"Luka sayatan yang dialami oleh mas William cukup serius mbak. Hampir menembus hatinya. Kita doakan saja. Mudah-mudahan tidak tembus. Dan mas William bisa selamat dalam operasi ini"uajr dokter yang menangani operasi terhadap Wiliam.'Deeerr' hatiku terasa lemah seketika mendengar kabar yang diberikan oleh dokter tadi. Bayangan kehilangan sosok William begitu terpampang nyata didepan mata. Jika sesuatu yang buruk menimpa laki-laki ini, maka aku adalah wanita paling biadab di dunia ini. Semua petaka ini terjadi karena kebodohanku yang mempercayai begitu saja ajakan Danu kepadaku dan William lah yang menjadi korbannya."Seina. Maafkan saya Seina. Saya tidak bisa memenuhi janji saya untuk menikahi kamu Seina. Tambahkanlah hatimu Seina. Kelak kamu akan bertemu dengan laki-laki yang pantas untuk bersanding dengan kamu. Satu pintaku saat ini Seina. Tetap ukir nama saya di hati kamu. Saya akan terus berdoa supaya langit merestui kita untuk bersama. Namun jika itu tidak mungkin. Saya tunggu kam
"Mas Dimas. Tega ya kamu mas nyelingkuhin aku dari belakang. Kurang sabar apa coba aku mas sama kamu. Bahkan aku rela uang belanja aku kamu potong gegara bangkrut. Kenapa sih mas kamu masih selingkuh juga dibelakang aku!" Celine tidak tahan menguping di balik pohon kemudian gegas menghampiri suami serta mertuanya yang sedang sibuk membicarakan perihal putrinya Dimas."Celine. Ngomong apa an sih kamu Cel? Baru sampai juga lansung nyerocos kayak petasan. Bikin pusing tahu nggak!" Dimas malah mengatai Celine yang membuat dirinya pusing oleh ocehan Celine yang tidak jelas. Lebih tepatnya Dimas sama sekali tidak mau memberi tahu Celine perihal Rindu. Putri kandungnya bersama dengan Seina, mantan istri yang ia selingkuhi dengan Celine."Mas Dimas. Jangan bohong kamu mas. Aku denger semuanya kok apa yang kamu omongin tadi. Kamu punya anak kan dari wanita lain. Ngaku kamu mas! Aku denger dengan jelas semuanya kalau kamu punya anak dari wanita lain. Itu apa namanya kalau bukan selingkuh mas? M
"Mbak. Suaminya sudah semakin membaik dan sore nanti sudah diperbolehkan untuk pulang." Ujar dokter sambil tersenyum. Tanpa dia sadari dia mengatakan aku adalah istri dari pasien yang tengah dirawat dihadapannya ini."Suami? Maaf dokter saya bukan istrinya dokter. Kami belum menikah dok" ujarku menjawab ucapan dokter yang mengatakan aku adalah istri William.Dokter itu tampak mengerutkan dahinya seolah tidak mempercayai ucapannya sebelumnya. Ku lirik William tersenyum sekilas dalam menahan sakitnya."Iya dokter. Dia bukan istri saya akan tetapi tunangan saya" meski dalam keadaan masih sakit William sempat-sempatnya menjelaskan status kami. Padahal memang benar, aku bukan istrinya dan sebenarnya juga belum menjadi tunangannya. Kami sama sekali belum bertukar cincin seperti layaknya pasangan yang bertunangan."Kalau begitu maafkan saya. Saya koreksi ucapan saya tadi." kata dokter itu dengan sedikit canggung."Iya dok. Terima kasih dokter."ujarku kemudian tersenyum. Dokter kemudian meres
