparannya. Sedangkan tanganku yang lain memegangi perutku.Aku juga takut ini akan berefek pada calon anakku yang masih berbentuk gumpalan darah itu. Aku positif hamil dan usianya masih lima Minggu. Usia yang masih rentan akan segala sesuatunya."Mama. Mama. Mama nggak apa-apa kan ma?" Tanya Rindu yang lansung menempeliku."Kamu siapa mau jadi pahlawan kesiangan mantan menantu sial*n saya ini?bisanya cuma memeras dan meloroti uang suaminya." Bu Siska bertambah melunjak melihat aku diam. Ia pun hendak menarik jilbabku dan mungkin akan menghempas tubuhku ke lantai.Namun tidak. Kamu telah salah dalam bertingkah Bu Siska. Laki-laki dihadapan kamu ini adalah suamiku. Dia akan melindungiku dari makhluk astral yang brutal seperti kamu."Saya ucapk
Iya selamat siang saya dengan berbicara dengan siapa ini tanya wanita di dalam gawai itu dengan nada yang cukup Ketus membuat jantungku kembali deg-degan mendengar kosa kata yang baru keluar sedikit dari rongga mulutnya." Maaf mengganggu Bu saya Sena Saya ingin mengabarkan kalau...." ucapanku lalu ia potong dengan rancauan yang cukup menyakitkan dadaku." Hah? Apa saya tidak salah dengar? Seina? apa saya tidak salah dengar?. Kamu Seina si pencuri dan perampok itu? mau apa kamu sekarang? kamu mau merampok apalagi dari saya setelah kamu menguras habis semua harta anak saya!" kicauannya cukup membuat telingaku sakit namun aku harus bisa bertahan mendengar ocehannya yang menyakitiku sampai ke relung hati yang paling dalam ia menuduhku pencuri dan perampok Padahal aku hanya mengambil hakku dan juga hak anakku.Lagi pula Mas Dimas itu memang menceraikanku karena perselingkuhannya bukan karena kesalahanku. Ya sudahlah. Untuk apa membicarakan hal yang telah berlalu. Aku harus menyampaikan be