"Pelayan. Bawakan semua hantaran ini kepada Seina. Calon istri saya" William menepuk kedua tangannya dalam satu kali tepukan. Dua pelayan dengan pakaian senada berwana ungu serasi dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Sepuluh orang itu antri membawakan hantaran yang dimaksud oleh William. Belum tampak anggota keluarga William didalam arakan itu. "Seina. Maaf mengganggu pagi kamu hari ini. Tapi inilah hati saya Seina yang sudah sangat siap terbuka untuk kamu isi." Hari ini adalah pagi Minggu. Tepatnya satu Minggu setelah momen penusukan Danu kepada William.Aku beberapa kali mengucek mataku seolah mencari pembenaran dengan apa yang aku lihat hati ini. Wiliam sama sekali tidak mengabariku tentang hari ini. Hari dimana ia siap untuk melamarku."Mas William. Ada apa sebenarnya ini? Kenapa terlihat ramai sekali? Saya sama sekali tidak mengerti apa maksudnya ini semua?" Begitu aku membuka pintu rumah yang beberapa kali diketuk dan juga dibunyi kan bel oleh seseorang. Yang aku lihat adala
"Gery. Kemarilah." Ujar Wiliam setelah menyaksikan drama air mata diantara kedua kakak adik didepannya tadi. "Ya pak William. Kenapa bapak memanggil saya?" Tanya Gery kemudian setengah menunduk."Kenapa tangan kamu masih kosong Gery?" Gery tersentak kaget dengan pertanyaan bosnya itu kepadanya. Bola matanya membulat kemudian."A-apa maksud pak William saya sama sekali tidak mengerti sama sekali?" Ucapnya seperti kebingungan. William kemudian tersenyum miring. Ia ambil bucket bunga mawar merah di salah satu pelayannya. "Ini ambillah Gery. Bawakan untuk calon istri kamu. Kamu harus berjuang juga Gery untuk mendapatkan hatinya Lusi. Kamu lihat Seina. Calon istri saya sedang terluka. Lakukan tugas kamu dengan baik" Gery kemudian berpikir sejenak dan segera mengembalikan bucket mawar itu ke tangannya William."Maaf pak William. Kali ini saya tidak setuju dengan ide bapak. Ini saya kembalikan" Gery melepasnya dengan kasar sehingga membuat William sedikit emosi oleh tingkahnya."Gery! Apa
Tunggu mas William, tunggu. Kamu tidak bisa memperlakukan aku seperti ini Mas" sambil terus memanggil nama lelaki yang baru saja telah meminangku ini namun ia sama sekali tidak menghiraukan apa yang aku ucapkan. Aku menangis terisak. Kedua telapak tangan aku titipkan ke mukaku yang basah oleh deraian air mata. Suara berisik dari sebuah alat musik sejenak menghentikan tangisku. Aku mulai menyeka air mata. Rupanya itu adalah suara dari talempong. Salah satu alat musin tradisionall dari minang kabau. Sejenak aku terlena dengan alunannya yang merdu. "Siapa yang telah mengundang mereka kemari?" Dalam hati aku terus bertanya kenapa iringan Talempong dan ibu-ibu berpakaian seperti Bundo kandung memenuhi depan jalan menuju ke rumahku. "Seina. Ada apa di luar nak? Kenapa ada rombongan orang memainkan alat musik ini?" Tanya ibu ku yang rupanya ikut keluar melihat pertunjukan didepan mata. Suara saluang yang mendayu-dayu ikut meramaikan suasana di pagi itu. Laki-laki berpakaian marapulai berw
"Semua yang kamu ucapkan itu benar Lusi. Aku dipaksa" Gery menghentikan ucapannya. Sejenak aku tertegun dan memegangi dadaku. Sesak menghampiri bongkahan di daging itu. Gery. Apa saya telah menduga kamu selama ini? Ingin rasanya aku maju kedepan dan menampar wajahnya tepat dihadapan bos besarnya ini."Gery. Beraninya kamu mempermainkan hati adik kecilku!" Desisku. Aku hendak melangkah maju namun pergelanganku digenggam erat oleh pria kekar bermanik indah disebelahku."Diam disini Seina. Kamu jangan ikut campur" matanya menyorot tajam. Aku tak habis pikir oleh tingkah laki-laki ini."Saya telah dipaksa oleh hati saya sehingga mencintai kamu tanpa syarat seperti sekarang Lusi. Apa kamu sama sekali tidak mengasihi saya Lusi?"mata Gery berkaca-kaca. Sekarang ia tepatnyA berlutut dihadapan gadis dengan rok Levis selutut ini. Lusi terlihat mencabikkan bibirnya. Seolah bingung dengan keputusan apa yang akan ia ambil.***"Saya terima nikah dan kawinnya Seina Amora binti Edi Sudibio dengan m
"Mas Gery dan mbak Lusi. Mohon maaf sebelumnya. Dari yang saya lihat mbak Lusi sepertinya tengah mengandung. Maaf kalau pertanyaan saya lancang." Pak penghulu bernama Ridwan Said itu cukup berhati-hati dalam ucapannya. Ia sebenarnya tidak ingin menanyai keduanya. Namun ini adalah syariat yang perlu ia tegakkan. Tidak mungkin ia membiarkan kedua insan ini berbalut dosa hanya karena kesalahannya dalam menafsirkan sesuatu."I-iya pak. Saya tengah mengandung. Bahkan usianya sudah masuk lima bulan. Maaf tidak memberi tahu bapak sebelumnya" ujar Lusi terbata. Dengan mata yang sendu dan juga menunduk ia menceritakan perihal kondisinya kepada penghulu itu."Jadi ternyata benar dugaan saya. Kalau begitu apakah maa Gery ini adalah ayah biologis dari janin yang mbak Lusi kandung. Jika benar, maka pernikahan ini masih sah. Namun jika mas Gery bukanlah ayah biologisnya maka pernikahan mbak dan juga mas Gery tidak sah. Alangkah baiknya mbak jujur dalam berkata. Sebab ini tentang masalah syariat Isl
"Zain. Sayang. Maaf Ibu mengganggu waktumu sebentar nak. Ibu mau bicara sama kamu" Ibunya Zein memanggil putra satu-satunya itu dalam sambungan telepon. Setidaknya Ibunya juga sedikit berpanas sekarang seiring pembebasannya Zein."Ya Buk. Maaf Buk. Zein lagi sibuk. Lagi bicara sama klien tentang proposal bisnisnya Zein. Nanti saja ibuk televonnya"Tuuut.Tuuut. Tuuut. Lansung saja panggilan itu diputus paksa oleh anaknya sendiri.'Zein. Padahal Ibu pengen ngomong kalau Ibu butuh sedikit uang untuk makan sehari-hari dari hasil penjualan sawah kemaren' gumam Bu Siti dalam tangis direlungnya."Oke. Kalau gitu gue setuju. Ini sepuluh juta buat depenya. Tapi Lo harus ingat. Jangan pernah bawa-bawa gue jika kalian gagal dalam tugas ini." Amplop besar dilempar begitu saja oleh Zein. Seperti tidak ada harganya ketimbang misinya saat ini."Lakukan sesuai perintah gue. Buat Lusi menderita dengan kehilangan bayinya. Dan juga pastikan pernikahannya gagal dengan laki-laki brengsek itu. Buang dia se
"Aku bahagia mas karena ada kamu disamping aku. Kamu datang disaat aku butuh sandaran mas. Kamu seperti air di gurun oase yang begitu terik. Kamu memberiku kesejukan akan dahagaku yang terhempas oleh bayang masa laluku. Dan aku juga sangat terharu akhirnya Lusi akan segera melepas masa lajangnya. Dan itu semua juga berkat dirimu mas" aku menenggelamkan wajahku dalam pelukan laki-laki yang saat ini menjadi junjunganku.Tiada niat sedikitpun aku untuk berpaling darinya. Hati ini sepertinya juga sudah dipenjara dan diborgol erat oleh mas William."Seina. Sayang. Sudah. Kamu jangan mellow lagi. Hari ini adalah hari bahagia di keluarga kamu dan keluarga kita. Hari ini adalah pesta pernikahan adik kamu satu-satunya. Dan juga sekaligus perayaan tujih bulanan kamu bukan?. Hari ini tidak boleh air mata yang terbit dari sudut mata indah kamu ini. Jika pun masih terbit. Itu haruslah air mata kebahagiaan. Bukan duka sayang. Saya mencintai kamu. Mencintai ketulusan dan keikhlasan hatimu. Saya berj
"Nak Gery. Kenapa malam-malam datang ke sini? Apa Lusi yang menyuruhmu untuk buru-buru datang kesini?" Bu Ningsih tampak begitu khawatir mengetahui laki-laki yang sebentar lagi resmi mempersunting putrinya itu sedari tadi memencet bel tanpa ada seorang pun yang mendengar kecuali dirinya."I-Ibu. Maafkan saya Bu. Sudah datang selarut ini. I-Ini Bu." Gery menyodorkan kresek hitam ke hadapan Bu Ningsih yang membuat Bu Ningsih semakin bingung."Apa ini Gery?" Bu Ningsih mengerutkan dahinya. Ia sama sekali tidak tahu apa sebenarnya yang ada didalam kantong kresek itu.Perlahan tanganny mulai membuka buhul itu. Betapa kagetnya Bu Ningsih dengan pemandangan yang ada di depannya saat ini. Emosinya pun memuncak seolah tidak tertahankan lagi."Mangga muda? Gery! Apa maksud semua ini? Kenapa kamu malam-malam mengantar mangga muda kesini? Apa ini untuk Lusi? Apa kamu juga sudah melakukan itu kepada Lusi. Kurang aj*r kamu!'Plaaaakk' Bu Ningsih menamoar punya Gery yang membuat laki-laki kekar itu
"Aku saja yang menyetir Mas. Aku takutnya dengan kondisi kamu yang seperti sekarang kita akan nabrak dan bisa berabe nantinya""Uuuweekk..uuweeekkk ." Mas William terus saja mual dan hendak muntah namun kembali sama kali tidak mengeluarkan apapun. Hanya beberapa air yang ia muntahkan." Iya Seina. Mas setuju kamu aja yang nyetir. Lagian mas sepertinya ingin muntah terus tidak tertahankan seperti ini. Mas takut tidak konsentrasi nanti kalau menyetir." Mau bagaimana lagi kalau melihat kondisi mas William saat ini memang sangat tidak memungkinkan kalau dia yang menyetir. Jadi terpaksa aku yang ambil alih kemudinya.**" Mas ingin sekali makan mangga muda, tolong belikan Mas sayang" " Yang benar saja kamu Mas, masa tengah malam kayak gini kamu minta mangga muda. Kemana aku harus carikan Mas?" lagi-lagi aku mengerutkan dahiku melihat tingkah aneh mas William saat ini.Masa jam 02.00 pagi kayak gini Mas William meminta aku untuk mencarikannya mangga muda. Bukannya mangga muda yang nanti ak
"Iya Bu Seina, ada dua embrio yang berhasil dibuahi. Itunya artinya Ibu Seina sekarang tengah hamil bayi kembar. Sekali lagi saya ucapkan selamat ya Bu Pak"Mendengar ucapan dokter barusan mendadak mataku berkaca-kaca. Sungguh indah rupanya rencana Tuhan untukku atas semua duka yang selama ini aku alami. Tuhan bahkan menitipkan dua calon bayi kembar di dalam rahimku sebagai teman dari anakku Rindu nantinya.'Alhamdulillahirobbilalamin" tiada henti-hentinya lidah ini mengucapkan syukur itu kepada Ilahi yang begitu adil terhadap hambanya.Aku masih ingat saat itu betapa putus asanya aku dalam berjuang untuk mendapatkan seorang anak dari pernikahanku sebelumnya. Namun kali ini setelah aku menikah dengan mas William tak butuh waktu lama untuk aku mendapatkan karunia itu.'Sungguh nikmat Tuhan yang mana lagi yang engkau dustakan?'2 bulan setelah menikah aku langsung dikaruniai buah cinta kami yang tiada bandingannya di dunia. Harta yang paling mahal telah engkau berikan kepadaku Tuhan. Mud
"Kamu tidak marah kan mas?" Ujarku kemudian yang dibalas oleh kekehan mas Wiliam."Ya. Saya marah. Dan akan lebih marah lagi jika sesuatu yang buruk menimpa calon anak kita" ujarnya kemudian yang membuatku sangat kaget mendengar jawabannya. Aku takut jika Mas William tidak setuju dan marah atas keinginanku itu.Rupanya mas William berpikir positif dan menghargai keputusanku. Iya kemudian memmemelukku dan memberikan kecupan di dahiku. Rasanya sangat nyaman dan tenang sekali mempunyai suami pengertian dan baik seperti Mas William." Terima kasih Mas kamu sudah mau mengerti sama keputusanku""Iya sayang tidak apa-apa. Besok kita ke dokter kandungan Ya. Kita akan cek kondisi janin kamu dan juga Mas mau lihat apakah janinnya sudah kelihatan apa belum" mendengar ucapannya yang sangat perhatian membuat hatiku nyaman. Rasanya hati ini banyak ditumbuhi bunga-bunga indah bermekaran.Aku masih ingat ketika aku hamil Rindu dulu. Aku bahkan memohon dan mengiba kepada mas Dimas supaya mau menemanik
Cepat kamu Jelaskan kepada saya Kenapa bocah tengil ini memanggil papa kepada Dimas?" Bu Siska kembali mendekati aku. Masih dengan tatapan penuh kebencian. Sampai bola matanya hendak keluar dari sarangnya.Aku memang tak pernah benar dihadapannya. Ia begitu membenciku mengingat status keluarga kami yang jauh berbeda dulu."Maaf Bu Siska. Kalau ibu bertanya pada orang, bisa nggak sih kalau bicara yang sopan. Nggak ngegas kayak gini!" Sejak tadi aku mendiami wanita ini. Namun rupanya Bu Siska malah semakin melunjak saja melihatku. Memang benar kata orang dulu. Musuh tidak dicari. Jika bertemu pantang dielakkan."Baik. Saya akan jawab pertanyaannya Siska. Jika ibu penasaran silahkan nanti bertanya kepada Dimas anak Ibu. Itupun jika Dimas maish diberi waktu oleh Tuhan untuk bertaubat dan memperbaiki dirinya. Rindu. Mas. Ayo kita segera pulang. Hawa disini mulai nggak enak." Aku sengaja tidak memberitahu Bu Siska yang sebenarnya. Biar saja wanita bermulut besar itu mati penasaran. Lagi p
"Anda sama sekali tidak mempunyai hak untuk melukai calon ibu dari anak saya. Dia adlah istri sekaligus belahan jiwa saya" mendengar ucapan William membuat Siska tertegun. Matanya masih melotot tajam. Aku masih memegangi pipiku yang memanas oleh gamparannya. Sedangkan tanganku yang lain memegangi perutku.Aku juga takut ini akan berefek pada calon anakku yang masih berbentuk gumpalan darah itu. Aku positif hamil dan usianya masih lima Minggu. Usia yang masih rentan akan segala sesuatunya."Mama. Mama. Mama nggak apa-apa kan ma?" Tanya Rindu yang lansung menempeliku."Kamu siapa mau jadi pahlawan kesiangan mantan menantu sial*n saya ini?bisanya cuma memeras dan meloroti uang suaminya." Bu Siska bertambah melunjak melihat aku diam. Ia pun hendak menarik jilbabku dan mungkin akan menghempas tubuhku ke lantai.Namun tidak. Kamu telah salah dalam bertingkah Bu Siska. Laki-laki dihadapan kamu ini adalah suamiku. Dia akan melindungiku dari makhluk astral yang brutal seperti kamu."Saya ucapk
Iya selamat siang saya dengan berbicara dengan siapa ini tanya wanita di dalam gawai itu dengan nada yang cukup Ketus membuat jantungku kembali deg-degan mendengar kosa kata yang baru keluar sedikit dari rongga mulutnya." Maaf mengganggu Bu saya Sena Saya ingin mengabarkan kalau...." ucapanku lalu ia potong dengan rancauan yang cukup menyakitkan dadaku." Hah? Apa saya tidak salah dengar? Seina? apa saya tidak salah dengar?. Kamu Seina si pencuri dan perampok itu? mau apa kamu sekarang? kamu mau merampok apalagi dari saya setelah kamu menguras habis semua harta anak saya!" kicauannya cukup membuat telingaku sakit namun aku harus bisa bertahan mendengar ocehannya yang menyakitiku sampai ke relung hati yang paling dalam ia menuduhku pencuri dan perampok Padahal aku hanya mengambil hakku dan juga hak anakku.Lagi pula Mas Dimas itu memang menceraikanku karena perselingkuhannya bukan karena kesalahanku. Ya sudahlah. Untuk apa membicarakan hal yang telah berlalu. Aku harus menyampaikan be